Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KMB II

“HEMATEMESIS MELENA”

Disusun Oleh:
NUR ZALINA
PO.71.20.1.14107

RUANG PENYAKIT DALAM (INTERNE)


RSUD RADEN MATTAHER

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


JURUSAN D-IV KEPERAWATAN TINGKAT 2
T.A 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN DISPEPSIA

A. DEFINISI
Dispepsia adalah suatu keadaan yang ditandai oleh salah satu atau lebih gejala
utama area gastroduedenal berikut: nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa
penuh setelah makan atau sensasi cepat kenyang.
Dispepsia bukan diagnosis, melainkan sindrom yang harus dicari penyebabnya. Dispepsia
dibedakan menjadi dyspepsia penyebab organic dan fungsional. Dispepsia organik dapat
disebabkan kelainan structural, biokimia atau sistemik. Dispepsia fungsional adalah
dyspepsia yang setelah pemeriksaan mendalam tidak ditemukan adanya penyebab
organic. Dispepsia yang belum diinvestigasi lebih lanjut dengan pemeriksaan yang
mendalam haruslah disebu univestigated dyspepsia.
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah
makan, yang berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin kram dan
begah perut. Sering kali diperberat oleh makanan yang berbumbu, berlemak atau
makanan berserat tinggi, dan oleh asupan kafein yang berlebihan, dyspepsia tanpa
kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi pencernaan (Williams & Wilkins,
2011).
Batasan dispepsia
a. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai 
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yang nyata terhadap
organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pancreas,
radang empedu, dan lain – lain.
b. Dyspepsia non-organik atau dyspepsia fungsional, atau dyspepsia non-ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya. Dyspepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau
gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,
endoskopi ( teropong saluran pencernaan).

B. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.. Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yang terjadi pada saluran cerna atas
akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006).
Kadar lambung lansia biasanya mengalami penurunan hingga 85%. Beberapa obat-
obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang
penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.
Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
2. Iritasi lambung (gastritis)
3. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
4. Kanker lambung
5. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
6. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
7. Kelainan gerakan usus
8. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
9. Infeksi Helicobacter pylory
10. Perubahan pola makan
11. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
12. Alkohol dan nikotin rokok
13.  Stres
14. Tumor atau kanker saluran pencernaan
15. Kelainan structural pada saluran cerna;
16. Ulkus peptikum, ulkus duodenum, esofagitis refluks, gastritis kronis, gastritis
OAINS, penggunaan obat-obatan seperti teofilin, digitalis dan antibiotic atau
adenokarsinoma lambung dan esophagus;
17. penyakit hepatobillier;
18. Kolesistitis kronik, pancreatitis kronik, hepatitis hepatoma, steatohepatitis, keganasan
19. Penyakit sistemik
20. Diabetes mellitus, hiperkalsemia, keracunan logam berat, penyakit tiroid, gagal ginjal
21. Non-organik atau fungsional;
22. Lebih dari 50% pasien yang daang dengan keluhan dyspepsia menderita fungsional.

C. MANIFESTASI KLINIS
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi
pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi
asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls
muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

E. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3. Atur pola makan

b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:


Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya
pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap
placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan
antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah
terjadinya muntah).
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu :
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam
lambung. Campuran yang biasanya terdapat dalam antasid antara lain Na bikarbonat, AL
(OH)3, Mg (OH)2 dan Mg trisilikat. Pemakaian obat ini sebaiknya jangan diberikan
terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg trisilikat
dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat
nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial
seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain
simetidin, roksatidin, ranitidin dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Sesuai dengan namanya, golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium
akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE) dan enprestil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (sebagai site protective), yang senyawa
dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik, yaitu sisaprid, dom peridon dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan
refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung
(acid clearance).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. DATA DASAR PENGKAJIAN
Identitas
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
b. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
Pengkajian
1. Alasan utama datang ke rumah sakit
2. Keluhan utama (saat pengkajian)
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat pengobatan dan alergi
Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-
lain.
b. Data sistemik
1. Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu, peraba,
dan lain-lain
2. Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, dan lain-
lain.
3. Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas, dan
lain-lain.
4. Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung, kekuatan,
pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
5. Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi tempat,
orientasi orang, dan lain-lain.
6. Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir, mual dan
tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon dan
rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
7. Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral,
fraktur, dan lain-lain.
8. Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-lain.
9. Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, dan lain-lain.
10. Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika urinaria.
c. Data penunjang
d. Terapi yang diberikan
e. Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
Psikologi
a. Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
b. Cara mengatasi perasaan tersebut
c. Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
d. Jika rencana ini tidak terselesaikan
e. Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
Sosial
a. Aktivitas atau peran klien di masyarakat
b. Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
c. Cara mengatasinya
d. Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
Budaya
a. Budaya yang diikuti oleh klien
b. Aktivitas budaya tersebut
c. Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
d. Cara mengatasi keberatan tersebut

Spiritual
a. Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
b. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
c. Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
d. Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
e. Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
f. Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami

Dampak Dispepsia Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia


Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien
dengan dispepsia.
a. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan mual, muntah
b. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC,
Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III),
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai