Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT

PADA PASIEN DENGAN PNEMONIA DI RUANG MELATI


RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA JEMBER

Oleh

Nama : Windy Amalia Purwanti


NIM : 20010145

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS dr. SOEBANDI

JEMBER

2023
BAB 1.
TINJAUAN TEORI

1.1 Anatomi dan Fisiologi


Paru-paru yang sering disebut pulmones atau lungs merupakan suatu organ
pernafasan vital didalam rongga dada dan terdapat dua buah paru-paru kanan dan kiri.
Paru-paru dilindungi tulang rusuk dan otot-otot intercostalis serta diselimuti oleh
selaput paru-paru yang disebut pleura (Kuntoadi, 2019).
Paru-paru memiliki bentuk kerucut dengan bagian ujung atas disebut apex,
bagian bawah yang disebut base yang melekat di otot diafragma, permukaan sisi
medial dengan batasan organ jantung, sisi lateral berbatasan dengan tulang rusuk dan
sisi inferior berarda diatas otot diagframa (Kuntoadi, 2019).
Ukuran paru-paru keduanya tidak sama, paru-paru sebelah kanan lebih besar
dibandingkan paru-paru kiri karena terdapat jantung. Berat paru-paru memiliki
perbedaan yakni paru-paru kanan memiliki berat sekitar 620 gram dan berat paru-
paru kiri sekitar 560 gram. Paru-paru memiliki lobus yang pertama paru-paru kanan
ada 3 lobus yakni lobus superior, inferior dan medius, sedangkan paru-paru kiri
terdapat 2 lobus yakni lobus superior dan inferior. Paru- paru terdiri dari beberapa
bagian antara lain trakea, bronkus primer, bronkiolus dan alveoli sebagai ujung organ
dari sistem pernafasan (Kuntoadi, 2019).
Alveoli berperan sebagai tempat pertukaran udara yakni oksigen dan
karbondioksida dalam system respirasi. Alvioli berbentuk seperti anggur dengan
bagian tengah diselubungi kantung alveoli. Alveoli terhubung dengan brochiolus
melalui saluran tabung duktus alveolaris. Dalam mekanisme pertukaran gas di alveoli
mengandung udara oksigen ditukarkan ke dalam darah dan karbondioksida dari darah
dikeluarkan ke alveolus (Kuntoadi, 2019).
1.2 Pengertian Pnemonia
Pneumonia merupakan suatu infeksi yang mengenai satu atau dua paru- paru
yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan benda asing yang menyebabkan paru-
paru mengalami peradangan pada bagian jaringan alveoli. Keadaan kantung-kantung
udara (alveoli) berisi cairan dan nanah mengakibatkan berkurangnya penyerapan
oksigen. Pneumonia dapat ditandai dengan gejala klinis seperti batuk, nafas cepat
atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Utama, 2018)

1.3 Epidemiologi Pnemonia


Kejadian pneumonia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun
2010 ditemukan data 120 juta kejadian pneumonia. Orang tua memiliki resiko
menderita pneumonia sebanyak 3,4 juta. Prevalensi pada tahun 2013 menurut
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terdapat kejadian pneumonia di
Indonesia sejumlah 2,7%, jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2007.
Insidensi pneumonia yang ada di jember pada tahun 2012 terdapat 2.343 klien rawat
inap di Rumah Sakit Paru Jember dan menjadi urutan ke 10 besar yang sering dialami
pasien. Pada tahun 2013 jumlah pasien menderita pneumonia meningkat sampai
sebanyak 2.841. sedangkan pada tahun 2014 pasien menderita pneumonia meningkat
sejumlah 3.856. sehingga berdasarkan data pada tahun 2012, 2013 dan 2014
menunjukan peningkatan jumlah pasien pneumonia pada setiap tahunnya (AS,
Hanifa, 2019).

1.4 Etiologi Pnemonia


Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, jamur menurut Wulandari,2016 :
a. Bakteri
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dengan organisme gram positif atau
gram negative antara lain Steptococcus Pneumonia(pneumokokus), Legionella
haemophillus influenza, Klebsiela pneumonia, dan Streptococcus piogenes.
(Khairudin)
b. Virus
Pneumonia yang disebabkan oleh virus hanya menimbulkan gejala yang lebih
ringan dan lebih singka dibandingkan dengan pneumonia disebabkan oleh
bakteri.Pneumonia sering disebabkan oleh virus. Virus yang paling umum yakni
virus influenza, dalam penyebaran virus tersebut melalui tran msi droplet. Virus
Cytomegalovirus (CMV) yang dapat menyebabkan pneumonia yang paling utama
pada penderita yang memiliki system imunitas menurun yang dapat ditularkan
melalui cairan tubuh penderita. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia
antara lain Respiratory Syncial Virus (RSV) yang memiliki gejala yang ringan
pada orang dewasa seperti batuk pilek, demam atau hidung mampet dan virus
sitomegalik. Misnadiarly

c. Jamur
Pneumonia disebabkan oleh jamur terjadi saat individu memiliki system imunitas
yang rendah atau penyakit kronis dengan cara terjangkitnya saat menghirup udara
yang mengandung spora jamur dalam jumlah banyak. Pneumonia yang disebabkan
jamur paling sering disebabkan oleh Histoplasma capsulatum, biasanya jamur
tersebut berada pada kotoran burung dan tanah. Jamur menyebabkan pneumonia
yang lain adalah Cryptococcus neoformas, Pneumocystis jiroveci dan
Coccidioides immitis. Khairudin
d. Mikroplasma
Mikroplasma merupakan agen kecil yang dapat menyebabkan penyakit
pneumonia. Mikroplasma menyerang berbagai usia khususnya anak dan remaja,
serta mikroplasma ini tidak digolongkan sebagai virus ataupun bakteri tetapi
memiliki derajat ringan dan meluas.
e. Protozoa
Protozoa yang menyebabkan pneumonia sering yakni pneumonia pneumosistis
yang disebabkan oleh fungi Pneumocystis jirovecii. Proses penyakitnya sangat
lambat dalam beberapa minggu atau bulan. Pneumonia karena protozoa biasanya
pada bayi yang premature.

1.5 Klasifikasi Pnemonia


Klasifikasi pneumonia menurut AS, Hanifa, 2019:
1. Berdasarkan etiologi bakteri
a. Pneumonia tipikal, infeksi ini terjadi pada semua usia dan memiliki tanda –tanda
pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, merupakan infeksi pada paru-paru disebabkan oleh
organisme selain bakteri, virus dan jamur. Organisme penyebab pneumonia
seperti Legionnale pneumophila, Mycoplasma pneumonia, dan Chlamydia
pneumoni
c. Pneumonia virus, infeksi yang disebabkan oleh virus. Virus dapat berpindah ke
hidung,mulut atau mata secara langsung melalui tangan yang menyentuh
sesuatu yang terkontaminasi dengan virus
d. Pneumonia jamur, infeksi yang disebabkan oleh jamur yang menyebar melalui
udara dan jenis infeksi jamur seperti Pneumocystis pneumonia (PCP)
2. Berdasarkan pola anatomis dan radiografis
a. Pneumonia lobaris, menunjukan suatu infeksi lobus seluruhnya yang dapat
ditandai lobus terisi eksudat dan gambaran radiologi tedapat konsolidasi lobus
atau segmental serta pneumonia sering disebabkan Streptococcus pneumoniae
b. Bronkopneumonia, menunjukan infeksi yang menyerang lebih dari satu lobus
3. Berdasarkan keadaan klinis dan epidemiologi bakteri
a. Community Acquired Pneumonia (CAP)
Merupakan infeksi terjadinya pneumonia yang mengakibatkan infeksi diluar
Rumah Sakit. CAP dimulai dari penyakit pernafasan menjadi berkembang ke
pneumonia.
b. Hospital acquired pneumonia (HAP)
Merupakan infeksi terjadinya pneumonia setelah 48 sampai 72 jam dirawat di
Rumah sakit, pasien tidak dilakukan intubasi di ICU ataupun luar ICU
c. Ventilator associated pneumonia (VAP)
Merupakan infeksi terjadinya pneumonia pada pasien menggunakan ventilator
mekanik, endotracheal tube atau tracheotomy tube yang menggunakan
peralatan minimal selama 48 jam

1.6 Manifestasi Klinis Pnemonia


Pneumonia menunjukan gambaran klinis dengan timbulnya ronki, pelebaran
cuping hidung, dan retraksi dinding dada (tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam/ chest indrawing). Faktor terjadinya pneumonia memiliki tanda dan gejala
yang berbeda-beda tergantung usia, kuman penyebab, status imunologis dan beratnya
penyakit. Tanda dan gejala pneumonia yakni (Utama, 2018) :
a. Demam
b. Cefalgia atau sakit kepala/ nyeri kepala.
c. Muntah, kembung dan diare (dialami oleh klien juga mengalami gangguan
gastrointestinal)
d. Menggigil
e. Otitis media atau radang telinga tengah/rongga belakang gendang telinga,
konjungtivitas atau mata merah, dan sinusitis atau inflamasi dinding sinus (klien
menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri : streptococcus pneumonia/
Haemophillus influenza)
f. Wheezing (pneumonia mikoplasma)
g. Nyeri dada saat bernafas
h. Batuk
i. Gelisah (Utama, 2018)

1.7 Patofisiologi Pnemonia


Patofisiologi penyakit pneumonia dimulai dengan masuknya bakteri ke saluran
pernafasan bawah. Mikroorganisme masuk ke paru-paru dengan jalan inhalasi, aliran
secara hematogen dan migrasi dari tempat infeksi. Penularan bakteri juga bisa dengan
cara berkolonisasi dipermukaan mukosa.. Penularan hematogen dari bakeri bisa
terjadi namun jarang ditemukan.
Pneumonia dapat disebabkan penyebaran aspirasi kuman langsung dari saluran
respiratorik atas. Masuknya kuman juga akibat dari bakterimia atau viremia. Saluran
respiratork bawah dalam keadaan normal yang steril mulai dari sublaring sampai unit
terminal. Perlindungan paru-paru dari infeksi terdapat beberapa mekanisme seperti
barrier anatomi ataupun mekanik dan sistem pertahanan tubuh sistemik ataupun
mekanik. Contoh barrier anatomi ataupun mekanik yakni ekspulsi benda asing
melalui reflex batuk, filtrasi partikel pada hidung, upaya menjaga kebersihan jalan
nafas dengan lapisan mukosiliar dan pencegahan aspirasi dengan reflek epiglotis.
Dalam mencegah kolonisasi bakteri pada orofaring dalam system pertahanan
tubuh bisa dengan sekresi lokal seperti immunoglobulin A, komplemen, resons
inflamasi ol3eh sel-sel leukosit, sitokin, alveolar, cell mediated immunity dan flora
normal. Terjadnya pneumonia apabila terdapat satu atau lebih mekanisme yang ada
diatas mengalami gangguan yang menyebabkan kuman dapat sampai pada saluran
nafas bagian bawah. Saat inokulasi atogen dalam saluran pernafasan bawah akan
terjadi respons inflamasi akut yang berbeda yang disesuaikan dengan pathogen
penyebab.
Invasi virus pada saluran nafas kecil dan alveoli banyak dilobus. Tanda infeksi
yang disebabkan oleh virus yakni rusaknya silia epitel dengan akumulasi debris ke
lumen. Awal terjadi respons inflamasi merupakan infiltrasi sel-sel mononuclear
dalam submukosa dan perivaskuler. Dalam saluran nafas kecil terdapat sebagian sel
polymorponukleus. Sel-sel inflamasi dan sel debris yang mengalami inflamasi meluas
dapat meningkatkan penyebab onstruksi baik persial atau total di dalam saluran nafas
kecil. Respons inflamasi alveoli sama yang terjadi pada ruang interstisial terdiri dari
sel-sel monokuklear. Infeksi berat dapat menyebabkan pengelupasan epitel dan
terbentuknya aksudat hemoragik. Fibrosis jarang timbul pada saat inflamasi
interstisial.
Pneumonia bakterial melalui aspirasi pathogen atau inhalasi dan hematogen
dengan interaksi dengan system imunitas tubuh. Bakteri yang sampai alveoli akan
dihadang oleh mekanisme pertahanan oleh lapisan cairan epitel dengan kandungan
opsonin dan antibody immunoglobulin G spesifik terbentuk. Kemudian fagositosis
oleh makrofag alveolar, kuman dilisis melalui perantara komplemen. Saat mekanisme
mengalami kegagalan akan merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan
fagositosis dibawa oleh sitokin hingga memunculkan respons inflamasi.
Inflamasi yang terjadi berakibat kongesti vascular dan meluasnya edema,
karena adanya karakteristik pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus.
Alveolus melalui pori-piri kohn akan melapisi kuman dengan cairan edema dan area
tersebut akan membesar dan membentuk area sentral yang terdiri dari eksudat
purulent, eritrosit dan bakteri serta disebut fase hepatisasi merah.
Selanjutnya terjadi hepatisasi kelabu dengan adanya tanda fagositosis aktif oleh
leukosit PMN. Melepasan komponan pneumolisin dan dinding bakteri melalui
degredasi enzimatik sehingga respons inflamasi dan efek sitotoksik meningkat
terhadap sel-sel paru yang berakibat kaburnya struktur seluler paru
Resolusi konsolidasi pneumonia saat antibodi antikapsular timbul dan leukosit
PMN meneruskan aktivitas fagositosis dan sel-sel monosit akan membersihkan
debris. Keadaan struktur reticular paruh utuh akan memudahkan perbaikan epitel
alveolar dan parenkim paru setelah terapi. Infeksi kuman staphylococcus aureus pada
sel mukosa menalami pelekatan melalui teichoid acid pada dinding sel dan
peningkatan adhesi dari fibrinogen, fibroonektinkolagen dan protein lain.
Individu yang menderita pneumonia akan mengalami gangguan pada ventilasi
karena penurunan volume paru. Dalam mengatasi hal tersebut tubuh akan
mengkompensasi dengan meningkatkan frekuensi nafas dan volume tidal seperti
takipnea dan dyspnea namun berakibat ventilasi perfusi tidak tercapai. Dalam proses
difusi dan hipoksia juga akan terganggu saat volume paru kurang saat inflamasi.
Menurut price dan wilsom dalam yasmara dkk (2017) terdapat empat fase dalam
pneumonia yakni :
1. Fasekongesti (4-12 jam pertama), ketika eksudat serosa masuk ke alveoli melalui
pembuluh darah yang dilatasi dan bocor.
2. Fase hepatisasi merah, ketika paru terlihat merah dan bergranula seperti hepar
karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN dengan isi alveoli terjadi 48
jam.
3. Fase hepatisasi kelabu (3-8 hari), ketika paru kelabu karena fibrin dan leukosit
alami konsolidasi dalam alveoli.
4. Fase resolusi (hari ke 8-11) ketika eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag hingga jaringan kembali pada struktur semula.
1.8 PATHWAY
1.9 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Soemantri ( 2007), Pemeriksaan Penunjang pada pasien dengan Penyakit
pnemonia yaitu :
a. Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat juga
menunjukkan multiple abses/infiltat, empiema (Staphylococcus); penyebaran atau
lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran/extensive nodul infiltrat (sering kali
viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.

b. Analisis Gas Darah dan Pulse Oximetry


Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic bronchoscopy,
atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih
dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, A. Hemolytic streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
d. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count – CBC)
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white
blood count-WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar): tekanan saluran udara
meningkat dan kapasistas pemenuhan udara menurun, hiposekmia.
g. Elektrolit
Sodium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin meningkat

1.10 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan umum pasien-pasien pneumonia biasanya berupa pemberian
antibiotik yang efektif terhadap organisme tertentu, terapi O2 untuk menanggulangi
hipoksemia.
Beberapa contoh pemberian antibiotik seperti :
a. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
b. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
c. Ceritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
2. Penatalaksanaan Non farmakologi
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan
oleh pemeriksaan sputum mencakup :
a) Oksigenasi 1-2 L/menit.
b) Humidifikasi dengan nebulizer
c) Fisioterapi dada
d) Pengaturan cairan
e) Pendidikan kesehatan terkait pneumonia
BAB 2.
KONSEP KEPERAWATAN

2.1 Konep Asuhan Keperawatan


2.1.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data
dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan)
kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan.
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor registrasi, dan tanggal
masuk rumah sakit pasien pneumonia
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :
1. Diagnosa medik
Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan penjelasan dari
singkatan-singkatan atau istilah medis terkait pneumonia.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan paling mengganggu yang dirasakan klien sehingga klien
datang ke rumah sakit. Keluhan utama yang dialami oleh pneumonia adalah
sesak napas, batuk dan penngkatan suhu tubuh/ demam
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang sekarang dialami
sejak klien mengalami keluhan pertama kalinya sampai klien memutuskan ke
rumah sakit. Pada klien pneumonia keluhan biasanya batuk yang timbul
mendadak dan tidak berkurang walaupun sudah minum obat di warung.
Keluahan awal batuk tidak produktif tetapi terus berkembang sampai menjadi
batuk yang produktif dengan mucus purulen kekuning- kuningan, kehijau-
hijauan kecokelat-coklatan atau kemerahan dan berbau busuk. Klien juga
merasakan keluhan demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada
pleuritis, sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, nyeri kepala dan
lemas
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian kearah waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorokan,
kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji ada atau tidaknya keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien. Riwayat keluarga tidak ada atau pernah yang memiliki penyakit
pneumonia seperti klien.
c. Pemeriksaan pola fungsi kesehatan
Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1- B6) dengan focus pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan
dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien
pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering, dan berkeringat. Keadaan
ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi alveoli yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh.

Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh (Muttaqin, 2008) :

a. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan focus,
berurutan pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
 Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan
 Palpasi
Gerakan dinding toraks anterior/ekskrusi pernpasan
 Perkusi
Klien dengan pneumonia disertai komplikasi, biasanya di dapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada kien
dengan pneumonia di dapatkan apabila bronchopneumonia menjadi suatu
sarang (konfluens)
 Auskulasi
Pada klien dengan pneumonia, di dapatkan bunyi napas melemah dan
bunyi tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit.penting bagi perawat untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana di dapatkan adanya
ronkhi.

b. B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun, dan peningkatan LED serta leukositosis berhubungan dengan
adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh

c. B3 (Brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran,
di dapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan GCS, refleks
menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau bakteri di dalam paru
besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem saraf pusat. Pada pengkajian
objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat

d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok.
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual , muntah , penurunan nafsu makan, dan
penurun berat badan

f. B6 ( Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
sehari-hari

c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada klien dengan pneumonia perlu penilaian mengenai kesadaran klien
somnolen, sopor, soporokoma atau koma tergantung tingkat penyebaran
penyakitnya. Klien pneumonia mengalami status penampilan kesehatan lemah,
kesadaran
2. Pemeriksaan tanda tanda vital
Pada klien dengan pneumonia juga sama dengan klien lainnya pemeriksaan
TTV meliputi
 Pemeriksaan nadi : Takikardi
 Tekanan darah : Hipertensi
 Pola pernapasan : Tikipnea, dyspnea progresif, pernafasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernafasan dan pelebaran nasal
 Suhu tubuh : Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
direspon oleh hipotalamus
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi : kepala simestris, distribusi rambut merata, tidak kehilangan
rambut, rambut hitam
Palpasi :
Terdapat adanya nodus atau pembengkakan yang nyata, tidak adanya
lesi,
b. Mata Inspeksi :
mata simestris, bulu mata rata dan berwarna hitam, sclera putih, tidak
anemis, tidak lebam, tidak edema
Palpasi :
tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan abnormal pada kedua mata
c. Telinga
Inspeksi : biasanya keadaan telinga simetris, tampak kotor, warna sama
dengan kulit lainnya, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada serumen,
membran timpani berwarna putih mengkilat
Palpasi : biasanya keadaan tidak teraba benjolan abnormal pada kedua
telinga, ada nyeri tekan pada daerah bawah telinga kanan
d. Hidung
Inspeksi : biasanya keadaan tidak tampak pernapasan cuping hidung,
tulang hidung simetris, lubang hidung kotor, terdapat luka/ lesi, tidak ada
hipermukus
Palpasi : biasanya keadaan tidak teraba benjolan abnormal, tidak ada
nyeri tekan pada daerah hidung
e. Mulut
Inspeksi : biasanya keadaan mulut sedikit kotor, mukosa bibir kering dan
tidak terlihat sianosis, gigi lengkap dan agak kotor
f. Leher
Inspeksi : biasanya keadaan normal tidak tampak benjolan, warna sama
seperti sekitarnya, leher simetris, tidak ada lesi.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada leher, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid, pulsasi nadi karotis kuat dan reguler
g. Dada
-Paru-paru
Inspeksi : Pernapasan reguler biasanya lebih dari 20 x/menit, tidak ada
jejas, tampak benjolan abnormal, bentuk dada simetris, tidak ada
pernapasan cuping hidung
Palpasi : tidak teraba benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : suara sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : biasanya terdapat suara tambahan ronchi dan wheezing
pada lapang paru.
Ronchi adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama
ekspirasi. Penyebabnya adalah gerakan udara melewati jalan napas
yang menyempit akibat obstruksi napas. Obstruksi : sumbatan akibat
sekresi, odema, atau tumor.
Wheezing (mengi) Adalah bunyi seperti bersiul,
kontinu.Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih
jelas pada saat ekspirasi. Penyebabnya adalah akibat udara melewati
jalan napas yang menyempit/tersumbat sebagian. Dapat dihilangkan
dengan batuk.
- Jantung
Inspeksi : dada simetris, tidak tampak jejas, ictus cordis tidak
tampak
Palpasi : tidak teraba benjolan atau massa, tidak ada nyeri tekan, ictus
cordis tidak teraba.
Perkusi : pekak Auskultasi : S1 S2
tunggal
h. Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen simetris, bersih, tidak ada jejas Auskultasi :
bising usus 7 x/menit
Palpasi : tidak teraba benjolan/massa, tidak ada nyeri Perkusi : timpani
pada seluruh lapang abdomen kecuali di bagian hipokondrium kanan
karena terdapat hepar (terdengar pekak)
i. Urogenital
Inspeksi : tidak terpasang kateter urin
Palpasi : tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada nyeri tekan
j. Ekstremitas Inspeksi :

Ekstremitas atas: terpasang infus pada tangan kanan, jari tangan lengkap
a. Motorik
b. Sensori
Ekstremitas bawah
a. Motorik

b. Sensori
k. Kulit dan kaki
Inspeksi : biasanya kulit sawo matang, kuku kotor, kuku tidak sianosis,
tidak ada clubbing finger
Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan pada kulit, CRT < 2 detik, turgor
kulit elastis
l. Keadaan lokal
Keadaan pasien saat biasanya lemah dan terbaring ditempat tidur.
Pasien biasanya terpasang infus di tangan kanan.

1.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien,
keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual
atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang mana perawat
bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Berikut adalah diagnosa
keperawatan klien pneumonia menurut SDKI
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas, respon
infeksi d.d batuk tidak efektif, sputum berlebih, wheezing. (D.0001)
b. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
c. Risiko Infeksi b.d penyakit kronis (D.0142)
Kriteria Hasil dan Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standart Intervensi Keperawatan
(SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Batuk efektif Latihan batuk efektif 1.010006
(D.0001) Setelah dilakukan tindakan asuhan
Definisi keperawatan selama 1 x 12 jam bersihan Observasi :
Ketidakmampuan membersihkan secret jalan nafas teratasi. - Identifikasi kemampuan batuk
atau obstruksi jalan napas untuk kriteria hasil : - Monitor adanya retensi
mempertahankan jalan napas paten. Kode Indikator SA ST sputum
Subyektif : L.0100 Produksi 3 5 - Monitor adanya tanda gejala
-Px mengatakan sulit bicara 1 sputum infeksi saluran nafas
-Px mengatakan sulit bernafas Gelisah 3 5
Obyektif : Pola nafas 3 5 Teraupetik
-Sputum berlebih - Atur posisi semi fowler atau
-terdengar suara mengi/wheezing, dan/ 1 = Menurun fowler
ronkhi kering 2 = Cukup Menurun - Pasang perlak dan bengkok
3 = sedang pada pangkuan pasien
4 = cukup meningkat - Buang secret pada tempat
5 = Meningkat sputum

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
- Anjurkan mengulangi Tarik
nafas hingga 3x
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik nafas
dalam yang ke 3
-
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
2. mukolitik atau ekspectoran.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Intoleransi aktivitas b.d
selama 3x 24 jam maka toleransi aktivitas
ketidakseimbangan antara suplai dan
dapat meningkat dengan kriteria hasil : Terapi aktivitas (1.05186)
kebutuhan oksigen (D.0056)
Observasi :
Toleransi Aktivitas (L.05047) 1. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
No Indikator SA ST
Teraupetik :
1 Kemudahan 2 3
2. Fasilitasi fokus pada
dalam melakukan
aktivitas sehari- kemampuan, bukan defisit
hari yang dialami
2 Perasaan lemah 2 3 3. Libatkan keluarga dalam
aktivitas
Keterangan: Edukasi :
1. Menurun 4. Ajarkan cara aktivitas yang
2. Cukup menurun terpilih
3. Sedang 5. Anjurkan keluarga untuk
4. Cukup meningkat memberi penguatan positif
5. Meningkat atas partisipasi dalam
aktivitas

Manajemen energi (1.05178)


Observasi :
1. Monitor pola dan jam tidur
Teraupetik :
2. Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif
Edukasi :
3. Anjurkan melakukan aktivitas
3. secara bertahap
Risiko Infeksi b.d penyakit kronis Kolaborasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
(D.0142) selama 3x 24 jam maka Tingkat Infeksi cara meningkatkant asupan makanan
Menurun dengan kriteria hasil :

Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)


Observasi
No Indikator SA ST 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
1 Demam 2 4 lokal dan sistematik Terapeutik
2 Nafsu Makan 2 4
Teraupetik :
Keterangan: 2. Batasi jumlah pengunjung
1. Menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
2. Cukup menurun
pasien
3. Sedang 4. Pertahankan teknik aseptik pada
4. Cukup meningkat pasien beresiko tinggi
5. Meningkat
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan etika batuk
7. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Cavayas, Y. A., L. D. Sorbo, E. Fan. 2018. Intracranial hemorrhage in adults on


ECMO. Journal of SAGE. 33(0):42-50

Christanto, S., N. Umar, A. H. Warghadibrata. 2014. Penatalaksanaan perioperatif


perdarahan intraserebral. Jurnal Neuroanestesi Indonesia. 3(2):112-120

Hao, Y., D. Yang, H. Wang, W. Zi, M. Zhang, Y. Geng, Z. Zhou, W. Wang, H.


Xu, X. Tian, P. Lv, Y. Liu, Y. Xiong, X. Liu, dan G. Xu. 2017. Predictors
for symptomatic intracranial hemorrhage after endovascular treatment of
acute ischemic stroke. Journal of Stroke. 48(0):1203-1209

Heit, J. J., M. Iv, M. Wintermark. 2017. Imaging of intracranial hemorrhage.


Journal of Stroke. 19(1):11-27.

Kuntoadi, G. B. 2019. Buku Ajar Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa APIKES-


Semester 1. Jakarta: Publishing Panca Terra Firma

Mahmudah, R. 2014. Left hempiaresis e.c hemorrhagic stroke. Medula. 2(4):70-


79

Nabila, N. F., A. A. Fauzi., Subagyo. 2019. Gejala pada lokasi perdarahan


intraserebral yang berbeda pada pasien dewasa muda di RSUD dr. Soetomo
Surabaya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 19(1):15-21

Nugrahaeni, A. 2020. Pengantar Anatomi Fisiologi Manusia. Bantul: Anak Hebat


Indonesia

Oviedo, M. N., R. M. Arrondo, B. Zandio, J. M. Enguita, A. B. Pastra, J. A.


Rodriguez, C. Roncal, J. A. Paramo, E. Toledo, J. Montaner, M. H.
Guillamon, dan J. Orbe. 2020. Circulating TIMP-1 is asociated with
hematoma volume in patients with spontaneous intracranial hemorrhage.
Scientific Reports. 10(10329):1-10

Peace, E. C. 2016. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama

Putri, A. U., S. G. R. Saragih, M. I. Ilmiawan. 2019. Hubungan antara world


federation of neurosurgical societies subarachnoid hemorrhage grading scale
dan mortalitas pada pasien cedera kepala dengan perdarahan subarachnoid.
Jurnal Cerebellum. 5(1): 1225-1233

Sadewo, W., L. Amelia, H. G. Tobing, S. W. Nugroho, S. Ichwan, S. Ashari.


2017. Luaran perdarahan intraventrikel yang dilakukan operasi di
departemen bedah saraf RSUPN dr. Cipto Mangunkusomo. Artikel
Penelitian Neurona. 35(1):69-73
Santoso, M. I. E., M. Rahayu, F. Balafif. 2015. Hubungan respond time trepanasi
hematoma epidural pada cedera kepala berat dengan outcome. MNJ.
2(1):14-18

Schreuder, F. H. B. M., S. Sato, C. J. M. Klijn, C. S. Anderson. 2016. Medical


management of intracerebral hemorrhage. Journal Neurol Neurosurg
Psychiatri. 88(0):76-84

Trisnawati, W., T. Wahyuni. 2015. Analisis praktik klinik keperawatan pada


pasien dengan subdural hematoma di ruang PICU RSUD A. Wahab
Sjahranie Samarinda. Karya Ilmiah Akhr Ners. Samarinda: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah

Wibowo, D. S. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Grasindo

Wulandari, S. O. 2019. Hubungan volume perdarahan berdasarkan ct-scan dengan


mortalitas pasien perdarahan intraserebral di Rumah Sakit Dustira. Artikel
Penelitian. 0(0):1-13
PATHWAY

Anda mungkin juga menyukai