Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Disusun Oleh :

Nabila Nareswari Azaria (2018.02.029)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Banyuwangi

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah tentang "DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)" untuk mata kuliah KMB
(Keperawatan Medikal Bedah) dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
pembimbing kepada kami sebagai mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan. Kami
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan maupun isi dari
makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik maupun saran dari dosen pembimbing
dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan berikutnya. Kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami sampaikan terima
kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan bimbingannya
kepada kita semua.

Banyuwangi,17 Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………...……………….… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI………………………………………………………….................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang….………………………………………………………. ……...
1.2. Rumusan Masalah………….…………………………………...….....................
1.3. Tujuan ………………………………….……………………………………….
1.4. Manfaat………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi DHF…………………………………………………………………...
2.2 Etiologi………………………………………………………………………….
2.3 Manifestasi Klinik………………………………………………………………
2.4 Klasifikasi………………………………………………………………………
2.5 Patofisiologi……………………………………………………………………
2.6 Komplikasi……………………………………………………………………….
2.7 Penatalaksanaan………………………………………………………………..
2.8 Pencegahan………………………………………………………………………...
2.9 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan……………………………………………………..........................
3.2 Saran……………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut


sebagai demam berdarah. Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai
penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam, nyeri otot,
dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti; bintik merah pada
kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae, dengan
genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan
manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue.

Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis.


Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di
Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan
sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD
ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi
agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor
geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam
manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah
berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada
banyak negara tropis dan sub tropis.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana definisi dari penyakit DHF?
1.2.2 Bagaimana etiologi penyakit DHF?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinik penyakit DHF?
1.2.4 Bagaimana klasifikasi penyakit DHF?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi penyakit DHF?
1.2.6 Bagaimana komplikasi penyakit DHF?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan DHF?
1.2.8 Bagaimana pencegahan penyakit DHF?
1.2.9 Bagaimana pemeriksaan penunjang DHF?
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami tentang penyakit DHF (Dengue Haemorraghic


Fever).

1.3.2 Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan :

Definisi, Etiologi, Manifestasi klinik, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi,


penatalaksanaa, pencegahan, pemerksaan penunjang pada penyakit DHF.

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis maupun para
pembaca. Manfaat tersebut baik dari segi pengetahuan dan pemahaman mendalam
mengenai penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dengue haemoragic fever adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
pertama (Soeparman, 1987;16).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue


haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis
virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

2.2 Etiologi

2.2.1 Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam


Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia
dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney)
maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990;
36).

2.2.2 Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu


nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor


penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).

2.2.3 Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia


akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi
pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).

2.3 Manisfestasi Klinik Virus Dengue

2.3.1 Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian


turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
2.3.2 Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ;
39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan
gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah,
1995 ; 349).

2.3.3 Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ; 39).

2.3.4 Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,


dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin
pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
(soedarto ; 39).

2.4 Klasifikasi DHF

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi


menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :

1. Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif

2. Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan


seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan
gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

4. Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

2.4.1 Gejala

1. Demam tinggi dan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

Manifestasi perdarahan : uji rumpeleede positif, ptekiae, ekimosis,


epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena

2. Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, nyeri ulu hati

3. Nyeri sendi , nyeri kepala, nyeri otot, rasa sakit di daerah belakang bola mata
(retro orbita), hepatomegali, splenomegali.

4.Kadang ditemui keluhan batuk pilek dan sakit menelan.


Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun
obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi demam dengue (dengue fever/ DF) dimulai dari gigitan nyamuk
Aedes sp.  Manusia adalah inang (host) utama terhadap virus dengue. Nyamuk
Aedes sp akan terinfeksi virus dengue apabila menggigit seseorang yang sedang
mengalami viremia virus tersebut, kemudian dalam kelenjar liur nyamuk virus dengue
akan bereplikasi yang berlangsung selama 8─12 hari. Namun, proses replikasi ini tidak
memengaruhi keberlangsungan hidup nyamuk. Kemudian, serangga ini akan
mentransmisikan virus dengue jika dengan segera menggigit manusia lainnya. Orang
yang digigit oleh nyamuk Aedes sp yang membawa virus dengue, akan berstatus
infeksius selama 6─7 hari. Virus dengue akan masuk ke dalam peredaran darah orang
yang digigitnya bersama saliva nyamuk, lalu virus akan menginvasi leukosit dan
bereplikasi. Leukosit akan merespon adanya viremia dengan mengeluarkan
protein cytokines dan interferon, yang bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala-
gejala seperti demam, flu-like symptoms, dan nyeri otot.

Masa inkubasi biasanya 4─7 hari, dengan kisaran 3─14 hari. Bila replikasi virus
bertambah banyak, virus dapat masuk ke dalam organ hati dan sum-sum tulang. Sel-sel
stroma pada sum-sum tulang yang terkena infeksi virus akan rusak sehingga
mengakibatkan menurunnya jumlah trombosit yang diproduksi. Kekurangan trombosit
ini akan mengganggu proses pembekuan darah dan meningkatkan risiko perdarahan,
sehingga DF berlanjut menjadi DHF. Gejala perdarahan mulai tampak pada hari ke-3
atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis dan melena.
Replikasi virus yang terjadi pada hati, akan menyebabkan pembesaran hati dan
nyeri tekan, namun jarang dijumpai adanya ikterus. Bila penyakit ini berlanjut, terjadi
pelepasan zat anafilatoksin, histamin, dan serotonin, serta aktivasi sistem kalikrein yang
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Kemudian akan diikuti terjadinya
ektravasasi cairan intravaskular ke kedalam jaringan ekstravaskular. Akibatnya, volume
darah akan turun, disertai penurunan tekanan darah, dan penurunan suplai oksigen ke
organ dan jaringan. Pada keadaan inilah akral tubuh akan terasa dingin disebabkan
peredaran darah dan oksigen yang berkurang, karena peredaran darah ke organ-organ
vital tubuh lebih diutamakan.

2.6 Komplikasi

Menurut (Soedarto 2012) komplikasi DHF ada 6, yaitu :

1. Komplikasi susunan sistem syaraf pusat

Komplikasi pada susunan sistem syaraf pusat (SSP) dapat berbentuk konfulsi, kaku
kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.

2. Ensefalopati

Komplikasi neurologik ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik yang berlebihan

3. Infeksi
4. Kerusakan hati

5. Kerusakan otak

6. Resiko syok
7. Kejang kejang.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam dengue (dengue fever/DF) karena bersifat self-


limited hanya membutuhkan rehidrasi dan antipiretik. Walau demikian, jika kondisi
memburuk, diperlukan monitoring dan bahkan pasien terkadang perlu dimasukkan
dalam ICU pada kondisi dengue shock syndrome.
1. Demam Dengue

Pada awalnya demam dengue (dengue fever/DF) sukar dibedakan dengan


infeksi virus lainnya seperti flu umpamanya sehingga kebanyakan orang akan
mengobatinya sendiri di rumah, dengan membeli obat-obatan yang dijual bebas
untuk menurunkan demam dan gejala lain yang dirasakan. Pasien yang terinfeksi
virus dengue, yang datang ke ruang gawat darurat, atau ke klinik praktek dokter bisa
jadi sudah dalam keadaan fase lanjut dari sekedar demam saja. DF biasanya self-
limiting disease. Tidak ada obat anti virus yang spesifik untuk DF.

Penanganan suportif dengan analgesik, penggantian cairan, dan tirah baring


biasanya memadai untuk penyembuhan DF. Paracetamol dapat diberikan untuk
menurunkan demam dan meredakan gejala-gejala lainnya. Hindari pemberian
aspirin, nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAID), dan kortikosteroid. Pasien
dengan demam tinggi dan bahkan muntah dianjurkan untuk mendapatkan rehidrasi
oral. Monitoring keadaan umum penderita secara berkala, hitung harian trombosit
dan hematokrit per 24 jam haruslah dilakukan mulai hari ke-3 sakit, sampai 1-2 hari
setelah masa demam hilang, sebagai deteksi dini terhadap berlanjutnya penyakit ke
fase DHF. Penderita DF yang mengalami penurunan demam, dapat mengalami
renjatan berupa DHF atau DSS. Nyeri abdomen, gelisah, perubahan status mental,
hipotermia dan trombositopenia adalah petunjuk perkembangan fase penyakit ini ke
arah DHF. Bagi pasien dengan tanda klinis dehidrasi dan terdapat kadar hematokrit
tinggi atau trombosit rendah dianjurkan dirawat untuk diobservasi.

Penggantian cairan dilakukan melalui cairan intravaskular. Pasien yang ada


perbaikan setelah menjalani perawatan, dapat dipulangkan dan berobat jalan.
Apabila tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit untuk
penanganan selanjutnya.Wanita hamil dengan DF akan responsif terhadap terapi
biasa seperti rehidrasi, istirahat baring, dan antipiretik. Namun, monitoring tes darah
laboratorium perlu dilakukan, sebagai deteksi dini terhadap manifestasi klinis infeksi
dengue yang berlanjut, sehingga penanganan dan perawatan yang tepat dapat segera
dilakukan. Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan cara pemeriksaan serologi.
Sebagai tambahan, bayi baru lahir yang ibunya terkena infeksi dengue pada masa
kehamilannya, memerlukan serial hitung trombosit dan tes serologi.

2. Demam Berdarah Dengue (DHF)

Pasien yang sakitnya berlanjut dengan tanda-tanda jatuh ke dalam DHF


memerlukan observasi ketat. Waspadai keadaan pasien yang menunjukkan tanda-
tanda dehidrasi, seperti: takikardia, bercak-bercak kemerahan pada kulit, kulit terasa
dingin, denyut nadi kadang hilang timbul dan lemah, pasien yang tidak responsif
karena status mental terganggu, urine output berkurang, hematokrit meningkat, dan
hipotensi. Penanganan yang cepat dan upaya rehidrasi melalui intravaskular
dibutuhkan untuk fase penyakit ini. Pada pasien dengan DHF, kadar hematokrit ini
diperiksa tiap 3-4 jam sekali. Evaluasi arterial gas darah penderita secara berkala.
Cairan intravena mungkin diperlukan pada pasien DHF grade I dan II yaitu
pada keadaan dimana pasien muntah dan tidak dapat melakukan rehidrasi oral, atau
pada keadaan dimana kadar hematokrit terus menerus naik. Cairan dapat diberikan
sebanyak jumlah kebutuhan cairan haria + 5% defisit, dan diberikan selama 48 jam.
3. Dengue Shock Syndrome (DSS)

Bila pasien yang menemui dokter sudah dalam keadaan DSS, akan segera
dirawat di ruang ICU. Keberhasilan mengatasi kondisi parah pasien ini
membutuhkan penanganan yang prima terhadap pemberian cairan dan mengatasi
perdarahan yang terjadi.
Monitoring dilakukan terhadap:
 Tekanan darah
 Tes darah lengkap (complete blood count/CBC) serial, bahkan terkadang
dibutuhkan pemeriksaan kadar hematokrit setiap 2-4 jam
 Urine output dengan pemasangan uretral kateter
 Evaluasi arterial gas darah penderita secara berkala
Rehidrasi:
Cairan isotonik seperti Ringer Laktat bolus 10 ml/kg BB pada anak-anak atau
sebanyak 300-500 ml pada dewasa, diberikan selama 1 jam, biasanya akan adekuat
pada kasus DHF derajat III. Setelah itu, lakukan evaluasi, dan apabila terjadi
perbaikan maka cairan dapat dikurangi menjadi 7.5 ml/kgBB, kemudian 5
ml/kgBB, dan seterusnya. Bila pemberian cairan ini gagal memperbaiki keadaan
pasien, dengan kadar hematokrit yang meningkat sebagai penentu, pasien dapat
diberi plasma expander. Plasma expander yang dapat digunakan adalah Dextran
40, atau albumin 5% 10-20 mL/kg BB. Apabila pasien alergi terhadap
dextran, Starch (Hydroxyethyl starch) mungkin diberikan sebagai penggantinya.
[28] Namun, penggunaan Starch ini masih kontroversi, karena dapat kerusakan
ginjal.[29,30] 
Apabila resusitasi cairan sudah adekuat namun pasien belum menampakkan
perbaikan, kemungkinan pasien mengalami pendarahan. Pasien dengan perdarahan
internal, atau perdarahan gastrointestinal membutuhkan transfusi darah, dan bila
pasien mengalami koagulopati kemungkinan membutuhkan fresh frozen plasma.
Pada DHF grade IV atau DSS berat, resusitasi cairan harus dilakukan lebih
agresif. Cairan dapat diberikan 10 ml/kgBB bolus dan dimasukkan secepatnya,
idealnya dalam 10-15 menit. Apabila tekanan darah membaik, maka tatalaksana
cairan dapat dilanjutkan seperti pada DHF grade III. Namun apabila tidak ada
perbaikan, bolus dapat diulangi, dan apabila diperlukan dapat disiapkan transfusi
darah. Monitoring harus dilakukan secara ketat, dan pemeriksaan penunjang harus
dikejar agar selesai dalam waktu yang singkat agar dapat segera mendeteksi
permasalahn klinis pasien.
Apabila sumber perdarahan sudah ditemukan, tatalaksana definitif untuk
menghentikan perdarahan harus segera dilakukan. Misalnya, tampon hidung pada
kasus epistaksis.
4. Proses pemulihan

Setelah pasien yang mengalami dehidrasi ada perbaikan dan keadaannya


stabil, cairan intravena tetap dibutuhkan sampai sekitar 24─48 jam selanjutnya.
Pemberian cairan dihentikan bila hematokrit turun dibawah 40% dan volume
intravaskular sudah adekuat. Pada keadaan ini, tubuh pasien meresorpsi cairan
ekstravaskular, dan akan memiliki risiko kelebihan volume darah
(overloading) bila pemberian cairan intravena dilanjutkan terus.

Tanda-tanda pemulihan diantaranya adalah tanda vital yang stabil, suhu


badan normal, tidak ada tanda perdarahan, perbaikan nafsu makan, tidak ada
nyeri perut dan muntah, volume urin adekuat, hematokrit stabil, dan hilangnya
petekie ataupun ruam dan gatal pada kulit.
5. Indikasi Pulang

Pasien demam dengue (dengue fever/DF) yang dirawat inap dapat


dipulangkan apabila sudah tercapai keadaan sebagai berikut :

 Demam hilang selama 24 jam tanpa obat antipiretik


 Secara klinis, keadaan umum pasien ada perbaikan, seperti mau makan
 Urine output yang adekuat
 Setidaknya sudah 48 jam berlalu setelah lewat masa DSS
 Tidak ada gangguan pernafasan
Hitung trombosit 50000 sel/mikroL [2,13
2.8 Pencegahan

Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes aegypti) harus


diberantas sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara yang tepat dalam
pencegahan penyakit DBD adalah dengan pengendalian vector, yaitu nyamuk aedes
aegypti. Cara yang tepat untuk memberantas nyamuk  aedes aegypti adalah
memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya.
Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD).  Oleh
karena tempat-tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat
umum maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-DBD secara teratur sekurang-
kurangnya seminggu sekali.
Cara Pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Kimia
Dengan cara pemberian abatisasi (abate), pengasapan dan fogging.
2.      Fisik
Dalam sekurang-kurangya seminggu sekali, maka cegahlah dengan cara 3 M plus:
a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es, dan lain-lain.
b. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan sebagainya.
c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
d.  Plus, adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti:
1)      Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan.
2)      Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.
3)      Menggunakan kelambu saat tidur.
4)      Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
5)      Menanam tanaman pengusir nyamuk.
6)      Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.
7)      Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
3.      Biologi
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14) yaitu agen yang aktif mengendalikan
nyamuk.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis


DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang
signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk
mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan
serologis.

Darah Lengkap :

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,


hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.

Isolasi Virus :

Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.


albopictus.

c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.

Identifikasi Virus :

Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan


fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai flourensecence
antibody technique test secara indirek dengan menggunakan antibodi
monoklonal.

Uji Serologi :

1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test)

Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai
dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :

a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak
dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka uji
ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.

c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer
serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue infection )

2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )

Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh
karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan
tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun )

3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction
Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang
terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan
dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi fiksasi dan
bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu
yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)

Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali
dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum
pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :

a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti oleh IgG.

b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan
diagnosis yang tepat.

c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.

d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.


e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya infeksi.
Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk
itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk
pengelolaan kasus.

f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan kelebihan
uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang
sama dengan uji HI.

5. IgG Elisa

Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI ,
hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi
dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang
telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat
kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik
empat kali kelipatan atau lebih).

Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :

Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis


infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse
Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR).9,10 Cara ini merupakan cara
diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat
didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA
dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan nyamuk.
Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu
dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak
mempengaruhi hasil dari PCR.

2.9.2 Pemeriksaan Radiologi

Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3 :

1. Dilatasi pembuluh darah paru

2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard

4. Hepatomegali

5. Cairan dalam rongga peritoneum

6. Penebalan dinding vesika felea


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue, atau nyamuk Aedes Aegypty. Gejala yang umum antara lain demam tinggi dan
mendadak secara terus menerus selama 2-7 hari, nyeri kepala dan nyeri otot. Banyak
cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah
nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk
memutuskan rantai penyakit:

1.    Tanpa insektisida:

a) Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.

b) Menutup penampungan air rapat- rapat.

c) Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang memungkinkan


nyamuk bersarang

2.    Dengan insektisida:

a) Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan


fogging/pengasapan.

b) Abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana- bejana
tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter
air.

3.2 Saran

Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita semua menerapkan 3 M yaitu


menguras menutup dan mengubur supaya terhindar dari demam berdarah.
DAFTAR PUSTAKA

AloMedika.2019. PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE.


https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/demam-dengue/patofisiologi.
(Online). Di Akses 19 Oktober 2019. Pukul 21.21

Halim.Makalah DHF (Dengue Hemoragic Fever).


https://www.academia.edu/9449193/makalah_DHF_Dengue_Hemoragic_Fever_.
(Online,Diakses 3 Oktober 2019 Pukul 17.20)

Septiani, Anggun Retno.LP DHF. https://www.academia.edu/36028635/LP_DHF ( online,


Diakses 3 Oktober 2019 pukul 17.20)

Anda mungkin juga menyukai