Disusun Oleh :
Nurhaeni (P27901119088)
Reguler / Semester : 1B D-III Keperawatan / Semester 2
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan Resume dan Studi Kasus “Hepatitis dan
Diare”, dengan tepat pada waktunya. Banyak rintangan dan hambatan yang saya hadapi
dalam penyusunan makalah ini. Namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta
bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Dengan
adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan doa.
Tidak lupa pula saya mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah saya, di
karenakan banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah ini.
Penulis
A. HEPATITIS
1. Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alkohol. (Ester monika,
2002 : 93).
Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis
virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis dn
inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia
serta seluler yang khas. (Brunner & Suddarth, 2002 : 1169).
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam
bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal definisi
lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ hati,bukan
penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di masyarakat mengartikan
lever adalah penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit kuning sebenarnya dapat
menimbulkan kercunan, karena tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh radang
hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung empedu. (M. Sholikul
Huda).
Hepatitits adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat di
sebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat – obatan serta bahan
– bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh
virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas. (Smeltzer, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hepatitis adalah
suatu penyakit peradangan pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus
yang menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
2. Jenis-jenis Hepatitis
a. Hepatitis A
Dikenal dengan hepatitis infeksiosa, rute penularan adalah melalui
kontaminasi oral-fekal, HVA terdapat dalam makanan dan air yang terkontaminasi.
Potensi penularan infeksi hepatitis ini melalui sekret saluran cerna. Umumnya
terjadi didaerah kumuh berupa endemik. Masa inkubasi : 2-6 minggu, kemudian
menunjukkan gejala klinis. Populasi paling sering terinfeksi adalah anak-anak dan
dewasa muda.
b. Hepatitis B
Penularan virus ini melalui rute trnfusi darah/produk darah, jarum suntik,
atau hubungan seks. Golongan yang beresiko tinggi adalah mereka yang sering
tranfusi darah, pengguna obat injeksi; pekerja parawatan kesehatan dan keamanan
masyrakat yang terpajan terhadap darah; klien dan staf institusi untuk kecatatan
perkembangan, pria homoseksual, pria dan wanita dengan pasangan heteroseksual,
anak kecil yang terinfeksi ibunya, resipien produk darah tertentu dan pasien
hemodialisa. Masa inkubasi mulai 6 minggu sampai dengan 6 bulan sampai timbul
gejala klinis.
c. Hepatitis C
Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab tersering
infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial. HCV ditularkan
dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama melalui tranfusi darah.
Populasi yang paling sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, individu yang
menerima produk darah, potensial risiko terhadap pekerja perawatan kesehatan dan
keamanan masyarakat yang terpajan pada darah. Masa inkubasinya adalah selama
18-180 hari.
d. Hepatitis D
Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingeti
air yan tercemar. populasi yang paling sering terinfeksi adalah orang yang hidup
pada atau perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko dimana sanitasi
buruk, dan paling sering pada dewasa muda hingga pertengahan
3. Etiologi
a. Etologi Hepatitis A
Menurut PAPDI (1996), ikterus epidemik (hepatitis) dilaporkan pertama
kali oleh Hipocrates, kemudian banyak laporan tentang epidemi penyakit ini
terutama pada saat perang dunia ke-2. Semakin meningkatnya pengetahuan
dibidang kedokteran, klasifikasi dari virus hepatitis semakin bertambah. Sebagian
besar kasus dari hepatitis viral akut disebabkan oleh salah satu virus hepatitis
yaitu Viru Hepatitis A, B, C, D, E dan G.
Menurut Chin J (2006), penyebab hepatitis A adalah karena virus yang
disebut juga sebagai Infectious Hepatitis, Epidemic Hepatitis, Epidemic Jaundice,
Catarrhal jaundice, Hepetitis Tipe A atau HA . Pada wilayah non endemis, gejala
hepatitis A pada orang dewasa biasanya ditandai dengan demam, malaise,
anoreksia, nausea dan gangguan abdominal, diikuti dengan munculnya ikterus
dalam beberapa hari. Di sebagain besar negara bekembang, infeksi virus hepatitsi
A terjadi pada masa kanak-kanak umumnya asimtomatis atau dengan gejala sakit
ringan. Infeksi yang terjadi pada usia selanjutnya hanya dapat diketahui dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap fungsi hati. Penyakit ini mempunyai gejala
klinis dengan spektrum yang bervariasi mulai dari ringan yang sembuh dalam 1-2
minggu sampai dengan penyakit dengan gejala yang berat yang berlangsung
sampai beberapa bulan.
b. Etiologi Hepatitis B
Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil
berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-
42 nm (Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan
rata-rata 60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah
protein envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid
atau core (Hardjoeno, 2007).
Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial
dengan 3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan
memiliki empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih
secara parsial protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti
large HBs (LHBs), medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen
S, yang merupakan target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada
asam amino 100-160 (Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari
sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg
ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan (Asdie et al, 2012).
Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P
yang mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan
terakhir gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel
host secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus
ataupun host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker
hati (Hardjoeno, 2007).
Sruktur genom HCV terdiri dari satu open reading frame (ORF) yang
memberi kode pada polipeptida yang termasuk komponen struktural terdiri dari
nukleokapsid (inti/core), envelope (E1 dan E2), serta bagian non struktural (NS)
yang dibagi menjadi NS2, NS3, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b. Pada kedua ujung
terdapat daerah non coding (NC) yang pendek yaitu daerah 51 dan 31 terminal
yang sangat stabil dan berperan dalam replikasi serta translasi RNA.
Nukleokapsid digunakan untuk deteksi antibodi dalam serum pasien.
Karakteristik HCV yang paling penting adalah adanya variasi sekuens nukleotida,
Genetik HCV yang heterogen secara garis besar dibagi menjadi genotip dan
quasispesies. Telah diidentifikasi 6 genotip HCV dengan beberapa subtype yang
diberi kode dengan huruf. Genotip yang paling sering ditemukan adalah genotip
1a, 1b, 2a, dan 2b. genotip 1,2, dan 3 dengan subtipenya masing-masing
merupakan genotip yang tersebar diseluruh dunia, genotip 4 dan 5 di Afrika, dan
genotip 6 terutama di Asia. Genotip 3a lebih banyak terjadi pada pemakaian obat
terlarang intravena. Quasispesies menunjukkan heterogenisitas populasi HCV
pada seseorang yang terinfeksi HCV, yang terjadi akibat sifat HCV yang mudah
mengadakan mutasi. Hal ini merupakan mekanisme HCV untuk meloloskan diri
dari sistem imun atau limfosit T sitolitik seseorang, sehingga infeksi HCV
bersifat persisten dan berkembang menjadi hepatitis kronik.
d. Etiologi Hepatitis D
Virus Delta bila dilihat dari pandangan virology binatang memang
merupakan virus unik. Virus ini termasuk virus RNA yang sangat kecil. Virion
VHD hanya berukuran kira-kira 36 nm tersusun atas genom RNA single
stranded dan kira-kira 60 kopi antigen delta yang merupakan satu-satunya jenis
protein di kode oleh VHD. Antigen Delta terdiri dari 2 jenis yakni large (L) dan
small (S) Virion VHD mempunyai kapsul terdiri atas protein yang dihasilkan
oleh VHB. Dinding luar tersebut terdiri atas lipid dan seluruh komponen
HBsAg. Komponen HBsAg yang mendominasi adalah small HBsAg kira-kira
sebanyak 95%. Proporsi seperti ini sangat berbeda dengan proporsi yang
terdapat pada VHB. Selain menjadi komponen utama dinding VHD, HBsAg
juga diperlukan VHD untuk transmisi dan masuk ke hepatosit. HBsAg akan
melindungi virion VHD tetapi secara langsung tidak mempengaruhi replikasi
VHD.
e. Etiologi Hepatitis E
HEV merupakan virus RNA dengan diameter 27-34 mm. Pada manusia
hanya terdiri atas satu serotipe dengan empat sampai lima genotipe utama.
Genome RNA dengan tiga overlap ORF (open reading frame) mengkode protein
struktural dan protein non-struktural yang terlibat pada replikasi HEV. Virus
dapat menyebar pada sel embrio diploid paru akan tetapi replikasi hanya terjadi
pada hepatosit.
4. Gejala
a. Gejala klinis Hepatitis A
Hepatitis A merupakan penyakit yang terutama menyerang anak dan
dewasa muda. Pada fase akut hepatitis A umumnya 90% asimtomatik atau
bentuk yang ringan dan hanya sekitar 1% yang timbul ikterus.
Pada anak manifestasinya sering kali asimtomatk dan anikterik. Gejala dan
perjalanan klinis hepatitis virus akut secara umum dapat dibedakan dalam 4
stadium :
1. Masa Tunas. Lamanya viremia pada hepatitis A 2-4 Minggu.
2. Fase pra-ikterik/prodromal. Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat
berlangsung 2-7 hari, gambaran sangat bervariasi secara individual seperti
ikterik, urin berwarna gelap, lelah/lemas, hilang nafsu makan, nyeri & rasa
tidak enak di perut, tinja berwarna pucat, mual dan muntah, demam kadang-
kadang menggigil, sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal pada otot,
diare dan rasa tidak enak di tenggorokan. Dengan keluhan yang beraneka
ragam ini sering menimbulkan kekeliruan pada waktu mendiagnosis, sering
diduga sebagai penderita influenza, gastritis maupun arthritis.
3. Fase Ikterik. Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya
setelah demam turun penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning
pekat seperti air teh ataupun tanpa disadari, orang lain yang melihat sclera
mata dan kulitnya berwarna kekuning-kuningan. Pada fase ini kuningnya
akan meningkat, menetap, kemudian menurun secara perlahan-lahan, hal ini
bisa berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada stadium ini gejala klinis sudah
mulai berkurang dan pasien merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat
terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata dan bisa berlangsung
lama.
4. Fase penyembuhan. Fase penyembuhan dimulai dengan menghilangkan
sisa gejala tersebut diatas, ikterus mulai menghilang, penderita merasa segar
kembali walau mungkin masih terasa cepat capai.
Umumnya, masa penyembuhan sempurna secara klinis dan biokimia
memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Menurut Koff (1992) pada beberapa
kasus dapat terjadi penyimpangan : sebanyak 20% penderita
memperlihatkan perjalanan yang polifasik, setelah penderita sembuh terjadi
lagi peningkatan SGPT. Dilaporkan 50-90 hari setelah timbul keluhan dan
hepatitis kolestasis timbul pada sebagian kecil kasus dimana terjadi
peningkatan kembali bilirubin serum yang baru menghilang 2-4 bulan
kemudian (prolonged cholestasis) hepatitis fulminant, merupakan
komplikasi yang sangat jarang kurang dari 1%, kematiannya yang tinggi
tergantung dari usia penderita.
5. Pemeriksaan Diagnosis
a. Diagnosis Hepatitis A
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gejala klinis dan dibantu dengan
sarana penunjang pemeriksaan laboratorium. Anamnesa : gejala prodromal,
riwayat kontak. Pemeriksaan jasmani : warna kuning terlihat lebih mudah pada
sclera, kulit, selaput lendir langit-langit mulut, pada kasus yang berat (fulminant).
Didapatkan mulut yang berbau spesifik (foeter hepaticum). Pada perabaan hati
membengkak, 2 sampai 3 jari di bawah arcus costae, konsistensi lunak, tepi tajam
dan sedikit nyeri tekan. Perkusi pada abdomen kuadran kanan atas, menimbulkan
rasa nyeri dan limpa kadang-kadang membesar, teraba lunak. Pemeriksaan
laboratorium : tes fungsi hati (terdapat peninggian bilirubin, SGPT dan kadang-
kadang dapat disertai peninggian GGT, fosfatase alkali), dan tes serologi anti
HAV, yaitu IgM anti HAV yang positif.
Untuk menunjang diagnosis perlu dibantu dengan pemeriksaan
laboratorium yaitu dengan timbulnya gejala, maka anti-HAV akan menjadi
positif. IgM anti-HAV adalah subkelas antibody terhadap HAV. Respons inisial
terhadap infeksi HAV hampir seluruhnya adalah IgM. Antibodi ini akan hilang
dalam waktu 3-6 bulan. IgM anti-HAV adalah spesifik untuk diagnosis dan
konfirmasi infeksi hepatitis A akut. Infeksi yang sudah lalu atau adanya imunitas
ditandai dengan adanya anti-HAV total yang terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM
anti-HAV. Antibodi IgG akan naik dengan cepat setelah virus dieradikasi lalu
akan turun perlahan-lahan setelah beberapa bulan. Petanda anti-HAV berguna
bagi penelitian epidemiologis dan status imunitas.
b. Diagnosis Hepatitis B
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat
transmisi seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya.
Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri dari
pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa &
Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan
biokimia, serologis, dan molekuler (Hardjoeno, 2007). Pemeriksaan USG
abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada biopsi hepar dapat
menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati (Mustofa & Kurniawaty,
2013).
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari :
1. Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali
nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit,
peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar
albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik
VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali
nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat
(Hardjoeno, 2007).
2. Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda
infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6
bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung
permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah
yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier (Hardjoeno, 2007).
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien
dan terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena terdapat
variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat suatu tenggang
waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan
hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama periode tersebut, anti-
HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB (Asdie et al, 2012).
3. Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara laboratorium
untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum atau plasma.
Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi carrier,
menentukan prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan antiviral. Metode
pemeriksaannya antara lain:
a. Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena waktu
paruh pendek dan diperlukan penanganan khusus dalam prosedur
kerja dan limbahnya.
b. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik
hibridisasi yang lebih sensitif dan tidak menggunakan radioisotop
karena sistem deteksinya menggunakan substrat chemiluminescence.
c. Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan untuk
menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari beberapa target
molekul asam nukleat.
d. Diagonosis Hepatitis D
Infeksi melalui darah.
Pasien HBsAg positif dengan:
Anti HDV dan atau anti HDV RNA sirkulasi (pemeriksaan
belum mendapat persetujuan)
IgM anti HDV dapat muncul sementara
Koinfeksi HBV/HDV
HBsAg positif
IgM anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Superinfeksi
HBsAg positif
IgG anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya
perbaikan infeksi.
e. Diagnosis Hepatitis E
Diagnosis hepatitis E pada pemeriksaan serologis dengan metode ELISA
seperti anti-HEV, IgG dan IgM anti-HEV dan PCR serum dan kotoran untuk
mendeteksi HEV-RNA serta immunofluorescent terhadap antigen HEV di
serum dan sel hati.
7. Komplikasi
a. Komplikasi Hepatitis A
1. Gagal Hati
Komplikasi ini akan terjadi ketika fungsi hati menurun drastis. Gagal hati
dapat menyebabkan pengidapnya mengalami muntah-muntah parah, rentan
pendarahan, mudah mengantuk, penurunan konsentrasi dan daya ingat, hingga
gangguan konsentrasi. Apabila gangguan ini tidak segera diobati, gagal hati
dapat menyebabkan kematian.
2. Kambuhnya Infeksi
Infeksi hepatitis A terkadang dapat datang kembali. Kambuhnya hepatitis A
dapat terjadi lebih dari satu kali setelah infeksi pertama.
3. Kolestasis
Biasanya, kolestasis terjadi pada pengidap hepatitis A yang berusia lebih tua.
Kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus.
Komplikasi ini terjadi ketika cairan empedu menumpuk di dalam hati. Gejala-
gejalanya berupa penurunan berat badan, demam, sakit kuning yang tidak
kunjung sembuh, dan diare.
b. Komplikasi Hepatitis B
1. Sirosis
Kondisi ini terjadi karena adanya pembentukan jaringan parut pada hati.
Jaringan parut adalah jaringan yang terbentuk setelah sel-sel hati yang
mulanya normal, kemudian mengalami luka atau radang yang berkelanjutan.
Gejala sirosis biasanya tidak terdeteksi dan sering tidak disadari pengidapnya,
sampai terjadi kerusakan yang parah pada hati. Sirosis yang parah dapat
memicu gejala-gejala, seperti turunnya berat badan, mual, gampang lelah,
gatal-gatal pada kulit, serta pembengkakan pada perut dan pergelangan kaki.
Perkembangan komplikasi ini dapat dihambat dengan langkah pengobatan
tertentu, misalnya dengan obat antivirus. Namun, ada sebagian pengidap yang
terpaksa menjalani transplantasi hati karena kondisi sudah sangat parah.
2. Kanker Hati
Hepatitis B kronis dapat berkembang menjadi kanker hati apabila tidak
ditangani dengan baik. Gejala pada komplikasi ini adalah mual, muntah, sakit
perut, penurunan berat badan, serta sakit kuning (kulit dan bagian putih mata
yang menguning). Operasi mungkin akan dilakukan untuk membuang bagian
hati yang terserang kanker.
3. Hepatitis B Fulminan
Hepatitis B fulminan dapat terjadi saat sistem kekebalan tubuh menjadi keliru
dan mulai menyerang hati hingga menyebabkan kerusakan yang parah.
Beberapa gejala yang dapat mengindikasikan kondisi tersebut adalah pengidap
menjadi linglung dan bingung, perut membengkak, serta sakit kuning.
Penyakit ini bisa menyebabkan hati berhenti berfungsi dan sering kali
berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
c. Komplikasi Hepatitis C
1. Muncul jaringan parut di hati (sirosis)
Infeksi hepatitis C yang terjadi selama 20-30 tahun membuat timbulnya
jaringan parut yang menggantikan jaringan sehat dari hati. Jaringan parut itu
akan menyulitkan kerja hati.
2. Kanker hati
Selain sirosis, infeksi kronis pada hati juga berisiko menyebabkan perubahan
pada sel-sel hati menjadi ganas (kanker hati). Perubahan ini dapat terjadi
dalam 20 tahun dan bisa berakibat fatal.
d. Komplikasi Hepatitis D
Seseorang yang telah terinfeksi hepatitis D tetapi tidak segera melakukan
pengobatan bisa mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi hepatitis D akut
bisa menyebabkan terjadinya gagal hati tetapi kasus ini jarang terjadi.
Hepatitis D kronis memiliki komplikasi yang lebih kompleks. Komplikasi
hepatitis D kronis di antarnaya adlaah sirosis hati, gagal hati, dan kanker hati.
Pasien yang terinfeksi hepatitis D dan B memiliki komplikasi yang lebih serius
daripada pasien yang hanya terinfeksi hepatitis B.
e. Komplikasi Hepatitis E
Kebanyakan orang yang terinfeksi HEV sewaktu dewasa bisa pulih
sepenuhnya hanya dengan sedikit komplikasi. Angka kematian untuk virus ini
termasuk rendah. Namun demikian, pada kasus langka infeksi ini bisa
menyebabkan gagal hati yang mengancam nyawa. Ibu hamil yang positif HEV
paling berisiko untuk memiliki komplikasi fatal ini. Risiko bagi orang dengan
sistem kekebalan tubuh lemah untuk terkena infeksi hepatitis E kronis lebih tinggi
dibandingkan kelompok lainnya.
STUDI KASUS PENYAKIT HEPATITIS B AKUT
I. IDENTIFIKASI
Nama : Yudi
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karang Asem
Tanggal Kunjungan : 2 April 2012
II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Mata kuning sejak 4 hari yang lalu
B. KELUHAN TAMBAHAN
Buang air kecil berwarna seperti teh pekat, mual, muntah dan demam
C. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
± 1 minggu yang lalu penderita mengeluh demam yang tidak terlalu
tinggi. Demam tidak disertai dengan menggigil, mual (+) dan muntah
sebanyak 2 kali berisi cairan dan sisa makanan. Nafsu makan biasa. Penderita
membeli obat “Bodrex” dan merasa keluhan demam agak berkurang. Os tidak
muntah lagi, namun masih merasa mual.
Sejak 4 hari yang lalu, os mengetahui kedua matanya terlihat kuning
yang semakin lama semakin jelas. Keluhan disertai dengan buang air kecil
berwarna seperti teh pekat. Mual (+), Demam (+), Muntah (-). Buang air besar
berwarna putih seperti dempul tidak ada. Keluhan tidak disertai dengan gatal-
gatal di seluruh tubuh. Keluhan tidak disertai dengan nyeri di perut kanan atas.
Os kemudian dibawa ibunya untuk berobat ke Puskesmas Tanjung Enim.
Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya ada,
saudara sepupu os. Os memiliki aktivitas disekolah yang padat, jarang istirahat
dan mempunyai kebiasaan makan tidak teratur dan jajan sembarangan.
Status Lokalis
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik +/+
Abdomen
Palpasi : Hepar teraba membesar, ukuran 2 jari di bawah arcus costae,
konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan rata, lien tak teraba,
Nyeri tekan regio hipokondrium kanan, nyeri lepas (-).
VII. TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
- Tirah baring
- Diet kalori dan protein yang adekuat
(Protein : 48 g, kalori : 1440-1680 calori)
Medikamentosa :
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Curcuma 3 x 1 tab
- Domperidon 3x1 tab
ANALISIS TELAAH
Pada pasien didapati keluhan demam yang terus menerus tanpa menggigil, mual,
kemudian disusul dengan BAK berwarna seperti teh, bagian putih bola mata semakin
lama semakin kuning. Ikterus atau jaundice adalah perubahan warna kulit, sklera
mata, atau jaringan lainnya seperti membran mukosa yang menjadi kuning oleh
karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi
darah. Dari timbulnya jaundice pada pasien maka harus dipikirkan penyebabnya yang
dapat terjadi akibat proses di pre-hepatik, intra-hepatik, dan post-hepatik.
Penyebab ikterus pre-hepatik adalah hemolisis, perdarahan internal, sindrom
Gilbert, sindrom Crigler-Najjar, sindrom Dubin-Johnson, dan sindrom Rotor. Semua
penyakit tersebut memiliki kesamaan dimana terdapat hiperbilirubinemia indirek.
Penyebab ikterus intra-hepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena
alkohol, dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab ikterus post-hepatik adalah batu
duktus koledokus, kanker pankreas, striktur pada duktus koledokus, karsinoma duktus
koledokus, dan kolangitis sklerosing.
Jika dilihat dari gejala-gejala pasien dimana awalnya terdapat demam, mual,
dan dalam waktu beberapa hari kemudian BAK berwarna seperti teh disusul dengan
timbul kuning pada mata, ditambah dengan penemuan dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya sklera ikterik pada kedua mata, maka diagnosis sementara adalah
suspek hepatitis A akut.
Pada pemeriksaan urinalisa pasien didapatkan Bilirubin: +1(N:–),
Urobilinogen: +1 (N: –) . Bilirubin adalah hasil pemecahan heme yaitu bagian dari
hemoglobin. Liver bertanggungjawab atas clearance dari bilirubin melalui proses
konjugasi agar lebih larut air untuk disekresi ke empedu kemudian diekskresi ke
lumen usus. Ikterus yang timbul pada pasien diakibatkan oleh proses peradangan
intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi. Fase ini terjadi di mana
penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin total melebihi 20 - 40 mg/l. Fase
ikterik biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahului urin yang
berwarna coklat, sklera kuning, kemudian seluruh badan menjadi kuning. Ikterus pada
hepatitis A bersifat akut. Puncak fase ikterik muncul dalam 1-2 minggu.
Faktor risiko untuk terkenanya hepatitis A meliputi berdomisili di tempat yang
penduduknya ramai dan dalam satu rumah dihuni oleh banyak orang, kebersihan yang
kurang, pada anak yang dititip di day care, bepergian ke negara berkembang,
pemakaian jarum suntik bersama misalnya pada orang yang memakai narkoba, juga
bisa melalui kontak seksual dengan penderita. Pada pasien ditemukan faktor risiko
berupa suka makan di warung-warung pinggir jalan, pasien tinggal di pemukiman
padat Riwayat kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya ada, saudara sepupu
os. Aktivitas sosial wilayah tersebut sangatlah tidak terkontrol karena banyak warga
yang tinggal di wilayah tersebut. Hal tersebutlah yang menyebabkan mudahnya
penyakit hepatitis ini menular ke warga lainnya.
Hepatitis A merupakan penyakit infeksi sistemik yang dominan menyerang
hati akibat masuknya virus hepatitis A melalui transmisi fekal-oral dari makanan atau
minuman yang telah terkontaminasi. Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama
dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Penyakit ini kadang-kadang memiliki
episode hepatitis dengan klinis anikterik, tidak nyata, atau subklinis. Hepatitis virus
akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus hepatitis, yaitu virus hepatitis A
(HAV), virus hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis
E (HEV).
Analisis telaah yang berkaitan dengan aspek sosial budaya yaitu dari data yang
diperoleh bahwa pasien tinggal di pemukiman yang padat penduduk dan pasien
memiliki kebiasaan kurang baik yaitu sering telat makan da juga sering jajan
sembarangan.
A. DIARE
1. Definisi Diare
Diare adalah suatu gejala umum yang ditandai dengan peningkatan frekuensi
defekasi, peningkatan keenceran feses, dan rasa urgensi. Diare dapat akut atau kronis
dan rentang beratnya mulai dari sembuh sendiri sampai berat, yaitu kondisi yang
mengancam jiwa.
Diare adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme termasuk
bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing dan protozoa. Salah satu
bakteri penyebab diare adalah bakteri Escherichia Coli Enteropatogenik (EPEC).
Budiarti (1997) melaporkan bahwa sekitar 55% anak-anak di Indonesia terkena diare
akibat infeksi EPEC. Gejala klinis diare yang disebabkan infeksi EPEC adalah diare
yang berair sangat banyak yang disertai muntah dan badan sedikit demam.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak
lebih dari biasanya ( 3 atau lebih per hari ) yang disertai perubahan bentuk dan
konsistensi tinja dari penderita. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan
dalam golongan 6 besar yaitu karena Infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, immuno
defisiensi, dan penyebab lain, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis
adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Adapun penyebab-penyebab
tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya keadaan gizi, kebiasaan
atau perilaku, sanitasi lingkungan, dan sebagainya.
5. Jenis-jenis Diare
a. Diare akut
Diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotavirus yang ditandai
dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang
dari 14 hari. Diare rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki
urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak.
b. Diare bermasalah
Diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa,
engan alat rumah tangga. diare ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian
pada hari kedualergi protein susu sapi. Penularan secara fecal- oral, kontak dari
orang ke orang atau kontak orang da atau ketiga bar muncul darah, dengan
maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai
hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
c. Diare persisten
Diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten
adalah kerusakan mukosa usus. penyebab diare persisten sama dengan diare akut.
6. Pemeriksaan Diagnosis
2. Analisa Feses
b) Strategi
- Meningkatkan tatalaksana diare di tingkat rumah tangga
- Melaksanakan tatalaksana diare yang standar di sarana kesehatan melalui
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare)
- Penguatan sistem kewaspadaan diri (SKD) diare dan penanggulangan kejadian
luar biasa (KLB)
- Meningkatkan upaya kegiatan pencegahan yang efektif
- Peningkatan SDM
- Melaksanakan monitoring dan evaluasi.
A. IDENTIFIKASI
Nama : An. MAA
Umur / Tanggal Lahir : 5 tahun 4 bulan / 11 September 2010
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 28 kg
Tinggi Badan : 108 cm
Agama : Islam
Alamat :Jl. Kasna Riansyah No. 07, Ilir Timur 1, Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
MRS : 26 Januari 2016
B. ANAMNESA
(alloanamnesis dengan ayah penderita, 27 Januari 2016, pukul 11.30 WIB)
Keluhan Utama : BAB cair
Keluhan Tambahan : Muntah dan demam
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 hari SMRS penderita demam (+) tidak terlalu tinggi, suhu tidak diketahui,
terus-menerus, nyeri kepala (-), nyeri dibelakang bola mata (-), batuk (+) tidak berdahak,
pilek (+), nyeri menelan (+), mimisan (-), gusi berdarah (-), mual muntah (-), sesak nafas
(-), kejang (-), BAB & BAK normal belum dibawa berobat
1 hari SMRS penderita buang air besar (BAB) cair, frekuensi >5x/hari banyaknya 1/2
gelas belimbing, cair >> ampas, lendir (-), darah (-), muntah (+) frekuensi 8 kali,
banyaknya ¼ gelas belimbing, isi apa yang dimakan dan diminum, muntah menyemprot
(-), demam (+) tidak terlalu tinggi, batuk (+), pilek (+), nyeri menelan (+), sesak nafas (-),
kejang (-), mimisan (-), BAK normal seperti biasa, penderita masih mau minum,
penderita tampak makin lemas kemudian penderita dibawa ke IRD RSMH
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama pernah diderita sebelumnya ±1
tahun yang lalu
Riwayat trauma sebelumnya disangkal.
Riwayat alergi susu, makanan, dan obat disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat Makan
ASI : 0 – 3 bulan
Susu Formula : 3 bulan – 3 tahun
Bubur nasi : 6 – 8 bulan
Nasi tim : 8 – 12 bulan
Nasi : 12 bulan – sekarang. Banyaknya 1-2 centong nasi
Daging : 12 bulan – sekarang. Frekuensi setiap hari
Tempe : 12 bulan – sekarang. Frekuensi 3x/minggu
Tahu : 12 bulan – sekarang. Frekuensi 3x/minggu
Sayuran : 10 bulan – sekarang. Frekuensi setiap hari
Buah : 10 bulan – sekarang. Frekuensi setiap hari
Kesan : Cukup
Kualitas : Baik
Riwayat Perkembangan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 10 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 18 bulan
Personal sosial: 2 tahun
Kesan : Perkembangan motorik kasar dan motorik halus dalam batas normal
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
1 Bln 3 bln 9 bln
BCG √
DPT 1 √ DPT 2 √ DPT 3 √
HEPATITIS B 1 √ HEPATITIS B2 √ HEPATITIS B3 √
Hib 1 √ Hib 2 √ Hib 3 √
POLIO 1 √ POLIO 2 √ POLIO 3 √
CAMPAK √
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan: 26 Januari 2016
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 38,0 °c
Berat Badan : 21 kg
Tinggi Badan : 108 cm
Status Gizi: BB/U : 110 %
TB/U : 98 %
BB/TB : 116 %
Kesan : Gizi lebih
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris, dismorfik (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (+/+), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya
+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).
Telinga : Sekret (-).
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (+), sianosis (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (+), tonsil T2/T2 hiperemis
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi -/-
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi : HR: 120 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, 8 x/menit
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit perut lambat
kembali > 2 detik, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-), eritema perianal (-),
prolaps ani (-)
Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-)
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Lengan Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal
Reflek patologis - - - -
Fungsi sensorik : Dalam batas normal
Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal
GRM : Kaku kuduk tidak ada
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi (26-01-2016 Pukul 00:48)
Hb : 12,6 g/dl (11,3-14,1 g/dl )
Ht : 37 vol% (37-41 vol%)
Eritrosit : 4,73 x10 mm3/jam (4,40-4,48 x10 mm3/jam)
Leukosit : 12.300/mm3 (4.500-13.500 /mm3)
Trombosit : 362.000/mm3 (150.000-450.000 /mm3)
Hitung jenis : 0/0/78/19/3 (0-1/1-6/50-70/2-40/2-8 mm3)
BSS : 171 mg/dl (60-100 mg/dl)
Elektrolit
Kalsium (Ca) : 9,6 mg/dl (9.2 – 11.0 )
Natrium (Na) : 138 mEq/L (135-155 mEq/L)
Kalium (K) : 3,.5 mEq/L ( 3.5-5.5 mEq/L)
Klorida (Cl) : 107 mmol/L (96-106 mmol/L)
E. DIAGNOSIS BANDING
Diare akut ec susp. rotavirus dengan dehidrasi ringan-sedang + Gagal Upaya
Rehidrasi Oral (URO) + muntah profuse
Diare akut ec susp. E. coli dengan dehidrasi ringan-sedang + Gagal Upaya
Rehidrasi Oral (URO) + muntah profuse
D. DIAGNOSIS KERJA
Diare akut ec susp. Rotavirus dengan dehidrasi ringan-sedang + muntah profuse +
tonsilofaringitis akut
D. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 75 cc/kgBb/4 jam 1600 ml gtt 100x/m
Selanjutnya IVFD KAEN 3A gtt 15x/m
Paracetamol tab 250 mg po bila T > 38,5 C
Oralit 200 ml tiap kali muntah atau BAB cair
Zink 1 x 20 mg po
E. RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan darah rutin, elektrolit, urinalisa, feses rutin, kultur feses
F. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
ANALISIS TELAAH
masyarakat mempunyai pandangan yang relatif hampir sama , yaitu bahwa suatu bentuk “
puasa “ diperlukan untuk menanggulangi diare. Banyak ibu yang beranggapan bahwa dengan
tidak memberi makan secara total akan dapat mengurangi diare yang terjadi. Dasar pemikiran
ini sebenarnya tidaklah teralu anah, kalau diingat bahwa pemberian makanan pada anak akan
ususu sehingga keluar. Jelaslah bahwa bagi ibu-ibu “ puasa “ akan mengurangi jumlah dan
Sangat disayangkan bahwa pandangan ini menyebabkan banyak ibu , dan juga para
pengamatan yang teliti terhadap keadaan gizi anak. Karena itu, pemberian makanan makanan
berkalori tinggi penting sekali bagi anak-anak dengan diare berat, meskipun rehidrasi tetap
merupakan prioritas pertama. Ini perlu diingat, karena ketiadaan makanan berkalori akan
menurunkan daya tahan anak. Jika anak sudah kekurangan gizi , maka dengan “puasa “ itu
Pandangan lain menyatakan bahwa diare merupakan hal yang umum bagi bayi pada
saat bayi akan bertambah pandai. Diare sering terjadi pada dua tahun pertama , dan ini
bersamaan dengan saat – saat keluarnya gigi, sehingga banyak orang tua yang berpendapat
bahwa kalau diare terhenti dengan cepat justru dapat berpengaruh buruk terhadap
kemunculan gigi. Sedangkan jelas bahwa tidak ada hubungan antara pertumbuhan gigi, atau
Banyak sekali alasan mengapa anak-anak dengan dehidrasi, terutama yang berasal dari
daerah pedesaan , tidak pernah mencapai rumah sakit . Faktor – faktor kebudayaan semacam
itu dan hal-hal lain seperti takut pada rumah sakit, keinginan agar anak meninggal di rumah,
merupakan sebagian dari alasan mengapa anak-anak kemudian tidakn dibawa ke rumah
Faktor – faktor kepercayaan , sosial dan budaya suatu masyarakat menentukan sekali
atas , maka usaha untuk menemukan dan kemudian menghilangkan kepercayaan dan sikap
yang salah seperti itu, merupakan bagian yang penting dari pendidikan kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.uad.ac.id/5401/1/8.%20STUDI%20KASUS%20KEJADIAN
%20DIARE%20PADA%20ANAK%20BALITA%20DI%20WILAYAH
%20KERJA%20PUSKESMAS%20BAYANAN%20TAHUN%202015.pdf
https://www.academia.edu/36320553/LAPORAN_KASUS_HEPATITIS?swp=rr-
rw-wc-30912607
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jekk/article/download/3946/2195