Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Tanatologi berasal dari dua kata “Thanatos” dengan arti “yang berhubungan dengan

kematian” dan “Logos” dengan arti “Ilmu”. Tanatologi adalah bagian dari ilmu Paling dasar dan

paling penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah

(visum et repertum).

Tanatologi dipelajari perubahan-perubahan pada manusia setelah meninggal dunia.

Perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi dua yaitu perubahan

yang terjadi secara (early) dan perubahan yang terjadi secara lambat (late). Perubahan yang

terjadi secara cepat antara lain henti jantung, henti nafas, perubahan pada mata, suhu dan kulit.

Sedangkan perubahan yang terjadi secara lanjut antara lain lebam mayat, kaku mayat, penurunan

suhu, pembusukan, adiposera dan mummifikasi.

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan

respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat

yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi

kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah

kematian batang otak.

Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan apakah seseorang

benar –benar sudah meninggal atau belum, menetapkan waktu kematian, sebab kematian,

cara kematian, dan mengangkat atau mengambil organ untuk kepentingan donor atau

transplantasi dan untuk membedakan perubahan-perubahan yang terjadi post mortal dengan

kelainan-kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.

MANFAAT
Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau

matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak

wajarnya kematian korban. Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita

ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat

kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban.

Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian.

JENIS KEMATIAN

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis),

mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak). Mati somatis (mati

klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga

sistem utama tersebut yang bersifat menetap Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak

ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut

jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat

auskultasi. Mati suri (apparent death) ialah 3 sistem tak terdeteksi aktifitasnya dengan alat

sederhana, namun masih dapat terdeteksi dengan alat canggih. Dewasa ini sudah tidak dikenal

lagi kata mati suri dalam kepustakaan baru oleh karena kemampuan deteksi kematian yang

semakin baik, misalnya dengan memilih memeriksa denyut nadi karotis daripada memeriksa

denyut jantung dengan stetoskop . Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah

terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan

serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang

secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan .
Keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga

sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,

tersengat aliran listrik dan tenggelam. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ

atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup

masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap

organ tidak bersamaan. Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer

otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu

sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan.

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa

tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul

dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran

darah berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan kornea hilang, kulit pucat dan relaksasi

otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas yang memungkinkan

diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa

lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu

tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposera.


Factors to consider when interpreting post-mortem result

Adapun tanda kematian tidak pasti :

1. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi

spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit

menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda.

Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan

pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat

yang terlentang.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmen-

segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat

dihilangkan dengan meneteskan air.

TANDA PASTI KEMATIAN

1. Lebam mayat (Livor mortis)

Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya

gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak merah ungu (Livide). Pada bagian

terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena

adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat

biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan

menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih

hilang pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam

akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tersebut
dilakukan dalam waktu 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam,

darah masih tetap cukup cair, sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir, dan membentuk

lebam mayat di tempat rendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan warna

biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam disebabkan oleh

bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain

itu, kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.

Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab

kematian, misalnya pada keracunan gas CO dengan gas CN tanpa pemeriksaan laboratorium

dapat dibedakan dari baunya (CN- bau amandel), serta dari warna jaringannya. Pada

keracunan CN jaringan berwarna gelap (kurang oksigen, karena pelepasan oksigen ke

jaringan lambat), Sedangkan pada keracunan CO jaringan juga berwarna merah terang.

Lebam warna kecoklatan pada keracunan aniline, nitrat, nitrit, sulfonal; mengetahui

perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan

memperkirakan saat kematian.

Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap

dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk

lebam mayat baru di bagian daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau

masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kehamilan kurang dari 8-12 jam sebelum saat

pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah maka

keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma

(ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air,

maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan

darah tidak menghilang.


Table perbedaan antara lebam dan memar

Sifat Lebam mayat Mamer


Letak Epidermal, karena pelebaran Subepidermal, karena ruptur
pembuluh darah yang tampak sampai pembuluh darah yang letaknya
ke permukaan kulit bisa superfisial atau lebih dalam
Kultikula (Kuli air) Tidak rusak Kulit ari rusak
Lokasi Terdapat pada dearah yang luas, Terdapat disekitar bisa tampak
terutama luka pada bagian tubuh yang dimana saja pada bagian tubuh
letaknya rendah dan tidak meluas
Gambaran Pada lebam mayat tidak ada elevasi Biasanya membengkak karena
dari kulit resapan darah dan edema
Pinggiran Jelas Tidak jelas
Warna Warnanya sama Memar yang lama warnanya
bervariasi. Memar yang baru
berwarna lebih tegas daripada
warna lebam mayat disekitarnya
Pada pemotongan Pada pemotongan, darah tampak Menunjukkan resepan darah ke
dalam pembuluh dan mudah jaringan sekitar, susah
dibersihkan. Jaringan subkutan dibersihkan jaringan sekitar,
tampak pucat susah dibersihkan jika hanya
dengan air mengalir. Jaringan
subkutan berwarna merah
kehitaman
Dampak setelah Akan hilang walaupun hanya diberi Warnanya berubah sedikit saja
penekanan penekanan yang ringan jika diberi penekanan
Warna merah Tidak beraturan Dan terdapat pada Sama merahnya diseluruh organ
bagian tubuh yang letaknya rendah tubuh

2. Kaku mayat (Rigor mortis)

Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat

seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi.

Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka

serabut aktin dan myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energy

tidak terbetuk lagi, aktin dan myosin menggumpal dan otot menjadi kaku.

Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak

kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) kea rah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.

Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan

menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan

serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka

saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.

Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum

mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan

tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan

memperkirakan saat kematian.

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat, seperti :

1) Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada

saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang

timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya

adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati

klinis karena kelelahan emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini

jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya

adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam

erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada

kasus bunuh diri.

2) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot

berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudak robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada

korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga

menimbulkan fleksi leher, siku, pada dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic
attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,

intravitalitas, penyebab atau cara kematian.

3) Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi

pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan

otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.

Skema Terjadinya Rigor Mortis

3. Penurunan suhu tubuh (Algor mortis)

Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke

benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan

suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan

kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian

tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Beberapa rumus kecepatan penurunan

suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari penelitian di Negara barat, namun
ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-faktor yang berpengaruh di atas berbeda

pada setiap kasus, lokasi cuaca dan iklim.

4. Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja

bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.

Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya

dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal

hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri

tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah

Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H 2S, dan HCN,

serta asam amino dan asam lemak.

Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada

perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta

terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-

hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada,

dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar

dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk

gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.

Pembusukan gas didalam tubuh, dimulai didalam lambung dan usus, akan

mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas

yang terdapat didalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi).

Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar
terdapat didaerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada

dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap

setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan didalam rongga sendi.

Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah

menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir

tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda

dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.

Larva lalat akan dijumpai setelah pembusukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira

36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati,

dialis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan

menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur

panjang larva, maka dapa diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk

memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur

setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).

Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.

Perubahan warna terjadi pada lambung terutama didaerah fundus, usus, menjadi ungu

kecoklatan. Mukosa saluran nafas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pemukuh

darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu

mengakibatkan warna coklat kehijauan dijaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi

berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan

mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupaka organ padat yang paling lama bertahan

terhadap perubahan pembusukan.


Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 derajat Celcius

hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembababn dan udara yang cukup, banyak bakteri

pembusuk, tubuh gemuk atau penderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat

terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk

dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan

pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1:2:8. Bayi baru lahir

umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya

dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.

5. Adiposera (Lilin mayat)

Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan , lunak atau

berminyak, berbau tengik yang terjadi didalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut

sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat

diantara lemak dan lilin.

Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh

hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asal lemak jenuh pasca mati

yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat,jaringan saraf yang termumifikasi (Mant

dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial( Evans, 1962).

Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di

dalam alkohol panas dan eter.

Adiposera dapat terbentuk disembarang lemak tubuh, bahkan didalam hati, tetapi

lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak

tubuh berubah menjadi adiposera.

Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga

bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih

dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban

dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang

membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang

hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen kedalam jaringan pasca mati juga akan

mempercepat pembentukannya.

Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan

dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak

bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12

minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik

sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian

lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera

paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.

6. Mummifikasi

Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup

cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan

pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering,berwarna gelap, berkeriput dan tidak

membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi
terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan

waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.

PERKIRAAN SAAT KEMATIAN

Selain perubahan pada mayat tersebut diatas, beberapa perubahan lain dapat

digunakan untuk memperkirakan saat mati.

1) Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sclera dikiri-kanan

kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar

ditepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis.

Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi

kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan

air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam

keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca

mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan

bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada

hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat

menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati

kekeruhan macula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca

mati, macula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama dua jam pertama pasca mati,

retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar

macula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vascular koroid yang tampak sebagai

bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada

kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih
pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh

besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-

kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan

sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya

konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak

ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya macula saja yang

tampak berwarna coklat gelap.

2) Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga

tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan

saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat

keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi

lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah

makan makanan tersebut.

3) Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4

mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan

saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan

mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur.

4) Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut diatas, pertumbuhan kuku yang

diperkirakan sekitar 0,1 mm perhari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian

bila dapat diketahui saat trakhir yang bersangkutan memotong kuku.

5) Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino < 14 mg% (kematian

belum lewat 10 jam), kadar nitrogen non protein < 80 mg% (kematian belum 24 jam),
kadar kreatin < 5 mg% (kematian belum 10 jam) dan kadar kreatin < 10 mg% (kematian

belum 30 jam).

6) Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk

memperkirakan saat kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati.

7) Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca

mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan

tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel

yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat

menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini

belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memeperkirakan

saat mati dengan lebih tepat.

8) Reaksi supravital. Merupakan reaksi jaringan tubuh sesaat pascamati klinis yang masih

sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup.

Anda mungkin juga menyukai