Reading
Difficult Airway Management
in Pediatric with a Large Cystic
Hygroma Colli Undergoing
One-Stage Excision Surgery
JIHAN G. ISMAIL
Pembimbing Klinik: dr. Sofyan Bulango, Sp. An
JURNAL
1. PENDAHULUAN
Kista higroma atau kista limfangioma adalah malformasi kongenital
jinak pada sistem limfatik akibat adanya sumbatan antara jalur
limfatik dan vena sehingga menyebabkan akumulasi getah bening di
kantung limfatik jugularis di nuchal. Insiden higroma kistik adalah
1:200.000 kelahiran, dan lebih dari 50% higroma kistik terlihat saat
lahir, dan 80-90% terjadi pada dua tahun. Higroma kistik yang besar
dan ekspansi ke mediastinum dapat menyebabkan jalan napas akut.
Intubasi dilakukan menggunakan micro cuff endotracheal tube (ETT) 3,5 ID. Setelah
intubasi, penulis menempatkan akses intravena tambahan menggunakan kateter IV
lubang besar.
Anestesi dipertahankan dengan infus kontinyu dexmedetomidine 0,5 µg/kg/jam, sevofluran 1,5
vol% dalam campuran 40% oksigen dan 60% N20 dengan ventilasi spontan menggunakan
Jackson Reese. Terjadi perdarahan sebanyak 110 ml selama operasi, dan penggantian darah
dilakukan dengan sel darah merah yang dikemas (PRC). Ketika penutupan luka bedah
dilakukan, infus kontinyu dexmedetomidine dan N2O dihentikan.
Sevoflurane dihentikan saat operasi selesai. Kami melakukan ekstubasi sadar setelah
memastikan tidak ada tanda-tanda edema laring, cedera saraf laring, dan trakeomalasia dengan
tes kebocoran manset. Operasi eksisi kista dan penempatan drainase eksternal berlangsung
selama 150 menit dan dilakukan dengan lancar.
Kami tidak menemukan komplikasi cedera saraf wajah dan hipoglosus pasca operasi.
Manajemen nyeri pasca operasi Menggunakan skala FLACC (Face, Legs, Activity, Cry,
Consolability), dengan parasetamol 125 mg intravena setiap 6 jam menghasilkan skor nyeri 2.
Pasien dirawat di ICU selama satu hari dan menjalani rawat jalan pada hari ke-5.
3. DISKUSI
Pada pediatri yang menjalani operasi eksisi kista, ahli anestesi harus
menyadari perluasan kista ke dalam saluran pernapasan dan menyiapkan
rencana untuk mengelola jalan napas yang sulit. kista dapat mendorong
untuk melakukan manajemen jalan napas yang sulit. Pembesaran kista
bisa mendorong lidah dan deviasi trakea dapat mempersulit visualisasi
selama laringoskopi langsung.
Kami memilih ketamin karena memiliki efek analgesik tanpa menyebabkan depresi
pernapasan untuk mempertahankan pernapasan spontan. Sifat simpatomimetik ketamin
dapat menyeimbangkan bradikardia dan efek hipotensi dari dexmedetomidine. Dosis
pemberian ketamin juga mungkin lebih rendah karena efek sinergis dari dexmedetomidine
Pemberian sulfat atropine dapat mencegah hipersalivasi akibat ketamine, selain itu
dexmedetomidine dapat menurunkan produksi kelenjar ludah. Anestesi topikal dengan
menyemprotkannya ke glotis dapat meminimalkan reaktivitas jalan napas selama
laringoskopi dan intubasi.
Penyemprotan anestesi topikal dapat dilakukan setelah tingkat anestesi yang dalam
tercapai.5 Penerapan anestesi topikal juga dapat dilakukan dengan nebulizer. Selain itu,
nebulisasi lidokain dapat mengurangi kejadian agitasi akibat sevofluran. 11
ETT harus ditempatkan dan diperbaiki dengan tepat karena potensi pelepasan atau
ekstubasi yang tidak disengaja akibat manipulasi selama operasi. 2 Ekstubasi pada
pasien dengan cystic hygroma colli membutuhkan perhatian pada beberapa faktor.
Komplikasi pasca operasi seperti obstruksi pernapasan akibat edema saluran napas,
trakeomalasia, edema lidah, dan cedera saraf laring dapat terjadi.
Dalam kasus kami, kami melakukan ekstubasi setelah tes kebocoran manset
memastikan bahwa tidak ada kemungkinan komplikasi obstruksi jalan napas karena
edema, trakeomalasia, atau cedera saraf laring pada pasien kami. 14 Kami melakukan
ekstubasi saat anak benar-benar bangun dan aktif bergerak
4. KESIMPULAN
1. Kista hygroma colli yang besar dapat menyebabkan kesulitan dalam manajemen
jalan napas pada pediatri.
2. Mengamankan jalan napas, mempertahankan oksigenasi yang adekuat, dan
menghindari hipoksemia dengan mempertahankan pernapasan spontan adalah
prinsip utama dalam manajemen jalan napas yang sulit.
3. Pemberian dexmedetomidine, ketamin dan lidokain nebulisasi dapat memberikan
sedasi dan analgesia yang memadai tanpa menyebabkan depresi pernapasan.
4. Penggunaan laringoskop video meningkatkan visualisasi epiglotis dan keberhasilan
intubasi.
5. Ekstubasi harus dilakukan dengan hati-hati, dan pemantauan ketat setelah ekstubasi
diperlukan karena risiko obstruksi jalan napas pasca operasi.
TERIMA
KASIH