Anda di halaman 1dari 34

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DEMAM TYPHOID DENGAN PENINGKATAN SUHU TUBUH


DI RUANG ANGGREK BRSU TABANAN TAHUN 2018

Nama : ANGGUN MEISYOVIANTI

Nim : 2017.18.1367

Nama Dosen Pembimbing : Ns.Apni Riama S.Kep,M.kes

AKADEMI KEPERAWATAN GARUDA PUTIH JAMBI

T.A 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam typhoid (tifus abdominalis,enteric fever) ialah penyakit infeksi

akut yang mengenai saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

thyphosa.Demam thypoid akan sangat berbahaya jika tidak segara di tangani

secara baik dan benar,bahkan menyebabkan kematian. Prognosis menjadi tidak

baik apabila terdapat gambaran klinik yang berat, seperti demam tinggi

(hiperpireksia), febris kontinua, kesadaran sangat menurun (sopor, koma, atau

delirium), terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis,

perforasi (Elisabeth Purba et al. 2016).

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di

berbagai negara sedang berkembang.Menurut dataWorld Health Organization

(WHO) tahun 2013 memperkirakan angka kejadian di seluruh dunia terdapat

sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena penyakit ini dan

70% kematiannya terjadi di Asia. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000

per tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000 per tahun di Asia. Salah satu

negara di Asia Tenggara dengan kasus demam thypoid yang tinggi adalah

Kamboja, di Kamboja demam thypoid banyak ditemukan pada anak. Prevalensi

kasus demam thypoid dari 11,36 per 1.000 penduduk, terjadi pada anak usia

kurang dari 15 tahun (Ilmiah, 2016).

Di Indonesia, penyakit demam thypoid bersifat endemic (penyakit yang

selalu ada dimasyarakat sepanjang waktu walaupun dengan angka kejadian yang
kecil). Prevalensi nasional untuk demam thypoid (berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan) adalah 1,60%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi demam

thypoid diatas prevalensi nasional yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (2,96%),

Bengkulu (1,60%), Jawa Barat (2,14%), Jawa Tengah (1,61%), Banten (2,24%),

NTB (1,93%), NTT (2,33%), Kalimantan Selatan (1,95%), Kalimantan Timur

(1,80%), Sulawesi Selatan (1,80%), Sulawesi Tengah (1,65%), Gorontalo

(2,25%), Papua Barat (2,39%), dan Papua (2,11%). Prevalensi demam thypoid

banyak ditemukan pada kelompok umur sekolah (5-24 tahun) yaitu 1,9%, dan

tertendah pada bayi yaitu 0,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

2013).

Berdasarkan data yang didapat di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, terdapat

anak yang menderita penyakit demam typhoid dari tahun 2013-2015 di Provinsi

Bali khususnya Kabupaten Tabanan yang termasuk 3 Kabupaten terbanyak anak

yang menderita penyakit demam typhoid sebanyak 1892 kasus. Data yang didapat

di Rumah Sakit Umum Tabanan untuk demam thypoidpada anak-anak yang

melakukan rawat inap pada tahun 2014 sejumlah 196 anak, tahun 2015 sejumlah

85 anak, tahun 2016 sejumlah 61 anak, dan tahun 2017 sejumlah 61 anak, jadi

jumlah dari tahun 2014-2017 mencapai 403 anak.Demam adalah peningkatan

abnormal suhu badan rectal minimal 380C, biasanya 38,90C sampai 40,60 C yang

diukur melalui aksila. kurangnya pengetahuan masyarakat tentang demam

menyebabkan angka kenaikan demam menjadi meningkat.

Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada hipotalamus,

penyebab umum demam pada bayi antara lain infeksi pernapasan atas dan bawah,

faringitis, otitis media, dan infeksi virus umum dan enterik. Reaksi vaksinasi dan
pakaian yang terlalu tebak juga sering menjadi penyebab deman pada bayi

(Muscari 2005).Demam thypoid pada anak biasanya memiliki salah satu tanda

seperti demam, diare (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala. Hal ini

terutama bila demam sudah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain

sudah di sisihkan (Sodikin, 2011).

Gejala yang paling menonjol pada demam thypoid adalah demam lebih

dari 7 hari. Demam ini bisa diikuti oleh gejala tidak khas lainnya seperti diare,

anoreksia, atau batuk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari di

Mojokerto ditemukan penderita demam typhoid yang melakukan pemeriksaan test

Widal mengalami masalah hipertermi sebesar 100% (Sari 2016). Keadaan yang

parah bisa disertai gangguan kesadaran. Komplikasi yang bisa terjadi adalah

perforasi usus, perdarahan usu, dan koma. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

adanya salmonella dalam darah melalui kultur. Karena isolasi salmonella relative

sulit dan lama, maka pemeriksaan serologi Widal untuk mendeteksi antigen O dan

H sering digunakan sebagai alternal. Titer> 1/40 dianggap positif demam thypoid

(Widoyono 2005).

Berdasarkan penelitian peningkatan suhu tubuh pada anak lebih efektif

dilakukan tindakan tapidsponge yang dapat menurunkan suhu sebesar 0,7oC,

dibandingkan dengan menggunakan kompres hangat yang dapat menurunkan suhu

0,5oC, namun dalam melakukan tindakan tapidsponge anak seringmerasa tidak

nyaman.(Wardiyah, Setiawati, dan Romayati 2016).

Angka kesakitan yang tinggi pada kasus demam thypoid dengan

hipertermi menunjukkan bahwa terdapat keluhan yang sama yaitu panas tinggi

dengan rentang suhu (38-41°C). Hipertermi dapat membahayakan keadaan pasien


jika tidak segera ditangani, sehingga dalam hal ini penulis tertarik untuk

melakukan Asuhan Keperawatan dengan Demam Thypoid khususnya pada anak

dan mengambil judul“Gambaran Asuhan Keperawatan PadaAnak Demam

Typhoid Dengan Hipertermi Di Ruang Anggrek BRSU Tabanan Tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Demam

Typhoid dengan Hipertermi di Ruang Anggrek BRSU Tabanan Tahun 2018 ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. 3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Anak Demam Thypoid

dengan Hipertermi.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengobservasi data mayor dan data minor pada anak Demam Typhoid dengan

Hipertermi.

b. Mengobservasi diagnosa keperawatan pada anak Demam Typhoid dengan

Hipertermi.

c. Mengobservasi intervensi keperawatan pada anak Demam Typhoid dengan

Hipertermi.

d. Mengobservasi implementasi keperawatan pada anak DemamTyphoid dengan

Hipertermi.
e. Mengobservasi evaluasi keperawatan pada anak Demam Typhoid dengan

Hipertermi.

1. 4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan khususnya

keperawatan anak serta digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya

dengan metode yang berbeda.

1.4.2 Manfaat praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Dapat digunakan untuk mengembangkan mutu dan kualitas pelayanan

rumah sakit dalam

memberikan asuhan keperawatan.

b. Bagi Orang Tua

Dapat meningkatkan pengetahuan dan peran serta orang tua untuk

merawat anak dengan demam typhoid khususnya dalam pengawasan makanan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Demam Typhoid

2.1.1 Pengertian

Demam thypoid (tifusabdominalis, enteric fever) ialah penyakit

infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan

dan gangguan kesadaran (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami 2013).

Jadi, hipertermi pada typhoid merupakan suatu masalah keperawatan yang

ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal yang

biasanya disebabkan oleh infeksi akut pada saluran penceran.

2.2.2 Hipertermi

Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau

berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh lebih dari 37,8 oC (100 oF) per

oral atau 38,8 oC (101oF) per rektal yang sifatnya menetap karena faktor

eksternal (Ilmiah 2016). Pengertian lain juga menyebutkan bahwa

hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal

(NANDA, 2014). Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran

normal (Ilmiah 2016).

2.2 .3 Penyebab

a. Penyebab dari Hipertermi antara (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
1. Penyakit/trauma

2. Peningkatan metabolisme

3. Aktivitas yang berlebihan

4. Pengaruh medikasi

5. Terpapar lingkungan panas

6. Dehidrasi dan pakaian yang tidak tepat

7. Faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.

b. Penyebab terjadinya typhoid menurut (Sodikin 2011) yaitu salmonella

thyposha, kuman ini memiliki ciri sebagai berikut :

1. Hasil gram negative yang bergerak dengan bulu getar dan tidak

bersepora.

2. Yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida, antigen H (flagella),

dan antigen Vi. Berdasarkan hasil laboratorium pasein, biasanya terdapat

zat inti (agglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

2.2.4 Manifestasi Klinis

a. Beberapa tanda dan gejala pada typhoid menurut (kapita selekta,

kedokteran 2015) yaitu :

1) Perasaan tidak enak badan

2) Nyeri kepala

3) Pusing

4) Diare

5) Anoreksia
6) Batuk

7) Nyeri otot

8) Muncul gejala klinis lain Demam berlangsung 3 minggu.

Minggu pertama : demam ritmen, biasanya menurun di pagi hari, dan

meningkat pada sore dan malam hari.

Minggu kedua : demam terus.

Pada minggu ketiga : demam mulai turun secara berangsur-angsur,

gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput

kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor,hati

dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran,

kesadaran yaitu apatis-samnolen. Gejala lain “RESEOLA” (bintik-bintik

kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit).

b. Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut (NANDA 2015) :

1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal

2) Konvulsi (kejang)

3) Kulit kemerahan

4) Pertambahan RR

5) Takikardi

6) Saat disentuh tangan terasa hangat

a) Fase – fase terjadinya hipertermi :

(1) Fase I : awal

(a) Peningkatan denyut jantung.

(b) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan.

(c) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat.


(d) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi.

(e) Merasakan sensasi dingin.

(f) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi.

(g) Rambut kulit berdiri.

(h) Pengeluaran keringat berlebih.

(i)Peningkatan suhu tubuh.

(2) Fase II : proses demam

(a) Proses menggigil lenyap.

(b) Kulit terasa hangat / panas.

(c) Merasa tidak panas / dingin.

(d) Peningkatan nadi & laju pernapasan.

(e) Peningkatan rasa haus.

(f) Dehidrasi ringan sampai berat.

(g) Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf.

(h) Lesi mulut herpetic.

(i) Kehilangan nafsu makan.

(j) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat

katabolisme protein

(3) Fase III : pemulihan

( metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan

keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga

peningkatan kadar sisa metabolisme. Selain itu, pada keadaan

tertentu demam dapat mengaktifkan kejang.


2.2.5 Penatalaksaan

Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi

fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.

Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang

terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan

demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu: non-farmakologi dan

farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam secara langsung

oleh dokter apabila penderita dengan umur < 3 bulan dengan suhu rektal

38°C, penderita dengan umur 3-12 bulan dengan suhu >39°C, penderita

dengan suhu >40,5°C, dan demam dengan suhu yang tidak turun dalam

48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010).

Beberapa penatalaksanaan terapi non-farmakologi dan terapi

farmakologi dari demam yaitu :

a. Terapi non-farmakologi (Ilmiah 2016).

1) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah

dehidrasi dan beristirahat yang cukup.

2) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan

pada saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang

terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis

selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.

3) Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian

kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan


berikan kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan

menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti.

b. Terapi farmakologi

Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam

(antipiretik) adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen.

Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan

ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto,2010). Pada

anak-anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai

antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh

fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak

(Kaushik, Pineda, & Kest,2010). Selain pemberian antipiretik juga

perlu diperhatikan mengenai pemberian obat untuk mengatasi

penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan untuk

mengatasi infeksi bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai

dengan tes sensitivitas kultur bakteri apabila memungkinkan

(Graneto, 2010).

2.2.6 Komplikasi

Menurut (Sodikin 2011) komplikasi biasanya ternyadi pada

usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi

ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal.

Gangguan pada usus halus dapat berupa :

2.6.1 Peradangan usus


Apabila peradang terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan

tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses

dengan benzidin, jika perdarahan banyak maka dapat terjadi

melena yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda – tanda

renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau

setelahnya dan terjadi pada bagin usus distal ileum.

2.6.2 Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak

hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma

pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

2.6.3 Peritonitis

Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga

terjadi tanpa perfosi usus.Ditemukan gejala abdomen akut seperti

nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defebce

muscular) dan nyeri tekan.


2.2 Asuhan Keperawatan Demam Typhoid Pada Anak Dengan Hipertermi

Menurut (Tarwoto dan Wartonah 2015), asuhan keperawatan demam

typhoid pada anak dengan hipertermi yaitu:

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses perawatan.

Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya.

Tujuan dari pengkajian adalah didapatkannya data yang komprehensif

yang mencakup data biopsiko dan spiritual (Tarwoto dan Wartonah

2015).Adapun data yang dikaji pada anak demam typhoid dengan

Hipertermi :

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit,

nomor register dan diagnosa medik.

b. Keluhan Utama

Demam thypoid dengan hipertermi berupa akral dan kulit terasa hangat,

mukosa bibir kering, suhu tubuh dalam rentang tinggi, tampak lemas, lidah

tampak kotor.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C,

muka kemerahan.

2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

3) Sistem integumen

Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut

agak kusam.

4) Sistem gastrointestinal

Akral dan kulit terasa hangat, mukosa bibir kering, suhu tubuh

dalam rentang tinggi, tampak lemas, lidah tampak kotor.

5) Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang jelas mengenai

status kesehatan atau masalah aktual atau risiko dalam rangka

mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk

mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien

yang ada pada tanggung jawabanya

(Tarwoto dan Wartonah 2015).

Menurut (PPNI 2016), diagnosa keperawatan mengenai demam typhoid

pada anak dengan hipertermi diantaranya adalah :

Diagnosa : Hipertermi.

a. Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.

b. Gejala dan Tanda

1) Akral dan kulit terasa hangat.

2) Mukosa bibir kering.


3) Suhu tubuh dalam rentang tinggi.

4) Tampak lemas.

5) Lidah tampak kotor

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah setiap tindakan, berdasarkan penilaian klinis dan

pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada pasien

atau klien. Hasil fase perencanaan adalah rencana asuhan klien (Barbara

2010).

Berikut ini adalah intervensi untuk pasien dengan hipertermi :

a. Masalah keperawatan : hipertermi.

b. Tujuan Keperawatan yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3x24 jam dengan Nursing Outcome Classification(NOC) :

Thermoregulation.

Adapun kriteria hasil yang diharapkan sebagai berikut :

1) Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5oC – 37oC.

2) Nadi dan RR dalam rentang normal.

3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada perubahan

pusing.

c. Intervention Classification ( NIC ) adalah sebagai berikut :

1) Observasi suhu minimal setiap 2 jam.

2) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.

3) Lakukan tepid sponge.


4) Berikan edukasi tentang indikasi terjadinya keletihan dan

penanganan emergency yang diperlukan.

5) Berikan edukasi tentang pentingnya pengaturan suhu dan

kemungkinan efek negatif dari kedinginan.

6) Kolaborasi pemberian obat antipiretik.

5. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan tindakan

yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan

keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan

kolaborasi (Tarwoto dan Wartonah 2015).

2.2.4 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan

untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan.

Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan

pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan (Tarwoto

dan Wartonah 2015) Evaluasi keperawatan terhadap pasien hipertermi

yang diharapkan ialah :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5oC – 37oC.

b. Nadi dan RR dalam rentang normal.

c. Tidak ada perubahan warna kulit.

d. Pasien tidak tampak l Emah dan tidak merasa pusing


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis pen elitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif,

rancangan studi kasus, yaitu salah satu jenis rancangan penelitian yang mencakup

satu unit penelitian secara insentif. Studi kasus dibatasi oleh tempat dan waktu,

serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas, atau individu. Penelitian ini

menggunakan rancangan studi kasus yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan

asuhan keperawatan pada anak demam typhoid dengan hipertermi di Ruang

Anggrek BRSU Tabanan tahun 2018.

3.2 Subyek Studi Kasus

Subjek studi kasus ini adalah anak deman typhoid dengan hipertermi

sebanyak 2 pasien di Ruang Anggrek BRSU Tabanan yang akan diobservasi

secara tidak langsung melalui rekam medis pasien. Dalam penentuan subjek studi

kasus, penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria

inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subjek penelitian

agar diikutsertakan dalam penelitian. Sedangkan, kriteria ekslusi adalah suatu

keadaan yang menyebabkan subjek penelitian memenuhi kriteria insklusi namun

tidak dapat diikutitsertakan dalam penelitian. Kriteria inklusi pada penelitian ini

adalah :
1. Rekam medis pasien anak typhoid dengan hipertermi yang telat telah

diberikan ijin untuk dijadikan responden.

2. Rekam medis pasien anak typhoid dengan rentang usia 0-19 tahun.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

Rekam medis anak typhoid dengan komplikasi.

3.3 Fokus Studi

Fokus studi kasus adalah kajian utama yang akan dijadikan titik acuan

studi kasus. Fokus studi kasus pada penelitian ini yaitu penerapan asuhan

keperawatan pada pasien anak demam typhoid dengan gangguan hipertermi.

3.4 Tempat Dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Ruang Anggrek Badan Rumah Sakit Umum

Daerah Tabanan pada bulan Maret - April 2018. Waktu yang dibutuhkan dalam

melakukan penelitian adalah sejak pasien diberikan asuhan keperawatan selama

3x 24 jam.

3.5 Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data sesuai batasan karakteristik berupa

adanya keluhan hipertermi pada anak demam typhoid yang dijadikan subjek

penelitian, adanya tanda hipertermi berupa akral dan kulit terasa hangat, mukosa

bibir kering, suhu tubuh dalam rentang tinggi, tampak lemas, lidah tampak
kotor,leukosit menurun, widal didapatkan hasil Salmonella thypi O didapatkan

hasil positif, S. Parathypi AO positif, S. Parathypi BO positif, S. Thypi H positif.

Metode pengumpulan data dalam karya tulis ini adalah observasi partisipatin

dimana penulis mendampingi subjek penelitian, mengamati, serta

mendokumentasikan setiap tahapan proses keperawatan selama jalannya

penelitian.

3.6 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan

data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan

selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan

dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi

wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah.Teknik

analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi

yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan

dengan teori yang sudah ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi

dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :

a. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil OD (Observasi dan Dokumentasi).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam

bentuk transkip (catatan terstruktur).

b. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan

menjadi data subyektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil

pemeriksaan diagnostic kemudian dibandingkan nilai normal.

c. Penyajian Data

Penyajian data disesuaikan dengan desain studi kasus deskriptif

yang dipilih untuk studi kasus, data disajikan secara tekstular atau narasi

dan dapat disertai dengan cuplikan ungkapan verbal dari subyek studi

kasus yang merupakan data pengukurannya. Penyajian data juga dapat

dilakukan dengan tabel, gambar, grafik, flip chart, dan lain sebagainya.

Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari

klien

d. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dengan metode induksi. Data yang

dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan.

tindakan dan evaluasi.

3.7 Etika Studi Kasus


Pada bagian ini dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi

kasus, yang terdiri dari :

a. Inform Consent (persetujuan menjadi klien)

Merupakan bentuk peretujuan antara peneliti dengan responden peneliti

dengan memberikan lembar pesetujuan. Inform consent tersebut diberikan

sebelum pelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan dengan

menjadi responden. Tujuan inform consent adalah agar subyek mengerti maksud

dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia maka

mereka harus menandatangani hak responden.

b. Anonymity (tanpa nama)

Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam subyek penelitian

dengan cara tidak memberikan atau mencatumkan nama responden pada lembar

pengumupulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentially ( kerahasiaan)

Merupakan kerahasiaan hasil penlitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya.Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian.

3.8 Definisi Operasional Variabel


Pada bagian ini berisi tentang penjelasanyang dibuat oleh peneliti tentang

fokus studi yang dirumuskan secara operasional yang digunakan pada studi kasus

dan bukan merupakan definisi konseptual berdasarkan literatur. Definisi

operasional adalah sebagai berikut :

Table Definisi Operasional Variabel Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak

Demam Typhoid Dengan Hipertermi di Ruang Anggrek BRSU Tabanan Tahun

2018

Tabel 3.8

Definisi Operasional

Definisi Alat Untuk Penurunan Hasil Ukur


Variabel Suhu Tubuh
Operasional
Manajemen  Alat ukur suhu tubuh =

Manajemen airway adalah termometer

airway metode

dengan penangan  Cara penurunan suhu

kompres air pasien dengan tubuh = dengan cara


Suhu tubuh
hangat pada teknik komres lakukan kompres
normal
anak yang air hangat hangat pada dahi dan

menderita untuk axila

demam mengatasi

thypoid penngkatan

suhu tubuh
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Berdasarkan data yang didapat di Dinas Kesehatan Provinsi Bali, terdapat

anak yang menderita penyakit demam typhoid dari tahun 2013-2015 di Provinsi

Bali khususnya Kabupaten Tabanan yang termasuk 3 Kabupaten terbanyak anak

yang menderita penyakit demam typhoid sebanyak 1892 kasus. Data yang didapat

di Rumah Sakit Umum Tabanan untuk demam thypoidpada anak-anak yang

melakukan rawat inap pada tahun 2014 sejumlah 196 anak, tahun 2015 sejumlah

85 anak, tahun 2016 sejumlah 61 anak, dan tahun 2017 sejumlah 61 anak, jadi

jumlah dari tahun 2014-2017 mencapai 403 anak.Demam adalah peningkatan

abnormal suhu badan rectal minimal 380C, biasanya 38,90C sampai 40,60 C yang

diukur melalui aksila. kurangnya pengetahuan masyarakat tentang demam

menyebabkan angka kenaikan demam menjadi meningkat.

4.2 Hasil Studi Kasus

1. Hari pertama

Tabel 4.1
Observasi Klien Sebelum (Pre) Pemberian
Kompres Hangat
No Keluhan Ya Tidak Skor

1 Klien merasakan suhu √ 1


tubuh meningkat

2 Pertambahan RR √ 1

3 Tampak kemerahan √ 1

4 Tampak bengkak √ 1

5 Kelemahan √ 1

Jumlah 5

Berdasarkan observasi hari pertama setelah pemberian kompres hangat pada klien

demam thypoid,suhu yang dirasakan sudah berkurang, tetapi tampak kemerahan,

bengkak dan kelemahan pada kaki sebelah kanan klien masih ada dan dirasakan

oleh klien.

2. Hari kedua

Tabel 4.3
Observasi Klien Sebelum (Pre) Pemberian
Kompres Hangat
No Keluhan Ya Tidak Skor

1 Klien merasakan √ 1

kenaikan suhu tubuh

2 Klien mengalami √ 1

pertambahan RR
3 Tampak kemerahan √ 0

4 Tampak bengkak √ 1

5 Kelemahan √ 1

Jumlah 4

Berdasarkan observasi hari kedua sebelum dilakukan kompres


hangat, klien merasakan masih tanpak kemerahan dan kelelahan untuk
beraktivitas dari hasil observasi sebelum dilakukan kompres hangat telah
menurun.

Tabel 4.4
Observasi Klien Sebelum (Post) Pemberian
Kompres Hangat

No Keluhan Ya Tidak Skor

1 Klien merasakan √ 0

kenaikan suhu tubuh

2 Klien mengalami √ 0

pertambahan RR

3 Tampak kemerahan √ 0

4 Tampak bengkak √ 1

5 Kelemahan √ 1

Jumlah 2
Berdasarkan observasi hari kedua setelah dilakukan kompres

hangat pada klien, suhu menggalami penurunan,kliien tidak merasakan

peningkatan suhu lagi kelemahan nya masih tetapi sudah agak sedikit

berkurang.

3. Hari ketiga

Tabel 4.3
Observasi Klien Sebelum (Post) Pemberian
Kompres Hangat Herbal Jahe
No Keluhan Ya Tidak Skor

1 Klien merasakan √ 0

kenaikan suhu tubuh

2 Klien mengalami √ 0

pertambahan RR

3 Tampak kemerahan √ 0

4 Tampak bengkak √ 0

5 Kelemahan √ 0

Jumlah 0

Berdasarkan observasi hari ketiga setelah dilakukan kompres

hangat pada klien dengan demam thypoid yang mengalami peningkatan suhu

sudah berkurang dan kaku yang dirasakan juga udah berkurang, kelemahan

yang dirasakan klien sudah berkurang, klien tidak mengalami klemahan


dalam melakukan aktivitas, Tidak tampak kemerahan ataupun bengkak

setelah dilakukan kompres hangat, dari hasil observasi setelah dilakukan

kompres hangat meunjukan nilai 0 atau tidak ada lagi keluhan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan asuhan keperawatan ini didasarkan pada

kaidah asuhan keperawatan yang terdiri atas langkah-langkah yaitu pengkajian,

diagnosa, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi pada

Pasien demam typhoid dengan hipertermia maka diperoleh simpulan

sebagaiberikut :

1. Pengkajian

Padadokumen 1 dan 2 kedua pasien mengalami panas naik turun

selama beberapa hari, batu dan pilek, sebagian data tidak muncul pada

kasus tersebut dikarenakan perawathanya mendokumentasikan pengkajian

keperawatan menggunakan format yang sudahada di ruangan berupa check

list dan perawat memberitanda “√” padakolom yang tersedia, perawat

tidak mengkaji secara mendalam kepada kedua pasien tersebut atau

perawat sebagian tidak mendokumentasikan hasil tanda dan gejala pada

pasien serta acuan yang digunakan pada perawat berbeda dengan acuan

yang digunakan oleh peneliti.

2. Diagnosa Berdasarkan hasil pengamatan

Pada kasus An. AP dan An. RD tidak terjadi kesenjangan antara teori

dengan data yang ditemukan pada kasus, dimana diagnosa yang diangkat yaitu
Hipertermi berhubungan dengan penyakit/trauma, infeksi bakteri salmonella

typhosa. Namun ada beberapa data yang ada pada teori tetapi tidak muncul pada

kasus dikarenakan perawatannya mendokumentasikan pengkajian keperawatan

menggunakan format yang sudah ada di ruangan atau perawat sebagian tidak

mendokumentasikan hasil tanda dan gejala pada pasien serta acuan yang

digunakan pada perawat berbeda dengan acuan yang digunakan oleh peneliti.

3. Intervensi

Rencana keperawatan yang disusun berdasarkan pada teori yang

ada, tujuan dan kriteria hasil serta rencana keperawatan yang berada pada

rekam medik pasiens ama-sama menggunakan NOC dan NIC hanya saja

rencana yang didokumentasikan oleh perawat di rekam medik pasien

dipilih beberapa saja dari sekian intervensi yang berada di teori. Ada

beberapa rencana keperawatan yang ada pada rekam medik pasien tidak

ada pada teori rekam medik pasien. Hal ini dikarenakan rencana

keperawatan pada rekam medik pasien lebih dijabarkan, namun

sebenarnya inti dari rencana keperawatan pada rekam medik pasien

memiliki makna yang sama dengan rencana keperawatan pada teori.

4. Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien satu dan pasien

Dua telah dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun

berdasarkan situasi dan kondisi keluarga dengan mempertimbangkan

kesibukan keluarga dalam mengikuti program serta tersedianya sarana dan


prasarana sebagai pendukungnya, tetapi pada tata cara penulisan

pelaksanaan/implementasi keperawatan di Ruang Anggrek yaitu dengan

menggunakan metode SOAP ( Subjecktive Objective Assessment

Planning ) dikarenakan mungkin dilakukan oleh perawat untuk

mengefektifan penulisan pada rekam medik pasien sehingga implementasi

dilakukan bersamaan dengan evaluasi keperawatan secara formatif pada

setiap tindakan yang diberikan.

5. 2 Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil pengamatan

dapat disimpulkan masalah hipertermi teratasi, dimana hasil evaluasi pada

An.AP yaitu S : orang tua pasien mengatakan tubuh anaknya sudah tidak

panas O : keadaan umum pasien baik, tubuh pasien tidak teraba hangat, suhu

36,50 C, nadi 80x/menit A : tujuan tercapai, masalah teratasi P : pertahankan

kondisipasien, sedangkan padaAn.RDyaitu S : orang tua pasien mengatakan

tubuh anaknya sudah tidak panas O : keadaan umum pasien baik, tubuh

pasien tidak teraba hangat, suhu 36,0 C, nadi 78x/menit A :tujuan tercapai,

masalah teratasi P : pertahankan kondisi pasien.

5.3 Saran

1. Kepada Ruang Anggrek BRSU Tabanan Pada studi kasus ini diharapkan dapat

digunakan untuk mengembangkan mutu dan kualitas pelayanan rumah sakit

dalam memberikan asuhan keperawatan.


2. Kepada Keluarga dan klien Keluarga Ny.R dan keluarga Tn. KB diharapkan

selalu memperhatikan nasihat maupun saran dari tenaga kesehatan.

3. Kepada Lembaga Pendidikan Keterbatasan buku yang berkaitan dengan

typhoid khususnya yang membahas masalah keperawatan hipertermi membuat

peneliti kesulitan mendapatkan referensi yang tepat. Hal seperti ini, diharapkan

lembaga pendidikan untuk menyediakan sumber atau referensi yang sesuai

dengan ruang lingkupasuhankeperawatan yang berkaitan dengan hipertermi pada

typhoid.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. “Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013.” Laporan Nasional 2013 : 1–384. Barbara, Kozier. 2010.

Buku Ajar Fundamental Keperawatan :Konsep, Proses, & Praktik Edisi

7, Vol 1. 7 ed. ed. Pamilih Eko Karyuni dan Dwi Widiarti. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Elisabeth Purba, Ivan et al. 2016. “Program Pengendalian Demam Tifoid di

Indonesia: Tantangan dan Peluang.” Media Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan 26(2): 99–108.

http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/MPK/article/view/5447. Ilmiah,

Publikasi. 2016. “Penanganan hipertermia pada anak dengan demam tifoid di rsud

Pandanarang boyolali.”

kapitaselekta, kedokteran, jilid 2. 2015. “HipertermiaPada AN. A Dengan...,

FARAH HABIBIAH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015.” : 5–29. Muscari,

Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. 3 ed. jakarta: EGC.

NANDA 2015. 2015. “No Title.” MediAction. Nursalam, Rekawati Susila

ningrum, dan Sri Utami. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak

(untukperawatdanbidan) . 2 ed. ed. AkliaSuslia. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. 1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.


Sari, DewiKhofida. 2016.“ Asuhan Keperawatan Pada Anak Demam Typoid

Usia Sekolah.” Setiadi. 2007. Konsep&Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:

GrahaIlmu. Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan System

Gastrointestinal danHepatobilier. jakarta: EGC.Suriadi, dan Rita Yuliani. 2010.

Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2. 2 ed. Jakarta: Percetakan Penebar

Swadaya. Tarwoto, dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses

Keperawatan. 5 ed. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai