Anda di halaman 1dari 30

Nama : Wira Veronica

Kelas : Alpha 2017


NIM : 04011181722150

Osteoporosis
A. DEFINISI
Osteoporosis adalah kelainan skeletal sistemik yang ditandai compromised bone strength
sehingga tulang mudah fraktur.

B. KLASIFIKASI
Pada tahun 1940-an, Albright mengemukanan pentingnya estrogen pada patogenesis
osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan Melton, membagi osteoporosis
primer atas osteoporosis tipe I dan tipe II.
Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Osteoporosis primer (involusional) adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya
a. Osteoporosis tipe I, disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh
defisiensi estrogen akibat menopause.
b. Osteoporosis tipe II, disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan
absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder
yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.
2. Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya.
Belakangan konsep itu berubah, karena ternyata peran estrogen juga menonjol pada
osteoporosis tipe II. Selain itu pemberian kalsium dan vitamin D pada osteoporosis tipe II
juga tidak memberikan hasil yang adekuat. Akhirnya pada tahun 1990-an, Riggs dan
Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor
yang sangat berperan pada timbulnya osteoporosis primer, baik pasca menopause
maupun senilis.
C. FAKTOR RESIKO

D. PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal
setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki
permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda
resorpsi tulang dan formasi tulang keduanya meningkat menunjukkan adanya
peningkatan
bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone
marrow stromal cells/dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-a yang
berperan meningkatkan kerja osteoklas. Dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga
aktivitas osteoklas meningkat.

Selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di


usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga
menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(0H)2D, sehingga pemberian
estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(0H)2D di dalam plasma. Tetapi pemberian
estrogen transdermal tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut, karena estrogen
transdermal tidak diangkut melewati hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal
tetap dapat meningkatkan absorpsi kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi
vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka
kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin
berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan
hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan
bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin danjuga kadar
kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi
akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Walaupun terjadi peningkatan kadar kalsium yang terikat albumin dan kalsium dalam
garam kompleks, kadar ion kalsium tetap sama dengan keadaan premenopausal.
E. MANIFESTASI KLINIS
Sebagai thief in the night--pencuri malam hari, osteoporosis tidak memiliki keluhan
spesifik. Keluhan akan dirasakan bila tulang sudah mengalami fraktur yang akan
menyebabkan rasa nyeri, deformitas, serta gangguan fungsi.
a. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata dan timbul secara
mendadadak
b. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
c. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau
karena pergerakan yang salah .
d. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
e. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
f. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
g. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur

F. TATALAKSANA
Non Farmakoterapi
LATIHAN DAN PROGRAM REHABILITASI
Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis karena
dengan latihan yang teratur, penderita akan menjadi lebih lincah, tangkas dan kuat otot-
ototnya sehingga tidak mudah terjatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan
osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang akan
meningkatkan remodeling tulang. Pada penderita yang belum mengalami osteoporosis,
maka sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderiota yang
sudah osteoporosis, maka latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan beban yang adekuat.
Selain latihan, bila dibutuhkan maka dapat diberikan alat bantu (ortosis), misalnya korset
lumbal untuk penderita yang mengalami fraktur korpus vertebra, tongkat atau alat bantu
berjalan lainnya, terutama pada orang tua yang terganggu keseimbangannya. Hal lain
yang juga harus diperhatikan adalah mencegah risiko terjatuh, misalnya menghindari
lantai atau alas kaki yang licin; pemakaian tongkat atau rel pegangan tangan, terutama di
kamar mandi atau kakus, perbaikan penglihatan, misalnya memperbaiki penerangan,
menggunakan kaca mata dan lain sebagainya. Pada umumnya fraktur pada penderita
osteoporosis disebabkan oleh terjatuh dan risiko terjatuh yang paling sering justru terjadi
di dalam rumah, oleh sebab itu tindakan pencegahan harus diperhatikan dengan baik, dan
keluarga juga harus dilibatkan dengan tindakan-tindakan pencegahan ini.

Farmakoterapi

Bisfosfonat
Bila terdapat kontra-indikasi terapi hormonal, atau pada osteoporosis pada laki-laki, maka
bisfosfonat merupakanpilihan pengobatan berikutnya. Bisfosfonat merupakan analog
pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon
dan mempunyai efek menghambat kerja osteoklas. Secara farmakodinamik, absorpsi
bisfosfonat sangat buruk, sehingga harus diberikan dalam keadaan perut kosong dengan
dibarengi 2 gelas air putih dan setelah itu penderita harus dalam posisi tegak selama 30
menit. Seklain itu, bisfosfonat generasi I juga memiliki efek samping lain, yaitu
mengganggu mineralisasi tulang, sehingga tidak boleh diberikan secara kontinyus, harus
siklik, misalnya etidronat dan klodronat. Efek samping bisfosfonat adalah refluks
esofagitis dan hipokalsemia. Oleh sebab itu, penderita yang memperoleh bisfosfonat
harus dioperhatikan asupan kalsiumnya.
1. Alendronat, merupakan aminobisfosfonat yang sangat paten. Untuk terapi
osteoporosis, dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari setiap hari secara kontinyu, karena
tidak mengganggu mineralisasi tulang. Untuk penyakit Paget, diberikan dosis 40 mg/hari
selama 6 bulan. Saat ini telah dikembangkan pemberian alendronat 70 mg seminggu
sekali. Dosis ini dikembangkan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Efek samping
gastrointestinal pada dosis ini ternyata tidak berbeda bermakna dengan efek samping
pemberian setiap hari.
2. Risedronat, juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga yang paten . Untuk
mengatasi penyakit Paget, diperlukan dosis 30 mg/hari selama 2 bulan, sedangkan untuk
terapi osteoporosis diperlukan dosis 5 mg/hari secara kontinyu. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa risedronat merupakan obat yang efektif untuk mengatasi
osteoporosis dan mengurangi risiko fraktur pada wanita dengan osteoporosis
pascamenopause dan wanita dengan menopause artifisial akibat pengobatan karsinoma
payudara. Sama halnya dengan alendronat, untuk pengobatan osteoporosis, saat ini
tengah diteliti pemberian risedronat 35 mg seminggu sekali.
3. lbandronat, juga meerupakan bisfosfonat generasi ketiga. Pemberian per-oral
untuk gterapi osteoporosis dapat diberikan 2,5 mg/hari atau 150 mg, sebulan
sekali.
4. Zoledronat, merupakan bisfosfonat terkuat yang saat ini ada. Sediaan yang ada
adalah sediaan intravena yang harus diberikan perdrip selama 15 menit untuk dosis 5 mg.
Untuk pengobatan osteoporosis, cukup diberikan dosis 5 mg setahun sekali, sedangkan
untuk pengobatan hiperkalsemia akibat keganasan dapat diberikan 4 mg per-drip setiap 3-
4 minggu sekali tergantung responsnya.

Raloksifen
Raloksifen merupakan anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan
lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara. Golongan
preparat ini disebut juga selective estrogen receptor modulators (SERM). Obat ini dibuat
untuk pengobatan osteoporosis dan FDAjuga telah menyetujui penggunaannya untuk
pencegahan osteoporosis. Dibandingkan dengan 17~-estradiol , raloksifen memiliki efek
konservasi tulang yang sama pada tikus yang di-ovariektomi yang diperiksa dengan alat
DXA. Mekanisme kerja raloksifen terhadap tulang, sama dengan estrogen, tidak
sepenuhnya diketahui dengan pasti, tetapi diduga melibatkan TGF~ 3 yang dihasilkan
oleh osteoblas dan osteoklas dan berfungsi menghambat diferensiasi osteoklas dan
kehilangan massa tulang. Pada penelitian terhadap 251 wanita pasca menopause, ternyata
raloksifen dapat menurunkan kadar kolesterol 5-10% tanpa merangsang endometrium
dan menurunkan petanda resorpsi dan formasi tulang sama dengan estrogen. Gejala
klasik anti estrogen, seperti hot flushes, didapatkan pada 12-20% wanita yang
mendapatkan raloksifen, sementara mastalgia lebih banyak didapatkan pada wanita yang
mendapat estrogen. Aksi raloksifen diperantarai oleh ikatan raloksifen pada reseptor
estrogen, tetapi mengakibatkan ekspresi gen yang diatur estrogen yang berbeda pada
jaringan yang berbeda. Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis
adalah 60 mg/hari. Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan
mengalami metabolisme di hati. Raloksifen akan menyebabkan kecacatan janin, sehingga
tidak boleh diberikan apada wanita yang hamil atau berencana untuk hamil.
Terapi Pengganti Hormonal
a. Pada wanita pasca menopause
Estrogen terkonyugasi 0,3125 - 1,25 mg/hari,dikombinasi dengan medroksiprogesteron
asetat 2,5 -10 mg/hari, setiap hari secara kontinyu. Untuk mendeteksi kemungkinan
kanker payudara, harus dilakukan mamografi sebelum pemberian terapi hormonal,
kemudian diulang setiap tahun. Estrogen diketahui dapat menghambat kehilangan massa
tulang dan penningkatan BMD rata-rata 3% selama 3 tahun.The Women's Health
Initiative juga mendapatkan bahwa estrogen dapat menurunkan risiko fraktur verterbra
dan panggul secara klinik sebesar 34% dalam 5 tahun terapi. Walau pun demikian, pada
tahun 2002, WHI juga mendapatkan bahwa terapi pengganti hormonal berhubungan
dengan peningkatan risiko infark miokard, strokee, kanker payudara, emboli paru dan
trombosis vena dalam.
b. Pada wanita pra-menopause
Estrogen terkonyugasi diberikan pada hari 1 sampai dengan 25 siklus haid, sedangkan
medroksiprogesteron diberikan pada hari 15 s/d 25 siklus haid. Kemudian kedua obat
tersebut dihentikan pemberiannya pada hari 26 s/d 28 siklus haid, sehingga penderita
mengalami haid. Hari 29, dianggap sebagai hari 1 siklus berikutnya dan pemberian obat
dapat diulang kembali seperti semula.
c. Pada laki-laki
Pada laki-laki yang jelas menderita defisiensi testosteron, dapat dipertimbangkan
pemberian testosteron.

Kalsitonin
Kalsitonin, merupakan obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang dan hiperkalsemia yang
diakibatkannya, seperti Penyakit Paget, Osteoporosis dan hiperkalsemia pada keganasan.
Hanya ada 1 trial besar yang menunjukkan bahwa pemberian kalsitonin 200 IU intranasal
selama 5 tahun dapat menurunkan risiko fraktur vertebral sebesar 21%. Tidak ada bukti
bahwa kalsitonin dapat menurunkan risiko fraktur non-vertebral, Pemberian kalsitonin
secara intranasal, sehingga mempermudah penggunaan daripada preparat injeksi yang
pertama kali diproduksi. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian intra nasal adalah 200 U
perhari. Kadar puncak di dalam plasma akan tercapai dalam waktu 20-30 menit, dan akan
dimetabolisme dengan cepat di ginjal. Pada sekitar separuh pasien yang mendapatkan
kalsitonin lebih dari 6 bulan, ternyata terbentuk antibodi yang akan mengurangi
efektivitas kalsitonin. Pemberian kalsitonin subkutan ternyata efektif menurunkan nyeri
pada fraktur spinal.
Strontium Ranelat
Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis yang memiliki efek ganda, yaitu
meningkatkan kerja osteoblast dan menghambat kerja osteoklas. Akibatnya tulang
endosteal terbentuk dan volume trabelar meningkat. Mekanisme kerja strontium ranelat
belum jelas benar,diduga efeknya berhubungan dengan perangsangan Calsium sensing
receptor (CaSR) pada permukaan sel-sel tulang. Dosis strontium ranelat adalah 2
gram/hari yang dilarutkan di dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum tidur atau
2 jam sebelum makanan atau 2 jam setelah makan. Sama dengan obat osteoporosis yang
lain, pemberian strontium ranelat harus dikombinasi dengan Ca dan vitamin D, tetapi
pemberiannya tidak boleh bersamaan dengan pemberian strontium ranelat. Efek samping
strontium ranelat adalah dispepsia. Pada beberapa kasus juga dilaporkan tromboemboli
vena dan reaksi obat yang disertai eosinofilia dan gejala sistemik lainnya.

Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90%
vitamin D disintesis di dalam tubuh dari prekursornya dibawah kulit oleh paparan sinar
ultraviolet. Pada orang tua, kemampuan untuk aktifasi vitamin D dibawah kulit
berkurang, sehingga pada orangtua sering terjadi defisiensi vitamin D. Kadar vitamin D
di dalam darah diukur dengan cara mengukur kadar 25-0H vitamin D. Pada penelitian
didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium peroral selama 18 bulan
ternyata mampu menurunkan fraktur non-spinal sampai 50% (Dawson-Hughjes, 1997).
Vitamin D diindikasikan pada orang-orang tua yang tinggal di Panti Werda yang kurang
terpapar sinar matahari, tetapi tidak diindikasikan pada populasi Asia yang banyak
terpapar sinar matahari.

Kalsitriol
Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan osteoporosis
pasca menopause. Kalsitriol diindikasikan bila terdapat hipokalsemia yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga diindikasikan
untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat hipokalsemia maupun akibat
gagal ginjal terminal. Dosis kalsitriol untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25 µg, 1-2
kali per-hari.

Kalsium
Asupan kalsium pada pendyuduk Asia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan
kalsium yang direkomendasikan oleh Institute of Medicine, National Academy of
Science (1997), yaitu sebesar 1200 mg. Kalsium sebagai monoterapi, ternyata tidak
mencukup untuk mencegah fraktur pada penderita osteoporosis. Preparat kalsium yang
terbaik adalah kalsium karbonat, karena mengandung kalsium elem 400 mg/gram, disusul
Kalsium fosfat yang mengandung kalsium elemen 230 mg/gram, kalsium sitrat yang
mengandung kalsium elemen 211 mg/gram, kalsium laktat yang mengandung kalsium
elemen 130 mg/gram dan kalsium glukonat yang mengandung kalsium elemen 90
mg/gram.

Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktivitas estrogenik. Ada banyak senyawa
fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoflavon dan lignans. lsoflavon yang
berefek estrogenik antara lain genistein, daidzein dan gliklosidanya yang banyak
ditemukan pada golongan kacang-kacangan (Leguminosae) seperti soy bean dah red
clover. Sampai saat ini belum ada bukti dari cilincal trial bahwa fitoestrogen dapat
mencegah maupun mengobati osteoporosis (Alekel, 2000; Potter 1998).
G. EDUKASI DAN PENCEGAHAN
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara
kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga
dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan
30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.
2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun
suplementasi,
3. Hindari merokok dan minum alkohol,
4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosteron pada laki-laki dan
menopause awal pada wanita.
5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis,
6. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah pasti
osteoporosis
7. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh, misalnya lantai yang
licin, obat-obat sedatif dan obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi
ortistatik,
8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orangorang yang kurang terpajan sinar
matahari atau pada penderita dengan fotosensitifitas, misalnya SLE. Bila diduga ada
defisiensi vitamin D, maka kadar 25(0H)D serum harus diperiksa. Bila 25(0H)D serum
menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada orang tua
harus diberikan. Pada penderita dengan gagal ginjal, suplementasi 1,25(0H) 2D harus
dipertimbangkan.
9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan Natrium
sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila
ekskresi kalsium urin > 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25
mg/hari).
10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang,
usahakan pemberian glukokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat
mungkin,
11. Pada penderita artritis reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, sangat penting
mengatasi aktivitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan
densitas massa tulang akibat artritis inflamatif yang aktif.
H. SKDI

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk


3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan
dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
ANATOMI COSTAE DAN LUMBAL
Struktur Tulang
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang woven, tulang kortikal dan tulang kanselus. Tulang woven
ditemukan pada proses pembentukan tulang saat perkembangan embrio, pada pembentukan kalus pada
penyembuhan tulang serta pada keadaan-keadaan patologis, misalnya hiperparatiroid dan Paget Disease.
Tulang woven terdiri dari serat-serat kolagen yang tidak teratur dan irregularly shaped vascular space
yang dibatasi oleh osteoblas. Tulang woven kemudian digantikan dengan tulang kortikal atau tulang
kanselus.
Tulang kortikal disebut juga tulang lamelar
merupakan hasil perkembangan dari tulang woven.
Unit struktural primer dari tulang kortical adalah
osteon yang disebut juga dengan Sistem Havers.
Osteon terdiri dari cylindrical shaped lamellar bone
yang mengelilingi kanal pembuluh darah yang
berorientasi longitudinal yang disebut kanal Havers.
Selain itu juga terdapat kanal yang berorientasi
horizontal yaitu kanal Volkmann yang
menghubungkan osteon yang berdekatan.
Tulang kanselus atau tulang trabekular terdiri dari jaringan-jaringan trabekula tulang dan elemen-
elemen hematopoietik. Jaringan trabekula berorientasi tegak lurus terhadap gaya luar untuk berperan
sebagai structural support. Tulang kanselus secara kontinyu melakukan remodeling pada permukaan
dalam endostealnya.

Tulang mempunyai dua komponen,


tulang kortikal yang bersifat padat, solid,
dan mengelilingi ruang sumsum tulang, dan
tulang trabekular yang terdiri dari struktur
honeycomb yang mengelilingi
kompartemen sumsum tulang. Tulang
kortikal mempunyai lapisan permukaan
luar berupa periosteum dan permukaan
dalam berupa endosteum. Periosteum
merupakan jaringan ikat fibrosa yang
mengelilingi permukaan luar dari tulang
kortikal, kecuali pada sendi dimana tulang dilapisi oleh articular cartilage. Periosteum berisi pembuluh
darah, saraf, osteoblas, dan osteoklas. Periosteum berfungsi untuk melindungi, memberi makan, dan
membantu dalam pembentukan tulang. Periosteum juga mempunyai peran yang penting dalam
appositional growth dan penyembuhan fraktur. Endosteum adalah struktur membranosa yang melapisi
permukaan dalam dari tulang kortikal, tulang cancellous, dan kanal pembuluh darah (Volkmann’s canal)
pada tulang. Terlebih lagi, berdasarkan pola dari pembentukan kolagen pada osteoid, terdapat dua tipe
tulang: woven bone, yang bercirikan susunan yang tidak beraturan dari serat kolagen dan lamellar bone,
yang bercirikan kolagen yang tersusun secara parallel dengan lamellae. Lamellar bone, sebagai hasil dari
susunan kolagen fibril, memiliki kekuatan mekanis yang serupa dengan plywood. Pola normal dari
lamellar bone tidak terdapat dalam woven bone, dimana kolagen fibril tersusun dengan pola yang acak.
Oleh karena itu, woven bone lebih lemah dibandingkan dengan lamellar bone. Woven bone diproduksi
ketika osteoblast memproduksi osteoid dengan cepat. Hal ini terjadi pada tulang fetal dan pada
penyembuhan fraktur, akan tetapi woven bone akan digantikan dengan suatu proses remodeling menjadi
lamellar bone. Secara virtual, semua tulang pada orang dewasa sehat adalah lamellar bone

Diferensiasi Osteoblas
Seperti dijelaskan di muka, osteoblas berasal dari dari stromal stem cell atau connective tissue
mesenchymal stem cell yang dapat berkembang menjadi osteoblas, kondrosit, sel otot, adiposit dan sel
ligamen. Sel mesenkimal ini memerlukan tahap-tahap transisi sebelum menjadi sel yang matang. Setiap
tahap transisi tersebut membutuhkan faktor aktifasi dan supresi tertentu. Untuk diferensiasi dan maturasi
osteoblas dibutuhkan faktor pertumbuhan lokal, seperti fibroblast growth factor FGF), bone
morphogenetic proteins (BMPs) dan Wnt proteins. Selain itu juga diubutuhkan faktor transkripsi, yaitu
Core binding factor 7 (Cbfa 1) atau Runx2 dan Osterix (Osx). Prekursor osteoblas ini akan berproliferasi
dan berdiferensiasi menjadi pre-osteoblas dan kemudian menjadi osteoblas yang matur. Osteoblas selalu
ditemukan berkelompok pada per-mukaan tulang yang dapat mencapai 100-400 sel kuboidal per bone-
forming site. Di bawah mikroskop cahaya, osteoblas tampak memiliki inti yang bulat pada basal sel yang
berdekatan dengan permukaan tulang dengan sitoplasdma yang basofilik kuat dan kompleks Golgi yang
prominen di antara inti dan apeks sel yang menunjukkan aktivitas biosintesis dan sekresi yang tinggi.
Selain itu osteoblas juga memiliki retikulum endoplasmik kasar yang berkembang baik dengan cisterna
yang berdilatasi dan berisi granul-granul padat.
Osteoblas selalu tampak melapisi matriks tulang (osteoid) yang diproduksinya sebelum
dikalsifikasi. Osteoid yang diproduksi oleh osteoblas tidak langsung dimineralisasi, tetapi membutuhkan
waktu sekitar 10 hari, sehingga secara mikroskopik, osteoid yang belum dimineralisasi ini akan selalu
tampak. Di belakang osteoblas, selalu tampak sel mesenkimal yang sudah teraktifasi dan preosteoblas
yang menunggu maturasi untuk menjadi osteoblas.
Membran plasma osteoblas kaya akan fosfatase alkali dan memiliki resentor untuk hormon
paratiroid dan prostaglandin, tetapi tidak memiliki reseptor untuk kalsitonin. Selain itu, osteoblas juga
mengekspresikan reseptor estrogen dan reseptor vitamin D3, berbagai sitokin, seperti colony stimulating
factor 7 (CSF-1) dan reseptor anti nuklear factor kB Ligand (RANKL) dan osteoprotegrin (OPG).
RANKL berperan pada maturasi prekursor osteoklas karena prekursor osteoklas memiliki reseptor RANK
pada permukaannya. Sedangkan efek RAN KL akan dihambat oleh OPG.
Cbfa 1 atau Runx2 merupakan faktor transkripsi yang sangat penting bagi maturasi osteoblas,
baik pada osifikasi intramembranosa maupun endokondral. Cbfa 1 akan berikatan dengan osteoblast-
specific cis-acting element (OSE2) dan mengaktifkan ekspresi osteoblast-specific gene, Osteokalsin
(OG2). Terdapat 2 isoform Cbfa1, yaitu Tipe I dan II. Cbfa tipe I diekspresikan olehjaringan mesenkimal
non-oseus dan sel progenitor osteoblas yang tidak akan berubah selama diferensiasi osteoblas. Sedangkan
Cbfa 1 tipe II meningkat ekspresinya selama diferensiasi osteoblas dan promieloblas sebagai respons
terhadap BMP-2. Cbfa 1 juga berperan pada maturasi kondrosit. Faktor transkripsi lain yang berperan
pada diferensiasi osteoblas adalah osterix (Osx) yang diekspresikan pada semua tulang yang sedeang
tumbuh dan dibutuhkan pada diferensiasi osteoblas dan formasi tulang.
Faktor Pertumbuhan Osteogenik
Hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH). Hormon ini mempunyai efek langsung dan tidak
langsung terhadap osteoblas untuk meningkatkan remodeling tulang dan pertumbuhan tulang
endokondral. Defisiensi GH pada manusia akan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang. Efek GH
langsung pada tulang adalah melalui interaksi dengan reseptor GH pada permukaan osteoblas, sedangkan
efek tidak langsungnya melalui produksi insulin-Like growth factor- 7 (IGF-1 ).

Insulin-like Growth Factor-1 dan 2 (IGF-1 dan IGF-2). IGF merupakan growth hormone-dependent
polypeptides yang memiliki berat molekul 7.600. Ada 2 macam IGF, yaitu IGF I dan IGF II, yang
disintesis oleh berbagai macam jaringan, termasuk tulang, dan mempunyai efek biologik yang sama,
walaupun IGF I lebih poten 4-7 kali dibanding-kan IGF II. IGF I mempunyai efek merangsang sintesis
matriks dan kolagen tulang danjuga merangsang replikasi sel-sel turunan osteoblas. Selain itu, IGF I juga
menurunkan degradasi kolagen tulang. Dengan demikian IGF I memegang peranan yang penting pada
formasi tulang dan juga berperan mempertahankan massa tulang. Berbagai fciktor sistemik dan lokal tu
rut berperan mengatur sintesis IGF-1 oleh osteoblas, antara lain, estrogen, PTH, PGE2 dan BMP-2,
sedangkan PDGF dan glukokortikoid menghambat ekspresi IGF-1 dan 1,25(OH) 2D3, TGFb dan FGF-2
memiliki efek stimulator dan inhibitor ekspresi IGF-1. Di dalam sirkulasi, IGF akan terikat pada IGF
binding proteins (IGFBPs). Sampai saat ini telah ditemukan 6 IGFBP yang diproduksi oleh sel tulang, dan
jumlah yang terbanyak adalah IGFBP-3. IGFBP memiliki afinitas yang tinggi terhadap IGF, menghambat
interaksi IGF dengan reseptornya dan mempengaruhi aksi IGF.

Bone Morphogenetic Proteins (BMPs). Merupakan anggota superfamili TGF~, terdiri dari BMP-2 sampai
-7. BMP disintesis oleh jaringan skeletal dan ekstraskeletal, sedangkan BMP-2, -4 dan -6 disintesis oleh
sel-sel seri osteoblas dan berperan pada diferensiasi osteoblas. Selain itu BMPs juga berperan pada
osifikasi endokondral dan kondrogenesis.

Protein Wnt. Protein Wnt memiliki aktivitas yang sama dengan BMP dan menginduksi diferensiasi sel.
Signat Wnt yang optimal pada osteoblas membutuhkan Lipoprotein receptor-related protein 5 (LRP 5) .
LRP 5 diekspresikan oleh osteoblas dan sel stromal dan distimulasi oleh BMP. Mutasi yang menyebabkan
inaktifasi LRP 5 menyebabkan penurunan densitas tulang sedangkan mutasi yang menyebabkan LRP 5
resisten terhadap inaktifasi menyebabkan peningkatan massa tulang.

TGF β· Merupakan polipeptida dengan BM 25.000. Pada mamalia didapatkan 3 isoform yang memiliki
aktivitas biologik yang sama dan diekspresikan oleh sel tulang dan sel osteosarkoma, yaitu TGF β1, TGF
β2 dan TGF β3. TGF β berfungsi menstimulasi replikasi preosteoblas, sintesis kolagen dan menghambat
resorpsi tulang dengan cara menginduksi apoptosis osteoklas.

Fibriblast Growth Factors (FGFs). FGF 1 dan 2 adalah polipeptida dengan BM 17.000, bersifat
angiogenik dan berperan pada neovaskularisasi, penyembuhan Iuka dan reparasi tulang. FGF 1 dan 2
akan merangsang replikasi sel tulang sehingga populasi sel tersebut meningkat dan memungkinkan
terjadinya sintesis kolagen tulang. Walaupun demikian, FGF tidak akan meningkatkan diferensiasi
osteoblas secara langsung. Selain itu, FGF juga memiliki peran yang kecil pada resorpsi tulang, yaitu
dengan meningkatkan ekspresi MMP 13 yang berperan pada degradasi kolagen dan remodeling tulang.

Platelet-Derived Growth Factor (PDGF). Merupakan polipeptida dengan BM 30.00 dan pertama kali
diisolasi dari trombosit dan diduga berperan penting pada awal penyembuhan Iuka. PDGF merupakan
dimer yang dihasilkan oleh 2 gen, yaitu PDGF-A dan -B. PDGF-AB dan -BB merupakan isoform yang
terbanyak didapatkan dalam sirkulasi. Sama dengan FGF, PDGF berfungsi merangsang replikasi sel dan
sintesis kolagen tulang. Selain itu PDGFBB juga berperan meningkatkan jumlah osteoklas dan
menginduksi ekspresi MMP 13 oleh osteoblas.

Vascular Endothelial Growth Factors (VEGF). Merupakan polipeptida yang berperan pada angiogenesis
yang sangat penting pada perkembangan skeletal. Osteoblas mengekspresikan 2 tipe reseptor VEGF,
yaitu VEGFR-1 dan -2. VGEF berperan sangat penting pada osifikasi endokondral. Selama osifikasi
endokondral, terjadi invasi pembuluh darah kedalam rawan sendi selama mineralisasi matriks, apoptosis
kondrosit yang hipertrofik, degradasi matriks dan formasi tulang. lnaktifasi VEGF pada tikus yang
berumur 24 hari menyebabkan penekanan invasi pembuluh darah, peningkatan zona hipertrofik kondrosit
dan gangguan formasi tulang trabekula.

Osteoklas Dan Remodeling Tulang


Setelah pertumbuhan berhenti dan puncak
massa tulang tercapai, maka proses remodeling tulang
akan dilanjutkan pada permukaan endosteal. Osteoklas
akan melakukan resorpsi tulang sehingga
meninggalkan rongga yang disebut lakuna Howship
pada tulang trabekular atau rongga kerucut (cutting
cone) pada tulang kortikal. Setelah resorpsi selesai,
maka osteoblas akan melakukan formasi tulang pada
rongga yang ditinggalkan osteoklas membentuk
matriks tulang yang disebut osteoid, dilanjutkan
dengan mineralisasi primer yang berlangsung dalam
waktu yang singkat dilanjutkan dengan mineralisasi
sekunder dalam waaktu yang lebih panjang dan tempo
yang lebih lambat sehingga tulang menjadi keras.
Proses remodeling tulang merupakan proses
yang kompleks dan terkoordinasi yang terdiri dari
proses resorpsi dan formasi tulang baru yang menghasilkan pertumbuhan dan pergantian tulang. Hasil
akhir dari remodeling tulang adalah terpeliharanya matriks tulang yang termineralisasi dan kolagen.
Aktivitas sel-sel tulang terjadi disepanjang permukaan tulang, terutama pada permukaan endostea/. Proses
resorpsi dan formasi tulang, tidak terjadi disembarang tempat disepanjang tulang, tetapi merupakan
proses pergantian tulang lama dengan tulang baru. Pada tulang dewasa, formasi tulang hanya terjadi bila
didahului oleh proses resorpsi tulang. Jadi urutan proses yang terjadi pada tempat remodeling adalah
aktifasi-resorpsi-formasi (urutan ARF). Pada fase antara resorpsi dan formasi (fase reversal), tampak
beberapa sel mononuklear seperti makrofag pada tempat remodeling membentuk cement line yang
membatasi proses resorpsi dan merekatkan tulang lama dan tulang baru.
Osteoklas yang bertanggung jawab terhadap proses resorpsi tulang, berasal dari sel
hemopoetik/fagosit mononuklear. Diferensiasinya pada fase awal membutuhkan faktor transkripsi PU-1
dan MiTf yang akan merubah sel progenitor menjadi sel-sel seri mieloid. Selanjutnya dengan rangsangan
M-CSF, sel-sel ini berubah menjadi sel-sel monositik, berproliferasi dan mengekspresikan reseptor
RANK. Selainjutnya, dengan adanya RANK ligand (RANKL), sel ini berdiferensiasi menjadi osteoklas.
Berbeda dengan sel makrofag, osteoklas mengekspresikan beribu-ribu reseptor RANK, kalsitonin dan
vitronektin (integrin avb3). Setelah selesai proses resorpsi, osteoklas akan mengalami apoptosis dengan
pengaeuh estrogen. Pada defisiensi estrogen, menopause atau ovariektomi, apoptosis osteoklas akan
terhambat sehingga terjadi resorpsi tulang yang berlebihan.
Proses remodeling tulang diatur oleh sejumlah hormon dan faktor-faktor lokal lainnya. Hormon
yang berperan pada proses remodeling tulang adalah hormon paratiroid (PTH), insulin, hormon
pertumbuhan, vitamin D, kalsitonin, glukokortikoid, hormon seks dan hormon tiroid.
Osteoprotegrin (OPG)/RANKL/RANK. OPG adalah anggota superfamili reseptor TNF yang
tidak memiliki domain transmembran sehingga akan disekresikan kedalam sirkulasi. Ekspresi OPG akan
menghambat resorpsi tulang yang fisiologik maupun patologik. Ligand OPG hanya 2, yaitu RANKL dan
TRAIL. Perlekatanan OPG pada RANKL akan menghambat perlekatan RANKL terhadap RANK di
permukaan progenitor osteoklas, sehingga akan menghambat maturasi osteoklas dan resorpsi tulang. OPG
juga menghambat formasi osteoklas yang diinduksi oleh hormon osteotropik dan sitokin,seperti
1,25(OH)2D3 , PTH, PGE 2 , IL-1 dam IL-11 . Ekspresi OPG di sel stromal dan osteoblas akan
ditingkatkan oleh TGFβ, hal ini mungkin yang menerangkan mekanisme penghambatan resorpsi tulang
oleh TGFβ. RANKL merupakan protein membran tipe II yang diekspresikan oleh sel-sel seri osteogenik
termasuk osteoblas yang matur. Dengan pengaruh M-CSF, RANKL akan merangsang maturasi osteoklas
dan akibatnya, proses resorpsi tulang meningkat. 1,25(OH) 2D3, PTH, PGE 2 , IL-1 b, TNF-a, IL-11 , IL-
6 dan FGF ternyata dapat meningkatkan kadar mRNA RANKL. RANK adalah protein transmembran tipe
I, yang merupakan anggota superfamili TNFR dan satu-satunya reseptor untuk RANKL. RANK
diekspresikan pada permukaan osteoklas dan berperan pada diferensiasi osteoklas dari sel progenitor
hematopoetik dan aktifasi osteoklas yang matur. Over-ekspresi RANK pada fibroblas embrio manusia
menginduksi aktifasi ligand independen NF-kB dan berhubungan dengan peningkatan diferensiasi dan
maturasi osteoklas yang independen terhadap RANKL.

Penimbunan dan Absorpsi Tulang pada Keadaan Normal Berada dalam Keseimbangan.
Pada keadaan normal, kecuali di jaringan tulang yang
sedang tumbuh, kecepatan pembentukan dan absorpsi
tulang satu dengan yang lain sama, sehingga total massa
tulang dipertahankan konstan. Osteoklas biasanya terdapat
dalam jumlah kecil namun terkonsentrasi, dan begitu
sebuah massa osteoklas mulai terbentuk, osteoklas
biasanya akan memakan tulang selama kira-kira 3 minggu,
yang akan menciptakan terowongan dengan kisaran
diameter 0,2 sampai 1 mm dan panjang beberapa milimeter. Pada akhir tahap ini, osteoklas menghilang
dan terowongan akan ditempati oleh osteoblas; kemudian tulang yang baru mulai terbentuk. Pembentukan
tulang kemudian berlanjut selama beberapa bulan, tulang yang baru berada dalam lingkaran konsentris
yang berlapis (lamela) pada permukaan dalam rongga sampai terowongan terisi. Pembentukan tulang
berhenti apabila tulang mulai mencapai pembuluh darah yang memasok daerah tersebut. Kanal tempat
berjalannya pembuluh-pembuluh darah ini, yang disebut kanal Havers, adalah semua sisa peninggalan
rongga tulang yang asli. Setiap daerah baru dari tulang yang dibentuk dengan cara demikian disebut
osteon, yang tampak pada Gambar 79-6.

Osteosit
Osteosit merupakan sel yang berbentuk stelat yang mempunyai juluran sitoplasma (prosesus)
yang sangat panjang yang akan berhubungan dengan prosesus osteosit yang lain dan juga dengan bone
/inning cells. Di dalam matriks, osteosit terletak di dalam rongga yang disebut /akuna, sedangkan
prosesusnya terletak di-dalam terowongan yang disebut kanaliku/i. Lakuna dan kanalikuli berhubungan
satu sama lain, termasuk dengan lakuna dan kanalikuli dari osteosit lain dan bone /inning cells
dipermukaan tulang membentuk jaringan yang disebut sistem lakunokanalikular (LCS). Sistem LCS
berisi cairan yang merendam osteosit dan prosesusnya dan turut berperan pada mekanisme penyebaran
rangsang mekanik dan kimia yang diterima tulang melalui transduksi mekanobio-elektro-kemikal.
Jaringan LCS sangat penting untuk kehidupanjaringan tulang yang sehat. Osteosit merupakan
mekanosensor bagi jaringan tulang. Adanya rangsang mekanik dan kimia pada jaringan tulang akan
diteeruskan ke semua osteosit dan jaringan tulang melalui struktur padat jaringan tulang, atau tekanan
pada cairan di dalam sistem LCS, sehingga semua osteosit terangsang dan proses remodeling tulang
berjalan dengan normal. Bila osteosit mati, maka lakuna yang ditempatinya dan matriks tulang
disekitarnya akan diresorpsi dan diformasi atau LCSnya dibiarkan kosong dan mengalami mineralisasi.
Pada tulang yang osteoporotik, terjadi diskoneksi antara prosesus-prosesus tersebut dan osteosit
dapat terpencil sendiri dan berubah bentuk. Akibatnya transduksi mekano-bio-elektro-kemikal tidak
berjalan dengan sempurna dan proses remodeling tulang juga tidak sempurna, sehingga tulang akan
kehilangan kemampuan melakukan proses formasi setelah resorpsi berlangsung, akibatnya pada tulang
yang osteoporotik, akan didapatkan banyak lakuna Howship yang pada akhirnya akan menyerbabkan
turunnya kekuatan tulang. Hal yang sama juga terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi lama,
karena rangsangan beban pada tulang berkurang, sehingga transduksi mekano-bio-elektro-kemikal juga
menjadi hilang, sehingga tulang menjadi osteoporotik.

Mineralisasi Tulang
Mineral tulang yang matur adalah hidroksiapatit dengan rum us molekul Ca 10(PO4) 6(OH)2 yang
bentuk kristalnya hanya dapat dilihat di bawah mikroskop elektron, sedangkan di bawah mikroskop
cahaya tampak amorf. Hidrosiapatit akan mengisi lubang-lubang di dalam serat kolagen dan menyebar
sehingga membentuk tulang yang terkalsifikasi secara sempurna. Pada tulang yang matur, kristal-kristal
mineral akan bertambah besar akibat penambahan ion-ion pada kristal dan dan agregasi kristal-kristal itu
sendiri. Setelah osteoid dibentuk oleh osteoblas, terdapat jeda 10-15 hari sebelum mineralisasi
berlangsung. Dua-pertiga mineralisasi akan berlangsung dengan cepat, sedang sepertiga sisanya akan
berlangsung selama beberapa bulan.
Kalsium berperan sangat penting sejak awal mineralisasi. Kalsium memiliki afinitas yang kuat
terhadap tetrasiklin sehingga labelisasi tetrasiklin dapat digunakan untuk menilai derajat mineralisasi
dengan menggunakan mikroskop fluoresensi. Total kalsium tubuh adalah 1300gr dan 99,9% berada di
dalam tulang. Di dalam sirkulasi, kalsium dapat dibagi dalam 3 komponen, yaitu kalsium ion, kalsium
yang terkat albumin dan kalsium dalam bentuk garam kompleks. Dari ketiga bentuk ini, hanya kalsium
ion yang berfungsi untuk sel hidup, yaitu untuk formasi tulang, metabolisme, konduksi saraf, kontraksi
otot, kontrol hemostatik dan integritas kulit.
Selain kalsium, kation yang penting juga untuk mineralisasi tulang adalah magnesium sedangkan
elemen lain yang juga penting adalah fosfor dan fluorida.
Pada umumnya, sel-sel jaringan ikat akan berinteraksi dengan lingkungan ekstraselularnya
termasuk perlekatan dengan makromolekul ekstraselular. Sel tulang minimal mensintesis 9 protein yang
akan menjadi mediator perlekatan sel dengan struktur ekstraselularnya, termasuk anggota keluarga
SIBLING (small integrin-binding ligand, N glycosylated proteins), yaitu osteopontin, bone sialoprotein
(BSP), matrix extracellular phosphoglycoprotein (MEPE), dentin matrix protein- 7 (DMP-1 ), osteonectin
dan bone acidic glycoprotein-75 (BAG-75). Sela in itu juga disintesis kolagen tipe I, fibronektin,
trombospondin, vitroneektin, fibrilin dan osteoadherin. Tabel 2 menunjukkan fungsi protein-protein
tersebut pada mineralisasi tulang.

Petanda Bone Turnover


Bone turnover merupakan mekanisme fisiologik yang sangat penting untuk memperbaiki tulang
yang risak atau mengganti "tulang tua" dengan "tulang baru". Petanda bone turnover, yang meliputi
petanda resorpsi dan petanda formasi tulang, merupakan komponen matriks tulang atau enzim yang
dilepaskan dari sel tulang atau matriks tulang pada waktu proses remodeling tulang. Petanda ini dapat
menggambarkan dinamika remodeling tulang, tetapi tidak mengatur remodeling tulang. Yang termasuk
petanda resorpsi tulang adalah hidroksiprolin (HYP), piridinolin (PYD), Deoksipiridinolin (DPD), N-
terminal cross-linking telopeptaide of type I collagen (NTX) dan C-terminal cross/inking telopeptide of
type I collagen (CTX); sedangkan petanda formasi tulang adalah Bone alkaline phosphatase (BSAP),
Osteokalsin (QC), Procollagen type I C-propeptide (PICP) dan Procollagen type I C-propeptide (PINP).
Pengobatan dengan anti resorptif akan menurunkan kadar petanda bone turnover lebih cepat
dibandingkan dengan perubahan densitas massa tulang yang diukur dengan alat DEXA. Penurunan ini
terjadi lebih cepat daripada perubahan BMD, sehingga dapat digunakan untuk mengukur efektivitas
pengobatan. Pada penelitian dengan risedronat (VERT study) didapatkan bahwa penurunan NTX urin >
60% dan CTX urin > 40% setelah pengobatan 3-6 bulan berhubungan dengan penurunan risiko fraktur
vertebra dalam waktu 3 tahun.
Walaupun demikian, terdapat hubungan yang kompleks antara turnover tulang dengan kualitas
tulang. Tidak selamanya penekanan turnover tulang jangka panjang menghasilkan kualitas tulang yang
baik, karena tulang menjadi sangat keras akibat mineralisasi sekunder yang berkepanjangan dan tulang
menjadi getas dan mudah fraktur.

Fungsi Biologik Vitamin D


Fungsi utama vitamin D adalah menjaga homeostasis kalsium dengan cara meningkatkan
absorpsi kalsium di usus dan mobilisasi kalsium dan tulang pada keadaan asupan kalsium yang inadekuat.
VDR di usus terdapat pada seluruh dinding usus
halus, dengan konsentrasi tertinggi di dalam duodenum.
1,25(OH)2D berperan secara langsung pada masuknya.
kalsium kedalam sel usus melalui membran
plasma, meningkatkan gerakan kalsium melalui
sitoplasma dan keluamya kalsium dari dalam sel melalui
membran basilateral ke sirkulasi. Mekanisme yang pasti
dari proses ini belum diketahui secara pasti, walaupun
telah diketahui bahwa 1,25(OH)2D akan meningkatkan
produksi dan aktivitas CABP, fosfatase alkali, ATPase,
brush-border actin, kalmodulin dan brush-border
protein. CABP merupakan protein utama yang berperan
pada fluks Ca melalui mukosa gastrointestinal.
Di tulang, 1,25(0H)2D akan menginduksi
monocytic stem cells di sumsum tulang untuk
berdiferensiasi menjadi osteoklas. Setelah berdifirensiasi menjadi osteoklas, sel ini akan kehilangan
kemampuannya untuk bereaksi terhadap 1,25(OH) 2D. Aktivitas osteoklas akan diatur oleh 1,25(OH) 2D
secara tidak langsung, melalui osteoblas yang menghasilkan berbagai sitokin dan hormon yang dapat
mempengaruhi aktivitas osteoklas. 1,25(OH) 2D juga akan meningkatkan ekspresi fosfatase alkali,
osteopontin dan osteokalsin oleh osteoblas. Pada proses mineralisasi tulang, 1,25(OH) 2D berperan
menjaga konsentrasi Ca dan P di dalam cairan ekstraselular, sehingga deposisi kalsium hidroksiapatit
pada matriks tulang akan berlangsung dengan baik.
Di ginjal, 1,25(OH)2D, melalui VDR-nya berperan mengatur sendiri produksinya melalui umpan-
balik negatif produksinya dan menginduksi metabolisme hormon ini menjadi asam kalsitroat yang inaktif
dan larut di dalam air. Beberapa jaringan dan se l lain yang bersifat nonkalsemik, juga diketahui memiliki
VDR, misalnya sel tumor. Paparan 1,25(OH) 2D pada sel tumor yang memiliki VDR, akan menurunkan
aktivitas proliferasinya dan juga diferensiasinya. Walaupun demikian, penggunaannya sebagai obat
kanker tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sel epidermal kulit juga memiliki VDR, sehingga efek
antiproliferatif 1,25(OH)2D dapat digunakan pada penyakit kulit hiperproliferatif nonmalignan, seperti
psoriasis.

Bone Remodelling

Rosen CJ. The Epidemiology and


Pathogenesis of Osteoporosis.
[Updated 2017 Feb 21]. In:
Feingold KR, Anawalt B, Boyce A,
et al., editors. Endotext [Internet].
South Dartmouth (MA):
MDText.com, Inc.; 2000-.

Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279134/

Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang dimana resorpsi tulang
melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang tetap
terjadi. Remodeling tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan
osteoklas. Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses dinamik ini
meliputi resorbsi pada satu permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat
yang berlawanan. Hal ini dipengaruhi oleh weight bearing dan gravitasi, as well as by
problems seperti penyakit sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan
dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik serta peptida.
Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan mesekresikan kolagen
(kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organik—komponen pada fase matrik tulang. Mereka
mempunyai peranan penting pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen produksi
osteoblas meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar), 20% dari total massa
tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan thrombospondin. Peranan
protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi sintesisnya diatur oleh hormon paratiroid
(PTH) dan 1,25 dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada kemotaksis dan adhesi sel.
Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas terperangkap diantara formasi
jaringan baru, kehilangan kemampuan sintesis dan menjadi osteosit.
Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka digambarkan dengan ukurannya
yang besar dan penampakan yang multinucleated. Sel ini bergabung menjadi tulang melalui
permukaan reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang membentuk
komparment yang dikenal sebagai “sealing zone”. Reorpsi tulang terjadi oleh kerja
proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang dikenal sebagai lakuna Howship.
Membran plasma dari sel ini diinvaginasi membentuk ruffled border. Osteoklas mungkin
berasal dari sel induk sum-sum tulang, yang juga menghasilkan makrofag-monosit.
Perkembangan dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitokin seperti interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 ( IL-11).
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup. Jika
massa tulang tetap pada dewasa, menunjukan terjadinya keseimbangan antara formasi dan
resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit
remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga kekuatan tulang.
Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin seperti faktor lokal lain
(growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan
1,25dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]). PTH bekerja pada osteoblas dan sel stroma,
dimana mensekresi faktor soluble yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi
tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada PTH
yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH menghambat sintesis kolagen.
PTH berperan penting pada aktivasi enzim ginjal 1 & agr; hidroksilase yang menghidroksilat
25-(OH)D3 menjadi 1,25-(OH)2D3.
Kalsitonin menghambat fungsi ostoklas langsung dengan mengikat reseptor afinitas tinggi;
kalsitonin mungkin tidak langsung mempengaruhi fungsi osteoblas. Level Kalsitonin
menurun pada wanita dibandingkan pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan pada usia—
osteoporosis. Namun defisiensi estrogen menyebabkan penurunan massa tulang secara
signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi sitokin spesifik
seperti IL-1, tumor necross faktor- &agr; koloni granulosit makrofag stimulating factor dan
IL-6. Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment,
diferensiasi dan aktifasi sel osteoklas.
Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan massa tulang yang cepat
sebesar 5 % per tahun pada tulang trabekular dan 2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal
ini disebabkan meningkatnya aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan
hilangnya massa tulang menjadi 1-2 % atau kurang per tahun.
Klasifikasi Faktor Risiko Fraktur dihubungkan dengan penurunan massa tulang
Sumber : Espallargues M, Estrada MD, Solà M, Sampietro-Colom L, Rìo LD, Granados A. Bone
densitometry in Catalonia, diffusion and practice. Catalan Agency for Health Technology
Assessment, Barcelona 1999.
Klasifikasi Fraktur
a. Berdasarkan tempat misalnya ; fraktur columna femoralis, fraktur humerus,dll.
b. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
 Fraktur komplit; bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
 Fraktur tidak komplit; bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang/ tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
 Fraktur kominit; garis patah lebih dari dua fragmen tulang dan saling
berhubungan.
 Fraktur segmental; dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
 Fraktur Multipel; garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
d. Berdasarkan posisi fragmen :

 Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
 Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

e. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :

 Tertutup
 Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
f. Berdasaran bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma:
 Garis patah melintang.
 Oblik / miring; fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
 Spiral / melingkari tulang;
 Kompresi
 Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya, misal pada patela.
g. Berdasarkan kedudukan tulangnya
1) Tidak adanya dislokasi.
2) Adanya dislokasi
 At axim : membentuk sudut.
 At lotus : fragmen tulang berjauhan.
 At longitudinal : berjauhan memanjang.
 At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

1.2. Cedera Torakolumbal


Penyebab tersering cedera torakolumbal adalah jatuh dari ketinggian serta kecelakaan
lalulintas. Jatuh dari ketinggian dapat menimbulkan patah tulang vertebra tipe kompresi. Pada
kecelakaan lalulintas dengan kecepatan tinggi dan tenaga besar sering didapatkan berbagai
macam kombinasi gaya, yaitu fleksi, rotasi, maupun ekstensi sehingga tipe frakturnya adalah
fraktur dislokasi (Jong, 2005).
Terdapat dua tipe berdasarkan kestabilannya, yaitu: (Apley, 2000)
a. Cedera stabil : jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis
anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen
posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi
adalah contoh cedera stabil.
b. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena
ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil
jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.
Berdasarkan mekanisme cederanya dapat dibagi menjadi: (Apley, 2000)
a. Fraktur kompresi (Wedge fractures)
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk
patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna
vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan
posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase
kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi
lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur
kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.
b. Fraktur remuk (Burst fractures)
Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang
menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinais. Terminologi
fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan
adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi tulang yang
menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada
fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis
dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi
pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi
ataupun miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk
mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur
kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini
akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya
perdarahan.
c. Fraktur dislokasi
Terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi
atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera
ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf
yang rusak. Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan
kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi
dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior
dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi
facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari
bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi
fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina
dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.
d. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures)
Sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem
sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada
thoracolumbar junction. Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang
belakang pertengahan menbetuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian
kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar
kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur
selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis
fraktur tidak stabil.

Anda mungkin juga menyukai