PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic fever
(DHF) yang saat ini oleh World Health Organization (WHO) disebut sebagai Dengue
And Severe Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan dunia dan merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung semakin luas
penyebarannya. DHF adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas (demam)
dan disertai dengan perdarahan. Demam berdarah dengue ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti yang hidup di dalam dan disekitar rumah yang disebabkan
oleh virus dengue (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Asia Pasifik menanggung 75 persen
dari beban dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia
dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DHF terbesar diantara 30 negara
wilayah endemis. Kementerian Kesehatan RI 2016 mencatat jumlah penderita DHF
di Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DHF
dengan jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami DHF di
Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai
33,25%.
Setelah dilakukan pendataan jumlah pasien DHF masih menjadi penyakit yang cukup
banyak yang terjadi dari bulan Januari sampai dengan Desember 2021. Walaupun
masih era Pandemi Covid 19 tahun 2021, tetapi kasus pasien rawat inap dengan DHF
sebanyak 211 orang yaitu 2% dari seluruh penyakit yang dirawat di RSUD Kabupaten
Buleleng.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini meliputi tujuan umum dan khusus antara lain sebagai
berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada klien dengan DHF secara
komprehensif meliputi aspek biopsikososiospritual
2. Tujuan Khusus
2.1 Meningkatkan wawasan bagi perawat dalam menangani perawatan
klien dengan DHF
2.2 Meningkatkan mutu pelayananan keperawatan di RSUD
Kabupaten Buleleng
2.3 Menambah nilai dalam pengajuan angka kredit poin
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah melalui pendekatan studi kasus yaitu metode yang
memberikan gambaran terhadap suatu kejadian atau keadaan yang sedang
berlangsung melalui proses keperawatan. Adapn teknik – teknik yang digunakan
untuk memperoleh data dan informasi dengan cara:
1. Wawancara
Penulis mengadakan wawancara dengan klien, keluarga, dan petugas kesehatan lain
untuk mendapatkan data subjektif dari klien
2. Studi Dokumentasi
Data- data yang didapatkan dari rekam medis klien di ruangan, seperti catatan
keperawatan, catatan dokter, dan tim kesehatan lain.
3. Studi Kepustakaan
Untuk mendapatkan literatur dan tinjauan teoritis baik mengenai konsep dasar
penyakit maupun konsep asuhan keperawatan.
4. Observasi
Melaksanakan Asuhan Keperawatan secara langsung pada klien dan mengamati
langsung perubahan – perubahan yang terjadi untuk memperoleh data serta mencatat
hal – hal penting termasuk pemeriksaan fisik.
D. Sistematika Penulisan
Penulis membagi penulisan makalah ini dalam 4 Bab yang terdiri dari:
Bab I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan teoritis, yang terdiri dari konsep dasar DHF, dan konsep
dasar asuhan keperawatan
Bab III : Tinjauan Kasus, yang terdiri dari lima tahapan proses keperawatan mulai dari
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
Bab IV : Penutup, berisi kesimpulan dan saran penulis
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Dasar Penyakit DHF
1. Pengertian
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk. Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan onset
mendadak yang biasanya dengan gejala seperti sakit kepala, demam, kelelahan, otot
parah dan nyeri sendi, pembengkakan kelenjar (limfadenopati), dan ruam (Cunha,
2012).
Demam berdarah dengue adalah infeksi yang ditularkan nyamuk ditemukan di daerah
tropis dan sub-tropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, transmisi telah
meningkat terutama di daerah perkotaan dan semi perkotaan dan telah menjadi
masalah kesehatan utama masyarakat internasional (WHO, 2012).
Demam berdarah dengue adalah infeksi berat yang berpotensi mematikan yang
disebarkan oleh spesies nyamuk tertentu (Aedes aegypti) (ADAM, 2010).
Kesimpulan :
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan oleh nyamuk ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis di seluruh dunia
dengan gejala seperti sakit kepala, demam, kelelahan, otot parah dan nyeri sendi,
pembengkakan kelenjar (limfadenopati), dan ruam.
2. Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4
serotipe. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap
inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 ο C. Dengue
merupakan serotipe yang paling banyak beredar. Penyebab DHF adalah Arbovirus
( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dn Aedes
Aegepty ).
Gambar 1 Nyamuk aedes agepty sebagai salah satu vektor DHF
Ada empat serotipe virus yang menyebabkan demam berdarah (DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4). Pemulihan dari infeksi oleh satu serotype virus memberikan
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe yang tertentu. Namun, cross-kekebalan
terhadap serotipe lain setelah pemulihan hanya parsial dan sementara. Infeksi
berikutnya oleh serotipe lain meningkatkan risiko penyakit semakin parah (WHO,
2012).
3. Patofisiologi
Masuknya virus dengue ke dalam tubuh membuat pasien mengalami keluhan dan
gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul
pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati
dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah
kulit.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti betina
dimana nyamuk betina sering melakukan gigitan berulang dan kemudian virus
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Hal ini dalam
sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001). Akibat
aktivasi C3 dan C5 maka C3a dan C5a akan dilepas, dua peptida yang berguna untuk
melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan demam
dan mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat,
volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke
daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa,
yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah
teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika
tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan
yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera
teratasi akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian.
Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya mega karoisit muda dalam sussum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan
dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam
sistem retikuloendotelial. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh
kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien
dengan perdarahan hebat.
Terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam
terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang
diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag
hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imon seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsosinasi
anti bodi. Dalam proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang dan destruksi dan pemandekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum
tulang pada faseawal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit. Koagulopati terjadi sebagai interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Terjadinya koagulopati konsumtif pada demam
berdarah dengue stadium III dan IV.
(Cunha, 2012)
4. Tanda dan Gejala
Secara umum tanda dan gejala yang ditampilkan oleh demam berdarah dengue
adalah:
Gejala awal meliputi:
nafsu makan menurun
demam
sakit kepala
nyeri otot
muntah
Ecchymosis
Ruam generalisata
Petechiae
5. Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi
menjadi 4 derajat:
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Nadi tak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut jantung 140x/mnt ) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru
(Dinda, 2010)
Demam Dengue adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia.
Infeksi dengue virus (DENV) menyebabkan berbagai hasil, termasuk infeksi
subklinis. Demam Berdarah (DF), yang mengancam jiwa dengan sindrom kehilangan
cairan dan syok hipotensi, atau manifestasi berat lain seperti perdarahan dan
kegagalan organ. Dulu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasi demam
berdarah dengue dan skema manajemen baru-baru ini direvisi, menggantikan DF,
Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Dengue Shock Syndrome (DSS) dengan
Demam Berdarah tanpa Tanda Peringatan, Dengue dengan Tanda Peringatan (nyeri
perut, gigih muntah, akumulasi cairan, perdarahan mukosa, lesu, pembesaran hati,
hematokrit meningkat dengan penurunan trombosit) dan dengue berat (SD; berdarah
dengan kebocoran plasma parah, pendarahan berat, atau kegagalan organ).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithorax kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemithorax. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Laboratorium
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15%dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
Trombosit ; umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3 – 8.
Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
dari hari ke-3 demam.
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT : (serum alanin aminotransferase) : dapat meningkat.
Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah dan cross macth (uji cocok serasi) : bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan Ig G dan Ig M terhadap dengue.
- Ig M : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
- Ig G : pada infeksi primer terdeteksi mulai hari ke-14 ; pada infeksi
sekunder terdeteksi mulai hari ke-2.
Uji HI : dilakukan pengambilanbahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
Pada renjatan
Pada renjatan yang berat, periksa Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam
apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal Hemostasis, FDP, EKG, Foto
dada, BUN, creatinin serum.
7. Penatalaksanaan
a. Medik
Jika kejang maka dapat diberi luminal (antionvulsan) untuk anak <1th
dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang
belum teratasi, beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB (anak <1th
dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB).
Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 - 30
ml/ kg BB )
b. Keperawatan
Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri
oksigen pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang
cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan
thrombocyt.
2. Resiko Perdarahan
Berikan kompres
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam.
Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua
8. Komplikasi
a) Ensepalopati.
b) Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
c) Gagal napas.
d) Anemia
e) Gagal ginjal
f) Perdarahan
g) Disorientasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipermetabolisme dan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan membran mukosa
kering, HCT meningkat (> 45%), penurunan turgor kulit, produksi
urine menurun, HR > 100 x/menit, TD < 120/80 mmHg, suhu > 37,5 0
C, adanya rasa haus
4. Rencana Keperawatan
- RR 16-20 x/menit
- TD 110-130/80-90 mm Hg
- HCT 40-45%
Intervensi
Fluid Management
1) Lakukan pemantauan intake dan output 24 jam
Rasional: pemantauan turgor kulit dan membrane mukosa diperlukan untuk menilai
keseimbangan cairan klien. Turgor kulit menurun, kelemahan, membrane mukosa
kering merupakan tanda-tanda dehidrasi.
3) Pantau tanda-tanda vital klien
Rasional: pemantauan nadi, suhu, dan tekanan darah dapat menunjukkan status
hidrasi klien
4) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan per oral
Rasional: meningkatkan intake cairan per oral diperlukan dalam memenuhi asupan
cairan klien
5) Berikan cairan intra vena sesuai indikasi
Intervensi
Bleeding reduction
1) Awasi adanya tanda – tanda perdarahan seperti ptekie, epistaksis,
hematuria, atau melena.
Rasional : Agar dapat memberikan intervensi yang tepat dan mencegah komplikasi
perdarahan.
2) Lakukan pemantauan terhadap tekanan darah, nadi, dan kesadaran
penderita.
Rasional : Tekanan darah, nadi, dan kesadaran bisa menurun akibat terjadi
perdarahan.
3) Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan seperti HB, HCT, RBC.
Rasional : Mengetahui komponen-komponen darah yang mengalami kelainan,
sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya perdarahan.
4) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4
x 10 mg/hari.
Rasional : Tranfusi darah diindikasikan bila perdarahan yang terjadi perdarahan hebat
dan menurunkan Hb hingga 8 gr/ dl atau kurang dari itu, untuk mengganti darah yang
hilang dan mempertahankan kadar hemoglobin dalam harga normal.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan klien
tampak meringis dan memegangi bagian tubuh yang sakit, agitasi, gangguan
pola tidur, skala nyeri 1 – 10, peningkatan nadi dan RR (Nadi > 100 x/mnt dan
RR > 20 x/mnt).
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang
atau terkontrol, dengan kriteria hasil:
a. Discomfort level (level ketidaknyamanan):
Intervensi :
Manajemen nyeri
1) Kaji tanda – tanda nyeri/ lakukan pemeriksaan komprehensip terhadap
nyeri yang pasien rasakan, meliputi : lokasi, karakteristik,
onset/lamanya, frequensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor penyebabnya
Rasional: menentukan intervensi selanjutnya
2) Observasi rasa tidak nyaman pasien secara non verbal
Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman klien secara non verbal maka dapat
mengetahui perkembangan nyeri yang dirasakan klien
3) Kaji tanda – tanda vital pasien
Rasional: peningakatan tekanan darah dan denyut nadu menandakan peningkatan rasa
nyeri yang dirasakan
4) Kaji pengalaman masa lalu pasien terhadap nyeri
Rasional : dengan mengetahui pengalaman masa lalu klien terhadap nyeri, perawat
dapat mengetahui mekanisme klien dalam mengurangi nyeri sehingga dapat
digunakan lagi oleh klien dan dapat membantu mengurangi nyeri yang dialami oleh
klien.
5) Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri yang dirasakannya
Rasional: memestikan bahwa nyri yang dirasakan klien memeng betul berasal dari
fraktur yang dialamu klien
6) Lakukan pengkajian dengan pasien hal – hal yang memperberat
timbulnya nyeri
Rasional: mengimbau klien agar menghindari factor pemberat nyeri
7) Lakukan pengendalian lingkungan, agar tetap tenang ( mis: pengaturan
pencahayaan, ruangan, suhu dan kebisingan)
Rasional: lingkungan yang nyaman dan tenang membantu mengurangi nyeri yang
dirasakan klien
8) Bersama pasien kurangi faktor – faktor penyebab nyeri atau yang
meningkatkan rasa nyeri (mis : mobilisasi)
Rasional: memberikan penjelasan pada klien bahwa mobilisasi sekecil apapun akan
menghambat proses penyembuhannya
9) Ajarkan prinsip – prinsip penanganan nyeri secara non famakologis,
(misalnya : teknik terapi musik, distraksi, guided imagery, masase dll)
yang dilakukan sebelum, sesudah, selama timbulnya nyeri, sebelum
kualitas nyeri semakin meningkat dan jika mungkin dilakukan
Rasional: memberikan pengalihan saat klien merasakan nyeri sehingga klien mampu
beradapatasi dengan nyerinya
Intervensi Keperawatan
Nutrition monitoring
1) Pantau adanya mual, muntah dan kelemahan pada klien
Rasional: adanya mual, muntah dapat menyebabkan klien anoreksia dan kelemahan
merupakan akibat yang terjadi akibat nutrisi tidak adekuat
2) Pantau turgor kulit klien
Rasional: perubahan turgor kulit merupakan tanda bahwa terjadi kekurangan nutrisi
3) Pantau hasil pemeriksaan kadar albumin, HCT
Rasional: merupakan tanda biochemical kekurangan nutrisi, normalnya albumin 3,5-5
gr/dL
Nutrition Therapy
4) Pantau status nutrisi klien
Rasional: pengkajian status nutrisi meliputi Indeks massa tubuh dan BB
5) Pantau intake makanan dan minum klien
Rasional: intake makan dan minum perlu dipantau tiap hari untuk memastikan asupan
nutrisi adekuat
6) Kaji makanan yang disukai klien, kaji adanya alergi terhadap makanan
Rasional: mengkaji makanan yang disukai perlu dalam upaya membantu klien
meningkatkan nafsu makan, asalkan tidak bertentangan dengan diet klien.
7) Anjurkan klien untuk tidur dan istirahat yang adekuat
Rasional : Mengurangi respon mual/nausea pada klien.
f. PK Syok Hipovolemik
- denyut nadi dan RR yang normal (Nadi: 60-100 x/mnt, RR 16-20 x/mnt)
Mandiri:
1) Kaji status, cairan dan elektrolit (turgor kulit, membran mukosa, haluaran
urine, tanda-tanda vital, parameter dinamika).
Rasional : Mengkaji kondisi klien, status dehidrasi, jumlah dan tipe cairan serta
elektrolit klien.
2) Kaji sumber-sumber kehilangan cairan dan elektrolit (muntah, diare,
diaforesis yang berlebihan).
Rasional : Kehilangan elektrolit bisa akibat diaforesis yang hebat, diare, dan muntah.
3) Evaluasi jumlah haluaran urine. Lakukan pemantauan ketat dengan
pemasangan kateter
Rasional : Menurunnya haluaran urine menandakan dehidrasi, output urin normal
adalah 0,5 – 1 cc/kg BB/jam
4) Berikan cairan IV sesuai indikasi. Lakukan penggantian 20 cc/kg BB/jam
pada jam pertama dan kedua, lanjutkan 10 cc/kgBB/jam pada jam ketiga
5. Evaluasi
1) Intake dan output 24 jam seimbang, turgor kulit elastic, membran mukosa
lembab, RR 16-20 x/menit, TD 110-130/80-90 mm Hg, HCT 40-45%
2) Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh > 37,5 0 C, tidak terjadi perubahan warna
kulit ( memerah ), nadi tidak teraba lemah
3) TTV dalam batas normal (Suhu : 36,5 – 37,5 o C, nadi: 60-100 x/mnt; RR: 16-
20 x/mnt; TD: 120/80 mmHg), nilai Hct dan Hb dalam batas normal (HCT =
40 – 45%; Hb =13-14 gr %), klien tidak mengalami episode perdarahan
berulang
4) Klien tidak mengeluh nyeri, klien tidak merintih kesakitan, klien tidak gelisah,
wajah klien tampak relaks, klien\ tidak tampak berkeringat dingin, RR dalam
batas normal (16-20 kali/menit), nadi dalam batas normal (60-100 kali/menit),
Tekanan darah dalam batas normal (110-120/80-90 mmHg), klien dapat
mengenali onset nyeri, Klien dapat mendeskripsikan faktor-faktor penyebab
nyeri, klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik
manajemen nyeri non farmakologis, Klien menggunakan analgesik sesuai
rekomendasi, klien melaporkan nyeri terkontrol
5) Intake makanan adekuat, HCT normal 40-45% tonus otot normal, klien tidak
mengalami mual, klien mengatakan tidak muntah, tidak terdapat eskresi saliva
yang berlebih
6) Membran mukosa yang lembab, turgor kulit yang elastic, tekanan darah yang
normal(110-130/80-90 mmHg), output urine dengan volume yang adekuat 0,5
– 1 cc/kg BB/jam, rasa haus yang normal dan tidak berlebihan, denyut nadi
dan RR yang normal (Nadi: 60-100 x/mnt, RR 16-20 x/mnt)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “KAP” DENGAN
DHF (DENGUE HEMORRAGIC FEVER) DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD KABUPATEN BULELENG
A. PENGKAJIAN
No. RM : 483964
Tgl Masuk : 9 April 2022
Tgl Pengkajian : 9 April 2022
Dx.Medis : DHF
IDENTITAS
Nama : KAP Penanggung : Gde S
1. Riwayat Kesehatan
1) Alasan utama datang ke Rumah Sakit
Pasien datang mengeluh badannya panas sejak 5 hari yang lalu
2) Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengeluh badannya panas dan lemas
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Penderita datang ke RSUD pada tanggal 9 April 2022 Pk. 11.35 wita dengan
keluhan demam sejak 5 hari yang lalu, mual (+), muntah (-), nyeri kepala (+). Saat
keluhan tersebut dirasakan, pasien langsung dibawa ke UGD RSUD Kab. Buleleng
oleh orang tuanya . Selama di rumah, 5 hari terakhir pasien hanya mau makan sedikit
karena merasa mual, muntah (-). Pasien tampak lemas, menggigil, akral hangat dan
berkeringat. Turgor dan membran mukosa kering Setelah diperiksa oleh dokter jaga,
pasien disarankan untuk opname dengan terapi:
- D51/2 NS 23 tpm
- Paracetamol tab 3 x ¾ tablet
- Ondansentron 3 x ½ Amp
Diagnosa medis yang ditegakkan saat itu adalah DHF
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien hanya pernah sakit batuk pilek dan cukup berobat ke dokter praktek.Pasien
tidak memiliki alergi makanan ataupun obat.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ditemukan ada yang mengalami penyakit kencing manis,
darah tinggi ataupun penyakit menurun lainnya.
No ADL 0 1 2 3 4 Keterangan
1 Makan/Minum √ 0 : Mandiri
2 Toileting √ 1 : Dengan Alat Bantu
3 Berpakaian √ 2 : Dibantu Orang Lain
4 Mobilisasi dari tempat √ 3 : Dibantu Orang lain
tidur dengan alat
5 Berpindah √ 4 : Tergantung Total
6 Ambulansi √
5) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar mastoid
6) Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir kering , gigi bersih dan tidak ada sariawan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
7) Leher
Inspeksi : Tidak ada distensi vena jungularis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi vena jungularis,
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8) Thorax
Inspeksi : Gerakan dada simetris, jejas (-), tidak ada retraksi dinding
dada
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, ictus cordis teraba
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler di kedua lapang paru, tidak ada suara
napas tambahan (ronchi maupn wheezing). Suara jantung S1,S2 tunggal regular, tidak
ada murmur.
9) Abdomen
Inspeksi : jejas (-), tidak ada lesi
Auskultasi : Peristaltik usus baik.
Perkusi : Suara tympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
10) Genitourinaria
Tidak ada masalah
11) Integumen
Inspeksi : Tidak ada lesi, ada bintik merah di kulit tangan
Palpasi : akral hangat, turgor kulit kering
12) Muskuloskeletal
Tidak ada kelainan bentuk, pergerakan baik. Tidak ada hambatan mobilitas
fisik.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil DL tanggal 9 April 2022
5. ANALISA DATA
Mengeluarkan asam
arakhidonat
Merangsang
thermostat di
hipotalamus
Peningkatan Suhu
tubuh
Hipertermia
Aktivitas system
komplemen
Gangguan dinding
endotel kapiler
Penurunan Factor
koagulasi
(trombositopenia)
Risiko Perdarahan
C. PERENCANAAN/INTERVENSI
D. PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI
S :
O:
09.30 I,II - Menganjurkan untuk
- Klien kooperatif
minum air sesuai
saat diberikan
toleransi klien
intervensi
- Melaksanakan
keperawatan.
tindakan delegative
dalam pemberian
cairan infuse 23
tetes/menit
S:-
O : Klien kooperatif saat
13.30 - Memberikan obat
diberikan obat oral
oral paracetamol ½
tab per oral
S; Pasien mengatakan
badannya masih agak
12/4 08.00
- Mengobservasi
2022 tanda-tanda vital hangat
- Mengatur tetesan O:
infuse - TD :100/60 mmHg
- Memeriksa hasil - Nadi : 88x/menit
Laboratorium - Suhu: 36,50 C
(HCT,HB dan PLT) - RR : 20x/menit
- Akral hangat
- Tidak ada tanda
perdarahan
(epitaksis,melena dan
hematemesis)
- Nilai Lab:
HB :12,8 gr/dl
HCT : 40,1
PLT : 103x 103 mm3
Teraphy Pulang :
Apialys 2 x 1 cth
12.00 Persiapan pasien pulang
Imonos syrup 1 x 1 cth
advis dokter pasien BPL
E. EVALUASI
Evaluasi TTD
Tgl Nama
DX Risiko Perdarahan S :-
II O :
- Tidak ada tanda-tanda
perdarahan (hematemesis,
melena)
- Konjungtiva tidak pucat
- PLT : 103 x 103 /mm3
- Hb :12.8 gr/dl
A : Masalah Risiko perdarahan
teratasi, tanda tanda perdarahan tidak
ada.
P : Lanjutkan intervensi Bleeding
reduction
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses keperawatan yang telah dilakukan pada klien KAP dengan DHF telah
dijelaskan pada Bab I, II, dan III sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. DHF adalah penyakit akut dengan onset mendadak yang biasanya dengan
gejala seperti sakit kepala, demam, kelelahan, otot parah dan nyeri sendi,
pembengkakan kelenjar (limfadenopati), dan ruam.
2. Pada kasus klien KAP yang menderita DHF didapatkan dua diagnosa
prioritas antara lain hipertermia, dan risiko perdarahan. Kedua diagnosa
ini akan sering ditemukan pada kasus-kasus DHF.
3. Perencanaan yang dibuat sudah disesuaikan dengan perumusan diagnosa
keperawatan yang sudah di prioritaskan sesuai dengan kebutuhan Maslow.
Perencanaan pada pasien-pasien DHF lebih berfokus pada managemen
terapi cairan dan mengurangi risiko terjadinya perdarahan.
4. Pelaksanaan tindakan keperawatan telah dilaksanakan sesuai dengan
perumusan intervensi keperawatan
B. Saran
Adapun beberapa saran yang penulis tujukan kepada teman sejawat , instansi
rumah sakit, dan tentu saja kepada keluarga pasien ataupun pasien itu sendiri.
Saran tersebut diantaranya :
1. Klien hendaknya dapat melaksanakan segala bentuk anjuran agar tidak
kembali terkena penyakit DHF. Klien dan keluarga hendaknya
memperhatikan lingkungan sekitar dan melakukan 3 M Plus agar bisa
mencegah transmisi virus dengue.
2. Saran kepada teman sejawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan
secara lebih baik lagi untuk hasil yang lebih optimal. Kerjasama antar tim
perawat dan tim kesehatan lainnya, agar pelayanan terhadap klien dapat
dipertahankan atau bahkan ditingkatkan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
3. Kepada RSUD Kabupaten Buleleng diharapkan lebih memperhatikan
kasus DHF dan melaporkan kejadian DHF pada dinas terkait agar bisa
dilakukan pencegahan agar tidak terjadi kasus yang lebih banyak lagi.
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Donna D. Ignatavicius, dkk. (1999). Medical Surgical Nursing : Across the Health
Care Continum. (Edisi III). Philadelphia: Wb Sounders Company
Black and matasarin Jacobs. (1997). Medical Surgical Nursing : Clinical management
for continuity of care. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders Company.
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan holistic.(Edisi VI). Jakarta:
EGC
Mansjoer dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media
Aesculapius. Jakarta.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Volume II. EGC.Jakarta