Knee Sprain
Oleh:
Aulia Syukraini 04084821921064
Yuzelina Azizah Putri 04084821921178
Fitri Mareta Elzandri 04084821921168
Pembimbing:
dr. Ernie, Sp.KFR
Knee Sprain
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Rehabilitasi Medik RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 26 Oktober s.d 03 November 2020.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus dengan judul “Knee Sprain” untuk memenuhi tugas laporan kasus
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran dan penilaian di Bagian
Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada dr. Ernie, Sp.KFR, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga laporan kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
laporan kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga telaah ilmiah ini dapat
memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN..................................................................................... 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................19
3.1. Anatomi dan Fisiologi Knee Joint..................................................19
3.2. Definisi...........................................................................................25
3.3. Epidemiologi.................................................................................. 25
3.4. Faktor Risiko..................................................................................26
3.5. Etiologi...........................................................................................26
3.6. Patomekanisme...............................................................................27
3.7. Manifestasi Klinis...........................................................................28
3.8. Penegakan Diagnosis......................................................................28
3.9. Diagnosis Banding..........................................................................31
3.10. Penatalaksanaan..............................................................................31
3.11. Komplikasi..................................................................................... 35
3.12. Prognosis........................................................................................ 35
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................3
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
Lutut adalah sendi terbesar di tubuh manusia dengan anatomi yang sangat
kompleks. Ligamen yang mengelilingi sendi lutut memberikan stabilitas dengan
membatasi gerakan, bersama dengan beberapa menisci dan bursae, melindungi
kartilago artikular, dan kapsul. Lutut memungkinkan fleksi dan ekstensi sekitar
sumbu transversal virtual, dan sedikit rotasi medial dan lateral pada aksis kaki
bagian bawah pada posisi fleksi.1
Knee Sprain adalah cedera ligamen, jaringan fibrosa keras yang
menghubungkan antara Os femur dan Os Tibia di Knee joint. Knee joint memiliki
empat ligamen utama dimana ligamen pada knee joint berfungsi sebagai pembatas
gerakan dan stabilisator sendi yang bersifat extensibility dan tensile strength.
Empat ligament utama yaitu Anterior Cruciate Ligament (ACL), Posterior
Cruciate Ligament (PCL), Medial Collateral Ligament (MCL), dan Lateral
Collateral Ligament (LCL). Jika dibandingkan dengan cedera lutut lain, cedera
ACL adalah cedera lutut yang paling sering terjadi. ACL bisa robek ketika kaki
melakukan perubahan gerakan secara tiba-tiba, misalnya berhenti tiba-tiba, atau
ketika lutut dan kaki terbentur oleh benda keras secara tiba-tiba.1
Berdasarkan penelitian menunjukkan prevalensi mengenai cedera ACL
pada populasi umum bahwa satu kasus dijumpai dalam 3500 orang, diperkirakan
95.000 ruptur ACL per tahun. Sekitar 200.000 kasus ACL terkait cedera terjadi
setiap tahun di Amerika Serikat, dengan sekitar 95.000 ruptur ACL. Sekitar
100.000 rekonstruksi ACL dilakukan setiap tahun. Insiden cedera ACL lebih
tinggi pada orang yang berpartisipasi dalam olahraga yang berisiko tinggi seperti
basket, sepak bola, futsal, bola voli, gym dan ski.3
Cedera ACL adalah cedera lutut tersering yang dialami oleh atlet. Cedera
ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-zag,
perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-
deselerasi) seperti sepak bola, basket, bola voli, dan futsal. Mayoritas cedera yang
terjadi adalah non-kontak dengan mekanisme valgus lutut dan twisting (puntiran).
Situasi ini sering terjadi ketika atlet menggiring bola atau salah posisi lutut ketika
6
mendarat. Trauma juga dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma
langsung pada lutut dengan arah gaya dari samping.1,2
Ada banyak cara ACL dapat terkoyak; paling umum adalah ketika lutut
ditekuk terlalu banyak ke arah belakang dan ketika terlalu jauh ke samping.
Robekan ACL juga dapat terjadi pada individu yang lebih tua melalui terpeleset
dan jatuh dan sebagian besar terlihat pada individu yang berusia lebih dari empat
puluh tahun karena keausan ligamen. Robekan pada ACL sering terjadi ketika
lutut menerima tumbukan langsung dari depan saat kaki dalam posisi stabil.
Kegagalan ACL telah dikaitkan dengan pendaratan yang berat atau kaku; serta
memutar atau memutar lutut saat mendarat, terutama ketika lutut berada dalam
posisi valgus.1 Mayoritas cedera yang terjadi adalah non-kontak dengan
mekanisme valgus lutut dan twisting (puntiran). Situasi ini sering terjadi ketika
atlet menggiring bola 1-1-2 atau salah posisi lutut ketika mendarat. Trauma juga
dapat menyebabkan robeknya ACL, terutama trauma langsung pada lutut dengan
arah gaya dari samping.3
Tata laksana cedera ACL berupa terapi non-operatif dan operatif. Terapi
non-operatif dilakukan dengan menggunakan modalitas terapi seperti ultrasound
dan diatermi, pemakaian brace lutut, serta program penguatan otot, sedangkan
terapi operatif dilakukan dengan metode rekonstruksi. Rekonstruksi menjadi
pilihan utama karena tindakan penjahitan ligamen ACL sering mengalami
kegagalan. Hal itu disebabkan karena ligamen ACL tidak memiliki fibrin
sehingga setiap robekan yang terjadi tidak dapat mengalami penyembuhan
sendiri.3
Tujuan akhir untuk rehabilitasi setelah cedera ACL adalah mengembalikan
stabilitas lutut dinamis pasien dan memungkinkan mereka untuk kembali ke
tingkat aktivitas yang diinginkan.4 Diperlukan koordinasi yang baik antara terapis
fisik, perawat ortopedi, dan dokter klinis yang merawat agar pasien cedera ACL
dapat segera pulih.
7
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada lutut kanan.
8
- Riwayat batuk lama (TB) : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kolesterol : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal
e. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan pekerja swasta yang aktif dan rutin melakukan olahraga
futsal setiap minggu.
9
VAS Score :6
Cara berjalan/Gait
- Antalgik gait : ada
- Hemiparese gait : tidak ada
- Steppage gait : tidak ada
- Parkinson gait : tidak ada
- Tredelenburg gait : tidak ada
- Waddle gait : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
Bahasa/Bicara
- Komunikasi verbal : normal
- Komunikasi nonverbal : normal
Kulit : normal
Status Psikis
- Sikap : kooperatif - Orientasi : normal
- Ekspresi wajah : cemas - Perhatian : normal
10
IX N. Glossopharyngeus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
X N. Vagus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
XI N. Accesorius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
XII N. Hypoglossus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Kepala
Bentuk : Normal
Ukuran : Normocephali
Posisi
- Mata : Normal
- Hidung : Normal, Simetris
- Telinga : Normal, Simetris
- Mulut : Simetris
- Wajah : Simetris
Gerakan Abnormal : Tidak Ada
d. Leher
Inspeksi : Statis, simetris, struma (-), trakea di tengah
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-), tumor (-),
JVP 5-2cmH2O
Luas Gerak Sendi
Ante /retrofleksi (n 65/50) : 65/50
Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : 40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45) : 45/45
Tes Provokasi
Lhermitte test/ Spurling : Tidak Dilakukan
Test Valsava : Negatif
Distraksi Test : Tidak Dilakukan
Test Nafziger : Tidak Dilakukan
e. Thorax
Bentuk : Simetris
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Eks. & Ins. maksimum (tidak dilakukan)
Paru-paru
11
Inspeksi : Statis Dan Dinamis Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus Kanan=Kiri, Pelebaran Sela Iga (-)
Perkusi : Sonor Di Kedua Lapangan Paru
Auskultasi : Vesikuler (+) Normal, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas-batas Jantung Normal
Auskultasi : BJ I & II (+) Normal, HR 85x/Menit, Reguler, Murmur (-)
Gallop (-)
f. Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
g. Trunkus
Inspeksi
- Simetris : simetris
- Deformitas: tidak ada
- Lordosis : tidak ada
- Scoliosis : tidak ada
- Gibbus : tidak ada
- Hairy spot: tidak ada
- Pelvic tilt : tidak ada
Palpasi
- Spasme otot-otot para vertebrae : tidak ada
- Nyeri tekan (lokasi) : tidak ada
Luas Gerak Sendi Lumbosakral
- Ante/retro fleksi (95/35) : 95/35
- Laterofleksi (D/S) (40/40): 40/40
12
- Rotasi (D/S) (35/35) : 35/35
Test Provokasi
- Valsava test : tidak dilakukan
- Tes Laseque : tidak dilakukan
- Baragard dan Sicard : tidak dilakukan
- Niffziger test : tidak dilakukan
- Test SLR : tidak dilakukan
- Test: O’Connell : tidak dilakukan
- FNST : tidak dilakukan
- Test Patrick : tidak dilakukan
- Test Kontra Patrick : tidak dilakukan
- Tes Gaernslen : tidak dilakukan
- Test Thomas : tidak dilakukan
- Test Ober’s : tidak dilakukan
- Nachalas knee flexion test : tidak dilakukan
- Yeoman’s hyprextension : tidak dilakukan
- Mc. Bridge sitting test : tidak dilakukan
- Mc. Bridge toe to mouth sitting test : tidak dilakukan
- Test schober : tidak dilakukan
13
Neurologi
Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada kelainan
14
Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Ekstensi pergelangan 0-70 0-70 0-70 0-70
tangan
Fleksi pergelangan tangan 0-80 0-80 0-80 0-80
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi jari-jari tangan 0-90 0-90 0-90 0-90
Neurologi
Motorik Kanan Kiri
Gerakan Terbatas Normal
Kekuatan
Fleksi paha 4 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 4 5
Fleksi lutu t 2 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
15
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan
16
- Pemeriksaan lainnya : tidak dilakukan
Bowel test / Bladder test
- Sensorik peri anal : tidak dilakukan
- Motorik sphincter ani eksternus : tidak dilakukan
- BCR( Bulbocavernosis Refleks) : tidak dilakukan
Fungsi luhur
- Afasia : tidak ada
- Apraksia : tidak ada
- Agrafia : tidak ada
- Alexia : tidak ada
17
Mm. Gluteus T: 3 menit
F: 1xsehari
I: 10xhitungan, 5xrep, 3 set
T: SLR 3 dimensi exc
T: 3 menit
F: 1xsehari
I: 15xhitungan, 5xrep, 2 set
T: Heel slide exc
T: 3 menit
F: 1xsehari
I: 15xhitungan, 5xrep, 2 set
T: Resistance Elastic Band exc
T: 3 menit
No.
Problem FT Modalitas FT Dosis FT
F: 1xsehari
5. Penurunan kekuatan Exercise I: 15xhitungan, 5xrep, 2 set
Mm.Hamstring, Therapy T: Clam Sheel exc
Mm.Quadriceps, dan T: 3 menit
Mm. Gluteus F: 1xsehari
I: 10xhitungan, 3xrep, 3 set
T: Half Squat exc
T: 2 menit
F: 1xsehari
6. Limitasi ROM knee Exercise I: 8xhitungan kontraksi,
joint dekstra Therapy 15xhitungan penguluran, 3xrep
T: Contract Relax exc
T: 2 menit
F: 1xsehari
I: 10xhitungan, 3xrep, 2 set
T: AROMEX dan AAROMEX
T: 2 menit
F: 1xsehari
7. Gangguan stabilisasi Exercise I: 10xhitungan, 3xrep, 2 set
dan balancing Therapy T: T: Bridging Modification exc
T: T: 5 menit
F: 1xsehari
I: 8xhitungan, 5xrep, 2 set
T: Single Leg Hop exc
T: 2 menit
F: 1xsehari
8. Gangguan activity Exercise I: level 4, 2 set
daily living Therapy T: Static Bicycle exc
T: 12 menit dan 8 menit
18
F: 1xsehari
I: 5xrep, 2 set
T: Step Up Box exc
T: 3 menit
Ortotik Prostetik
Ortotik : tidak ada
Prostetik : tidak ada
Alat bantu ambulansi : tidak ada
Terapi Wicara
Afasia : tidak dilakukan
Disartria : tidak dilakukan
Disfagia : tidak dilakukan
Sosial Medik: Edukasi keluarga untuk memberikan motivasi dan membantu
penderita dalam menjalani terapi.
Edukasi :
1. Mendorong pasien untuk melakukan latihan fisik di rumah.
2. Mengingatkan pasien bahwa setiap orang memiliki kemajuan
penyembuhan dengan kecepatan berbeda.
3. Komplikasi dapat terjadi.
4. Kurangi berat badan.
2.8 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
Terapi dengan RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation)
Rest: istirahat dari berbagai kegiatan Rest (bisa menggunakan kruk atau
knee brace jika lutut belum bisa mentoleransi beban berat badan)
Ice: cedera lutut di kompres dengan es selama 20 menit berulang selama
beberapa hari
Compression: kompresi dengan perban elastis untuk mencegah
pembengkakan tambahan dan kehilangan darah
Elevation: kaki ditempatkan lebih tinggi dari jantung saat berbaring, untuk
meminimalisir pembengkakan dan inflamasi akut.
Medikamentosa
Na diclofenac 50 mg, 3x sehari
19
2.9 Evaluasi
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
Struktur dan Nyeri knee joint dekstra Terjadi penurunan
Fungsi nyeri
Tubuh
Limitasi ROM knee joint dekstra Terjadi
peningkatan ROM
Edema knee joint dekstra Tidak terjadi
edema
Aktivitas Kesulitan berjalan dengan normal Dapat berjalan
dengan normal
Partisipasi Pekerjaan, aktivitas sehari-hari dan Mengembalikan
hobi olahraganya menjadi terganggu partisipasi aktif
pasien melakukan
kegiatan dalam
lingkungan
sosialnya.
2.10Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
mayor dan throcanter minor, di bagian ujung membentuk persendian
lutut. Terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis dan
condylus lateralis, diantara kedua condylus ini terdapat lekukan tempat
letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa
condylus. 4
b. Tulang tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada
os fibula. Pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os malleolus medialis.4
c. Tulang fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya.
Terdapat tonjolan yang disebut os malleolus lateralis atau mata kaki
luar.4
d. Tulang patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan
yang berubah hanya jarak patella dengan femur. Fungsi patella di
samping sebagai perekat otot-otot atau tendon adalah sebagai
pengungkit sendi lutut. Pada posisi fleksi lutut 90 derajat kedudukan
patella diantara kedua condylus femur dan saat ekstensi maka patella
terletak pada permukaan anterior femur.4
2. Ligamentum
Tulang diikat bersamaan bukan oleh tulang tetapi oleh ligamen dan otot.
Ligamentum dapat dibagi dalam ligamentum yang terletak di luar capsula
dan di dalam capsula.5
Ligamenta Extracapsularia
1) Ligamentum patellae di atas melekat pada pinggir bawah patella dan di
bawah pada tuberositas tibiae (Cambar 12-30). Sebenarnya ligamentum
ini merupakan lanjutan dari bagian utama tendo bersama musculus
quadriceps femoris.
22
2) Ligamentum collaterale laterale berbentuk seperti tali dan melekat di atas
pada condylus lateralis femoris dan di bawah pada caput fibulae. Tendo
musculus popliteus berjalan di antara ligamentum dan meniscus lateralis.
3) Ligamentum collaterale mediale berbentuk pita pipih dan di atas melekat
pada condylus medialis femoris dan di bawah pada facies medialis
corpus tibiae. Ligamentum ini melekat dengan erat pada meniscus
medialis.
4) Ligamentum popliteum obliquum adalah peluasan tendo yang berasal
dari musculus semimembranosus. Ligamentum ini memperkuat aspek
posierior dari capsula.5
Ligamenta lntracapsularia
Ligamenta cruciatum adalah dua ligamentum intracapsular yang kuat, yang
saling bersilangan satu dengan yang lain di dalam rongga sendi.
1) Ligamentum cruciatum anterius. Ligamentum ini melekat pada area
intercondylaris anterior tibiae dan berjalan ke atas, belakang, dan lateral,
untuk melekat pada bagian posterior facies medialis condylus lateralis
femoris. Ligamentum cruciatum anterius mencegah pergeseran femur ke
posterior terhadap tibia. Dengan sendi lutut dalam keadaan fleksi,
ligamentum cruciatum anterius mencegah tibia tertarik ke anterior.
2) Ligamentum cruciatum posterius. Ligamentum ini melekat pada area
intercondylaris posterior tibiae dan berjalan ke atas, depan, dan medial
untuk melekat pada bagian anterior facies lateralis condylus medialis
femoris. Ligamentum cruciatum posterius mencegah pergeseran femur ke
anterior terhadap tibia. Dengan sendi lutut dalam keadaan fleksi,
ligamenfum cruciatum posterius mencegah tibia tertarik ke posterior.5
3. Otot
Otot-otot berikut ini mempunyai fungsi pada pergerakan sendi lutut:5
a. Fleksi: musculus biceps femoris, musculus semitendinosus, musculus
semimembranosus, dibantu oleh musculus gracilis, musculus sartorius, dan
23
musculus popliteus. Fleksi dibatasi oleh kontak bagian belakang tungkai
tungkai bawah dengan tungkai atas.
b. Ekstensi: musculus quadriceps femoris. Ekstensi dihambat oleh tegangnya
seluruh ligamentum-ligamentum utama sendi.
c. Rotasi Medial: musculus sartorius, musculus gracilis, dan musculus
semitendinosus.
d. Rotasi Lateral: musculus biceps femoris.
4. Bursa
Bursa adalah suatu kantung tertutup dari jaringan areolar. Dindingnya lembek
saling terpisah oleh suatu lapisan cairan licin yang menyerupai putih telur.
Sebagi suatu pelumas dan untuk mengurangi gesekan antara tulang, otot,
tendon serta memungkinkan gerakan bebas.4
24
a.Bursa anterior
1)Bursa suprapatellaris.
Terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan erat dengan rongga
sendi.
2)Bursa prepatellaris.
Terletak pada jaringan subkutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah
patella dan bagian atas ligamentum patella.
3)Bursa infrapatellaris superficialis.
Terletak pada jaringan subkutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah
ligamentum patella.
4) Bursa infapatellaris profunda.
Terletak diantara permukaan posterior dari ligamentum patella dan permukaan
anterior tibia. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui jaringan lemak
dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.
b.Bursa Superior
1) Bursa popliteus.
Ditemukan dalam hubungan dengan tendon m. popliteus dan berhubungan
dengan rongga sendi.
2) Bursa semimembranosus
Ditemukan sehubungan dengan insersio m. semimembranosus dan sering
berhubungan dengan rongga sendi.4
5. Meniskus
Meniskus adalah lempeng berbentuk sabit fibrocartilago pada permukaan
artikular tibia. Batas perifernya tebal dan cembung. Melekat pada bursa. Batas
dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas. Permukaan atasnya cekung
dan berhubungan langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini
adalah memperdalam fascies artikularis condylus tibialis untuk menerima
condylus femoris yang cekung.4
a. Meniscus medialis
Berbentuk huruf C. lebih lebar di posterior daripada anterior, kurang mobile
daripada meniscus medialis.
b. Meniscus lateralis
25
Hampir berbentuk sirkuler, lebih kecil, lebih dapat digerakkan secara
bebas.4
26
gerak rotasi ayun dalam bidang sagital sebagai fleksi-ekstensi. Pada ekstensi
terakhir terjadi rotasi eksternal tibia yang dikenal sebagai closed rotation
phenomenon. Pada gerakan fleksi nilai ROM normal 130o -140o dengan soft end
feel, oleh penekanan jaringan lunak. Pada hiperekstensi ROM berkisar antara 5 o –
10o dengan hard end feel, oleh pembatasan tulang. Pembatasan tulang dalam
gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi
antara 30o –35o, sedangkan untuk eksorotasi antara 40o – 45o dari posisi awal mid-
position. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi lutut fleksi 90o. Artrokinematika
pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan sliding berlawanan arah, di
mana saat terjadi gerak fleksi femur rolling ke arah belakang maka sliding-nya ke
depan, dan saat gerakan ekstensi femur rolling kearah depan maka sliding-nya ke
belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi maka rolling maupun sliding
terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal, sedangkan ekstensi menuju ventral.6
3.3.2 Etiologi
Anterior Cruciate Ligament (ACL)
ACL adalah ligamen lutut yang paling sering mengalami cedera.
Insiden tahunan yang dilaporkan di Amerika Serikat sekitar 1
dari 3500 orang. ACL dan Posterior Cruciate Ligament (PCL)
menjembatani bagian dalam sendi lutut, membentuk pola "X"
yang menstabilkan lutut terhadap gaya depan-ke-belakang dan
belakang-ke-depan.1 Dapat disebabkan karena kontak langsung
27
maupun tidak langsung pada lutut. Kontak langsung dapat terjadi
karena adanya gaya dari samping atau luar seperti benturan
langsung pada lutut. Kontak tidak langsung contohnya seperti
mendarat setelah melompat dengan lutut dalam keadaan
hiperekstensi dengan rotasi panggul dan kaki yang berlebihan.
Hal ini dapat mengakibatkan sendi lutut menjadi tidak stabil
sehingga tulang tibia dapat bergerak terlalu bebas. Cedera ini
terlihat pada atlet sepak bola, bola basket, sepak bola, rugby,
gulat, senam, dan ski.1,7,8
Posterior Cruciate Ligament (PCL)
PCL bekerja dengan ACL untuk menstabilkan lutut. PCL paling
sering cedera karena benturan langsung ke lutut depan, seperti
lutut terbentur di dasbor dalam kecelakaan mobil atau mendarat
dengan keras dengan lutut tertekuk selama olahraga. Pada atlet,
cedera PCL paling umum terjadi pada mereka yang bermain
sepak bola, bola basket, sepak bola, dan rugby.1
Medial Collateral Ligament (MCL)
MCL menopang lutut di sepanjang sisi dalam kaki. Seperti ACL,
MCL dapat robek oleh pukulan ke samping langsung ke bagian
luar lutut atau kaki bagian bawah, jenis pukulan yang dapat
terjadi dalam sepak bola, sepak bola, hoki, dan rugby. MCL
dapat mengalami cedera akibat puntiran lutut yang parah selama
bermain ski atau gulat.1
Lateral Collateral Ligament (LCL)
LCL menopang sisi luar lutut. LCL merupakan ligamen lutut yang
paling kecil kemungkinannya terkilir karena sebagian besar
cedera LCL disebabkan oleh pukulan ke bagian dalam lutut, dan
area itu biasanya dilindungi oleh kaki yang berlawanan.1
3.3.3 Klasifikasi
Sprain Derajat I (ringan)
28
Cedera ini meregangkan ligamen, yang menyebabkan robekan
mikroskopis pada ligamen. Cedera menimbulkan rasa nyeri
tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
Sprain Derajat II (sedang)
Derajat II serat ligamen yang robek sebagian atau robek lengkap
dengan perdarahan. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan,
pembengkakan yang moderat dengan beberapa hilangnya fungsi.
Sendi mungkin merasa tidak stabil selama aktivitas.
Sprain Derajat III (berat)
Pada cedera ini seluruh ligamenum putus, sehinngga kedua ujungnya
terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit,
terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat
bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan- gerakan yang
abnormal.8
29
baru-baru ini yang mengakibatkan timbulnya nyeri atau bengkak,
seperti olahraga. Pasien mungkin mendengar atau merasakan letupan
saat cedera. Pasien mungkin/ tidak mengalami kesulitan berjalan dan
mengeluhkan ketidakstabilan lutut.9
LCL Sprain
Pasien cenderung datang dengan riwayat kejadian akut dan mengeluhkan
adanya nyeri lutut lateral yang tiba-tiba, bengkak, dan ekimosis setelah
cedera. Pasien juga mungkin mengeluhkan parestesia pada ekstremitas
bawah lateral.10
MEKANISME CEDERA
Hampir seluruh cedera ligamen lutut terjadi saat lutut sedang dalam posisi
fleksi, dimana kapsul sendi dan ligamen dalam keadaan rileks dan femur dapat
dengan bebas berotasi pada tibia. Dorongan dari femur dapat mengakibatkan tibia
terdesak dan menghasilkan tekanan yang dapat menyebabkan cidera pada ligamen
pada sendi lutut. Salah satu contoh dari mekanisme tersebut adalah saat seorang
pemain sepakbola melakukan tackle dimana terdapat kombinasi desakan femur
dan rotasi femur pada tibia. Cedera ligamen cruciatum dapat terjadi tersendiri
maupun bersamaan dengan cedera pada bagian yang lain. Anterior Cruciate
Ligament (ACL) adalah yang lebih sering terkena cedera (Solomon, 2010).
30
kombinasi dari gerakan berhenti yang terlalu tiba-tiba dari kaki disertai gerakan
memutar yang tiba-tiba dari lutut. Mekanisme cedera ACL dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1. Direct Contact.
Ketika seseorang atau objek lain menyerang lutut penderita secara langsung.
Cedera ini terjadi sekitar 30% dengan pemainlain atau objek.
2. Indirect Contact
Ketika seseorang menabrak benda dan mengenai bagian tubuh selain lutut
sehingga menyebabkan lutut untuk bekerja lebih kuat dalam
mempertahankan posisinya.
3. Non Contact
Cedera non kontak merupakan tipe cedera yang paling umum terjadi. Lebih d
ari 70% cedera ACL terjadi secara non kontak (tanpa adanya pukulan langs
ung ke knee joint) terutama terjadi pada saat deselerasi ekstremitas bawah dan
Mm.Quadriceps berkontraksi maksimal dan knee hampir full ekstensi, terjadi gera
kan kombinasi yang meliputi translasi anterior dari os.tibia, knee valgus, dan inter
nal rotasi tibia.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Kunci untuk diagnosis cedera ACL adalah riwayat fisik dan pemeriksaan
fisik yang menyeluruh.
1. Riwayat
Riwayat kejadian yang mengindikasikan cedera ACL meliputi mekanisme
gerak yang memiliki risiko tinggi, bunyi yang terdengar pada saat cedera,
perkembangan hemarthrosis yang cepat, ketidakmampuan untuk kembali bermain,
nyeri, dan pasien merasa lutut tidak stabil. Riwayat cedera ACL sebelumnya dan
jenis kelamin wanita juga meningkatkan kemungkinan diagnosis cedera ACL.
Pasien seringkali remaja dan dewasa muda, atau individu paruh baya yang terlibat
dalam olahraga yang ekstensif.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya mengungkapkan hemarthrosis jika cedera baru
terjadi. ruptur ACL kronis mungkin atau mungkin tidak memiliki efusi terkait.
Secara akut, range of motion biasanya terganggu, terutama dalam fleksi. Ini
31
mungkin karena kombinasi antara rasa nyeri dan kekakuan dari hemarthrosis,
memar tulang yang terkait, ruptur meniscal, atau cedera tulang rawan artikular.
Kondilus femoralis lateral dan dataran tibialis lateral terasa lunak.
a. Tes Lachman adalah manuver yang paling akurat untuk mendeteksi ruptur
ACL akut, sedangkan tes pivot shift bekerja lebih baik dalam ruptur kronis
atau pasien di bawah anestesi. Tes Lachman melibatkan menempatkan
pasien terlentang dan sambil meletakkan satu tangan di belakang tibia dan
yang lainnya di paha pasien, lutut berada pada sekitar 20 hingga 30 derajat
dalam fleksi. Dengan ibu jari pada tuberositas tibialis, tibia ditarik ke
depan. Jika ACL utuh, titik akhir yang kuat ditemukan. Jika ini tidak
terjadi, dan ada >2 mm gerakan anterior dibandingkan dengan lutut yang
tidak terluka, tes ini positif, menunjukkan ACL yang robek.
b. Anterior drawer test seringkali positif, tetapi kurang sensitif dan spesifik.
Tes ini melibatkan menempatkan pasien dalam posisi terlentang dan
memfleksikan pinggul ke 45 derajat, dengan lutut di 90 derajat dan kaki di
atas meja. Pemeriksa duduk di kaki pasien, memegang tibia dan
menariknya ke depan. Jika tibia bergerak lebih dari biasanya, tes positif.
32
Gambar 3. Anterior and posterior drawer test starting position (Sumber: BMJ best practice,
2018)
c. Varus/valgus stress test adalah bagian standar dari pemeriksaan fisik.
Meskipun tidak spesifik untuk mengidentifikasi ruptur ACL, pengujian ini
diperlukan untuk mengevaluasi cedera lain atau yang terjadi bersamaan.
Sangat penting untuk melakukan tes ini dengan lembut dan gentle, dan
membuat pasien rileks; jika tidak, ketidaknyamanan dan rasa takut pasien dapat
menyebabkan perasaan tidak percaya, ketegangan paha belakang, dan hasil negatif
palsu atau tidak meyakinkan. Manuver pivot shift adalah tes lain yang dilakukan
biasanya dengan anestesi di ruang operasi sebelum atau setelah operasi
rekonstruksi. Secara teknis sulit, tetapi tes ini merupakan terbaik untuk
ketidakstabilan rotasi dinamis.
1. Arthrocentesis
Biasanya tidak diindikasikan, tetapi kadang-kadang dilakukan untuk
menghilangkan gejala jika terdapat tense hemarthrosis, atau untuk membantu
diagnosis dalam kasus-kasus membingungkan.
2. Radioimaging
Sinar-X biasanya negatif, tetapi dapat mengungkapkan tanda kapsular
lateral/fraktur Segond, avulsi kapsuler kecil dari aspek lateral tibia proksimal. Ini
tidak umum tetapi hampir bersifat patognomonik untuk ruptur ACL. MRI
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sangat baik untuk ruptur ACL, dan
dapat mengungkapkan cedera terkait. Namun, MRI tidak diperlukan jika
diagnosis klinisnya jelas. MRI sering digunakan sebagai tes awal, terutama pada
atlet tingkat tinggi. Namun, praktik ini umumnya tidak perlu dan tidak didukung
oleh penelitian berbasis bukti. MRI mungkin lebih berguna secara diagnostik
ketika pemeriksaan klinis terganggu oleh faktor-faktor seperti, kekakuan efusi,
atau sendi yang terkunci (blok intra-artikular dari robekan meniscal yang
dislokasi, dll.).
TATALAKSANA
Tujuan utama perawatan untuk ruptur ACL yang terisolasi adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi gejala
2. Mengembalikan fungsi
33
3. Meminimalisir komplikasi.
Perawatan awal terdiri dari bantalan berat yang dilindungi, istirahat, es,
kompresi, ketinggian, dan menguatkan. Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
atau analgesik dapat membantu mengendalikan rasa sakit dan pembengkakan.
Perawatan harus disesuaikan dengan preferensi individu. Pengobatan awal
diakronimkan dengan PRICEM.
a. P, protected weight-bearing, latihan menggunakan alat untuk mengurangi
beban lutut, misalnya dengan kruk atau kruk yang dibantu dengan immobilizer
lutut atau brace serupa. Hindari penggunaan immobilizer yang berkepanjangan,
karena dapat menyebabkan kekakuan dan ketidaknyamanan.
b. R, relative rest, istirahat diperlukan untuk penyembuhan dan membatasi
beban pada lutut.
c. I, ice, berguna untuk beberapa hari pertama karena membantu meminimalkan
rasa sakit dan pembengkakan, setidaknya setiap dua jam selama 20 menit setiap
kali.
d. C, compression, kompresi dengan perban elastis di sekitar lutut.
e. E, elevation, berbaring dengan lutut disangga di atas bantal.
f. M, medication (analgesik, NSAID sesuai kebutuhan).
Pilihan tatalaksana untuk ruptur ACL:
1) Non-operatif
Beberapa lutut pasien dapat berfungsi dengan baik bahkan jika ACL ruptur.
Namun, mungkin perlu memodifikasi kegiatan dan menghindari olahraga berisiko
tinggi (seperti bola basket, sepak bola, dan sepak bola). Hindari gerakan berputar
cepat. Menggunakan penyangga lutut dapat membantu mencegah cedera kembali.
Efek utama dari penyangga lutut adalah menjadi pengingat untuk berhati-hati.
Namun, penyangga tidak akan sepenuhnya menstabilkan lutut yang memiliki
ACL yang ruptur. Latihan yang mengembalikan kekuatan otot, kekuatan,
koordinasi, dan daya tahan juga akan meningkatkan fungsi lutut dan membantu
menstabilkan lutut.
2) Rekonstruksi ACL
Rekonstruksi anterior cruciate ligament (ACLR) adalah prosedur bedah
untuk mengganti ACL yang sobek atau cedera dengan cangkok jaringan.
34
Cangkok jaringan ini bisa berasal dari tubuh pasien atau donor dari mayat yang
telah meninggal. ACLR merupakan salah satu tekhnik ortopedi yang paling umum
dilakukan diseluruh dunia. Manfaat teoritis untuk rekonstruksi akut adalah untuk
mencegah adanya trauma tambahan pada lutut yang bisa terjadi seperti cedera
pada meniscus. Pada umumnya rekonstruksi akan dilakukan setidaknya 3 minggu
pasca cedera dengan mempertimbangkan penurunan bengkak dan peningkatan
ROM.
Program Terapi Rehabilitasi Cedera
Setiap cedera pasti melewati proses penyembuhan, baik tanpa pengobatan
maupun dengan pengobatan. Namun, umumnya individu dengan keluhan cedera
akan memilih untuk melakukan penyembuhan dengan pengobatan agar dapat
pulih secara optimal. Pengobatan yang dapat dilakukan biasanya berupa terapi
rehabilitasi. Rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu “re” yang berarti kembali dan
“habilitasi” yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti
mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi berkontribusi pada pencapaian dan
pemeliharaan fungsional tubuh individu secara optimal dalam beraktivitas, dengan
adanya peningkatan fungsi dan struktur tubuh. Secara garis besar tujuan dari
program rehabilitasi adalah untuk mengembalikan semua aspek kesehatan seperti
sebelum cedera dengan cara yang terkontrol dan terpantau. Program rehabilitasi
dilakukan untuk meminimalkan peradangan dan efek imobilisasi dengan memulai
mobilisasi dini dan gerakan terkontrol untuk memungkinkan penyembuhan
jaringan yang ditekankan secara bertahap dan progresif sampai fungsi sendi
normal. Program rehabilitasi harus memulihkan gerakan dan proprioception,
menjaga kebugaran kardiovaskular, dan meningkatkan kekuatan otot, daya tahan,
dan kekuatan, terutama melalui closed-chain exercises. Pengukuran hasil
rehabilitasi berfokus pada tingkat kerusakan individu sebelum dan sesudah
rehabilitasi. Program rehabilitasi pasca rekonstruksi ACL merupakan serangkaian
program yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi lutut ke keadaan normal.
Program rehabilitasi pasca rekonstruksi ACL dapat terbagi kedalam beberapa fase
dengan menggunakan protokol rehablitasi ACL yang disesuaikan dengan kondisi
pasien. Tujuan pertama pada program rehabilitasi adalah mencapai full ROM
setelah berkurangnya inflamasi.
35
Berikut adalah fase rehabilitasi pasca rekonstruksi ACL.20 Fase rehabilitasi
pasca rekonsruksi ACL ini terbagi kedalam 4 fase sebagai berikut:
a. Fase I
Fase ini dimulai setelah operasi dan berlanjut selama 2-4 minggu pasca
rekonstruksi. Terdapat perubahan-perubahan pada lutut seperti reaksi inflamasi
yang dapat dilihat dengan adanya bengkak, kemerahan, hangat dan hilangnya
fungsi. Selain itu juga akan menimbulkan nyeri disekitar area lutut yang cedera.
Fase ini, dapat dilakukan beberapa prosedur pemeriksaan diantaranya adalah
pengukuran oedem (bengkak), ROM (Range of Motion), MMT (Manual Muscle
Testing), dan status fungsional. Terdapat target-target yang harus dicapai pada
fase ini yang diantaranya adalah perlindungan jaringan penyembuhan dan
manajemen inflamasi yaitu penurunan nyeri, penurunan oedem, serta mulai untuk
dapat menahan beban tubuh 0-25% (weight bearing).
a. Fase II
Fase ini di mulai 2-6 minggu setelah operasi. Biasanya akan memakan waktu 3-5
Minggu untuk mencapai tujuan di fase ini. Pada fase ini terdapat banyak
perubahan yang terjadi antara lain terdapat penurunan nyeri, penurunan oedem,
berjalan tanpa menggunakan crutches (weight bearing) atau mampu menahan
beban tubuh mendekati 100%, memulai terapi latihan, serta pasien sudah dapat
mobilisasi mandiri dengan keluhan minimal yaitu ROM ekstensi 4 o-0o dan
peningkatan fleksi 10o perminggunya.
a. Fase III
Fase III dapat dimulai ketika tujuan dari fase kedua telah terpenuhi. Rata-rata fase
ini dimulai pada minggu keenam sampai kedelapan setelah operasi. Intervensi
yang dilakukan pada fase III antara lain: ROM exercise, functional strengthening,
(squat dengan mengangkat lutut), balance exercise, core body exercise, static
bicycle, dan sudah mulai diberikan latihan olahraga dengan intensitas minimal
seperti jogging.
a. Fase IV
Fase IV ini dapat dimulai ketika tujuan fase ketiga terpenuhi. Fase ini biasanya
dimulai pada minggu ke-12 sampai ke-16 setelah operasi. Intervensi yang dapat
dilakukan pada fase IV antara lain: resisted strengthening, exercise
36
Mm.Quadriceps dan Mm.Hamstring, balance exercise, static bicycle, dan pool
walking exercise.
BAB IV
ANALISIS KASUS
37
bermain futsal bersama teman sekantornya. Pasien mengatakan pada saat bermain
futsal, terdapat pemain lawan yang menabrakkan kakinya ke bagian lutut pasien.
Akibatnya lutut pasien bertabrakan dengan pemain lawan. Lalu pasien mendegar
bunyi “plop” pada lutut kanannya, saat itu pasien merasakan nyeri sangat hebat,
namun hilang setelah pasien beristirahan dan dilakukan kompres air es.
Keesokan harinya pasien merasakan nyeri pada bagian lutut. Pasien
mengeluhkan nyeri semakin hebat ketika pasien mencoba untuk beraktivitas.
Pasien kesulitan untuk meluruskan kakinya atau menanggung beratnya pada saat
berjalan. Akibatnya pasien merasa tergganggu aktivitasnya. Kemudian pasien
berobat ke Poliklinik Rehabilitasi Medik RSMH. Pasien merupakan pegawai
swasta yang aktif dan rutin berolahraga basket dan futsal. Riwayat trauma (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis dan tanda-
tanda vital dalam batas normal. Didapatkan VAS score 6 yang artinya skala nyeri
termasuk Moderate. Kemudian pada pasien ditemukan antalgic gait dan ekspresi
wajah cemas. Pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen, trunkus dalam batas
normal. Inspeksi pada ekstremitas bawah terdapat edema pada genu kanan tidak
terdapat diskrepansi, terdapat keterbatasan ROM pada fleksi lutut kanan. Pada tes
provokasi sendi lutut didapatkan positif pada drawer’s dan Lachman test.
Pada pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen genu kanan tidak
menununjukan gambaran fraktur akut, kompartemen sendi medial dan lateral dari
tibiofemoral baik, dan terdapat sedikit efusi sendi pada suprapatellar. Pada
pemeriksaan MRI didapatkan efusi sendi sedang tanpa kelonggaran pada
intraartikular, sprain grade 2 dari otot medial gastrocnemius dan sprain grade 1
dari otot lateral gastrocnemius. Bundel neurovaskular normal. Kesan keseluruhan
dari pemeriksaan penunjang adalah sprain parsial tingkat tinggi pada ACL yang
melibatkan keseluruhan bundel anteromedial dan sedikit bundel anterolateral.
Ketidaknyamanan yang dialami pasien pada lutut kananya disebabkan
karena ruptur pada ACL yang menyebabkan sendi lutut menjadi tidak stabil, hal
ini sering terjadi pada olahraga high impact seperti sepak bola, futsal, bola basket,
tenis, voli, dan olahraga bela diri.22.23 Ruptur pada ACL dapat terjadi pada saat
kombinasi dari gerakan berhenti tiba-tiba dari kaki yang disertai gerakan memutar
pada lutut.
38
Program rehabilitasi medik yang dilakukan yaitu bertujuan untuk
mengurangi kecemasan pasien, mengurangi edem, mengurangi nyeri,
meningkatkan ROM pada knee joint dekstra, kemudian untuk meningkatkan
kekuatan Mm.Hamstring, Mm.Quadriceps, dan Mm. Gluteus dan meningkatkan
kemampuan stabilisasi dan balancing, serta untuk tujuan jangka panjang
mengembalikan kemampuan activity daily living dan kemandirian pasien.
Terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan metode RICE (Rest, Ice,
Compression, Elevation), yaitu:
Rest: istirahat dari berbagai kegiatan Rest (bisa menggunakan kruk atau
knee brace jika lutut belum bisa mentoleransi beban berat badan)
Ice: cedera lutut di kompres dengan es selama 20 menit berulang selama
beberapa hari
Compression: kompresi dengan perban elastis untuk mencegah
pembengkakan tambahan dan kehilangan darah
Elevation: kaki ditempatkan lebih tinggi dari jantung saat berbaring, untuk
meminimalisir pembengkakan dan inflamasi akut.
Untuk tatalaksana medikamentosa bisa diberikan Na diclofenac 3x50 mg.
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
Sehingga pasien akan sedikit lebih nyaman.
Kemudian kita harus memberikan edukasi pada pasien dan keluarga
pasien seperti, mendorong pasien untuk melakukan latihan fisik di rumah,
mengingatkan pasien bahwa setiap orang memiliki kemajuan penyembuhan
dengan kecepatan berbeda, komplikasi dapat terjadi sehingga apabila keluhan
memberat segera kembali untuk kontrol rutin.
DAFTAR PUSTAKA
39
Jan. Diakses melalui: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499848/
3. Zein, M. I. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) Pada Atlet Berusia
Muda. MEDIKORA. 2013. 11(2) :111-121.
4. Risberg, M.A., et al. Rehabilitation After Anterior Cruciate Ligament Injury
Influence Joint Loading During Walking But Not Hopping. Br J Sports Med.
2009. 43(6): 423–428.
5. Wiratna, A. Y. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post
Operasi Ruptur Anterior Cuciate Ligament (ACL) di RS. AL. Dr Ramelan
Surabaya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
6. Strouth, B. D. (2014). Post Operative Exercises for The Knee for Weeks 4-6.
Alexandria, Minnesota, Heartland Orthopedics Specialist.
7. Strotmeyer, S.J., Enseki, K. 2017. Traumatic Anterior Cruciate Ligament
(ACL) Rupture from Muaythai Kickboxing: A Case Report. Arch Sports
Med. 1(2). 84-86.
8. Darlene, H., & Randolph, M. (2006). Management of Common
Musculosceletal Disorder, Physical Therapy Principles and Methods. 4th
edition. Philadelphia: Lipincott and Wilkins.
9. Suriani, S., & Lesmana, I. (2013). Latihan Theraband Lebih Baik
Menurunkan Nyeri Daripada Latihan Quadricep Bench Pada Osteoarthritis
Genu. Jurnal Fisioterapi, Jurnal Fisioterapi.
10. Tajuid, U. (2000). Pemeriksaan Fisioterapi Pada Instabiliti Sendi Lutut.
TITAFI XV. Semarang.
11. Anwar. (2012). Efek Penambahan Roll-Slide Ekstensi Terhadap Peenurunan
Nyeri Pada Osteoarthritis Sendi Lutut. RSUD Hassan Sadikin Bandung.
Jurnal Fisioterapi.
12. Physiopedia. (2018). Anterior Criciate Ligament (ACL). Dipetik Oktober 30,
2020, dari https://www.physiopedia.com/Anterior_Cuciate_Ligament_(ACL)
13. Syaifuddin, H. (2013). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi
Untuk Keperawatan & Keebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC.
14. McMillan, S. (2013). Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Lourdes
Medical Associates Proffesional Orthopaedics.
15. Rahmanto, S. (2018). Wanita Rentan Cedera Lutut. Dipetik Oktober 30,
40
2020, dari http://fisioterai.umm.ac.id/id/pages/tip-dan-artikel/tip-dan-artikel-
7.htm
16. Quinn, E. (2016). Dipetik Oktober 30, 2020, dari What is Ligament ?:
http://sportmedicine.about.com/od/glossar/g/ligament.htm
17. Carnes, D., & Vizniak, D. (2012). Conditions Manual. Canada: Professional
Health Systems.
18. Wiratna, A. Y. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Post
Operasi Ruptur Anterior Cuciate Ligament (ACL) di RS. AL. Dr Ramelan
Surabaya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
19. Cohen, P. (2018). BMJ Best Practice: Anterior Ligament Injury. New Jersey:
BMJ Publishing.
20. Santoso, I., dkk., (2018) Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Post Op
Rekonstruksi Anterior Cruciate Ligament Sinistra Grade III Akibat Ruptur Di
RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia. 6 (1), 66-80.
21. Netter, F., & Kubey, C. (2011). Atlas of Human Anatomy 5 Edition.
Philadelphia: Sauders Elsevier.
22. Andrews, J., Harrelson, G., & Wilk, K. (2012). Physical Rehabilitation Of
The Injured Athlete. Philadelphia: Elsevier.
23. McMillan, S. (2013). Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Lourdes
Medical Associates Proffesional Orthopaedics.
41