Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

APENDISITIS AKUT

Oleh :

dr. Made Surya Listyarini

DALAM RANGKA MENJALANI


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSU KERTHA USADA SINGARAJA
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan suatu radang yang timbul secara mendadak


pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling
sering ditemui. Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu
yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang
buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini
sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks
memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya.

Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di


negara berkembang namun dalam tiga – empat dasawarsa terakhir
kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh
meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari – hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

B. Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-
kira 10 cm (kisaran 3-5 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit
di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada
bayi appendiks berbentuk kerucut , lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks bergerak dan
ruang geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di
belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon
asendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak appendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari berasal dari cabang n.vagus
yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
visceral pada appendicitis bermula disekitar umbilikus.
Perdarahan appendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis
pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.
C. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis appendicitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut


Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna
termasuk appendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh.

D. Epidemiologi

Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara


berkembang namun dalam tiga – empat dasawarsa terakhir kejadiannya
menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
pola makan berserat dalam menu sehari – hari.

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak yang


kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak
terduga sebelumnya. Insiden tertinggi terjadi pada kelompok umur 20 – 30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki – laki dan perempuan pada
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20 – 30 tahun insiden pada laki –
laki lebih tinggi.

E. Etiologi

Appendicitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan


sebagai faktor pencetusnya, antara lain :

a. Factor yang tersering adalah sumbatan lumen appendiks. Pada


umumnya sumbatan ini terjadi karena :
 Hiperplasia jaringan limfe
 Fekalit
 Tumor appendiks
 Cacing askaris
b. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.histolytica.
c. Kebiasaan makan makanan rendah serat
d. Konstipasi
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendicitis akut.

F. Patologi

Patologi appendicitis dapat mulai di mukosa dan kemudian


melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendukuler. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,


tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.

G. Gambaran Klinis
Pada dewasa :

 Radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,


disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
 Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di
daerah epigastrium disekitar umbilikus.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatic setempat.

 Nafsu makan menurun disertai mual dan kadang muntah.


 Terdapat konstipasi. Pemberian obat pencahar dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
 Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh
sakit bila berjalan atau batuk.

Pada anak :

 Gejala tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak
mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.
Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak
khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.

Pada kehamilan :

 Keluhan utama adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu
diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester I sering juga terjadi
mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

H. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung


sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
periapendikuler.

2. Palpasi

 Nyeri terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas.
 Defans muskuler menunjukkan adanya adanya rangsangan
peritoneum parietale
 Nyeri tekan perut kanan bawah
 Tanda Rovsing : pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri di perut kanan bawah.
 Pada appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi
untuk menentukan adanya rasa nyeri.
 Pada kehamilan trimester II dan III, terjadi pergeseran sekum ke
kraniolaterodorsal oleh uterus, sehingga keluhan nyeri bergeser ke
kanan sampai pinggang kanan. Sedangkan tanda pada kehamilan
trimester I tidak berbeda dengan orang yang tidak hamil karena itu
perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau
appendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai
dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari
appendiks.
 Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila didaerah infeksi
bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendicitis pelvika.
Pada appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas pada waktu dilakukan colok dubur.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan


yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendiks.

o Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat


hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
appendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
o Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks
yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada appendicitis pelvika.

3. Auskultasi

 Peristalsis usus sering normal. Peristalsis dapat hilang karena ileus


paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata.
I. Pemeriksaan Laboratorium
 Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan
terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.

J. Pemeriksaan Penunjang
 USG
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan
pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang
merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah
appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih,
didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendix.

False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder


appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory
bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi
banyak udara yang menghalangi appendix.

 Laparoskopi
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic
dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta.
Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian
bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan
laparoskop.

K. Diagnosa Banding
 Gastroenteritis
 Demam Dengue
 Limfadenitis Mesenterika
 Kelainan Ovulasi
 Infeksi Panggul
 Kehamilan di Luar Kandungan
 Kista Ovarium Terpuntir
 Endometriosis Eksterna
 Urolitiasis Pielum / Ureter Kanan
 Penyakit Saluran Cerna Lainnya
Penyakit yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti
diverticulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,
kolesistitis akut, pancreatitis, diverticulitis kolon, obstruksi usus
awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan
mukokel apendiks.

L. Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan
merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada
appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic,
kecuali pada appendicitis gangrenosa atau appendicitis perforate.
Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.

Apendektomi bias dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara


laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, incisi McBurney paling banyak
dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas
sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi bias dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostic
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi
atau tidak.

M. Komplikasi
 Massa Periapendikuler
Massa appendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau
lekuk usus halus. Pada massa periapendikuler yang
perdindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus
ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler
yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah
penyulit tersebut.

 Appendicitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak
kecil), dan keterlambatan di diagnosis, merupakan faktor yang
berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks.
BAB III
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SR
Tanggal lahir : 10 November 1969
Usia : 45 tahun
Alamat : Ds. Kalibukbuk
Status : Menikah
Tanggal MRS : 7 Maret 2018
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. ANAMNESIS
Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah.

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri awalnya dirasakan di sekitar ulu hati kemudian
menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri muncul hilang timbul, biasanya timbul
terutama saat pasien bergerak. Nyeri dirasakan seperti ditekan dan nyeri tembus
sampai ke punggung belakang. Pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh dan
mual sejak 3 hari yang lalu, kadang-kadang pasien juga muntah sesaat setelah
makan. Sudah + 3 hari ini nafsu makan pasien menurun. Pasien makan 3 kali
sehari, namun dengan jumlah yang menurun sekitar 4-5 sendok makan.

Selain itu pasien mengeluhkan badan terasa demam sejak kemarin.


Demam hanya sumer – sumer saja, demam dirasakan naik turun, tidak disertai
dengan menggigil. Badan terasa lemas.

BAK lancar, berwarna kuning jernih, tidak ada darah, tidak nyeri, jumlah
normal kurang lebih 1,5 liter perhari. Pasien sulit BAB sejak + 3 hari, BAB tidak
teratur, BAB dirasakan keras sehingga sulit keluar.
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya. Riwayat
alergi terhadap obat-obatan atau bahan tertentu disangkal. Pasien juga tidak
memiliki riwayat pengobatan tertentu. Riwayat penyakit keluarga tidak ada
hipertensi dan diabetes melitus. Riwayat kebiasaan pasien kurang mengkonsumsi
makanan berserat.

Tinjauan keluhan sistemik :

Umum Lelah + Abdomen Nafsu makan Menurun


Penurunan - Anoreksia -
BB
Demam + Mual +
Menggigil - Muntah +
Berkeringat - Perdarahan -
Kulit Rash - Melena -
Gatal - Nyeri +
Luka - Diare -
Tumor - Konstipasi +
Kepala/ Sakit + BAB -
Leher Nyeri - Hemoroid -
Kaku Leher - Hernia -
Trauma - Ginekologi Perdarahan -
Telinga Pendengaran Dbn Spotting -
Infeksi - Sekret -
Nyeri - Gatal -
Benjolan - Penyakit -
Kelamin
Mulut & Nyeri - Kontrasepsi -
Tenggo- Kering - Menarche Usia
rokan 14thn
Suara serak - Siklus Haid Reguler
Sulit menelan - Menopause -
Sakit saat - Kehamilan -
menelan
Gusi Normal Prematur -
Infeksi - Abortus -
Pernafa- Batuk - Pap Smear -
san Dahak - Ginjal dan Disuria -
Nyeri - saluran Hematuria -
Mengi - kencing Inkontinensia -
Sesak nafas - Nokturia -
Hemoptisis - Frekuensi Normal
Pneumonia - Hematologi Anemia -
Nyeri - Perdarahan -
Pleuritik
Tuberkulosis - Endokrin Diabetes -
Payudara Sekret - Penurunan BB -
Nyeri - Goiter -
Benjolan - Toleransi -
terhadap suhu
Perdarahan - Asupan cairan Cukup
Infeksi - Muskulo- Trauma -
Jantung Angina - skeletal Nyeri -
Sesak nafas - Kaku -
Orthopnea - Bengkak -
PND - Merah -
Edema - Nyeri -
punggung
Murmur - Kram -
Palpitasi - Sistem Sinkop -
Infark - Saraf Kejang -
Hipertensi - Tremor -
Vaskuler Klaudikasio - Nyeri -
Flebitis - Sensorik Normal
Ulkus - Tenaga Normal
Arteritis - Daya ingat Normal
Vena - Emosi Kecemasan -
Varikose Tidur Normal
Depresi -

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4-5-6
Kesan gizi : Baik
Kesan hygiene : Baik
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler, adekuat
Kadar pernafasan : 22x/menit, reguler
Suhu axilar : 37,8 OC
Kepala : Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspneu (-)
Leher : JVP normal, Pembesaran KGB Leher (-)
Thorax : Jantung :
- Iktus cordis tidak tampak
- Iktus cordis teraba di ICS V midclavicular line
sinistra, thrill (-)
- Batas kanan : ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri : ICS V midclavicular line sinistra
- S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru :
Simetris dextra = sinistra
Perkusi Suara nafas Rhonki Wheezing
S S V V - - - -
S S V V - - - -
S S V V - - - -

Abdomen : BU (+) normal, turgor normal, defans muscular (+)


dan nyeri tekan lepas (+) di regio iliaca dextra, nyeri
tekan pada titik McBurney (+), Rovsing sign (+),
Psoas sign (+), Obturator sign (+). Hepar dan lien
tidak teraba, dan shiffting dullnes (-).

Inguinal-Genitalia-Anus :
Rectal Toucher : nyeri pada arah jam 10-11.
Tidak didapatkan adanya massa.

Ekstremitas : Akral hangat kering merah, edema (-).

D. LABORATORIUM
 DARAH LENGKAP
CBC
WBC : 14,5.103/µL H
RBC : 4,60.106/µL
HGB : 14,1 g/dL
HCT : 38,0%
MCV : 82,6 fL
MCH : 30,7 pg
MCHC : 37,1 g/dL H
PLT : 205.103/µL
RDW : 12,2 %
PDW : 12,3 fL
MPV : 9,2 fL
P-LCR : 8,0 %

DIFFERENTIAL
NEUT% : 60 %
LYMPH% : 31 %
MXD% : 8 % L
NEUT# : 4,5.103/µL
LYMPH# : 2,4.103/µL
MXD# : 0,6.103/µL L

LED : I : 38 II : 65 mm/jam

 URINALISA
Berat Jenis : 1.015
pH : 6,0
Warna : Kuning
Kejernihan : Keruh
Reduksi : (-) Negatif mg/dl
Ascorbid acid : (-) Negatif
Protein : (-) Negatif mg/dl
Bilirubin : (-) Negatif
Urobilinogen : Normal
Keton : (-) Negatif
Nitrit : (-) Negatif
Blood : (+) Positif 1 Ery/ul
Leucocytes : (-) Negatif Leu/ul
Sedimen
- Leukosit : 2-4 sel/LPB
- Eritrosit : 5-6 sel/LPB
- Epithel
Gepeng : 2-3 sel/LPB
Bulat : (-) Negatif sel/LPB
- Crystal : (+) Positif Uric Acid
- Bakteri : (+) Positif
- Lain-lain : (-) Negatif

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG ABDOMEN BAWAH
- V. Urinaria : Terisi cukup cairan, dinding regular, batu
(-), massa tumor (-).
- Uterus : Ukuran normal, echo parenchyma normal,
massa (-)
- Adnexa Dx/Sn : Tidak tampak massa tumor
- Mc Burney : Appendix edematous, diameter 0,62cm,
nyeri tekan probe (+)
- Tidak tampak cairan bebas di cavum abdomen.

Kesimpulan : Appendicitis acute.

E. PLANNING
a) Planning Terapi
 Bed rest
 Infus RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
 Inj. Antrain 3 x 1 amp
 Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
 Konsul bagian bedah
b) Planning Monitoring
 Tanda - tanda vital
 Tanda – tanda peritonitis
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang wanita yang berusia 45 tahun dan mempunyai


riwayat kebiasaan konsumsi rendah serat. Sesuai dengan etiologi appendicitis
akut, salah satunya bisa disebabkan karena asupan serat dalam makanan yang
kurang.
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak + 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri muncul hilang timbul, biasanya timbul
terutama saat pasien bergerak. Nyeri dirasakan seperti ditekan dan nyeri tembus
sampai ke punggung belakang. Pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh dan
mual, kadang-kadang pasien juga muntah sesaat setelah makan, nafsu makan
menurun. Terdapat keluhan demam sumer – sumer dan badan terasa lemas. Pasien
sulit BAB sejak + 3 hari, BAB tidak teratur, BAB dirasakan keras sehingga sulit
keluar. BAK dalam batas normal. Saat datang ke UGD, dilakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik khususnya pada abdomen dan hasilnya terdapat nyeri tekan
McBurney (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+). Saat dilakukan rectal toucher
juga ditemukan nyeri pada arah jam 10-11. Pada pemeriksaan USG abdomen yang
sudah dilakukan pasien, juga disimpulkan bahwa pasien menderita appendicitis
akut.. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan peningkatan leukosit
14,5.103/µL. Sesuai dengan tinjauan pustaka diatas, pasien memiliki gejala dan
hasil pemeriksaan yang sesuai dengan diagnosa appendicitis akut

Pada pasien ini, diberikan cairan intravena Ringer Laktat sebanyak 20 tpm.
Injeksi ceftriaxone, ranitidin dan antrain diberikan sebagai terapi simptomatik
mual, nyeri dan demam. Kemudian pasien dikonsulkan ke bagian bedah untuk
segera dilakukan operasi appendectomy. Selain itu pada pasien ini juga dilakukan
monitoring tanda - tanda vital dan tanda – tanda peritonitis.

Anda mungkin juga menyukai