Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut terbanyak diderita oleh anak anak baik di
negara berkembang atau maju. Menurut WHO (2003). Infeksi saluran pernafasan akut
merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara berkembang.
Menurut laporan riset kesehatan dasar Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5%
dengan 16 provinsi diantarana mempunyai prevalensi diatas angka nasional. Kasus
ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit. Risiko menderita infeksi
saluran pernapasan meningkat terutama pada usia lanjut, penderita penyakit paru
sebelumnya mengalami penurunan tubuh yang menurun. Secara umum penyebab
adalah virus dan menjadi penyebab utama adalah bakteri
Kasus ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia dibawah lima
tahun, dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Penelitian oleh The board on science
and technology for internasional Develeopment (BOSTID) menunjukkan bahwa
insidensi ISPA pada anak berusia dibawah 5 tahun mencapai 12,7-16,8 episode per 100
anak perminggu (child-weeks) (Rahajoe dkk, 2012) dan hampir dua juta anak
meninggal setiap tahun, dan sebagian besar anak-anak ini tinggal di negara
berkembang. Di negara maju, angka kejadian infeksi saluran pernapasan akut tinggi
dan menyebabkan 19% menjadi 27% rawat inap pada anak di bawah usia 5 tahun di
Amerika Serikat (Peng dkk, 2009).
Di Indonesa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita
yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Pada tahun 2010
cakupan penemuan pneumonia sebesar 23% dengan jumlah kasus yang ditemukan
sebanyak 499.259 kasus dan untuk provinsi Jawa Tengah
didapatkan prevalensi sebesar 10,96% (Depkes, 2010). Setiap anak diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya, dan kunjungan pasien penderita antara
40 % sampai 60 % rawat jalan serta 15-30 % rawat inap dari kunjungan di Puskesmas
(Depkes, 2008). Di Indonesia kasus ISPA juga masih menempati urutan pertama
dalam jumlah pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan
akibat ISPA masih tinggi. Angka kematian pneumonia juga masih tinggi, yaitu kurang
5 per 1000 balita (Rahajoe dkk, 2012).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, untuk saat ini, penatalaksanaan
infeksi saluran napas bawah masih menggunakan metode empirik, biasanya dengan
menggunakan antibiotika spektrum luas. Pemberian antibiotika empirik tentu saja
tidak dapat diberikan terus-menerus, apalagi jika secara klinis pasien tidak membaik
ALAT
Cawan petri /petri schaal/petri zall: Tempat agar kultur. Pot sputum: tempat
menampung sputum penderita. Sengkelit: alat untuk mengambil koloni bakteri dari
media. Lampu spritus: alat yang digunakan untuk keperluan fiksasi yang berguna
dalam merekatkan dan membunuh bakteri. Inkubator: tempat untuk pengeraman
bakteri pada temperatur yang menetap dan sesuai bagi biakakan bakteri. Tabung
reaksi: tabung untuk uji reakasi biokimia. Objek gelas: sebagai wadah untuk
pembuatan sediaan kuman/identifikasi bakteri yang akan di beri warna dan di lihat di
mikroskop. Mikroskop: alat yang akan di gunakan untuk mem-peroleh pembesaran
bayangan.
BAHAN
1. Sampel: Sputum pasien yang diambil pada penderita infeks saluran napas
sejumlah 30
2. Media:
a. Media Isolasi:
1) Nutrien agar
2) Agar Darah
3) Mac Conkey
b. Media Identifikasi:
1) Media TSIA
2) Media Simon Sitrat
3) Media Semi Solid Agar
3. Larutan NaCL (0,8% - 0.9%): Bahan yang di perlukan dalam pembuatan sediaan
pada kaca objek gelas.
CARA KERJA
Penelitian ini menggunakan spesimen berupa sputum segar yang diambil dari penderita
infeksi saluran pernapasan di Puskesmas
1. Pengambilan sampel
Sputum yang digunakan berasal dari trakea atau bronkus,bukan ludah.
2. Waktu pengambilan sampel
Waktu pengambilan sampel terbaik adalah sputum pertama yang di batukkan pada pagi
hari
3. Prosedur pengambilan
a. Pasien diberi penjelasan mengenai pemeriksaan dan tindakan yang akan dilakukan.
b. Sebelum pengambilan spesimen/ sampel pasien disuruh kumur-kumur dulu di
sediakan pot sputum, bila memakai gigi palsu sebaiknya di lepas.
c. Pasien dalam posisi berdiri bila tidak mungkin di minta untuk duduk dengan badan
agak condong ke depan.
d. Sputum di tampung dalam cawan petri yang steril, kemudian ditutup.
e. Amati keadaan sputum. Sputum yang berkualitas baik akan tampak kental purulen
dengan volume cukup 3- 5ml.
f. Tutup dengan rapat, diberi label identitas pasien.
g. Segera kirim ke laboratorium untuk di periksa.
4. Isolasi dan identifikasi bakteri
a. Setiap sampel yang diambil di biakkan pada media agar nutrien dan agar darah.
b. Inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
Jumlah
Persentase
Kelamin
Pria
Penderita
17
56,7 %
Wanita
13
43,3 %
Jumlah
30
100
Umur
Tabel
Jumlah
Jenis
Penderita
Kelamin
< 20
2040
40- 60
>60
11
Persentase (%)
Pria Wanita
_
3
6
2.
3.3
30
30
36.7
4
Jumlah
30
17
13
100
Mikroorganisme
Jumlah
Persentase %
Bacillus subtilis
4,35
Citrobacterfreundii
4,35
8.70
Lactobacillus
4,35
Proteus mirabilis
21,74
Seratia marrescens
13,04
Streptococcus
34,78
menunjukan terdapat 23mikroorganisme dimana terdiri dari 8 spesies bakteri yaitu 5 bakteri
gram negatif dan 3 spesies gram positif dan juga ditemukan ditemukan 1 spesies jamur. Tiga
spesies bakteri gram positif yang ditemukan yaitu Streptococcus spp total 8 sampel
(34,78%), Bacillus subtilis total 1 sampel (4,35%) dan Lactobacillus total 2 sampel (8,70%).
Lima spesies bakteri gram negatif yaitu Citrobacter freundii total 1 sampel (4,35%),
Diplococcus gram negatiftotal 1 sampel (4,35%), Klebsiela pneumonia total 1 sampel
(4,35%), Proteus mirabilis total 5 sampel (21,74%) dan Seratia marcescens total 3 sampel
(13,04%).
PEMBAHASAN
Dari penelitian yang di lakukan pada sputum penderita infeksi saluran pernapasan,
didapatkan 30 sampel penelitian. Adapun pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan
bakteri dan pewarnaan bakteri. Dari tabel 1 distribusi sampel menurut jenis kelamin,
penderita infeksi saluran pernapasan terbanyak pada penelitian adalah pria yaitu 17 sampel
atau 56,7% dari total sampel. Sedangkan sampel wanita 13 sampel 43,3% dari total sampel.
Hasil ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa pria lebih rentan menderita
infeksi saluran pernapasan dibandingkan dengan wanita. yang mengatakan bahwa pria lebih
dibandingkan wanita. Hal ini di karenakan oleh kebiasaan pria yang lebih suka merokok.
Merokok merupakan faktor resiko terjadinya infeksi saluran pernapasan, dimana fungsi paru
akan menurun.20
Dari tabel 2 distribusi sampel menurut umur dan jenis kelamin, penderita infeksi saluran
pernapasan pada penelitian ini golongan umur <20 tahun yaitu 1 sampel atau 3,3% dari total
sampel, 20-40 tahun yaitu 9 sampel atau 30% dai total sampel, 41-60 tahun yaitu 9 sampel
atau 30% dari total sampel, dan diatas 60 tahun yaitu 11 sampel atau 36,7% dari total
sampel. Paling banyak pada usia tua ( diatas 60 tahun ) hal ini karena daya tahan dan
kemampuan tubuh melawan serangan bakteri pada umur tua dibandingkan dengan orang
dewasa yang lebih muda.
Pada pemeriksaan yang dilakukan terhadap 30 sampel yang di teliti, semua sampel
menunjukkan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang berhasil diisolasi adalah Streptococcus non
hemilisa penyebab paling banyak yaitu 8 sampel atau 26,7 % , dari total sampel, Kandida
albicans sebanyak 5 sampel atau 16,7 % dari total sampel, Enterobacter aerogenes,
Klebsiella ozaene dan Klebsiella pneumoniae sebanyak 3 sampel atau 10,0 % dari total
sampel, Acinetobacter baumani 2 sampel atau sebanyak 6,7%, dan Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeroginosa, Citrobacter difer-sus, Escherichia coli, Klebsiella oxytolea, yang
mengatakan bahwa pria lebih dibandingkan wanita. Hal ini di karenakan oleh kebiasaan pria
yang lebih suka merokok. Merokok merupakan faktor resiko terjadinya infeksi saluran
pernapasan, dimana fungsi paru akan menurun.20
Dari tabel 2 distribusi sampel menurut umur dan jenis kelamin, penderita infeksi saluran
pernapasan pada penelitian ini golongan umur <20 tahun yaitu 1 sampel atau 3,3% dari total
sampel, 20-40 tahun yaitu 9 sampel atau 30% dai total sampel, 41-60 tahun yaitu 9 sampel
atau 30% dari total sampel, dan diatas 60 tahun yaitu 11 sampel atau 36,7% dari total
sampel. Paling banyak pada usia tua ( diatas 60 tahun ) hal ini karena daya tahan dan
kemampuan tubuh melawan serangan bakteri pada umur tua dibandingkan dengan orang
dewasa yang lebih muda.
Pada pemeriksaan yang dilakukan terhadap 30 sampel yang di teliti, semua sampel
menunjukkan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang berhasil diisolasi adalah Streptococcus non
hemilisa penyebab paling banyak yaitu 8 sampel atau 26,7 % , dari total sampel, Kandida
albicans sebanyak 5 sampel atau 16,7 % dari total sampel, Enterobacter aerogenes,
Klebsiella ozaene dan Klebsiella pneumoniae sebanyak 3 sampel atau 10,0 % dari total
sampel, Acinetobacter baumani 2 sampel atau sebanyak 6,7%, dan Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeroginosa, Citrobacter difer-sus, Escherichia coli, Klebsiella oxytolea,
Hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap 20 sampel sputum menunjukkan adanya
pertumbuhan pada 18 sampel sedangkan 2 sampel tidak menunjukkan pertumbuhan, hal ini
dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengolahan sampel atau juga karena adanya bakteri
anaerob yang tidak dapat dilaporkan karena tidak dilakukan pemeriksaan pada bakteri
anaerob. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab infeksi saluran pernapasan pada
geriatri melaui pewarnaan gram yang hanya terdiri dari gram positif dan negatif sama yaitu
7 sampel (39%). Empat sampel (22%) ditemukan bakteri gram positif dan negatif. Bakteri
gram positif terdiri dari 3 spesies yaitu Streptococcus spp bertotal 8 sampel (34,78%),
Bacillus subtilis bertotal 1 sampel (4,35%) dan Lactobacillus bertotal 2 sampel (8,70%).
Lima spesies bakteri gram negative yaitu Citrobacter freundii total 1 sampel (4,35%),
Diplococcus gram negatifbertotal 1 sampel (4,17%), Klebsiela pneumonia bertotal 1 sampel
(4,35%), Proteus mirabilis bertotal 5 sampel (21,74%) dan Seratia marcescens bertotal 3
sampel (13,04%) Resiko relatif terjadinya infeksi saluran pernapasan karena bakteri ini
yaitu Proteus mirabilis 4,0, Seratia marcesnes 1,7 dan Klebsiela pneumonia 20,8.
Citrobacter freundii merupakan spesies dari Enterobacteriaceae dimana resiko relatif terjadi
infeksi saluran pernapasan karena bakteri ini yaitu 4,0. 151617Bacillus subtilis dan
Lactobasilus spp. ditemukan juga dalam penelitian ini. Bacillus subtilis merupakan
organisme saprofit yang ditemukan di tanah, air, udara dan sayuran.Lactobacillus spp adalah
bakteri gram positif yang ditemukan di tumbuhan, padi, makanan dan juga saluran
gastrointestinal dari manusia dan binatang.Dua bakteri ini kemungkinan ditemukan karena
adanya kontaminasi saat pengelolaan sampel.
Hasil penelitian inisesuai dengan literatur dan penelitian sebelumnya. Patogen yang paling
sering terdeteksi pada kultur sputum yaitu Resiko relatif terjadinya infeksi saluran
pernapasan karena bakteri ini yaitu Proteus mirabilis 4,0, Seratia marcesnes 1,7 dan
Klebsiela pneumonia 20,8. Citrobacter freundii merupakan spesies dari Enterobacteriaceae
dimana resiko relatif terjadi infeksi saluran pernapasan karena bakteri ini yaitu
4,0.15Bacillus subtilis dan Lactobasilus spp. ditemukan juga dalam penelitian ini. Bacillus
subtilis merupakan organisme saprofit yang ditemukan di tanah, air, udara dan
sayuran.16Lactobacillus spp adalah bakteri gram positif yang ditemukan di tumbuhan, padi,
makanan dan juga saluran gastrointestinal dari manusia dan binatang.17
Hasil penelitian inisesuai dengan literatur dan penelitian sebelumnya. Patogen yang paling
sering terdeteksi pada kultur sputum yaitu Dua bakteri ini kemungkinan ditemukan karena
adanya kontaminasi saat pengelolaan sampel. Penelitian dilakukan terhadap S.pneumonia
berkapsul dan tidak berkapsul dengan mengisolasi bakteri dari sputum geriatri yang
menderita infeksi saluran pernapasan akut dimana satu dari tiga sampel sputum ditemukan
S.pneumonia tidak berkapsul. Setiap jenis gen kapsul memiliki serotipe spesifik namun
belum ada penjelasan lebih lanjut serotipe spesifik dari bakteri ini pada usia lanjut. Namun
kemungkinan S.pneumonia tidak berkapsul akan lebih banyak ditemukan pada kelompok
usia lanjut dari pada anak-anak.
19Hal ini disebabkan karena pada usia lanjut terjadi perubahan sistem imun.Sistem imun
mengalami penurunan ketika adanya perubahan umur terutama ketika memasuki usia lanjut.
Proses ini berdampak pada berbagai variasi sel seperti sel induk hematopoietik, sel
progenitor limfoid yang ada di dalam sumsum tulang belakang dan timus, limfosit matur di
pembuluh darah perifer dan organ sekunder limfatik dan elemen sistem imun
bawaan.Perubahan pada sistem tubuh yang didalamnya termasuk sistem pernapasan begitu
signifikan pada usia lanjut. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan penyakit infeksi.
Sehingga ketika terjadi infeksi gejala yang muncul berat dengan durasi waktu yang panjang
dan prognosis yang buruk.
Banyak kendala yang ditemui selama melakukan penelitian ini. Salah satunya ialah
sedikitnya jumlah sampel penelitian. Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu dan
biaya penelitian. Oleh karena itu, adanya penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah subyek
yang lebih banyak akan memberikan gambaran yang lebih akurat. Dalam penelitian ini tidak
dilakukan anamnesis lebih lanjut sehingga tidak diketahui gambaran klinis pada pasien
dengan infeksi saluran pernapasan
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang didapatkan pada penelitian ini, bakteri penyebab terbanyak
infeksi saluran pernapasan pada puskesmas acak di indonesia adalah streptococcus sp, dan
pria lebih banyak mengalami infeksi saluran pernapasan di bandingkan dengan wanita
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi 5. Jakarta, Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam. 2009.
2. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC: 2002.
3. Innes JA, Reid PT. Respiratory disease. Didalam : Boon NA, Colledge NR,Walker
BR, Hunter JA. Davidsons Principles & Practice of medicine. Edisi 20. Churchill
Livingstone: 2007. h. 687.
4. WHO. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut yang cenderung
menjadi epidemi dan pandemi di fasiliras pelayanan kesehatan. Juni 2007.
5. Egbe CA, Ndiokwere C, Omeregie R. Microbiology of Lower Respiratory Tract
Infections in Benin City, Nigeria. Malays J Med Sci. 2011 April - Jun; 18 (2): h. 27-31.
6. Talebi-Taber M, Javad-Mousavi S, Arian-Mehr S, Barati M. Comparing
community acquired pneumonia between elderly population and others. Iranian Journal
of Clinicial Infectious Diseases. 2010;5(4): h. 218-22.
7. The Indonesian Society of Medical Gerontology. National consensus on geriatric
immunization 2011. The Indonesian Journal of Internal Medicine. Jan 2012: 44: h. 7891.
8. Ibrahim M, Staros EB. Sputum Culture. [internet] August 13,2012 [cited october
21st2013]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/2119232-overview.
9. Dharmawibawa ID, Pristianingrum S, Zainiaty L. Identifikasi bakteri pada pasien
infeksi saluran pernapasan akut yang menderita pneumonia. Jurnal Media Bina Ilmiah.
November 2011: 5.
6
10. Panggalo JT. Identifikasi bakteri aerob pada penderita batuk berdahak di poliklinik
interna BLU RSUP PROF. DR. R. Kandouw Manado [skripsi]. Manadp, Universitas
Samratulangi:2013.
11. Oemiati R. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Media
Litbangkes. 2013 Juni; 23: h. 82-88.
12. Bouman A, Schipper M, Heineman M, Faas M. Gender difference in the nonspecific and specific immune response in humans. Am J Reprod Immunol. 2004 Juli; 52:
h. 19-26.
13. Kurniawati A, Risdiany E, Nilawati S, Prawoto, Rosana Y, Alisyahbana B, et al.
Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen dan Fluorokrom sebagai Metode
Pewarnaan Basil Tahan Asam untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Makara,
Kesehatan. Juni 2005:29-33.
14. Amin Z, Bahar A. Tuberculosis didalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata K M, Setiati S editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi 5.
Jakarta, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009.
15. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernagel RM. Medical Microbiology. New
York. Thieme Stuttgart: 2005.
16. Brooks GF, Caroll KC, Butel JS, Morse SS. Jawetz, Melnick, & Adelberg's
Medical Microbiology. 24th ed.: McGraw Hill; 2007.
17. Jakava-Vijanen M. Characterization of porcine-specific surface (S-) layer protein
carrying Lactobacillus species, S-layer proteins and the adhesin of Escherichia coli F18
fimbriae potential applications for veterinary medicine. Faculty of Veterinary
Medicine, University of Helsinki. November 2007.
18. Kumala S, Pasanema DAM, M. Pola Resistensi Antibiotik terhadap Isolat Bakteri
Sputum Penderita Tersangka Infeksi Saluran Nafas Bawah. Farmasi Indonesia. 2010
Januari; 5: h. 24-32.
19. Kurola P, Errkikla l, Kaijalainen T, Palmu AA, Hausdorf WP, Poolman J, et al.
Presence of capsular locus genes in immunochemically identified encapsulated and
unencapsulated Streptococcus pneumoniae sputum isolates obtained from elderly
patients with acute lower respiratory tract infection. Journal of Medical Microbiology.
2010; 59: h. 1140-1145.
20. Weinberger B, Weiskopf D, Grubeck-Loebenstein B. Immunology and aging in
Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthana S editors. Geriatric
Medicine. 6th ed. 2009.
21. High KP. Infection in elderly in Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, Studenski S,
High KP, Asthana S editors. Geriatric Medicine. 6th ed. 2009.