Anda di halaman 1dari 20

REFARAT Maret, 2018

GLOBAL HEALTH, BIOETIK, BIOTERORISM

Disusun Oleh :
Fadjriansyah Wahid N 111 15 049
Reska Perdana N 111 15 028
Rifka Ulfa Rosyida N 111 17 092

PEMBIMBING :
Dr. dr. Annisa Anwar Muthaher, S.H, M.Kes, Sp.F

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Sepanjang perjalanan sejarah dunia Kedokteran, banyak defenisi dan paham mengenai
bioetika yang dilontarkan oleh para ahli etika dari berbagai belahan dunia. Pendapat pendapat
ini dibuat untuk merumuskan suatu pemahaman bersama tentang apa itu bioetika.
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma
atau nilai-nilai moral. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang
ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro
maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama,
ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti
abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik,
membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan
masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan
sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada
manusia dan hewan percobaan.
Terrorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan
kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam skala
lebih kecil daripada perang . Dari segi bahasa, istilah teroris berasal dari Perancis pada abad
18. Kata terrorisme yang artinya dalam keadaan terror ( under the terror ), berasal dari bahasa
Latin ”terrere” yang berarti gementaran dan ”detererre” yang berarti takut.
Istilah terrorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari sengketa
teritorial atau kultural melawan ideologi atau agama yang toksin, secara disengaja dengan
tujuan membunuh, melukai atau melumpuhkan musuh. Pada kenyataannya bioterrorisme tidak
hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan dan tanaman.
Penyakit infeksi yang diakibatkan bioterrorisme dapat menyebabkan angka kesakitan dan
kematian yang besar, kepanikan masal dan kekacauan sosial. Serangan bioterrorisme juga
menyebabkan kerugian materi yang besar, akibat lumpuhnya ekonomi karena kepanikan
masyarakat, biaya vaksin atau obat-obatan profilaksis yang harus diberikan dan proses
dekontaminasi yang harus dilakukan.
Serangan bioterrorisme mungkin tidak disadari sampai timbul korban dalam jumlah besar.
Hal ini disebabkan karena penyebarannya yang dilakukan secara diam-diam, adanya tenggang
waktu antara paparan dengan munculnya gejala penyakit, dan sebagian besar dokter/paramedis
tidak pernah menjumpai kasus penyakit antraks, pes, cacar dan penyakit lain akibat serangan
bioterrorisme serta adanya kesulitan dalam pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosa.
Kesehatan global adalah kesehatan penduduk dalam lingkup global. Kesehatan global
didefinisikan sebagai "bidang studi, penelitian, dan praktik yang mengutamakan perbaikan
kesehatan dan pemerataan kesehatan untuk semua orang di dunia". Permasalahan yang
melintasi perbatasan negara atau berdampak global secara politik dan ekonomi sering menjadi
perhatian utama. Karena itu, kesehatan global lebih berfokus pada perbaikan kesehatan seluruh
dunia, pengurangan kesenjangan, dan perlindungan terhadap ancaman global yang tidak
memandang batas negara. Kesehatan global berbeda dengan kesehatan internasional,
cabang kesehatan masyarakat yang berfokus pada negara-negara berkembang dan bantuan
asing dari negara-negara maju.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Global Health


pada lebih dari 50 tahun, dunia membuat kemajuan yang signifikan meninhkatkan
kesehatan manusia. Adapun tantangan dan solusi permasalahan kesehatan global
seperti:
- Pada tahun 2008, secara global ada 164.000 kematian akibat campak
- Sekitar 1,8 juta orang meninggal akibat TB setiap tahunnya
- Pada tahun 2008, terjadi sekitar 343.000 kematian ibu (maternal causes)
- Adapun berbagai penyakit tidak terbatas yang terjadi di suatu negara, tetapi
dapat menyebar ke negara lain, seperti: TB, HIV, Polio

Kesehatan seringkali dianggap sebagai sebuah permasalahan yang sifatnya pribadi


(privat). Namun, kesehatan sebenarnya merupakan suatu permasalahan yang bersifat
umum meskipun kesehatan itu sendiri terkait erat dengan kondisi kesehatan invidu
secara internal tapi mempunyai efek secara sosial yang tidak bisa terhindarkan. Efek
tersebut bahkan dapat melintasi batas negara yang pada akhirnya menjadi sebuah
fenomena global. Masalah kesehatan tidak hanya menimpa individu, namun masalah
kesehatan juga menyangkut dan berimbas kepada kepentingan masyarakat.
Saat ini isu kesehatan global menjadi perhatian dunia internasional, karena isu
kesehatan global merupakan masalah kesehatan yang sifatnya melintasi batas negara
sehingga dibutuhkan kesepakatan antar negara dalam forum multilateral untuk
memperhatikan masalah isu kesehatan global tersebut. Negara di tuntut memiliki
kemampuan dalam menangani isu kesehatan global dan mampu menegosiasikan rezim
kesehatan global dan perjanjian-perjanjian internasional yang berhubungan dengan
penanganan isu kesehatan. Kemajuan teknologi kesehatan ternyata tidak membuat
pandemi menjadi sebuah catatan sejarah saja. Berbagai penyakit-penyakit baru mulai
bermunculan seiring dengan berkembangnya teknologi yang pada akhirnya menjadi
ancaman bagi manusia. Masalah kesehatan juga bisa menjadi masalah transnasional di
karenakan semakin tingginya tingkat mobilitas di era global ini. Adapun contoh isu
kesehatan Global yakni:
- Emerging dan re-emerging disease
- Resistensi antimicrobial
- Eradikasi polio
- Diare
- Campak
- Pneumonia pada anak
- Infeksi penyakit menular pada wanita muda
- TB
- Malaria
- HIV/AIDS
- Infeksi parasite seperti cacing tambang
- Meningkatnya kasus penyakit diabetes dan jantung

Dalam menganalisa permasalahan mengenai peran Indonesia terhadap isu


kesehatan global melalui forum Foreign Policy and Global Health (FPGH) penulis
menggunakan teori yaitu Teori Peranan dan Teori Partnership (Kemitraan). Teori
peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan
peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku politik adalah akibat
dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang dipegang oleh aktor politik. Peranan
dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi oleh struktur-struktur tertentu. Peranan
ini bergantung pada posisi dan kedudukan struktur tersebut. Semua organisasi
internasional memiliki struktur organisasi untuk mencapai tujuannya. Apabila
strukturstruktur tersebut telah menjalankan fungsinya, maka organisasi tersebut telah
menjalankan peranan tertentu. Indonesia perlu menjadi kekuatan transformatif.
Indonesia sebagai sebuah negara yang ikut menjadi aktor pengusung nilai-nilai
kemanusiaan dengan membangun mekanisme access and benefit sharing dan berperan
aktif sebagai negara yang ikut andil dalam memprakarsai Foreign Policy and Global
Health (FPGH) yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang lebih baik bagi
penanganan kesehatan global. Kemitraan dapat didefinisikan kemitraan sebagai sebuah
hubungan antara individu atau kelompok yang ditandai dengan kerja sama dan
tanggung jawab untuk pencapaian tujuan tertentu. Kemitraan melibatkan sebuah
organisasi yang berbasis pada tujuan yang sama, dimana peserta dalam organisasi
tersebut saling berbagi baik manfaat dan resiko, serta sumber daya alam dan
kemampuannya. Perjanjian dalam kemitraan dapat berbentuk formal maupun
nonformal. Organisasi pada umumnya bergabung bersama dalam mengejar
kepentingan pribadi yang bisa sama atau berbeda dari para pemangku kepentingan
lainnya. Namun, dalam kemitraan harus memiliki dan mengembangkan tujuan mereka
secara bersama dengan memahami permasalahan umum dari masalah dan peran dari
masing-masing peserta organisasi dalam mengatasi permasalahn yang ada tersebut.
Meningkatnya interaksi antar organisasi mencerminkan beralihnya paradigma yang
dulunya hanya mengandalkan pemerintah dalam memecahkan suatu masalah dalam
negaranya namun sekarang secara tidak langsung bergantung pada dunia internasional.
Pentingnya perubahan dalam pelayanan dunia kesehatan memerlukan kontribusi yang
besar antar anggota mitra organisasi kesehatan. Kegagalan reformasi kesehatan pada
tahun 1993-1994, substitusi kesehatan yang dikelola belum dicoba untuk direformasi,
semakin besarnya biaya kesehatan yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat kelas bawah yang mengakibatkan krisis
dibidang kesehatan dan perlunya dicari solusi tersebut secara cepat. Kesehatan telah
menjadi ajang bisnis bagi para pelaku bisnis sehingga diperlukan komitmen bersama
bagi mitra organisasi agar mampu menjadi mitra yang tidak hanya mencari keuntungan
secara sepihak tanpa memikirkan solusi permasalahan kesehatan secara tepat.

1. Kondisi Kesehatan Global Globalisasi membawa berbagai perubahan, salah satunya


mengenai isu-isu baru yang perlu menjadi perhatian bersama. Salah satu isu yang
sangat penting untuk diperhatikan adalah masalah kesehatan yang sebelumnya
merupakan sebuah isu yang kurang bahkan tidak mendapat perhatian khusus namun
saat ini isu kesehatan semakin berkembang pesat dan menjadi salah satu perhatian
utama bagi negara. Globalisasi itu sendiri memiliki peran dalam mendorong
penyebaran berbagai penyakitpenyakit seperti flu burung dan HIV/AIDS, oleh
karena itu penting bagi sebuah negara untuk memperhatikan masalah kesehatan
karena ancaman kesehatan sangatlah menentukan stabilitas sebuah negara.10 Pada
tahun 2003, merupakan awal terjadinya penyebaran wabah flu burung di Indonesia.
Tingkat kematian yang terjadi mencapai angka 70% dari setiap kasus yang terjadi.
Dengan adanya tingkat kematian yang sedemikian tinggi, WHO (World Health
Organization) mewajibkan setiap negara out break flu burung untuk mengirimkan
sempel virusnya kepada GISN (Global Influenza Surveillance) yang merupakan
lembaga rekanan WHO, dalam mencegah terjadinya pandemik virus. Dengan kata
lain virus sharing bagi WHO artinya adalah negara berkembang mengirim virus
gratis kepada negara maju. Untuk kasus Flu Burung, negara-negara yang mengalami
outbreak Flu Burung pada manusia harus menyerahkan virus H5N1 pada WHO.
Virus dari korban yang meninggal karena flu burung sampelnya diambil dan dikirim
ke WHO Collaborating Center (WHO-CC) dalam bentuk wild virus. Negara-negara
pengirim virus hanya diminta menunggu konfirmasi diagnosis dari virus tersebut.
Setelah itu mereka tidak pernah tahu perjalanan virus yang mereka kirim. Terakhir
mereka hanya tahu, harus membeli vaksinnya dari negaranegara maju dengan harga
mahal padahal mereka mendapatkan virus tersebut secara gratis. Keadaan hadirnya
vaksin dari industri farmasi dari negara-negara berkembang setelah dikirimnya virus
kepada WHO juga dialami oleh Indonesia. Virus flu burung strain Indonesia yang
dikirim ke laboratorium WHO sejak 2005 telah dikembangkan menjadi vaksin di
Australia pada awal Februari 2007. Australia menjelaskan bahwa, virus didapat dari
WHO. Oleh karena itu Menteri Kesehatan RI menegaskan bahwa pembuatan vaksin
itu di luar pengetahuan Indonesia. Indonesia mengirim virus H5NI ke WHO untuk
kepentingan kemanusiaan, tetapi oleh Australia dijadikan lahan komersial.
Berdasarkan kenyataan inilah mengapa Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Siti
Fadillah Supari, melakukan protes terhadap WHO dan berusaha untuk merubah
mekanisme pengelolaan virus agar lebih adil dan setara.
2. Forum Foreign Policy And Global Health (FPGH) Inisiatif Menteri Luar Negeri
negara penggerak FPGH dalam mengatasi isu kesehatan global yang dibagi menjadi
tiga agenda pokok, yaitu14: kapasitas terhadap jaminan kesehatan global (capacity
for global health security), menghadapi ancaman terhadap jaminan kesehatan global
(facing threats to global health security), dan menjadikan globalisasi bekerja untuk
semua isu (making globalisation work for all). Dibentuknya inisiatif “Oslo
Declaration” dalam forum tersebut merupakan salah satu wujud tindakan nyata bagi
negara anggota mengenai kebijakan luar negerinya dalam menekankan masalah
kesehatan global. Inisiatif ini berfungsi untuk memperkuat komitmen bersama atas
isu kesehatan global, dan peluncuran inisiatif ini juga ditujukan sebagai upaya untuk
mensinergikan kebijakan politik luar negeri dengan isu kesehatan global dan
nasional serta menunjukkan peningkatan kerja sama kesehatan global yang sifatnya
komplementer dan menjanjikan.
2.2 Bioetik
Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan
oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-
masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya
masalah pada masa yang akan datang.

A. Prinsip Dasar Bioetika


Prinsip-prinsip dasar etika suatu aksioma yang mempermudah penalaran etik.
Prinsip-prinsip itu harus dibersamakan dengan prinsip-prinsip lainnya atau yang disebut
spesifik. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih
penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan
terakhir disebut dengan Prima Facie. Konsil kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi
prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesa
mengacu kepada 4 kaidah dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika
kedokteran atau bioetika, antara lain:
1) Benefience
Beneficence (tindakan berbuat baik) merupakan positif dari segi tidak
merugikan. Tindakan berbuat baik menuntut kita harus membantu orang lain demi
kepentingan mereka dengan memastikan ia tidak membawa risiko kepada diri
sendiri. Kita mempunyai kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan orang lain
dan menolong mereka dengan batas kerugian diri sendiri. Tahapan dalam melakukan
kebaikan ada empat. Pertama, kondisi dimana orang yang kita bantu akan mengalami
bahaya besar atau risiko kehilangan sesuatu yang penting. Kedua, adanya pemikiran
bahwa saya sanggup melakukan sesuatu yang secara langsung menyumbangkan
untuk mencegah terjadinya kerugian atau kehilangan bagi orang tersebut. Ketiga,
perbuatan saya kemungkinan akan mencegah terjadinya kerugian atau kehilangan
tersebut. Keempat, akan ada manfaat yang diterima orang tersebut sebagai akibat
perbuatan saya. Beneficence terbagi kepada General beneficence dan Specific
beneficence. General beneficence merangkumi hal-hal seperti melindungi dan
mempertahankan hak yang lain, mencegah terjadi kerugian pada yang lain dan
menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada orang lain. General beneficence
adalah berbuat baik kepada siapa pun. Specific beneficence adalah apabila tindakan
baik ditujukan pada orang yang kita kenal, pasien orang cacat dan sebagainya. Di
dalam bioetika, beneficence merangkumi mengutamakan kepentingan pasien,
maksimilasikan akibat-akibat baik dan memandang pasien tidak hanya
menguntungkan dokter.
Prinsip-prinsip yang terkandung didalam kaidah ini adalah:
 Mengutamakan altruism
 Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
 Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan keburukannya
 Paternalism bertanggung jawab
 Menjamin kehidupan baik minimal manusia
 Memaksimalkan hak-hak pasien secara keseluruhan

2) Non-Maleficence
Non-maleficence bermaksud tidak merugikan adalah berdasarkan prinsip
Primum non nocere yang bermaksud above all do no harm atau yang terpenting
tidak merugikan. Ini adalah prinsip dasar yang diambil dari tradisi Hipokratik. Asas
non-malificence ialah kita berkewajiban untuk tidak mencelakakan. Kerugian yang
harus dihindar terutama adalah kerugian fisik atau bisa meliputi juga kerugian
terhadap kepentingan seseorang. Metode tradisional untuk memeriksa boleh tidak
adanya resiko atau efek-efek yang merugikan adalah prinsip double effect. Prinsip
double effect ini harus memenuhi empat syarat. Pertama, apa yang mau kita lakukan
tidak boleh bersifat tidak baik dari segi moral. Kedua, kerugian yang sedang kita
pertimbangkan itu tidak boleh menjadi sarana untuk mencapai efek yang baik.
Ketiga, efek yang tidak baik atau merugikan itu tidak boleh dimaksudkan. Dan yang
keempat, harus ada alasan proposional untuk melakukan perbuatannya,
bagaimanapun akibat perbuatan itu. Kewajiban dokter untuk menganut ini
berdasarkan hal seperti pasien dalam keadaan sangat darurat atau beresiko hilangnya
sesuatu yang penting, dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut,
tindakan dokter tadi efektif, dan bermanfaat bagi pasien lebih banyak daripada
kerugian dokter. Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
 Menolong pasien emergensi
 Mengobati pasien yang luka
 Tidak membunuh pasien
 Tidak memandang pasien sebagai objek
 Tidak menghina/mencaci maki pasien
 Melindungi pasien dari serangan
 Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
 Memberikan semangat hidup

3) Autonomy
Autonomy atau self-determination adalah suatu bentuk kebebasan bertindak, di
mana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukan
sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur tangan pihak luar. Terdapat dua unsur
autonomy, yang pertama adalah kemampuan untuk mengambil keputusan tentang
suatu rencana bertindak yang tertentu. Yang kedua, harus mampu untuk
mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Autonomy menuntut bahwa kita
sendiri menentukan siapakah kita ini dan bersedia untuk bertanggungjawab atas
pilihan itu. Autonomy seorang pasien ialah pasien sebagai manusia yang berakal
budi tidak boleh dijadikan semata-mata alat tetapi tujuan. Prinsip autonomy adalah
dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medis terhadap pasien harus
mendapat persetujuan dari pasien dulu, setelah diberi informasi dan penerangan.
Kaidah autonomi mempunyai prinsip:
 Menghargai hak menentukan nasib sendiri
 Menjaga rahasia pasien
 Melaksanakan informed concent
 Membiarkan pasien dewasa mengambil keputusan sendiri
 Menjaga hubungan
 Tidak membohongi pasien meskipun demi kebaikan pasien
 Mencegah pihak lain untuk mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
 Tidak menghalangi autonomi pasien

4) Justice
Justice bermaksud keadilan. Keadilaan adalah pembagian manfaat dan beban,
serta pembagian barang dan jasa menurut standar yang adil. Justice adalah memberi
perlakuan yang sama untuk setiap orang. Memberi sumbangan relatif terhadap
kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka. Menurut pengorbanan relatif sama,
diukur dengan kemampuan mereka. Terdapat dua jenis keadilan, keadilan
komparatif dan distributif. Keadilan komparatif adalah apa yang diterima oleh satu
orang atau grup ditentukan dengan membandingkan orang atau grup lain yang juga
berhak berdasarkan kebutuhan. Keadilan distributiv adalah kebajikan membagikan
dengan cara merata secara material kepada setiap orang andil yang sama, setiap
orang sesuai dengan kebutuhannya, setiap orang sesuai upayanya, sesuai
kontribusinya jasanya. Kasus-kasus yang sejenis harus diperlakukan dengan cara
sejenis dan kasus-kasus yang tidak sejenis boleh diperlakukan dengan cara tidak
sejenis. Ciri-ciri justice:
 Menghargai hak sehat pasien
 Menghargai hak orang lain
 Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
 Menghormati hak populasi yang sama rentan penyakit
 Menjaga kelompok rentan
 Menghargai hak hukum pasien

2.3 Bioterorism

A. Definisi

Bioterrorisme adalah penyebaran senjata biologis, yaitu virus, bakteri atau


toksin, secara disengaja dengan tujuan membunuh, melukai atau melumpuhkan
musuh. Pada kenyataannya bioterrorisme tidak hanya menyerang manusia, tetapi
juga hewan dan tanaman.
B. Epidemiologi
Tahun-tahun terakhir abad 20 dan awal abad 21, beberapa negara mendapat
berbagai ancaman terrorisme dengan berbagai bentuk teror baik fisik, mental,
maupun tindakan kekerasan berupa perusakan, penyebaran penyakit dan
pembunuhan. Terrorisme dilakukan dengan mengatasnamakan kepentingan tertentu
baik politik, ekonomi ataupun kepentingan kekuasaan lainnya. Dalam dekade ini,
seiring berkembangnya sains, terrorisme dilakukan dengan menggunakan agen
hayati (mikroorganisme) sebagai sumber penyebab penyakit yang mematikan.
Peperangan dengan agen hayati bukanlah ancaman baru dan pada masa yang
akan datang akan menggantikan perang konvensional (perang nuklir dan
sejenisnya). Hal ini karena kemampuan membunuhnya lebih efektif daripada bentuk
persenjataan api atau nuklir. Dikatakan lebih efektif karena senjata biologis bersifat
membunuh dan mematikan manusia dan makhluk hidup lainnya, bukan sekadar
merusak sarana fisik serta penyebarannya yang relatif lebih mudah dan dapat bersifat
mewabah dalam jangka panjang.
Dalam peperangan hayati, bakteri patogen dan virus sangat bermanfaat karena
banyak anggotanya sangat mudah untuk dikembangbiakkan dan disebarluaskan.
Mikroorganisme yang umum digunakan sebagai agen misalnya:
1. Bacillus anthracis, penyebab penyakit antrax,
2. Clostridium botulinum, penghasil racun botulinum yang sangat mematikan,
3. Virus smallpox, penyebab penyakit cacar/variola,
4. Yersinia pestis, penyebab wabah penyakit pes.
Mikroorganisme ini dapat disebarkan dengan aerosol yang disemprotkan dari
udara serta mudah menyebar luas serta menginfeksi secara sederhana dan cepat.
Di Indonesia mungkin belum ditemukan kasus serangan dengan menggunakan
senjata biologis yang membunuh manusia secara massal tapi ada indikasi
bioterrorisme dalam hal pertanian dan peternakan. Salah satu kasus populer yang
diperkirakan merupakan hasil dari kegiatan bioterrorisme adalah kasus tersebarnya
virus flu burung di Indonesia yang sempat menyebabkan perekonomian anjlok
akibat tingkat penjualan produk unggas menurun drastis. Juga masuknya sejumlah
jenis biji-bijian dan hewan dari luar negeri secara ilegal yang mungkin saja
mengandung bibit penyakit hewan maupun tumbuhan yang dapat mewabah di
Indonesia.
Dalam menghadapi ancaman bioterrorisme, diperlukan keterlibatan aktif
berbagai pihak. Pihak keamanan memiliki peran sangat penting dalam
mengendalikan dan memelihara keamanan umum agar tidak terjadi gejolak yang
tidak diinginkan. Pihak kesehatan memegang peran penting dalam penanganan
penderita dan pengendalian bahan biologik yang bersangkutan agar tidak menyebar
luas. Pihak laboratorium diperlukan kemampuannya untuk membantu mendeteksi,
mengidentifikasi dan menelusuri asal muasal bahan biologik yang dipergunakan.
Karena sifatnya penuh kedaruratan, maka kegiatan-kegiatan diatas memerlukan
payung hukum khusus agar dapat dilaksanakan dengan baik. Tampak jelas disini
bahwa kerjasama antar instansi terkait merupakan suatu keharusan untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
C. Karakteristik
Senjata biologis yang digunakan dalam bioterrorisme mempunyai ciri-ciri :
a) bersifat patogen/dapat menimbulkan penyakit
b) mudah diproduksi
c) bersifat stabil
d) mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi
e) tidak mempunyai vaksin yang efektif
f) menyebabkan kepanikan
g) dapat menular antar manusia
h) mempunyai dosis infeksius kecil dan sangat menular dalam bentuk gas/aerosol
i) diagnosis sulit ditegakkan dalam waktu singkat

Serangan bioterrorisme lebih efektif disebarkan lewat udara sehingga metode


ini sering digunakan. Jika dilepaskan di udara terbuka, penyebarannya dipengaruhi
oleh kondisi cuaca. Hujan akan mengurangi efektifitas agen penyakit sedangkan
angin dapat menyebarkannya menuju arah yang tidak dikehendaki (Issue Brief,
2006).Target bioterrorisme adalah tempat luas dan ramai sehingga mempunyai
derajat kontaminasi tinggi. Dapat juga digunakan agen biologis lebih dari satu yang
disebarkan di tempat sama dengan tujuan memperlambat penanganan.
Suatu wabah harus dicurigai sebagai serangan bioterrorisme bila angka
kejadiannya meningkat dengan cepat, terdapat peningkatan jumlah luar biasa
terutama pasien dengan demam, gangguan pernapasan dan gejala gastrointestinal,
peningkatan penyakit endemis pada waktu, tempat dan pola yang tidak biasa, angka
kejadian penyakit tersebut lebih rendah pada orang-orang yang berada di dalam
ruangan (indoor), pasien-pasien dengan penyakit tertentu berasal dari lokasi yang
sama, penyakit tersebut menyebabkan kematian dalam jumlah besar dan pasien
memberikan gambaran suatu penyakit yang relatif tidak biasa dan yang berpotensi
digunakan sebagai bioterrorisme.
Dibandingkan serangan dengan senjata militer, bioterrorisme mempunyai
kelebihan yaitu biaya produksinya lebih murah karena alat dan bahan yang
dibutuhkan lebih sederhana serta memerlukan waktu pembuatan yang lebih pendek.
Senjata biologis juga lebih menguntungkan karena dapat dibuat vaksin atau penawar
senjata biologi yang telah diciptakan lalu kemudian dijual dengan harga tinggi.
Bioterrorisme juga lebih disukai karena penyebarannya tidak terdeteksi sehingga
musuh tidak menyadarinya. Gejala penyakit yang timbul akibat serangan
bioterrorisme juga tidak dapat segera dideteksi, tergantung masa inkubasinya.
Disamping itu, penyakit yang timbul dapat berkembang biak dan menyebar ke
individu lain secara alami sehingga terjadi infeksi sekunder.
Kerugian bioterrorisme adalah penyebarannya memerlukan perhitungan kondisi
cuaca yang tepat karena perubahan arah angin dapat mengakibatkan senjata biologis
berbalik menyerang diri sendiri. Pelaku yang menyebarkan senjata biologi harus
dilengkapi dengan alat pelindung karena berisiko terinfeksi. Radiasi matahari dan
perubahan cuaca dapat menyebabkan agen biologi menjadi tidak aktif dan tidak
berfungsi dengan baik.
Agen biologis yang dipilih berdasarkan patogenisitas, masa inkubasi, virulensi,
letalitas dan transmisibilitasnya. Juga dipertimbangkan dapat tidaknya penyakit
akibat agen biologis tersebut untuk dilakukan pengobatan dan vaksinasi. Agen
biologis dapat diperoleh dari lingkungan alam seperti tanah, air, hewan yang
terinfeksi dan laboratorium mikrobiologi. Alternatif lain adalah dengan membuatnya
sendiri. Toksin dapat dibuat dengan cara menambahkan kode DNA pada bakteri.
Kemajuan bioteknologi memungkinkan mensintesis virus tertentu berdasarkan
genomnya atau berdasarkan material dasar seperti DNA. Modifikasi agen biologis
dilakukan melalui tehnik seleksi dan rekayasa genetik untuk meningkatkan
patogenisitasnya, mempercepat masa inkubasi dan resistensinya terhadap
pengobatan yang sudah ada.
D. Klasifikasi
Klasifikasi senjata biologi dapat dilakukan berdasarkan taksonomi, inang (host),
sindrom yang ditimbulkan, efek yang dihasilkan, cara penyebarannya dan respon
praktis atau menurut sifat fungsionalnya (Chauhan, 2004). Yang sering digunakan
adalah klasifikasi menurut Centers for Disease Control dan Prevention (CDC),
Amerika Serikat. CDC membagi menjadi 3 kategori senjata biologis yang digunakan
untuk serangan bioterrorisme berdasarkan kemudahan penyebaran, beratnya
penyakit dan jumlah kematian yang ditimbulkan.
Kategori A adalah bibit penyakit (mikroorganisme atau toksin) yang
mempunyai risiko tertinggi, karena mudah disebarkan atau ditularkan dari manusia
ke manusia, menimbulkan kematian yang tinggi, berpotensi menyebabkan dampak
luas dan kepanikan pada masyarakat, dan membutuhkan tindakan pencegahan
khusus. Kategori B adalah mikroorganisme yang merupakan prioritas sedang
(moderate) karena penyebarannya bersifat moderate, menyebabkan angka kesakitan
tingkat sedang dan angka kematian rendah, Sedangkan kategori C adalah
mikroorganisme yang merupakan prioritas ketiga, termasuk bibit penyakit yang baru
muncul dan dapat dikembangkan di masa yang akan datang karena bersifat mudah
didapat, mudah diproduksi dan disebarkan, mempunyai potensi kecacatan dan
kematian yang tinggi dan dampak kesehatan yang luas.
Tabel Klasifikasi senjata biologis potensial berdasarkan Center for Disease Control and
Prevention (CDC), Amerika Serikat.

Kategori A Kategori B Kategori C

Variola virus Coxiella burnetti Nipah virus


Bacillus anthracis Brucella sp. Hantaviruses
Francisella tularensis Burkholderia mallei Yellow fever
Yersinia pestis Salmonella sp. Tick encephalitis viruses
Viral Hemorrhagic Fever Shigella dysenteriae Mycobacterium
Ebola virus Escherichia coli 0157:H7 tuberculosis (multiresistent)
Marburg virus Vibrio cholerae SARS coronavirus
Lassa virus Cryptsoridium parvum
Junin virus Eastern encephalitis virus
Clostridium botulinum Western encephalitis virus
toxin Venezuelaiencephalitis
virus
Staphylococcus enterotoxin
Epsylon enterotoxin
(Clostridium perfringens)

E. Senjata Biologis Potensial


Pengenalan dini merupakan hal yang terpenting. Serangan bioterrorisme yang
dilakukan secara diam-diam hanya dapat terdeteksi bila tenaga medis waspada dan
terlatih mengenali penyakit infeksi yang berpotensi digunakan dalam bioterrorisme.
Kebanyakan penyakit yang disebabkan akibat bioterrorisme memberikan gejala
tidak spesifik. Sedangkan laboratorium mempunyai kemampuan terbatas dalam
penegakan diagnosa dan akan menyebabkan keterlambatan penanganan.
Berdasarkan gambaran klinis awal pasca paparan, terdapat 4 kelompok kumpulan
gejala yang muncul akibat serangan bioterrorisme, yaitu
a) Gagal napas akut yang disertai demam, dapat muncul pada orang yang terpapar
antraks inhalasi dan pes (plague),
b) Ruam kulit akut yang disertai demam yang terdapat pada penyakit cacar dan
kelompok penyakit demam berdarah akibat virus,
c) Gangguan neurologis, dijumpai pada paparan toksin botulinum dan
d) Gejala yang menyerupai influenza pada paparan bakteri penyebab Tularemia.

Diagnosa suatu epidemi merupakan suatu bioterrorisme biasanya terlambat


karena hanya sedikit tenaga medis, terutama dari negara maju yang pernah melihat
kasus cacar, antraks atau pes.
F. Penanganan
Penanganan korban yang dicurigai akibat bioterrorisme meliputi terapi spesifik
sesuai penyakit yang muncul pada individu yang terpapar maupun tertular,
profilaksis dan dekontaminasi. Pasien yang terinfeksi antraks diberikan antibiotika
spektrum luas seperti penisilin, siprofloksasin dan doksisiklin, sampai hasil
sensitifitas kuman diketahui. Antraks inhalasi tidak menular antar manusia sehingga
tidak memerlukan prosedur isolasi khusus.
Streptomisin, tetrasiklin dan doksisiklin telah disetujui sebagai terapi pes.
Berbeda dengan antraks inhalasi, pasien dengan pes tipe pneumonia harus diisolasi
ketat. Perawatan pasien yang diduga cacar harus dilakukan dengan isolasi ketat.
Belum ada terapi spesifik, penanganan terfokus pada perawatan suportif. Penelitian
tentang Cidofovir sebagai antiviral pada kasus cacar saat ini sedang dilakukan.
Antibiotika spektrum luas dapat diberikan sampai hasil sensitifitas diketahui.
Streptomisin dan doksisiklin direkomendasikan sebagai terapi tularemia. Obat yang
lain adalah gentamisin, kloramfenikol dan siprofloksasin. Tularemia tidak
memerlukan isolasi khusus.
Profilaksis bioterrorisme adalah penggunaan obat dan/atau vaksin untuk
mencegah penyakit atau mengurangi beratnya penyakit pada manusia yang terpapar
bakteri atau virus yang digunakan dalam bioterrorisme. Profilaksis harus diberikan
segera setelah paparan supaya efektif. Profilaksis diberikan pada orang yang berada
di lokasi yang sama saat penyebaran agen biologis dan mempunyai kontak erat
dengan orang yang terinfeksi bukan orang yang hanya terpapar. Profilaksis berupa
antibiotika oral dan/atau vaksin antraks dapat diberikan pada orang yang terpapar
yaitu mereka yang berada di area paparan antraks. Pada pes tipe pneumonia hanya
diberikan antibiotika oral, doksisiklin atau siprofloksasin karena belum ada vaksin
untuk pes. Sedangkan untuk penyakit cacar, vaksin cacar (vaccinia) bila diberikan
tidak terlalu lama setelah paparan dapat mencegah penyakit sedangkan antibiotika
tidak diberikan karena tidak efektif. Pada tularemia, untuk profilaksis diberikan
antiobiotika doksisiklin atau siprofloksasin pada individu yang terpapar sedangkan
vaksinasi tularemia tidak ada. Profilaksis untuk demam berdarah akibat virus tidak
direkomendasikan bila tanpa gejala, pemberian ribavirin jika terdapat gejala
penyakit dalam waktu 21 hari paska paparan arenavirus, bunyavirus atau virus yang
tidak diketahui (Schlossberg, 2007). Untuk paparan toksin botulinum dapat
diberikan toksoid botulinum tetapi belum dilakukan pada populasi yang besar.
G. Pencegahan
1) Antisipasi setiap potensi produksi, penyimpanan, pengiriman/pengangkutan dan
penggunaan agen biologis bertujuan teror oleh instansi yang berwenang.
Kesadaran publik dan kewaspadaan masyarakat akan memperkecil kesempatan
untuk menggunakan agen biologi untuk terrorisme.
2) Meningkatkan kemampuan sistem kesehatan di berbagai tingkatan dalam
mencegah, mendeteksi dan merespon bioterrorisme. Berdasarkan pengalaman,
dokter adalah orang pertama yang mengenali tanda-tanda serangan
bioterrorisme atau setidaknya merupakan orang pertama yang mengetahui
adanya korban yang disebabkan oleh agen biologi berbahaya. Harus diberikan
pemahaman kepada tenaga medis untuk dapat mendeteksi setiap infeksi yang
mencurigakan, bagaimana menangani korban bioterrorisme dan cara
melaporkan kepada lembaga yang berwenang. Lembaga tersebut harus dapat
menilai tingkat kedaruratan dan mampu memberikan arahan praktis secepat
mungkin tandap menunggu terjadinya kepanikan di masyarakat.
3) Menghindari kepanikan dalam merespon suatu serangan yang diduga
bioterrorisme. Kepanikan dapat menurunkan sensitivitas dan kemampuan dalam
mengatasi bioterrorisme. Hal ini dapat dicegah dengan pelatihan dan evaluasi
kasus pada setiap komponen sistem perawatan kesehatan sehingga pada saat
terjadi kasus nyata tidak terjadi reaksi yang berlebihan dan dapat menghasilkan
tindakan penanganan kasus yang terukur dan terkontrol.
4) Meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar lembaga yang berwenang. Hal
ini akan mengurangi kesalahan penanganan dan menciptakan sistem peringatan
dini pada masyarakat luas.
5) Mencari akar penyebab terrorisme seperti masalah ideologi, keadilan dan
perdamaian. Penyelesaian hal tersebut merupakan pencegahan paling efektif
terrorisme
BAB III
KESIMPULAN
Kesehatan global didefinisikan sebagai "bidang studi, penelitian, dan praktik yang
mengutamakan perbaikan kesehatan dan pemerataan kesehatan untuk semua orang di dunia".
Permasalahan yang melintasi perbatasan negara atau berdampak global secara politik dan
ekonomi sering menjadi perhatian utama.
Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang
terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang
akan datang
Bioterrorisme adalah penyebaran senjata biologis, yaitu virus, bakteri atau toksin, secara
disengaja dengan tujuan membunuh, melukai atau melumpuhkan musuh. Pada kenyataannya
bioterrorisme tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan dan tanaman.
Sehingga itu lebih berfokus pada perbaikan kesehatan seluruh dunia, pengurangan
kesenjangan, dan perlindungan terhadap ancaman global yang tidak memandang batas negara.
Kesehatan global berbeda dengan kesehatan internasional, cabang kesehatan masyarakat yang
berfokus pada negara-negara berkembang dan bantuan asing dari negara-negara maju.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hanfiah, J.A 2009. Etika Kedokteran dan Hukum/Kesehatan (4th Ed).Jakarta.EGC
2. Paul R. Viotti & Mark V. Kauppi. 2008. International Relations Theory: Realism,
Pluralism, Globalism, and Beyond. USA: Ally & Bacon.
3. Aleksius Jemadu, 2008. POLITIK GLOBAL dalam TEORI DAN
PRAKTIK.Yogyakarta: Graha Ilmu

4. Bellamy RJ, Freedman AR, 2001. Bioterrorism. QJ Med Vol 94, 227-34

5. CDC, 2001. Investigation of Anthrax Associated With Intentional Exposure and Interim
Public Health Guidelines. p. 2086-90

6. Cieslak TJ, Christopher GW, Eitzen EM, 2005. Bioterrorism Alert for Health Care
Workers. Bioterrorism and Infectious Agents : A New Dilemma for the 21st Century,
217-36

7. Noji, EK, 2001. Bioterrorism : A New Global Environmental Health Threat. Global
Change and Human Health Vol 2, 2-10

8. Bastera. F.J. 2010. Bioethics. Minnestora: The Lithurgical Press.


9. Beauchamp T, James F. 2009. Childress Principle of Biomedical Ethics: Oxford
University press.

10. Federation of American Scientists (FAS), 2009. Introduction to Biological Weapons,


(http://www.fas.org/programs/bio/introtobw.html#intro)

Anda mungkin juga menyukai