Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi nosokomial masih menjadi perhatian di dunia kesehatan karena dapat
merugikan pasien yang dirawat di rumah sakit ataupun fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Hal ini terbukti dengan tingginya angka infeksi nosokomial di dunia, yaitu
pada negara berkembang sekitar 10 per 100 pasien yang dirawat menderita infeksi
nosokomial, sedangkan pada negara maju sekitar 7 per 100 pasien yang dirawat
menderita infeksi nosokomial (WHO, 2015).
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme
yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari
pasien itu sendiri (endogenous infection). Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap
orang, namun adanya udara yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit
untuk dideteksi. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruang
yang terututup seperti di dalam gedung rumah sakit atau Puskesmas, bangsal, kamar
perawatan, atau pada laboratorium klinik (Darmadi, 2008).
Menurut Kemenkes RI (2014), Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya
disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Untuk semakin meningkatkan derajat kesehatan masyarakat indonesia dan
semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, maka berdasarkan
kemampuan penyelanggaraannya kementrian kesehatan membagi puskesmas menjadi
puskesmas non rawat inap dan puskesmas rawat inap. Puskesmas non rawat inap
adalah puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali
pertolongan persalinan normal, sedangkan puskesmas rawat inap adalah puskesmas

yang diberi tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap,
sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan. (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan besarnya potensi risiko kesehatan pada Puskesmas yang dapat
mengancam kesehatan masyarakat, terutama pada puskesmas rawat inap kecamatan
Lindu, dimana ISPA menempati urutan pertama sebagai penyakit yang paling sering
diderita oleh masyarakat Lindu, penyehatan sarana dan bangungan Puskesmas sangat
penting dalam rangka mewujudkan lingkungan yang sehat yang dapat memberikan
perlindungan bagi petugas kesehatan ataupun pasien, terutama bagi pasien yang
menjalani perawatan di Puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap, sehingga
terjadinya infeksi nosokomial pada Puskesmas rawat inap dapat dicegah (Kemenkes
RI, 2006).
Persyaratan kualitas udara ruang rawat yang ditetapkan oleh Kementrian
kesehatan maksimum 500 CFU/m masih belum sepenuhnya terpenuhi. Misalnya, di
ruang rawat inap Rumah Sakit Khusus Penyakit Menular Jakarta ditemukan bahwa
dari 167 spesimen hapus tangan dan kuku petugas yang diperiksa terdapat 85,1%
yang tidak steril yang mengandung 31,6% kuman batang berspora; 17,9% bakteri
Coliform; 12,9% Staphylococcus epidermidis; 7,9% Pseudomonas aeruginosa; 7,3%
Clostridium spp.; 6,2% Klebsiella spp.; 5,1% Streptococcus haemolyticus; 4,5%
Clostridium welchii; 2,8% Proteus spp.; 2,3% E. coli; 1,1% Staphylococcus aureus;
dan 0,6% Pseudomonas spp. Ini berarti, ruang rawat inap Rumah Sakit Khusus
Penyakit Menular Jakarta masih menjadi tempat yang sangat rentan terhadap
penularan penykit infeksi (Abdullah, 2011).
Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai bakteri yang
terdapat di ruang rawat inap pada Puskesmas dengan fasilitas rawat inap di
Kecamatan Lindu.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti beranggapan perlu melakukan
penelitian terhadap bakteri yang ada dalam udara pada ruang rawat inap sehingga
dapat diketahui kualitas mikrobiologi udara yang terdapat di ruang rawat inap pada
Puskesmas dengan fasilitas rawat inap di Kecamatan Lindu .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah "bagaimanakah jenis bakteri udara yang
terdapat di ruang rawat inap pada Puskesmas dengan fasilitas rawat inap di
Kecamatan Lindu".
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bakteri
udara di ruang rawat inap pada Puskesmas dengan fasilitas rawat inap di Kecamatan
Lindu.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti

: Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi pada tingkat

strata 1 serta dapat menambah pengetahuan peneliti untuk melakukan


penelitian ilmiah.
2. Bagi Pemerintah

: Diharapkan dapat menjadi suatu data tentang tingkat

kebersihan suatu fasilitas kesehatan masyarakat.


3. Bagi Puskesmas Lindu
: Diharapkan dapat menjadi salah satu data
tentang jenis bakteri yang ada di ruang rawat inap pada Puskesmas Lindu.
4. Bagi Dunia Pendidikan
: Diharapkan dapat menjadi acuan atau
tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan tentang identifikasi bakteri di ruang rawat inap :
1. Saleh (2015), dengan judul penelitian Pola Bakteri Aerob Penyebab Infeksi
Nosokomial Pada Ruangan Neonatal Intensive Care Unit (Nicu) Blu Rsup
Prof. Dr. R. D Kandou Manado". Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif yaitu untuk melihat pola bakteri aerob penyebab infeksi nosokomial
yang dilakukan pada ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) BLU
RSUP Prof. DR. R. D Kandou Manado pada November 2014 hingga Januari
2015. Sampel yang diteliti berjumlah 30 sampel dan di ambil berdasarkan

kategori ruang perawatan, perabotan ruangan, peralatan medis dan udara.


Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 11 spesies bakteri yaitu Bacillus
subtilis 13 sampel (43,3%), Serratia liquefaciens 4 sampel (13,3%),
Lactobacillus 3 sampel (10%), Enterobacter agglomerans 2 sampel (6,7%)
dan Klebsiella pneumoniae 2 sampel (6,7%), Proteus mirabilis 1 sampel
(3,3%), Proteus vulgaris 1 sampel (3,3%), Streptococcus non hemolitikus 1
sampel (3,3%), Diplokokus 1 sampel (3,3%), Kokus gram positif 1 sampel
2.

(3,3%) dan Kokus gram negatif 1 sampel (3,3%).


Imaniar (2013), dengan judul penelitian " Kualitas Mikrobiologi Udara di
Inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek
Bandar Lampung". Penelitian ini dilakukan dengan metode Total Plate Count
untuk menghitung jumlah koloni menggunakan media PCA (Plate Count
Agar) dan menggunakan media SDA (Saboraud Dekstrose Agar) untuk
mengidentifikasi jamur dan dilakukan pada tahun 2013. Sampel diambil pada
16 inkubator bayi di unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Dr. Abdul
Moeloek. Dari hasil penelitian didapatkan indeks angka kuman udara di
inkubator masih dalam batas normal yaitu mulai dari 8,16 cfu/m3 dan yang
tertinggi 179,52 cfu/m3. Terdapat 8 jenis bakteri, yaitu Neisseria sp., S.
aureus, Streptococcus pneumonia, E.coli, Shigella sp., Salmonella sp., E.
aerogenes., P. aeruginosa., dan Klebsiella pneumonia. Didapatkan juga 4
jenis jamur yaitu Rhizopus sp., Saccharomyces sp., Aspergillus sp., dan

3.

Penicillium sp.
Izzah (2015), dengan judul penelitian "Kualitas Udara Pada Ruang Tunggu
Puskesmas Perawatan Ciputat Timur dan Non-Perawatan Ciputat di Daerah
Tangerang Selatan Dengan Parameter Jamur". Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas udara melalui konsentrasi jamur udara serta untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi jamur udara di
ruang tunggu Puskesmas perawatan Ciputat Timur dan Puskesmas nonperawatan Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan pada Desember

2014 hingga Maret 2015. Hasilnya adalah tidak ada perbedaan konsentrasi
jamur yang signifikan pada ruang tunggu Puskesmas perawatan Ciputat Timur
dan Puskesmas non-perawatan Ciputat Tangerang Selatan. Rata-rata
konsentrasi jamur udara pada ruang tunggu Puskesmas perawatan Ciputat
Timur sebesar 432 CFU/m dan Puskesmas non-perawatan Ciputat Tangerang
Selatan sebesar 495 CFU/m.
Berdasarkan 3 penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, perbedaan yang
terdapat dengan penelitian ini adalah terdapat pada waktu, tempat, dan metode
penelitian seta lokasi pengambilan sampel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas
a. Definisi
Menurut Kemenkes RI (2004) Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Puskesmas
adalah salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya
subsistem upaya kesehatan, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2014).
b. Tugas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam
rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Kemenkes RI, 2014).
c. Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya Puskesmas dapat menyelenggarakan
fungsi penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya dan
penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya (Kemenkes RI,
2014).
Fungsi puskesmas pada era BPJS menjadi sangat sentral dan wajib.
Salah satu unsur penting dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan adalah
ketersediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan yang berasal dari gudang
farmasi milik pemerintah dan berpengaruh langsung terhadap kecepatan
pelayanan di Puskesmas (Kurniawan, 2014).
d. Kategori Puskesmas

Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada


kebutuhan dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan
berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan.
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya Puskesmas dikategorikan
menjadi:
1) Puskesmas kawasan perkotaan
2) Puskesmas kawasan pedesaan
3) Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.
(Kemenkes RI, 2014)
Sedangkan berdasarkan kemampuan penyelenggaraannya Puskesmas
dikategorikan menjadi :
1) Puskesmas non rawat inap
2) Puskesmas rawat inap
Puskesmas non rawat

inap

adalah

puskesmas

yang

tidak

menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali pertolongan persalinan


normal, sedangkan puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi
tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap,
sesuai pertimbangan pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2014).
e. Ketentuan Puskesmas Rawat Inap
Seperti yang telah dibahas sebelumnya Puskesmas rawat inap adalah
Puskesmas yang diberi tambahan fasilitas dan sumber daya untuk
melaksanakan fungsi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan cara
memberikan pelayanan rawat inap bagi masyarakat yang membutuhkan.
Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut Puskesmas terlebih dahulu harus
memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Ketentuan tersebut antara lain :
1) Letak Puskesmas strategis, dan dapat dijadikan pusat rujukan antara atau
pusat rujukan dari puskesmas non rawat inap
2) Rawat inap hanya diperbolehkan selama 5 hari. Pasien yang
membutuhkan perawatan >5 hari harus dirujuk ke Rumah Sakit.
3) Harus dilengkapi sumber daya untuk mendukung pelayanan rawat inap.

4) Puskesmas

kawasan

perkotaan

hanya

dapat

menyelenggarakan

pelayanan rawat inap dengan jumlah tempat tidur paling banyak 5


tempat tidur.
5) Puskesmas di kawasan pedesaan hanya dapat menyelenggarakan
pelayanan rawat inap dengan jumlah tempat tidur paling banyak 10
tempat tidur, namun dalam kondisi tertentu berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan, jumlah tempat tidur dapat ditambah dengan tetap
mempertimbangan ketersediaan sumber daya yang ada.
(Kemenkes RI, 2014)
f. Kegiatan Puskesmas Rawat Inap
Dalam memenuhi tugas Puskesmas sebagai pelaksana pembangunan
kesehatan di Indonesia, maka Puskesmas rawat inap yang berfungsi sebagai
pusat rujukan dan rujukan antara dari Puskesmas non rawat inap serta
sebagai pelayan kesehatan tingkat pertama bagi masyarakat di wilayah
kerjanya, Puskesmas rawat inap dapat melakukan kegiatan-kegiatan sesuai
peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014, kegiatan tersebut antara
lain :
1) Merawat penderita yang memerlukan rawat inap secara tuntas sesuai
standar operasional prosedur dan standar pelayanan.
2) Merawat penderita gawat darurat secara tuntas ataupun merawat
sementara sampai kondisi stabil sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan, sesuai standar operasional prosedur dan standar pelayanan.
3) Observasi penderita dalam rangka diagnostik.
4) Pertolongan persalinan normal dan atau persalinan dengan penyulit,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Kemenkes RI, 2014)
g. Persyaratan Ruang Rawat Inap
Ruang rawat inap adalah ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan
dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih
dari 24 jam. Dalam rangka mendukung fungsi Puskesmas rawat inap, maka
dipandang perlu untuk menentukan pedoman teknis fasilitas ruang rawat
inap Puskemas yang memenuhi standar pelayanan, keamanan, keselamatan,

kemudahan, dan kenyamanan. Ruang rawat inap yang aman dan nyaman
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan
pasien. Oleh karena itu dalam merancang ruang rawat inap harus memenuhi
persyaratan tertentu yang mendukung terciptanya ruang rawat inap yang
sehat, aman, dan nyaman (Kemenkes RI, 2014).
1) Persyaratan Bangunan
Untuk menciptakan ruang rawat inap yang sehat, aman, dan nyaman,
maka bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman,
dan nyaman, tetapi tetap memiliki kemudahan aksesbilitas, serta terletak
jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran, dan bising dari
mesin/generator. Pintu masuk ke ruang rawat inap harus terdiri dari pintu
ganda, masing-masing dengan lebar 90 cm, dan 40 cm. Pintu masuk ke
kamar mandi pasien minimal lebarnya 85 cm dan membuka ke luar kamar
mandi. Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah
pemeliharaannya, dan cukup rapat. Bukaan jendela harus dapat
mengoptimalkan terjadinya pertukaran udara dari dalam ruangan, ke luar
ruangan (Kemenkes RI, 2014).

2) Persyaratan Kesehatan Bangunan


a) Sistem Ventilasi
Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan ruang
rawat inap harus mempunyai sistem ventilasi alami dan/atau ventilasi
mekanik/ buatan sesuai dengan fungsinya. Bangunan ruang rawat
inap harus mempunyai kisi-kisi pada pintu dan jendela yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Pada ruang rawat inap dan
koridor minimal terjadi 4 kali pertukaran udara per jam (Kemenkes
RI, 2014).
b) Sistem Sanitasi
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan
Ruangrawat inap harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem

10

pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta
penyaluran air hujan (Kemenkes RI, 2014).
c) Sistem Pengkondisian Udara
Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam
bangunan

ruang

rawat

inap

serta

mencegah

pertumbuhan

mikroorganisme yang berbahaya serta berpengaruh besar terhadap


kesembuhan pasien, pengelola bangunan ruang rawat inap harus
mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. Kelembaban
relatif

dipertahankan

30

60%,

dan

temperatur

ruangan

dipertahankan sekitar 20C - 26C (Kemenkes RI, 2014).


Apabila ruang rawat inap menggunakan alat pengkondisian
udara, unit pengkondisian udara tersebut bisa menjadi sumber
mikroorganisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini
harus diganti pada jangka waktu yang tertentu. Apabila menggunakan
sistem pengkondisian udara sentral, maka saluran udara (ducting)
harus dibersihkan secara teratur (Kemenkes RI, 2014).
Meskipun telah dicegah dan diatur sedemikian rupa, seperti
pembersihan ruangan yang intensif, pemakaian sistem pendingin
udara, dan menjaga kelembaban ruang, mikroorganisme seperti
bakteri tetap akan ada pada udara di ruang rawat inap. Oleh karena
itu Menteri Kesehatan mensyaratkan agar udara di dalam ruang rawat
harus bebas kuman patogen dengan angka total kuman tidak lebih
dari 500 koloni/m udara (Abdullah, 2011).
2. Tinjauan Umum Tentang Bakteriologi
Bakteri merupakan makhluk hidup yang kasat mata, dan dapat juga
meyebabkan berbagai gangguan kesehatan serta efek deteriorasi bagi gedung
apabila tumbuh dan berkembang biak pada lingkungan indoor. Gangguan
kesehatan yang muncul dapat bervariasi tergantung dari jenis dan rute pajanan.
Bakteri dalam gedung datang dari sumber luar (misalnya dari kerusakan tangga,

11

endapan kotoran, dan sebagainya) serta dapat memberikan pengaruh bagi


manusia seperti saat bernapas, batuk, bersin (Antoniusman, 2013).
a. Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Berdasarkan pewarnaan Gram, bakteri dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri Gram
negatif zat lipidnya akan larut selama pencucian dengan alkohol, pori-pori
pada dinding sel akan membesar, permeabilitas dinding sel menjadi besar,
sehingga zat warna yang sudah diserap mudah dilepaskan dan kuman
menjadi tidak berwarna. Sedangkan pada bakteri Gram positif akan
mengalami denaturasi protein pada dinding selnya oleh pencucian dengan
alkohol. Protein menjadi keras dan kaku, pori-pori mengecil, permeabilitas
kurang sehingga kompleks ungu kristal jodium dipertahankan dan sel kuman
tetap berwarna ungu (Widiyawati, 2006).
b. Morfologi Bakteri
Dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi lensa okuler
mikrometer dan objektif mikrometer, ukuran bakteri dapat diketahui. Ukuran
bakteri dinyatakan dalam satuan mikron. Panjang bakteri umumnya berkisar
0.1-0.2 mikron (Antoniusman, 2013).
Bentuk bakteri sangat bervariasi, tetapi secara umum ada 3 tipe, yaitu :
1) Bentuk batang/silindris (basil)
2) Bentuk bulat (kokus)
3) Bentuk spiral (spirilium)
Variasi bentuk bakteri atau koloni bakteri dipengaruhi oleh arah
pembelahan, umur, dan syarat pertumbuhan tertentu, misalnya makanan,
suhu, dan keaadaan yang tidak menguntungkan bagi bakteri (Antoniusman,
2013).
1) Bentuk batang (silindris)
Bakteri bentuk batang (basil) dibedakan atas bentuk-bentuk sebagai
berikut
a) Basil tunggal, berupa batang tunggal
b) Diplobasil, berbentuk batang bergandengan dua-dua
c) Streptobasil, berupa batang beergandengan seperti rantai
2) Bentuk Bulat

12

Bakteri berbentuk bulat (kokus) dibagi menjadi bentuk-bentuk


sebagai berikut :
a) Monokokus, berbentuk bulat satu-satu
b) Diplokokus, bentuknya bulat bergandengan dua-dua
c) Streptokokus, memiliki bentuk bulat bergandengan seperti rantai
d) Tetrakokus, berbentuk bulat terdiri dari 4 sel tersusun dalam
bentuk bujur sangkar sebagai hasil pembelahan sel ke dua arah
e) Sarkina, bentukanya bulat, terdiri dari 8 sel yang tersusun dalam
bentuk kubus sebagai hasil pembelahan sel ke tiga arah
f) Stafilokokus, berbentuk bulat tersusun seperti buah anggur
3) Bentuk Spiral
Bakteri berbentuk spiral dibagi menjadi :
a) Koma, berbentuk lengkung kurang dari setengah lingkaran
b) Spiral, berupa lengkung lebih dari setengah lingkaran
c) Spiroseta, berupa spiral yang halus dan lentur
(Antoniusman, 2013).
c. Bakteri Pada Ruang Rawat Inap Puskesmas
Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk
bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap
air kering ataupun terhembus oleh tiupan angin. Bakteri yang berasal dari
udara biasanya akan menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun
ruangan. Bakteri yang berasal dari udara terutama yang mengakibatkan
infeksi di rumah sakit misalnya Bacillus sp., Staphylococcus sp.,
Streptococcus sp., Pneumococcus, Coliform, virus hepatitis, Clostridium sp.,
(Wuland, 2010).
Puskesmas rawat inap sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi
masyarakat harus memiliki ruang rawat inap yang memenuhi syarat
kesehatan, baik kualitas udaranya, konstruksinya maupun fasilitasnya. Di
dalam ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, penyakit dapat
menular melalui peralatan, bahan-bahan yang digunakan, makanan dan
minuman, petugas kesehatan, dan pengunjung. Penularan mikroorganisme
kepada manusia terjadi dengan mekanisme tertentu, misalnya dengan tiupan
angin, tetesan air atau droplet, percikan batuk atau bersin, percakapan, dan
kontak dengan permukaan tanah (Abdullah, 2011).

13

d. Isolasi dan Identifikasi Bakteri


Terdapat beberapa cara Identifikasi Bakteri, antara lain :
1) Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan langsung digunakan untuk mengamati pergerakan dan
pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami,
yang pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses pewarnaan
mengakibatkan beberapa perubahan. Cara yang paling baik adalah
dengan membuat sediaan tetesan gantung (Kusnadi, 2012).
Teknik pewarnaan pada pemeriksaan mikroskopis dikelompokkan
menjadi beberapa tipe, berdasarkan respon sel bakteri terhadap zat
pewarna dan sistem pewarnaan yang digunakan.
a) Untuk pemisahan kelompok bakteri digunakan pewarnaan Gram,
dan pewarnaan acidfast /tahan asam untuk Mycobacterium.
b) Untuk melihat struktur digunakan pewarnaan flagel, pewarnaan
kapsul, pewarnaan spora, dan pewarnaan nukleus. Pewarnaan
Neisser atau Albert digunakan untuk melihat granula metakromatik
(volutin bodies) pada Corynebacterium diphtheriae.
Untuk semua prosedur pewarnaan mikrobiologis dibutuhkan
pembuatan apusan lebih dahulu sebelum melaksanakan beberapa teknik
pewarnaan yang spesifik. Caranya tidak sulit tetapi membutuhkan
kehati-hatian dalam pembuatannya (Kusnadi, 2012).
2) Pembiakan Bakteri
Pembenihan atau media yaitu campuran bahan-bahan tertentu yang
dapat menumbuhkan bakteri, jamur ataupun parasit, pada derajat
keasaman

dan

inkubasi

tertentu.

Pembiakan

diperlukan

untuk

mempelajari sifat bakteri untuk dapat mengadakan identifikasi,


determinasi, atau differensiasi jenis-jenis yang ditemukan. Medium
pembiakan terdiri dari :

14

a) Medium Pembiakan Dasar


Pembiakan dasar adalah medium pembiakan sederhana yang
mengandung bahan yang umum diperlukan oleh sebagian besar
mikroorganisme dan dipakai juga sebagai komponen dasar untuk
membuat medium pembiakan lain. Medium ini dibuat dari 3 g
ekstrak daging, 5 g pepton dan 1000 ml air. Dinamakan juga bulyon
nutrisi . Dengen penambahan 15 agar-agar diperoleh apa yang
dinamakan agar nutrisi atau bulyon agar (Irianto, 2006).
b) Medium pembiakan penyubur (Euriched Medium)
Medium pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan dasar
dengan penambahan bahan lain untuk mempersubur pertumbuhan
bakteri tertentu yang pada medium pembiakan dasar tidak dapat
tumbuh dengan baik. Untuk keperluan ini ke dalam medium
pembiakan dasar sering ditambahkan darah, serum, cairan tubuh,
ekstrak hati dan otak (Irianto, 2006).
c) Medium Pembiakan Selektif
Medium pembiakan selektif digunakan untuk menyeleksi bakteri
yang diperlukan dari campuran dengan bakteri-bakteri lain yang
terdapat dalam bahan pemeriksaan. Dengan penambahan bahan
tertentu bakteri yang dicari dapat dipisahkan dengan mudah. Yang
termasuk ke dalam media selektif dan differensial diantaranya :
a. Agar Garam Mannitol
Mengandung konsentrasi garam tinggi (7,5% NaCl), yang
dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri, kecuali
Staphylococcus. Staphylococcus ini memperlihatkan suatu zona
berwarna

kuning

di

sekeliling

pertumbuhannya,

Staphylococcus yang tidak melakukan fermentasi tidak akan


menghasilkan perubahan warna (Kusnadi, 2012).
b. Agar Darah
Darah dimasukkan ke dalam medium untuk memperkaya unsur
dalam

pembiakan

mikroorganisme

terpilih

seperti

15

Streptococcus sp. Darah juga akan memperlihatkan sifat


hemolysis yang dimiliki Streptococcus.
a). Gamma hemolisis: tidak terjadi liysis sel darah merah, tidak
adanya perubahan medium di sekitar koloni
b). Alpha hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dengan
reduksi hemoglobin menjadi metahemoglobin menghasilkan
lingkaran kehijauan sekitar pertumbuhan bakteri.
c). Beta hemolisis: terjadi lisis sel darah merah dilengkapi
kerusakan dan penggunaan hemoglobin oleh mikroorganisme
menghasilkan zona bening sekeliling koloni (Kusnadi, 2012).
c. Agar MacConkey
Menghambat pengaruh kristal ungu terhadap pertumbuhan
bakteri Gram positif, selanjutnya bakteri Gram-negatif dapat
diisolasi. Medium dilengkapi dengan karbohidrat (laktosa),
garam empedu, dan neutral red sebagai pH indikator yang
mampu

membedakan

bakteri

enterik

sebagai

dasar

kemampuannya untuk memfermentasi laktosa (Kusnadi, 2012).


3) Uji Biokimia
Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari
interaksi metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen
kimia. Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan senyawa tertentu
sebagai sumber karbon dan sumber energi (Irianto, 2006).

16

4. Kerangka Teori
Puskesmas

Ruang
rawat inap

Sanitasi
lingkungan

Berdasarka
n
pewarnaan
Bakteri
Udara

Definisi

Isolasi dan Identifikasi


bakteri

Morfologi :
-kokus
-batang
-spiral
Agar Darah

Media Pertumbuhan
MacConkey
Agar
Uji Biokimia

Pewarnaan Gram

Bakteri

Keterangan :

= Diteliti
= Tidak diteliti

(Putra, 2015)
Gambar 2.1 Kerangka Teori

17

5. Kerangka Konsep

Ruang Rawat
Inap

Puskesmas

Bakteri Udara

Agar darah

Agar
MacConkey
Isolasi dan
Identifikasi
Uji Biokimia
Jenis Bakteri

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

B. Landasan Teori
Lingkungan puskesmas yang bersih merupakan awal dari kesembuhan suatu
penyakit. Keadaan udara di dalam ruang rawat inap turut berperan dalam kesembuhan
pasien. Pengaturan lingkungan perawatan harus dilakukan dengan baik. Lingkungan
sebagai tempat berkumpul orang memungkinkan terjadinya peningkatan interaksi
antara orang yang terinfeksi dan orang-orang beresiko terinfeksi. Pasien dengan
infeksi yang dirawat atau mikroorganisme patogen merupakan sumber potensial dari
infeksi baik pada pasien ataupun tenaga kesehatan.

18

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1204/Menkes/SK/X/2004, persyaratan kualitas udara dengan indeks angka kuman
pada ruang rawat inap adalah maksimum 500 CFU/m (Izzah, 2015).

19

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian
kuantitatif dengan desain penelitian observational deskriptif. Dalam penelitian
observasional deskriptif, peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena
yang ditemukan. Hasil pengukuran disajikan secara apa adanya, dan tidak dilakukan
analisis mengapa fenomena tersebut terjadi (Sastroasmoro, 2014).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Puskesmas rawat inap
Kecamatan Lindu dan laboratorium kesehatan daerah provinsi Sulawesi Tengah.
Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Januari tahun 2016.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Menurut Sastroasmoro (2014) yang dimaksudkan dengan populasi
dalam penelitian adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik
tertentu. Populasi dalam penelitian ini terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Populasi target
Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir
penerapan hasil penelitian, dan biasanya bersifat umum. Populasi
target pada penelitian ini adalah bakteri yang terdapat pada udara.
b) Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang
dapat dijangkau oleh peneliti dan dibatasi oleh tempat dan waktu.
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah bakteri udara yang
terdapat pada udara di ruang rawat inap Puskesmas rawat inap
Kecamatan Lindu pada saat penelitian dilakukan.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Sampel merupakan bagian dari
populasi terjangkau yang direncanakan untuk diteliti langsung serta telah

20

memenuhi kriteria pemilihan, yakni kriteria inklusi dan ekslusi (Sastroasmoro,


2014). Sampel dalam penelitian ini adalah koloni bakteri yang terdapat pada
cawan petri setelah proses pengambilan sampel.
Untuk menentukan besar sampel yang menggambarkan keseluruhan
obyek belum ada ketentuan yang pasti karena ukuran sampel tidak dapat
digeneralisasi. Untuk itu pada penelitian ini peneliti mengukur pada 4 titik
pengamatan dengan menggunakan 2 buah cawan petri pada setiap titik
pengamatan di ruang rawat inap Puskesmas rawat inap Kecamatan Lindu
yang diambil selama 3 minggu berturut-turut.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara probability sampling dengan cara
simple random sampling. Pada teknik ini setiap subyek dalam populasi terjangkau
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel
penelitian.
E. Definisi Operasional
Menurut Sastroasmoro (2014) definisi operasional adalah suatu batasan yang
dibuat oleh peneliti terhadap konsep yang akan ditelitinya, sehingga tidak ada makna
ganda dari istilah yang digunakan oleh seorang peneliti. Dalam penelitian ini terdapat
beberapa definisi operasional, yaitu :
a) Ruang rawat inap adalah ruangan yang disediakan oleh Puskesmas Lindu
yang digunakan untuk memberi layanan kesehatan meliputi observasi,
diagnosa, pengobatan, keperawatan, dan rehabilitasi medik.
b) Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan sumber
daya dan fasilitas untuk meenyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai
pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
c) Bakteri udara adalah jenis bakteri udara yang diperoleh pada sampel yang
diambil dari medium agar darah dan agar McConkey yang diletakkan di
ruang rawat inap Puskesmas Lindu dan telah dilakukan isolasi dan
identifikasi. Kemudian dilanjutkan dengan uji biokimiawi yang

21

dicocokkan dengan tabel perbandingan karakteristik dari masing-masing


bakteri (Putra, 2015).
d) Kultur bakteri adalah perkembangbiakan mikroorganisme atau sel
jaringan hidup dalam media khusus yang kondusif bagi pertumbuhannya,
yang dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah Sulawesi Tengah
(Dorland, 2006)
F. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
a. Cawan petri
b. Inkubator
c. Loop/Ose
d. Mikroskop
e. Object Glass
f. Pembakar bunsen
g. Pipet steril
h. Tabung reaksi
i. Rak tabung
2. Bahan Penelitian
a. Air suling
b. MacConkey agar
c. Blood agar
d. KIA agar
e. BHIA agar
f. Larutan pewarnaan gram (Gentian violet, lugol, decolorisation,dan
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.

safranin)
SIM medium
Citrat medium
Glukosa medium
Laktosa medium
Sukrosa medium
Maltosa medium
Mannitol medium
Metil red medium
Vogest proust medium
Urea medium
Acid medium (Labkesda Sulawesi Tengah, 2015)

22

G. Prosedur Penelitian
1. Prosedur Penelitian
a. Menurut Ririn (2002), teknik pengambilan sampel identifikasi bakteri
adalah :
1) Teknik sedimentasi menggunakan cawan petri yang mengandung
Media agar darahUrea dan MacConkey Agar
2) Cawan petri terbagi menjadi 2 :
a) 4 cawan petri yang mengandung Media agar darah
b) 4 cawan petri yang mengandung McConkey Agar
3) Sampel diambil dengan cara meletakkan 8 buah cawan petri yang
masing-masing berisi 4 Media agar darah dan 4 MacConkey agar
yang kemudian ditempatkan pada 4 titik ruangan yang diletakkan
setinggi 100 cm dari lantai.
4) Pengambilan sampel diambil setelah ruangan dibersihkan pada pagi
hari didasarkan pada waktu dimana diperkirakan paling sedikit pasien
datang ke ruang rawat inap.
5) Jumlah keseluruhan sampel adalah 24 sampel dengan perincian
berikut : 8 sampel pada minggu pertama, 8 sampel pada minggu
kedua, dan 8 sampel pada minggu ketiga.
6) Cawan petri dibiarkan terbuka dan terpapar selama 15 menit. Setelah
itu cawan petri ditutup dan dibawa ke Laboratorium Kesehatan
Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
b. Isolasi Bakteri
Cawan petri yang mengandung media agar darah dan MacConkey agar
diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Media agar darah digunakan
untuk isolasi bakteri gram positif sedangkan MacConkey agar digunakan
untuk isolasi bakteri gram negatif (Putra, 2015)
c. Identifikasi bakteri
Sampel bakteri yang terdapat pada pertumbuhan masing-masing
cawan petri selanjutnya dilakukan prosedur uji biokimia untuk
identifikasi bakteri (Putra, 2015)

23

H. Alur Penelitian
Ruang rawat inap
Puskesmas Lindu

Cawan petri dibiarkan


terbuka selama 15 menit

Isolasi pada inkubator dengan


suhu 37C selama 24 jam

Ada pertumbuhan
bakteri

Tidak ada
pertumbuhan bakteri

Tidak ada bakteri

Media isolasi
(agar darah)

Media isolasi
(MacConkey agar)

Pewarnaan gram

Uji Biokimia

Jenis Bakteri
Gambar 3.1 Alur Penelitian

24

I. Jenis dan Sumber Data Penelitian


Jenis data yang dikumpulkan adalah :
1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dari hasil kultur media yang
ditempatkan di ruang rawat inap Puskesmas Lindu
J. Pengolahan Data
1. Editing
Editing ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap data
primer yang diperoleh
2. Coding
Memberikan kode pada semua variabel untuk mempermudah dalam
pengolahan data yang dilakukan
3. Entry
Memasukkan data ke program komputer
4. Tabulating
Menyusun seluruh data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel maupun grafik
5. Describing
Menggambarkan seluruh data yang berupa tabel maupun grafik dalam bentuk
narasi atau kalimat
K. Penyajian Data
Data-data yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini akan disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik
L. Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif dengan melihat
pertumbuhan bakteri pada cawan petri di ruang rawat inap Puskesmas Lindu
M. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi
tempat penelitian dilaksanakan. Setelah mendapat persetujuan tersebut barulah
dilakukan penelitian dengan memperhatikan masalah etika penelitian (Yurisa, 2008)

25

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Puskesmas Rawat Inap
Kecamatan Lindu dan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah.
Pengambilan sampel dilakukan 3 minggu berturut-turut yakni pada tanggal 10 April
2016, 17 April 2016, dan 24 April 2016. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi bakteri udara di ruang rawat inap pada Puskesmas dengan fasilitas
rawat inap di Kecamatan Lindu.
Pada penelitian ini, dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri pada ruang rawat
inap Puskesmas Kecamatan Lindu. Pertama-tama, cawan petri yang mengandung
media agar darah dan agar McConkey ditempatkan pada titik yang telah ditentukan
sebelumnya berdasarkan metode simple random sampling dan dibiarkan terbuka
selama 15 menit. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari yaitu setelah
dilakukan pembersihan ruangan dikarenakan waktu tersebut diperkirakan paling
sedikit pasien yang berkunjung ke ruang rawat inap Puskesmas Lindu. Kemudian
sampel dibawa ke laboratorium kesehatan daerah Sulawesi tengah dan diinkubasi
selama 24 jam. Setelah diinkubasi diamati bentuk, ukuran, warna, permukaan dan
sifat dari pertumbuhan bakteri pada agar. Setelah diamati pertumbuhannya, diambil
salah satu koloni pada agar darah dan agar McConkey, lalu dibiakkan kembali pada
Brain Heart Infusion Agar (BHIA) dan Kliger Iron Agar (KIA) lalu diinkubasi lagi
selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan gram untuk mengidentifikasi
moroflogi bakteri dibawah mikroskop kemudia dilanjutkan dengan melakukan uji
biokimia dengan mengambil sampel dari media BHIA atau KIA.

26

Proses diatas dilakukan selama 3 minggu berturut-turut pada 24 media,


dengan hasil 7 media diantaranya tidak didapatkan pertumbuhan bakteri. Hal ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor fisik yaitu meliputi temperature,
pH, tekanan osmotic, cahaya, serta radiasi. Faktor kimia jugu cukup berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan bakteri seperti nutrisi dan media kultur mikroorganisme.
Kepadatan pengunjung, pasien, serta tenaga medi yang berada di ruang rawat inap
juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri.
Pada pengamatan minggu pertama ditemukan beberapa jenis bakteri antara
lain Staphylococcus Sp, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. Pada
minggu kedua didapatkan bakteri Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
warneri, Staphylococcus Sp, dan Micrococcus varian. Pada minggu ketiga didapatkan
bakteri Micrococcus luteus, Staphylococcus haemoliticus, Staphylococcus Sp, dan
Pseudomonas coccovenenans.
Bakteri yang paling banyak ditemukan pada ruang rawat inap Puskesmas
Kecamatan Lindu yaitu Staphylococcus Sp. Bakteri ini ditemukan setiap minggunya.
Hal ini disebabkan bakteri Staphylococcus mudah berkembang pada sebagian besar
medium, relative resisten terhadap pengeringan, panas (tahan pada suhu 50C selama
30 menit), dan natrium klorida. Bakteri ini dapat menyebabkan hordeolum ataupun
furunkel (bisul), bahkan dapat menyebabkan penyakit seperti pneumonia, mastitis,
meningitis, dan infeksi saluran kemih.
Bakteri terbanyak selanjutnya yaitu Staphylococcus epidermidis. Bakteri ini
ditemukan pada minggu pertama dan minggu kedua, namun tidak ditemukan pada
minggu ketiga. Hal ini dapat diakibatkan beberapa faktor seperti faktor fisik dan
faktor kimia. Kepadatan pengunjung dan jumlah pasien yang dirawat pada ruang
rawat inap juga berpengaruh pada jumlah bakteri udara, karena penyebaran penyakit
pada ruangan yang padat penghuninya akan lebih cepat jika dibandingkan dengan
ruangan yang jarang penghuninya. Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit,
saluran napas, dan saluran cerna manusia. Pada orang dengan penurunan fungsi imun,
bakteri ini dapat menyebabkan infeksi paru, endocarditis, dan meningitis.

27

Sama halnya dengan Staphylococcus epidermidis, bakteri terbanyak


berikutnya yaitu Micrococcus luteus. Micrococcus luteus merupakan bakteri gram
positif, termasuk ke dalam keluarga Micrococcus, bakteri yang berbentuk kokus atau
bola. Micrococcus dapat ditemukan di lingkungan akuatik, tanah, produk susu, dan
kulit manusia. Micrococcus luteus juga termasuk ke dalam klasifikasi bakteri
Thermofilik, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan ekstrim antara 40-75C.
Bakteri ini merupakan bakteri non patogenik, namun pada orang dengan fungsi imun
yang menurun, bakteri ini dapat menyebabkan micrococcocis, dengan gejala klinis
seperti timbulnya luka pada kulit dan organ internal seperti otot, liver, dan limpa
dengan diikuti penurunan nafsu makan.

28

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T., 2011. Lingkungan Fisik dan Angka Kuman Udara Ruangan di Rumah
Sakit Umum Haji Makassar, Sulawesi Selatan. FKM Universitas Hasanuddin,
Makassar
Antoniusman, M., 2013. Hubungan Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara Dalam
Ruang dan Faktor Demografi Terhadap Kejadian Gejala Fisik Sick Building
Syndrome Pada Responden Penelitian Di Gedung X Tahun 2013. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta
Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial, Probematika dan Pengendaliannya. Penerbit
Salemba Medika. Jakarta
Dorland, N., 2006. Kamus Kedokteran Dorland. EGC. Jakarta
Immaniar, E., Apriliana, E., Rukmono, P., 2013. Kualitas Mikrobiologi Udara di
Inkubator Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Abdul Moeloek
Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. 2:51-60
Irianto, K., 2006. Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2. Yrama Widya. Jakarta
Izzah, N., 2015. Kualitas Udara Pada Ruang Tunggu Puskesmas Perawatan Ciputat
Timur dan Non-Perawatan Ciputat di Daerah Tangerang Selatan Dengan
Parameter Jamur. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Kemenkes RI. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan Puskesmas. Kemenkes RI. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Teknis Bangunan Ruang
Rawat Inap. Kemenkes RI. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Komunikasi Data, Profil
Puskesmas Lindu. Kemenkes RI. Jakarta

29

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan


Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Kemenkes RI. Jakarta
Kurniawan, D., 2014. Identifikasi Waste dan Rancangan Perbaikan Dengan
Menggunakan Fishbone Diagram dan Lean Thinking di UPTD Gudang Farmasi
Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya
Kusnadi, 2012. Identifikasi Bakteri. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Labkesda Sulawesi Tengah. 2015. Panduan Pengambilan Sampel Identifikasi
Bakteri. Laboratorium Kesehatan Daerah. Sulawesi Tengah
Putra, AF., 2015. Identifikasi Bakteri Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD
Undata Tahun 2015. FKIK Universitas Tadulako. Palu
Ririn, A., 2002. Efektivitas Sterilisasi dan Disinfeksi Kamar Operasi dan Ruang UGD
di Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha Depok. FKM Universitas Indonesia.
Jakarta
Saleh, M., Rares F.E., Soeliongan, S., 2015. Pola Bakteri Aerob Penyebab Infeksi
Nosokomial Pada Ruangan Neonatal Intensive Care Unit (Nicu) Blu Rsup Prof.
Dr. R. D Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik. 3:236-42
Sastroasmoro, S., 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto.
Jakarta
WHO, 2015. Patient Safety, World Alliance for Safer Health Care. Geneva
Widiyawati, B., 2006. Uji Sensitivitas Bakteri Gram Positif dan Negatif Isolat
Laboratorium Mikrobiologi Unismus Terhadap Penicilin, Tetrasiklin, dan
Kloramfenikol. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang
Wuland, F., 2010. Identifikasi Bakteri Udara Sesudah Gerakan Jum'At Bersih Di
Ruang Operasi Rumah Sakit Roemani Semarang. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang
Yula, 2006. Hubungan sanitasi Rumah Tinggal Dan Hygiene Perorangan Dengan
Kejadian Dermatitis Di Desa Moramo Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe
Selatan. Universitas Haluoleo. Kendari
Yurisa, W., 2008. Etika Penelitian Kesehatan. Universitas Riau. Riau

Anda mungkin juga menyukai