Dosen Pembimbing :
Ratna Yunita Sari, S.Kep.Ns., M.Kep
NIM.1120023099
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
A. Konsep Pneumonia
1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikoorganisme
seperti bakteri, virus, jamur, parasit, pneumonia juga disebabkan oleh bahan kimia dan
paparan fisik seperti suhu atau radiasi. (Djodjosubroto ,2009).
Istilah pneumonia menggambarkan keadaan paru, alveolus biasanya terisi dengan
cairan dan sel darah (Guyton, 1996). Pneumonia pada anak maupun orang dewasa
merupakan masalah yang umum dan menjadi penyebab utama morbilitas dan mortalitas di
dunia (Gessman, 2009).
2. Etiologi
Menurut Nanda (2015) penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering
disebabkan oleh streptoccus pneumonia, melalui selang infus oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P.Aeruginosa dan enterobacter. Dan pada
masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit
kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Setelah masuk paru-
paru organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengalahkan mekanisme
pertahanan paru, maka akan terjadi pneumonia.
Selain penyebab diatas terjadinya pneumonia sesuai penggolonganya yaitu bakteria
yang terdiri dari diplococcus pneumonia, pnemococcus. Streptococcus hemolyticus,
streptococcus aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolusis, bacillus
friedlaander. Virus penyebab pneumonia ialah respiratori syncytial virus, adeno virus,
virus sitomegalik, virus influenza, myoplasma pneumonia, jamur penyebab pneumonia
yaitu histoplasma capsulatum Cryptococcus neuroformatis, blastomyces dermatitides,
coccidodies immitis, aspergilus spesies, candida albican. Pneumonia juga dapat
disebabkan oleh aspirasi makanan, kerosene, cairan amnion, benda asing, pneumonia
hipostatik (Said, 2010).
3. Klasifikasi Pneumonia
Menurut Maryunani (2010) secara anatomi, pneumonia dapat dikenal sebagai
berikut: Pneumonia lobaris, dimana yang terserang adalah seluruh atau segmen yang
besar dari satu atau lebih lobus pulmonary. Apabila kedua paru yang terkena, maka hal
ini sering disebut sebagai bilateral atau double pneumonia (pneumonia lobular).
Broncho pneumonia (pneumonia lobular), yang dimulai pada terminal bronchiolus,
menjadi tersumbat dengan eksudar muco porulent sampai membentuk gabungan pada
daerah dekat lobus.
Interstitial pneumonia, yang mana adanya suatu proses inflamasi yang lebih atau
hanya terbatas didalam dinding alveolar (intersititium) dan peri bronchial dan jaringan
inter lobular. Pneumonia berdasarkan dari lokasi infeksi dapat dibagi menjadi 2 menurut
(Said ) 2010 yaitu:
Infeksi ambulant pneumonia adalah infeksi yang terjadi di luar rumah sakit.
Penyebabnya antara lain karena bakteri streotococcus pneumonia (30-60%). Infeksi
nosocomial pneumonia pasien memperoleh penyakit ini saat dia tinggal dirumah sakit.
Penyebabnya sebagian besar karena 60% gram negative seperti pseudomonas dan sisanya
gram positif seperti staphylokokken.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan: Pneumonia komunitas
dijumpai pada H. influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram
negative pada pasien di rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopulmonal/jamak, atau paksa antibiotika spectrum luas.
5. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa meyerang siapa saja,dari anak sampai
usia lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya adalah
yang paling beresiko, sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh penjamu. Selain itu toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pnemumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua
di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumococcus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ekstravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia.
Virus,Bakteri,Jamur,Protozoa dan
Mikroba (Penyebab)
1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien: Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat. Pada kasus pneumonia
banyak terjadi pada :
a) Jenis kelamin: Paling banyak menderita pneumonia yaitu laki-
laki tapi tidak menutup kemungkinan perempuan.
b) Umur: Usia yang paling rentang terkena pneumonia yaitu usia
tua (lanjut usia) dan anak-anak.
2) Keluhan Utama: Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam
kondisi sesak nafas. Sesak nafas merupakan gejala nyata adanyan
gangguan trakeobonkhial, parenkim paru, rongga pleura
3) Riwayat Kesehatan Sekarang: Kronologi peristiwa pada saat terjadi
keluhan batuk, sesak nafas disertai demam dan sakit tenggorokan.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu: Penyakit yang pernah diderita pada
masa-masa dahulu seperti adanya riwayat diabetes alergi, frekuensi
ISPA, kebiasaan, TBC paru, penggunaan obat-obatan, imunisasi.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga: Kemungkinan ada anggota keluarga
yang menderita batuk, TBC, kanker paru, pneumonia.
6) Pemeriksaan fisik:
a) B1 (Breathing)
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan nafas
simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta adanya
retraksi sternum dan intercosta space (ICS). Nafas cuping
hidung pada sesak berat. Pada klien biasanya didapatkan batuk
produktif disertai dengan adanya batuk dengan produksi sputum
yang purulen. Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi
pernafasan, getaran suara (vocal fremitus) biasanya teraba
normal, Nyeri dada yang meningkat karena batuk. Pneumonia
yang disertai komplikasi biasanya di dapatkan bunyi resonan
atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada
klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronchopneumonia
menjadi suatu sarang (konfluens). Pada klien dengan pneumonia
juga di dapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi nafas tambahan
ronkhi basah pada sisi yang sakit.
b) B2 (Blood)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Biasanya
klien tampak melindungi area yang sakit. Denyut nadi perifer
melemah, batas jantung tidak mengalami pergeseran, tekanan
darah biasanya normal, dan bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan.
c) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer bila gangguan
perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien
tampak meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat
d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena
berkaitan dengan intake cairan. Pada penderita pneumonia, perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok.
e) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, dan
penurunan berat badan.
f) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering
menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain
dalam melakukan aktivitas sehari-hari
g) Penginderaan
Pada klien penderita pneumonia tidak ditemukan adanya
kerusakan penginderaan.
h) Endokrin
Pada penderita pneumonia tidak ditemukan adanya
pembesaran kelenjar endokrin (Muttaqin, 2010)
b. Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001, kategori fisiologis, sub
kategori respirasi. Hal 18)
2) Gangguan pertukaran gas (D.0003, kategori fisiologis, sub kategori
respirasi, hal 22)
3) Defisit nutrisi (D. 0019, kategori fisiologis, sub kategori nutrisi dan
cairan, hal 56)
4) Intoleransi aktivitas (D.0056, kategori fisiologis, sub kategori
aktivitas dan istirahat, hal 128)
5) Nyeri akut (D.0077, kategori psikologis, sub kategori nyeri dan
kenyamanan. Hal 172)
6) Hipertermia (D. 0130, kategori lingkungan, sub kategori keamanan
dan proteksi. Hal 284) (SDKI, 2016)
c. Intervensi keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
a) Observasi
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas
- Monitor sputum
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala saluran napas
- Monitor input dan output cairan
b) Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang secret pada tempat sputum
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendri kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep mcgill
- Berikan oksigen
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dengan bibir
mecucu selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ketiga
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada
kontraindikasi
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau espektoran (Hal 142
dan 186)
2) Gangguan pertukaran gas
a) Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X-Ray thoraks
b) Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu (hal 247)
3) Defisit nutrisi
a) Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan toleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi penggunaan selang nasogastric
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
b) Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Sajikan makanan dengan menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric
jika asupan oral dapat ditoleransi
c) Edukasi
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan jika perlu (hal, 200)
4) Intoleransi aktivitas
a) Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
b) Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dana tau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
c) Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d) Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan (hal 176)
5) Nyeri akut
a) Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon verbal dan non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c) Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik (hal 201)
6) Hipertermia
a) Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
b) Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis
- Lakukan pendinginan eksternal
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
c) Edukasi
- Anjurkan tirah baring
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan elektrolit intravena jika perlu
(Hal 181) (SLKI, 2018)
DAFTAR PUSTAKA
Robinson & Saputra. (2014). Buku Ajar Visual Nursing (Medica-Bedah) (1st ed.).
Jakarta: Binarupa Aksara Publisher