Tanatologi berasal dari dua kata “Thanatos” dengan arti “yang berhubungan dengan
kematian” dan “Logos” dengan arti “Ilmu”. Tanatologi adalah bagian dari ilmu Paling dasar dan
paling penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah
(visum et repertum).
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi dua yaitu perubahan
yang terjadi secara (early) dan perubahan yang terjadi secara lambat (late). Perubahan yang
terjadi secara cepat antara lain henti jantung, henti nafas, perubahan pada mata, suhu dan kulit.
Sedangkan perubahan yang terjadi secara lanjut antara lain lebam mayat, kaku mayat, penurunan
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat
yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi
kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah
benar –benar sudah meninggal atau belum, menetapkan waktu kematian, sebab kematian,
cara kematian, dan mengangkat atau mengambil organ untuk kepentingan donor atau
transplantasi dan untuk membedakan perubahan-perubahan yang terjadi post mortal dengan
MANFAAT
Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau
matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak
wajarnya kematian korban. Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita
ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat
kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban.
JENIS KEMATIAN
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis),
mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak). Mati somatis (mati
klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga
sistem utama tersebut yang bersifat menetap Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak
ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat
auskultasi. Mati suri (apparent death) ialah 3 sistem tak terdeteksi aktifitasnya dengan alat
sederhana, namun masih dapat terdeteksi dengan alat canggih. Dewasa ini sudah tidak dikenal
lagi kata mati suri dalam kepustakaan baru oleh karena kemampuan deteksi kematian yang
semakin baik, misalnya dengan memilih memeriksa denyut nadi karotis daripada memeriksa
denyut jantung dengan stetoskop . Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah
terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan
serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang
secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan .
Keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga
sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ
atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup
masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ tidak bersamaan. Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer
otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran
darah berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan kornea hilang, kulit pucat dan relaksasi
otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas yang memungkinkan
diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa
lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu
1. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan
pendataran daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat
yang terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmen-
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya
gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak merah ungu (Livide). Pada bagian
terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena
adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat
biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan
menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih
hilang pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam
akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tersebut
dilakukan dalam waktu 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam,
darah masih tetap cukup cair, sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir, dan membentuk
lebam mayat di tempat rendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan warna
biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam disebabkan oleh
bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain
itu, kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya pada keracunan gas CO dengan gas CN tanpa pemeriksaan laboratorium
dapat dibedakan dari baunya (CN- bau amandel), serta dari warna jaringannya. Pada
jaringan lambat), Sedangkan pada keracunan CO jaringan juga berwarna merah terang.
Lebam warna kecoklatan pada keracunan aniline, nitrat, nitrit, sulfonal; mengetahui
perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat baru di bagian daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau
masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kehamilan kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah maka
keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air,
maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi.
Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka
serabut aktin dan myosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energy
tidak terbetuk lagi, aktin dan myosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) kea rah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan
serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan
tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
1) Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang
timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya
adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati
klinis karena kelelahan emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini
jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya
adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam
erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada
2) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudak robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada
korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga
menimbulkan fleksi leher, siku, pada dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic
attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,
3) Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan
otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan
suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan
kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian
tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Beberapa rumus kecepatan penurunan
suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari penelitian di Negara barat, namun
ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-faktor yang berpengaruh di atas berbeda
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.
Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya
dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal
hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri
tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah
Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H 2S, dan HCN,
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-
hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada,
dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar
dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk
Pembusukan gas didalam tubuh, dimulai didalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat didalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi).
Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar
terdapat didaerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada
dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembusukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati,
dialis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan
menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur
panjang larva, maka dapa diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur
setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama didaerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran nafas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pemukuh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan dijaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupaka organ padat yang paling lama bertahan
hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembababn dan udara yang cukup, banyak bakteri
pembusuk, tubuh gemuk atau penderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat
terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk
dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1:2:8. Bayi baru lahir
umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya
dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.
berminyak, berbau tengik yang terjadi didalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut
sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asal lemak jenuh pasca mati
yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat,jaringan saraf yang termumifikasi (Mant
dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial( Evans, 1962).
Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di
Adiposera dapat terbentuk disembarang lemak tubuh, bahkan didalam hati, tetapi
lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang
membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang
hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen kedalam jaringan pasca mati juga akan
mempercepat pembentukannya.
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12
minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik
sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian
lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera
6. Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering,berwarna gelap, berkeriput dan tidak
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi
terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan
waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.
Selain perubahan pada mayat tersebut diatas, beberapa perubahan lain dapat
1) Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sclera dikiri-kanan
kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar
ditepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis.
Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi
kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan
air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam
keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca
mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan
bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada
hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat
menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati
kekeruhan macula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca
mati, macula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama dua jam pertama pasca mati,
retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar
macula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vascular koroid yang tampak sebagai
bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada
kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih
pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh
besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-
kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan
sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya
konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak
ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya macula saja yang
tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan
saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat
keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi
lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah
3) Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4
mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan
saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan
4) Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut diatas, pertumbuhan kuku yang
diperkirakan sekitar 0,1 mm perhari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian
5) Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino < 14 mg% (kematian
belum lewat 10 jam), kadar nitrogen non protein < 80 mg% (kematian belum 24 jam),
kadar kreatin < 5 mg% (kematian belum 10 jam) dan kadar kreatin < 10 mg% (kematian
belum 30 jam).
6) Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk
7) Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca
mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan
tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel
yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat
menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini
belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memeperkirakan
8) Reaksi supravital. Merupakan reaksi jaringan tubuh sesaat pascamati klinis yang masih