Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Dengue Haemoragic Fever (DHF)

Disusun Oleh:

YUTRIA TELAUMBANUA (1914201096)

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING AKADEMIK

(Ns.Ismaini M.kep) ( Ns.Willady Rasyid,M.Kep,Sp.Kep.M.B)

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN STIKES ALIFAH PADANG

Tahun 2023/2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan masalah kesehatan yang
berjangkit di daerah tropis seperti di Indonesia dan biasanya terjadi pada musim
penghujan maupun pancaroba (Nasution et al., 2018). Permasalahan penyakit DHF di
Indonesia masih mengalami kendala dan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
khususnya petugas kesehatan. Padahal peran serta masyarakat menjadi penunjang
utama dalam pengendalian penyakit DHF, mengingat vektor penyakit DHF nyamuk
Aedes dan tempat istirahat nyamuk dewasa terdapat di sekitar pemukiman warga baik
di dalam maupun di luar rumah tinggal seperti sekolah dan tempat-tempat umum
(TTU) lainnya. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) menunjukkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat
terhadap pencegahan penyakit DHF masih rendah. Masyarakat seringkali belum
mengetahui bahwa penyakit DHF tergolong dalam penyakit menular. Padahal virus
dengue ini dapat menular dari orang yang satu ke orang yang lain melalui gigitan
nyamuk Aedes (Lindawati et al., 2021).
Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2021, Kasus DHF yang
dilaporkan pada tahun 2020 tercatat sebanyak 108.303 kasus. Jumlah ini menurun
dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 138.127 kasus. Sejalan dengan jumlah kasus,
kematian karena DHF pada tahun 2020 juga mengalami penurunan dibandingkan
tahun 2019, dari 919 menjadi 747 kematian. Kesakitan dan kematian dapat
digambarkan dengan menggunakan indikator incidence rate (IR) per 100.000
penduduk dan case fatality rate (CFR) dalam bentuk persentase (Kemenkes RI, 2021).
Menurut data badan pusat statistik provinsi sumatera barat, kasus DHF yang
dilaporkan 3 tahun terakhir yaitu, pada tahun 2019 tercatat sebanyak 330 kasus.
Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 482 kasus. Dan pada
tahun 2017 sangat tinggi tercatat 505 kasus.
Data dari dinas kesehatan kota padang menyebut bahwa kasus penyakit
demam berdarah dengue (DBD) mengalami tren kenaikan. Pada tahun 2022 ini terjadi
sebanyak 441 kasus, sementara tahun 2021 yang hanya 366 kasus. Kadis kesehatan
kota padang, dr Sri Kurnia Yati didampingi kabid pencegahan dan pengendalian
penyakit (P2P) menyebut, berdasarkan kelompok usia, penderita penyakit tersebut
didominasi rentang usia dewasa 15 hingga 44 tahun. Kemudian disusul anak dan
remaja usia 5-14 tahun, dan masing-masing 10 persen untuk kelompok usia 1-4 tahun
ada 5 orang dan diatas 44 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh (Rohmah et al., 2019) tentang pengetahuan
masyarakat tentang pencegahan DHF di Kendal yang menghasilkan bahwa
masyarakat yang belum pernah menderita DHF sebagian besar cukup sebanyak
47,7%, pengetahuan baik sebanyak 32,3% dan pengetahuan kurang sebanyak 20,1%.
Hasil penelitian (Dawe et al., 2020) di Puskesmas Bakunase menunjukkan bahwa
51,5% masyarakat mempunyai pengetahuan kurang tentang pencegahan DHF, dan
48,5% mempunyai pengetahuan baik.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi dari beberapa faktor, diantaranya: jenis
pekerjaan, pendidikan, umur, pengalaman, kebudayaan serta informasi (Sundari &
Masnilawati, 2018). Pengetahuan masyarakat yang meningkat penting dalam
mengendalikan jumlah vektor DHF di rumahnya sendiri-sendiri, tetapi apabila
pengetahuan masyarakat kurang menimbulkan peningkatan kasus DHF (Rohmah et
al., 2019).. Pengetahuan berperan penting terhadap upaya pencegahan DHF yang
dilakukan oleh responden. Semakin baik pengetahuan responden maka pencegahan
DHF yang dilakukan juga semakin baik, dan begitupun sebaliknya. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai perilaku hidup bersih dan sehat serta kurangnya pengetahuan warga tentang
pencegahan penyakit DHF menjadi faktor penyebab terjadinya penyakit DHF di
lingkungan masyarakat (Lindawati et al., 2021).
Upaya yang bisa dilakukan dalam memberikan pengetahuan terhadap
masyarakat luas terkait langkah-langkah pencegahan DHF salah satunya yaitu melalui
pemberian health education. Health education merupakan suatu proses yang
menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku kesehatan. Health
education memotivasi seseorang untuk menerima informasi kesehatan dan berbuat
sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat
(Suryaningtyas, 2019).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis DHF


1. Pengertian
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD
(dengue hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai
oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang
anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa
demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi
Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi
penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat
endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai
dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang
berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).
2. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia
(Nurarif & Kusuma 2015).
3. Tanda dan Gejala
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-
7 hari. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit yang paling ringan, Dengue
Fever, Dengue Haemorrhagic Fever dan Dengue Shock syndrom. Adapun
tanda dan gejala pada penderita Dengue Haemorrhagic Fever yang sering
mucul, menurut Depkes (2008) adalah sebagai berikut :
1) Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak
spesifik seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang
sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak
mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian
turun secara lysis.
2) Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam
bentuk perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae,
purpura, echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling
parah adalah melena.
3) Hepatomegali
Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam,
kadang- kadang juga di temukannya nyeri tekan, namun nyeri
tekan tersebut terjadi karena adanya pendarahan pada sistem
gastrointestinal.
4) Syok
Syok biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari
ketiga dan ketujuh sakit. Syok yang terjadi dalam periode demam
biasanya mempunyai prognosa buruk. Penderita DHF
memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit
yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki,
sianosis sekitar mulut dan akhirnya syok.
5) Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit,
apabila dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari
ketiga sampai ketujuh sakit.
6) Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka
terhadap terjadinya syok sehingga perlu di lakukan pemeriksaan
secara periodik.
7) Gejala Klinik Lain
Gejala Klinik lain yang dapat menyertai penderita adalah
epigastrium, muntah-muntah, diare dan kejang-kejang.
4. Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita
DHF antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit
yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya
perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau
hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositropenia dan
hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia,
hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin
meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah
infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang
dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat
dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan
memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau
enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan
manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi,
dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan
bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT).
Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas
akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition
(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini
adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian
besar grade II) di dapatkan efusi pleura.
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah
dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau
sindrom syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari
10 tahun. Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak
teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan
darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan
kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan
kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan
2017).
6. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu
juga diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF
yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase,
dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa
anak mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan
derajat IV maka anak mengalami DHF disertai dengan syok.
Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air
sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma, demam, muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal
atau ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat
atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta
periksa laboratorium (hematokrit, trombosit,
leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis
membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap
sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya
hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak
kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana
sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4
L/menit secara nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer
laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam
maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan
hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan
tersembunyi: berikan transfusi darah atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi
perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah
cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan
secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi
klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan
setelah 36- 48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi
karena pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada
pemberian yang terlalu sedikit.
7. Pathway DHF

8. Pathway DHF

Bagan 1 Pathway DHF


Sumber: (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017)

8. Proses keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling
menentukan bagi tahap berikutnya. Oleh karena itu, pengkajia
harus dilakukan dengan teliti dan cermat, sehingga seluruh
kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi. (Rohman,
Nikmatur dan Saiful Walid, 2009). Langkah-langkah dalam
pengkajian meliputi:
1) Pengumpulan Data
a) Identita klien
Identitas klien mencakup : nama, umur,
jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, status, alamat, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, nomor rekam medik,
diagnosa medis. Selain identitas pasien juga
mencakup identitas penanggung jawab dalam hal
ini : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan serta hubungan dengan pasien
seperti: ayah, ibu atau hubungan keluarga lainnya.
b) Keluan utama
Merupakan keluhan pada saat dikaji
bersifat subjektif. Pada pasien Dengue Hemoragic
Fever keluhan utama biasanya muncul demam
tinggi, sakit kepala, nyeri ulu ati, mual, anoreksia,
malaise, nyeri sendi. (Desmawati 2013).
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan
utama yang dirasakan klien melalui metode
PQRST yaitu Paliatif (penyebab keluhan utama),
Qualitatif (sampai dimana), Region (daerah mana
saja yang dikeluhkan), Skala (yang dapat
memperberat dari meringankan keluhan utama)
dan Time (kapan terjadinya keluhan utama) dalam
bentuk narasi. Didapatkan adanya keluhan demam
dan saat demam kesadaran komposmentis, adanya
keluhan mual, muntah, anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri uluhati, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi, melena
atau hematemesis (Desmawati 2013).
b) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita.
Pada pasien DHF, biasanya mengalami serangan
ulang DHF dengan tipe virus yang lain
(Desmawati 2013).
c) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam
keluarga yang lain (yang tinggal di dalam suatu
rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang
berdkatan) sangat menentukan karena ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
d) Riwayat kesehatan lingkungan
Daerah atau tempat yang sering dijadikan
tempat tinggal nyamuk ini adalah lingkungan
yang kurang pencahayaan dan sinar matahari,
banyak genangan air, vas bunga yang jarang
diganti airnya, kaleng bekas tempat penampungan
air, botol dan ban bekas. Tempat-tempat seperti
ini banyak dibuat sarang nyamuk jenis ini. Perlu
ditanyakan pula apakah didaerah itu ada riwayat
wabah DHF karena inipun juga dapat terulang
kapan-kapan.
3) Data Biologis
a) Pola Nutrisi
Kaji kebiasaan makan dan minuman yang
sering dikonsumsi sehari-hari, adakah pantangan,
jumlah minuman, masakan apa saja yang
dikonsumsi serta frekuensinya dalam satu hari.
Pada klien DHF biasanya akan ditemukan
perubahan pola makan atau nutrisi kurang dari
kebutuhan.
b) Pola Eleminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensi,
jumlah, konsistensi, warna dan masalah yang
berhubungan dengan pola eliminasi. Biasanya
akan ditemukan pola eliminasi BAB, yaitu diare
atau konstipasi.
c) Pola Istirahat/Tidur
Kaji kebiasaan tidur sehari-hari, lamanya
tidur siang dan malam serta masalah yang
berhubungan dengan kebiasaan tidur. Akan
ditemukan pola tidur akibat dari manifestasi DHF
seperti nyeri otot, demam dan lain-lain.
d) Pola Personal hygiene
Kaji kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci
rambut dan memotong kuku, mencakup frekuensi.
Pada klien DHF akan dianjurkan untuk tirah
baring sehingga memerlukan bantuan oranglain
dalam membersikan diri.
e) Pola Aktivitas
Kaji kebiasaan aktivitas yang dilakukan di
lingkungan keluarga dan masyarakat : mandiri /
tergantung. Pada klien DHF akan dianjurkan
untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan
ADL
4) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dipergunakan untuk
memperoleh data objektif dari riwayat perawatan klien.
Adapun tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan
adalah untuk menentukan status kesehatan klien,
mengidentifikasi kesehatan dan mengambil data dasar
untuk menentuikan rencana perawatan.
a) Sistem Pernafasan
Respon imobilisasi / tirah baring dapat
terjadi penumpukan lendir pada bronkhi dan
bronkhiolus, perhatikan bila asien tidak bisa batuk
dan mengeluarkan lendir lakukan auskultasi untuk
mengetahui kelembaban dalam paru-paru. Dapat
juga ditemukan sesak, epistaksis, pergerakan dada
simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengan
ronchi.
b) Sistem Kardiovaskuler
Akan ditemukan nadi lemah, cepat disertai
penurunan tekanan nadi (menjadi 20 mmHg atau
kurang), tekanan darah menurun (sistolik sampai
80 mmHg atau kurang), disertai teraba dingin di
kulit dan sianosis merupakan respon terjadi syok,
CRT mungkin lambat karena adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan hebat.
c) Sistem Pencernaan
Akan ditemukan rasa mual, muntah dapat
terjadi sebagai respon dari infeksi dengue
sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu
makan. Selain itu diarre atau konstipasi juga dapat
terjadi akibatnya pasien akan mengalami asupan
tidak adekuat dan perubahan eliminasi BAB.
d) Sistem Persyarafan
Akan ditemukan nyeri yang terjadi pada
otot atau persendian, perubahan kesadaran sampai
timbulnya kejang spastisitas dan ensefalopati
perlu pula dikaji fungsi Nervus Cranial lainnya.
e) Sistem Integumen
Kebocoran plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler salah
satunya akan berdampak pada perdarahan di
bawah kulit berupa, ptekie, purpura serta akan
terjadi peningkatan suhu tubuh (hipertermi).
f) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan adanya keluhan nyeri
otot atau persedian terutama bila sendi dan otot
perut ditekan, kepala dan pegal-pegal seluruh
tubuh. Akibatnya akan ditemukan gangguan rasa
nyaman.
g) Sistem Perkemihan
Dipalpasi bagaimanana keadaan blas serta
apakah terdapat pembesaran ginjal dan perkusi
apakah pasien merasa sakit serta tanyakan apakah
ada gangguan saat BAK.
5) Data Psikologis
Yang perlu dikaji dalam hal psikologis pasien
adalah :
a) Body Image
Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran dan bentuk serta penampilan.
b) Ideal Diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia harus
berprilaku berdasarkan standar, tujuan ,
keinginan, atau nilai pribadi.
c) Identitas Diri
Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian diri sendiri.
d) Peran Diri
Seperangkat perilaku yang diharapkan secara
sosial yang berhubungan dengan fungsi individu
pada berbagai kelompok.
6) Data Sosial dan Budaya
Seperangkat perilaku yang diharapkan secara
sosial yang berhubungan dengan fungsi individu pada
berbagai kelompok.
7) Data Spiritual
Menyangkut agama serta aktifitas spiritual, dan
juga menyangkut keyakinan, penolakan, atau penerimaan
terhadap tindakan medis. Misalnya Agama dan
kepercayaan tertentu yang melarang dengan keras
penganutnya untuk melakukan transfusi darah.
8) Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita DHF perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang meliputi:
1. Darah rutin meliputi Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit dan Trombosit.
2. Pemeriksaan urine meliputi ureum, kreatinin
untuk mengetahui fungsi ginjal.
3. Pemeriksaan radiologi (rontgen) disesuaikan
dengan klinis penderita.
b. Perumusan Diagnosa Keperawatran
Diagnosa keperawatan (SDKI PPNI, 2016) yang
mungkin muncul pada DHF adalah :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
infeksi Virus dengue ditandai dengan suhu tubuh
diatas normal.
2. Gangguan keseimbangan Cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari keburuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
4. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional
ditandai dengan klien mengatakan cemas dengan
keadaannya, klien tampak cemas, ekspresi wajah
tampak murung.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan
dengan Klien Mengatakan tidak tau apa obat dan
bagaimana cara menangani penyakitnya. Dalam karya
tulis ilmiah ini peneliti mengambil masalah
keperawatan Hipertermia. Definisi Hipertermia : suhu
tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
(PPNI,2016).
c. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul maka
dibuat perencanaan intervensi keperwatan dan aktifitas
keperawatan.
Tujuan perencanaan adalah membuat perencanaan yang
sistematis tentang tindakan yang akan dilaksanakan dalam
rangka mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah
keperwatan yang dialami oleh klien.
Perencanaan keperawatan ini disusun secara mandiri atau
bersama keluarga klien dan pelaksanaan perawatan di ruangan.
Diagnosa (SDKI) Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
Hipertermia b.d proses Termoregulasi Manajemen
penyakit (inveksi virus Hipertermia
dengue/viremia) Definisi : pengaturan
suhu tubuh agar tetap Observasi :
berada pada rentang a. Identifikasi
Definisi : normal penyebab
Suhu tubuh meningkat di hipertermia
atas rentang normal Ekspetasi : Membaik b. Monitor suhu
tubuh tubuh
Kriteria Hasil : c. Monitor kadar
Penyebab : a. Menggigil elektrolit
menurun d. Monitor haluaran
1. Dehidrasi
b. Kulit merah urine
2. Terpapar
menurun e. Monitor
lingkungan panas
c. Pucat menurun komplikasi akibat
3. Proses penyakit
d. Suhu tubuh hipertermia
(mis.
membaik
Infeksi,kanker)
e. Suhu kulit Terapeutik :
4. Ketidaksesuaian
membaik a. Sediakan
pakaian dengan
f. Tekanan darah lingkungan yang
lingkungan
membaik dingin
5. Peningkatan laju
b. Longgarkan atau
metabolisme
lepaskan pakaian
6. Respon trauma
c. Basahi dan kipasi
7. Aktivitas
permukaan tubuh
berlebihan
f. Berikan cairan oral
8. Penggunaan
g. Ganti linen setiap
inkubator
hari atau lebih
sering jika
Gejala dan Tanda
mengalami
Mayor :
hipehidrosis
Subjektif : -
(keringat berlebih).
Objektif : Suhu tubuh di
h. Lakukan
atas nilai normal
pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia
Gejala dan Tanda
ata kompres dingin
Minor :
pada dahi, leher,
Subjektif : -
dada, abdomen,
Objektif : aksila).
1. Kulit merah i. Hindari
2. Kejang pemberian
3. Takikardi antipiretik atau
4. Takipnea aspirin
5. Kulit j. Berikan oksigen,
terasa jika perlu
hangat
Edukasi :
Kondisi Klinis Terkait : a. Anjurkan
tirah baring
1. Proses infeksi
b. Ajarkan cara
2. Hipertiroid
mengompres
3. Stroke
yang benar
4. Dehidrasi
5. Trauma
Kolaborasi :
6. Prematuritas
a. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu

d. Implementasi Keperwatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang di
rencanakan dalam rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah,
2015). Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas
intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai
perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil
yang diharapkan. Pelaksanaan atau implementasi keperawatan
adalah suatu komponen dari proses keperawatan yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan di mana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan (Perry & Potter, 2015).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dalam
proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan
dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi yang
dilakukan pada pasien dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh
pasien pada anak DHF. Dalam perumusan evaluasi keperawatan
menggunakan SOAP, yaitu:
1. S (Subjektif) merupakan data berupa keluhan pasien,
2. O (Objektif) merupakan hasil dari pemeriksaan,
3. A (Analisa Data) merupakan pembanding data
dengan teori,
4. P (Perencanaan) merupakan tindakan selanjutnya
yang akan dilakukan oleh perawat (Hidayat, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Nor Vikri. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER ( DHF ) DI RUMAH
SAKIT.

Samarinda. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/283/1/Untitled.pdf.

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. 2017. “Community Social
Capital on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban Surabaya , Indonesia : A
Qualitative Study.” International Journal of Nursing Sciences 4(4): 374–77.

Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2016. ANATOMI FISIOLOGI.


Jakarta.

Erdin. 2018. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Ikhwani, Mochammad Khoirul. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. D


DENGAN DIAGNOSA MEDIS DHF ( DENGUE HEMORAGIC FEVER )
GRADE 3 DI RUANG ASOKA RSUD BANGIL PASURUAN. Sidoarjo.

https://repository.kertacendekia.ac.id/media/296901-asuhan-
keperawatan- pada-an-d-dengan-diag-d65b301a.pdf.

Jing & Ming. 2019. “Dengue Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–45.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.

Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2019. Laporan Nasional Dinas Kesehatan.

Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Info Datin. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Anak Indonesia. Jakarta:


Pemberdayaan, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan


Indonesia.Jakarta.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Jakarta:


Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai