d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma.
Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea,
hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan
salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan
dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang
diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting
untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung
pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien
luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak
stabil atau kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
A. Reassessment
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian kembali
(reassessment) yang penting untuk melengkapi primary survey pada pasien di
gawat darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro
Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask Airway ,
maupun Endotracheal Tube (salah satu dari
peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko
yang minimal.
Secondary survey
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
1. Anamnesis
keluarga, sosial, dan sistem. Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus
diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan
cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga,
orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga:
menjalani
penyalahgunaan obat
pernah
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your
konsumsi alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang
meliputi :
nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa
yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan
Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak
Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa
lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah
tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut2
Komponen Nilai normal Keterangan
Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan
rectal. Untuk mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri pulmonal,
kateter urin, esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial dengan
pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh
aktivitas, pengaruh lingkungan, kondisi
penyakit, infeksi dan injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais
irama jantung, frekuensi, kualitas dan
kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi meliputi frekuensi,
auskultasi suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari peningkatan
usah abernafas adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi interkostal, tidak
mampu mengucapkan 1 kalimat penuh.
Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor melalui
oksimetri nadi, dan hal ini penting bagi
pasien dengan gangguan respirasi,
penurunan kesadaran, penyakit serius dan
tanda vital yang abnormal. Pengukurna
dapat dilakukan di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari gambaran
kontraktilitas jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan vaskuler
perifer. Tekanan sistolik menunjukkan
cardiac output, seberapa besar dan
seberapa kuat darah itu dipompakan.
Tekanan diastolic menunjukkan fungsi
tahanan vaskuler perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui di UGD
karena berhubungan dengan keakuratan
dosis atau ukuran. Misalnya dalam
pemberian antikoagulan, vasopressor, dan
medikasi lain yang tergantung dengan
berat badan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari
kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur
dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.3
b. Wajah
kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata,
serta diplopia
penyumbatan
fraktur.
penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
hemotimpanum
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
GCS, didapatkan bahwa skor GCS pasien adalah 8 (cedera kepala berat).
Pada skenario diketahui bahwa kepala pasien membentur bingkai kaca depan,
selain bisa menyebabkan terjadinya fraktur cranium, hal tersebut juga bisa
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia
(kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau
tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya
pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi
d. Toraks
(lombardo, 2005)
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
hipersonor thoraks kanan, VBS kanan hilang, bunyi jantung murni reguler.
e. Abdomen
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan
dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan
internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa,
uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal, dapat
gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-
evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan
masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus
adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis,
utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita,
pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau
sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita
usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra
pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle
injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut
dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit
atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing berkurang,
g. Ektremitas
jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur
terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal
dari fraktur pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan
hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia.
Adanya fraktur torako lumbal dapat dikenal pada pemeriksaan fisik dan
torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto
rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
Pada skenario, pasien mengalami fraktur terbuka femur dextra 1/3 tengah dan
Debridement
Pemberian antibiotic
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula
i. Neurologis
saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar
servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur
terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat
bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita
(ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tension Pneumothorax
yaitu (Menurut NANDA NIC-NOC 2016):
1. Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan dengan Respiratory status: Ventilation Terapi Oksigen
ekspansi paru yang tidak Respiratory status: Airway patency 1. Pertahankan jalan nafas yang
abnormal) abnormal
Daftar pustaka
1. American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors.
instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
2. Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing
assessment process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian
Emergency Nursing Journal, 12; 130-136
3. Delp & manning. Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC. 2008
4. Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support
and Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat
118.