Anda di halaman 1dari 15

FLAIL CHEST ( TRAUMA THORAX)

A.

Definisi
Adalah area toraks yang melayang (flail ) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan 3 iga,
dan memiliki garis fraktur 2 (segmented ) pada tiap iganya.
Akibatnya adalah: terbentuk area flail yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik
pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.
B. Anatomi Rongga Dada
Tulang Rib atau iga atau Os kosta jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan, bagiandepan berhubungan dengan
tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagianbelakang berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan
perantaraanpersendian.Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak kembangkempis menurut irama
pernapasan.
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh:

Depan : Sternum dan tulang iga.


Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
Bawah : Diafragma
Atas : Dasar leher.

Adapun isisnya:
1. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkuspleuranya.
2.
Mediatinum, ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru.
Isinyameliputi jantung dan pembuluhpembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens,
duktustorasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjarlimfe (Pearce, E.C., 1995).
Tulang iga dibagi tiga macam:
a. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengantulang dada dengan perantaraan persendian.
b. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengantulang dada dengan perantara tulang rawan
dari tulang iga sejati ke- 7.
c. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyaihubungan dengan tulang dada.Berfungsi
dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-paru serta membantumenggerakkan otot diafragma didalam proses inhalasi
saat bernapas
1.
~
~
2.
~
~
~

C. Etiologi
Trauma tembus
Luka Tembak
Luka Tikam / tusuk
Trauma tumpul
Kecelakaan kendaraan bermotor
Jatuh
Pukulan pada dada
D. Tanda Dan Gejala

Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :


Ada jejas pada thorak
Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
Penurunan tekanan darah
Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
Bunyi muffle pada jantung
Perfusi jaringan tidak adekuat
Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi denganpernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
E. Patofisiologi
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada.
Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua ataulebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen
flail chest (segmenmengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkimparu di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkanhipoksia yang serius. Kesulitan utama pada
kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding
dadamenimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek inisendiri saja tidak akan menyebabkan
hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita initerutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada
yang tertahan dan trauma jaringan parunya.
Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dindingdada. Gerakan pernafasan
menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi.Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi
iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat frakturiga yang
multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat
kegagalan pernafasan, juga membantu dalamdiagnosis Flail Chest.
Flail chest mengakibatkan terjadinya gangguan mekanika bernapas yaitu:
1. Fraktur sternum dengan pergeseran fragmennya menimbulkan nyeri yang menyebabkanpenderita menahan napas
sehingga pernapasan menjadi dangkal. Hal ini diperberatdengan akibat retensi sputum menyebabkan atelektasis,
pneumonia yang menyebabkangangguan ventilasi, hipoksemia, hiperkarbia dan pada gilirannya akan
menyebabkaninsufisiensi pernapasan dan berakhir dengan gagal pernapasan akut.
2. Flail sternum disebut juga central flail chest, bila berat akan menyebabkan volumeintratorasik berkurang sehingga
mengganggu pengembangan paru, ventilasi menurunmengakibatkan hipoksemia dan hiperkarbia. Gangguan ekspansi
paru diakibatkanelastic recoil ke dalam tak tertahankan sehingga volumenya berkurang. Penekananventilasi dan atelektasis
akan menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa (AV) yang

memperberat insufisiensi pernapasan sehingga

bila dibiarkan akan berakhir dengangagal pernapasan akut.


3. Nyeri hebat juga akan menyebabkan penderita mengurangi gerakan segmen melayangsambil terus menerus berupaya
paksa menarik dan mengeluarkan napas, hal ini terlihatdengan pernapasan cepat dan dangkal bila dibiarkan akan
menyebabkan kelelahan otot-otot pernapasan dan berakhir dengan gagal pernapasan akut.Akibat dari atelektasis,

pneumonia, pirau A-V sendiri akan memperberat kerja napas, halini ditunjukkan dengan gambaran gas darah memburuk,
suatu tanda gagal pernapasan akut
F.

Manifestasi Klinis

Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak pengembangan dinding
dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang ada akan tertutup
Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan paradoksal

segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam, ekspirasike luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien
dengan ventilator.
Sesak nafas
Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
Takikardi
Sianosis
Os menunjukkan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)
G.

Prognosis Penyakit
1.
Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup.
Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest

wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah
melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
2.

Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada mekanisme
ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga
mengakibatkan :
Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi vesikuler
menurun.
3.

Hematothorak massif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada.Ada perkusi terdengar redup, sedang
vesikuler menurun pada auskultasi.
4.

Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak
ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang
dikenal dengan pernafasan paradoksal.

H..

Klasifikasi

1.

Trauma Tembus
Pneumothoraks terbuka
Hemothoraks
Trauma tracheobronkial
Contusi Paru
Ruptur diafragma
Trauma Mediastinal

2.

Trauma Tumpul
Tension pneumothoraks
Trauma tracheobronkhial
Flail Chest
Ruptur diafragma
Trauma mediastinal
Fraktur kosta

I.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
Hemoglobin : mungkin menurun.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.

7. Saturasi O2 menurun (biasanya).


8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan
untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi.
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi
J.

Penatalaksanaan
Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalanpernapasan atau karena
ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu pain control.
Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi) bronchial toilet
fisioterapi agresif tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet.
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menolong penderita, yaitu
dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan
pembedahan. Takipnea, hipoksia,dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi
dgn tekanan positif
~
~
~
~
~
~
~
~

Chest tube / drainase udara (pneumothorax).


WSD (hematotoraks).
Pungsi.
Torakotomi.
Pemberian oksigen.
Antibiotika.
Analgetika.
Expectorant
K.

Komplikasi

Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.


Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
Pembuluh darah besar : hemathoraks.
Esofagus : mediastinitis.
Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).

V. PATOFISIOLOGI.
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat
dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ),
pulmonary ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus )dan perubahan dalam
tekanan intratthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering
disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat
kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
VI. INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN.
1. Pengelolaan penderita terdiri dari :
a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan airway,
breathing, dan circulation.

b. Resusitasi fungsi vital.


c. Secondary survey yang terinci.
d. Perawatan definitif.
2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax, intervensi dini perlu dilakukan
untuk pencegahan dan mengoreksinya.
3. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi secepat dan sesederhana mungkin.
4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol airway atau
melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi thorax dengan jarum.
5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi terhadap adanya trauma
trauma yang bersifat khusus.

VII. KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX .


A. Trauma dinding thorax dan paru.
- Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami trauma, perlukaan pada
iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan
insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru paru.
Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus
selalu dipertimbangkan bila ada asa fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga begian
tengah ( iga ke 4 sampai ke 9 ).
- Flail Chest. terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding
dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih
garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan
dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka
akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim
paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan
hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan
gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada
awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks
bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga
atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur
iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas
darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi
awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan.
Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah
kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif
terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar
pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa
oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua
penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita
trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang
terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan
oksigen arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk
melakukan intubasi dan ventilasi.
- Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury.
Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah

kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus
ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia
bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan
diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan
kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih
awal dan ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara selektif tanpa
intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah,
monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika
kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.
- Pneumotoraks dikibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi
fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan
penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi
oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga
tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi
hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks
adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila
pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada
dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak
boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko
terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tube.
Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama jika awalnya tidak
diketahui dan ventilasi dengan tekanan posiif diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum penderita
ditransportasi/rujuk.
- Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound ) Defek atau luka yang besar plada dinding dada yang terbuka
menyebabkan pneumotoraks terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan
tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea.
Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Langkah awal adalah menutup
luka dengan kasa stril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan
terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa pnutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara
dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera
mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan
menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax
kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap
atau Petrolotum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan
penjahitan luka.
- Tension pneumorothorax berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang
berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi
(one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan
di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan
menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator)
dengan ventilasi tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorax
dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan
perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau vnea

jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension
pneumothorax, jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang
kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax jug adapat terjadi pada fraktur
tulang belakang toraks yang mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension
pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak boleh terlambat oleh karena menunggu
konfirmasi radkologi. Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan,
takikardi, hipotensi, deviasi trakes, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosisi
merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade
jantung maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas
pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat membedakan keduanya. Tension
pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum
yang berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan.
Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana (catatan : kemungkinan
terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Tetapi definitif
selalu dibutuhkan dengan pemsangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara
garis anterior dan midaxilaris.
- Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi
fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti
spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada
foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah
dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai
dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya
penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan
dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah
yang kelura dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara
cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai
4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.
- Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal ini
sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus
paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat
kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai
tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong
mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan
dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami
trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan
dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada
(chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anteriordari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga
pleura selengkapnya. Ketika kita mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi.
Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi
segera. Beberapa penderita yang pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap
berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan
darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap
lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk toraktomi. Selama penderita dilakukan
resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah
selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau vena)

bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus
toraks di daerah anterior medial dari garis puting susu dan luka di daerah posterior, medial dari skapula harus
disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh
darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan
oleh ahli bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.
- Cedera trakea dan Bronkus. Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma
tembus, manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna,
hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical dalam atau
pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan pemasangan pipa endotrakea
( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada
torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau pneumothorax.
1.

1.
2.
3.
4.

TRAUMA TORAKS

Apa yang terjadi pada truam? Konsep SIRS? Hipoksia jaringan?


Trias Lethal (Shapiro, MR, J Trauma 2000; 49:969-78)
Hipotermia bila suhu tubug di bawah 35 C, di mana terjadi kegagalan homeostasis termal heat loss dpt
melalui konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi lebih besar daripada produksi panas tubuh
Acidosis metabolic, akibat hipovolemik syok
Koagulopati akibat dilusi dari resusitasi, asidosis met, syok hipovolemik, hipokalsemi
Mortality after trauma : (Lenz A, Injury 2007, 38)
First Hit : severe organ injury, hypoxia, hypovolemia or head trauma
Second Hit : infection, ischaemia/ reperfusion or operations can further augment the pro-inflammatory
immune response
Trauma toraks dapat tejadi dari luar maupun dari dalam (inhalasi, benda asing)
(Prof PR) Treuma toraks dibagi menjadi:
Trauma tembus & tidak tembus
Dulu dibagi menjadi:
Truam tajam & tumpul
Truma tajam tidak berarti tembus dan trauma tumpul tidak berarti tidak tembus.
Risiko mortalitas trauma toraks yang menyertai trauma lain lebih tinggi dbanding multitrauma tnp trauma
toraks.
(Prof PT, 14/12/11) Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada trauma toraks dan apa yang dieveluasi?
Inspeksi : gerak napas simetris? Gerak paradoksal? Retraksi? Pernapasan cuping hidung? Adanya luka, bila
ada luka terbuka lebih lebar dari ukuran trakea sucking wound
Evaluasi pula adakah ada jejas atau jematom pada regio toraks
Palpasi : nyeri tekan, vocal fremitus, krepitasi, ictus cordis
Perkusi : sonor atau redup?
Auskultasi : suara napas vesikuler meningkat atau menurun, bandingkan kanan dan kiri. bIla pada pasien dgn
ventilator mekanink, pastikan ETT terlektak pada tempatnya sebelum menilai suara napas kedua kemitoraks.
Bisa saja terjadi perbedaan suara napas karena letak ETT.
Membaca foto toraks
(Prof PT, 14/12/11) Cara membaca foto Soft dan hard. Kalau soft bisa menurut singkatan ABCDE kalau hard
itu eveluasi tulang seperti costae yg dilihat kontinuitas, intercostalis, clavicula, scapula dan vertebrae

1.
a.

Bagaimana cara membaca foto toraks pada trauma/ secara bedah?


A evaluasi trakea apakah ditengah atau bergeser
Jika di tengah, kemungkinan dua2 nya normal atau dua2nya bermasalah

b.
c.

Jika bergeser, kemungkinan ditarik (atelektasis) atau didorong (pneumo/ hematotoraks)


Bila pasien telah terintubasi, evaluasi juga letak endotrakeal tubenya.
Evaluasi ETT (YNR) letak ETT yang benar pada foto toraks ialah
Diantara kedua clavicula
Torakal 3-4
2.
B evaluasi parenkim parunya
a.
Broncoalveolar atau Bronchovascular pattern atau hiperaerasi apakah samapai ke tepi?
atau malah tertutup dengan adanya kesuraman atau perselubungan (Prof PR) ingat kalo perselubungan itu
infiltrate sedangkan kesuraman efusi/hematotoraks
atau ada daerah radiolusen dari tepi yang menyebabkan paru kolaps (%) pneumotoraks
kalo membandingkan tgkt radiolusen sebaiknya dg gamabran hitam diluar tubuh pd foto
b.
Bone, bagaimana jarak antar intercostalnya? Apakan melebar? Bandingkan dengan kontralateral, ada tidaknya
graktur? Diamana letaknya? Segemental kominutif?
c.
Evaluasi sudut costopherinicocostalisnya Ellie Damoiseau line
d.
Bila curiga ada cairan dan tampak air fluid level, pastikan betul tidak ada gambaran seperti kapsul yang
mengelilingi pitfall. Misdiagnosis efusi pleura vs hernia diafragmatika
3.
C evaluasi jantung, bagaimana CTR nya? Adakah pelebaran mediastinum curiga trauma jantung dan
pembuluh darah besar
4.
D Diafragma.. ingat diafragma kanan lebih tinddi dari kiri karena ada hati, jika tidak, pertimbangkan ada
penekanan yang menyebabkan diafragma kanan menurun (tension pneumotoraks) atau situs inversus
5.
E emfisema subkutis, ada atau tidak, luas atau tidak?
6.
Jangan lupa minta foto toraks lateral evaluasi sternum
Ingat : janga sekali kali melakukan foto toraks pada pasien curiga pneumotoraks.
(dr ATA, weekly report Nov 2011) tinfakan bila menghadapai tension pneumotoraks dibuat kontra ventile/
open pneumotoraksdengan needle thoracocentesis pada ICS II garis midclacivular R. hemitoraks yang bombans
kemudian dilakukan pemasangan bulleau drain, atau bila menunggu alat dibuat koneksi dari thoracocentesis dg
selang infuse ke water sealed drainage.
Penyebab utama kematian pada trauma toraks adalah:
1.
Tension pneumotoraks
2.
Eksangulnasi
3.
Cardiac tamponade

o
o
o
o
o

Indikasi pemasangan WSD


Pnemotoraks berapapun % akibat trauma karena berpotensi bertamabah (Prof PR_
Pneumotoraks >20% akibat non trauma
Hematotoraks
Trauma toraks yang akan diintubasi dan mendapat PEEP tinggi
Post pasang WSD paru tidak mengembang, kemungkinan? 6S!
Saluran (fistel bronkopleural) evaluasinya bila didapatkan
Expiratoir bubble
Swing undulasi yang melebar
Bila dg mizuho air dalam manometer tumpah
Bila dg medela bubble pada priming
Torakoskopi eveluasi fistel
Secret (paru menjadi atelektasis)
Sumbatan akibat pemasangan yang kingking atau ada clot pastikan patensi sebuat drain dengan evaluasi
adanya undulasi ( hubungkan dgn air da pasien diminta batuk, evaluasi)
Schwarte (penebalan pleura parietal paru)
Suction (ukuran hisap yang kurang)

Surfactant (defisiensi yang menyebabkan paru belum matur sehingga tidak mengembang)
Kriteria pelepasan WSD 3K-1R!
klinis ; tidak sesak, retraksi -, RR normal
kuantitas; prod kurang dari 100cc/24 jam atau 50 cc/12jam
kualitas ; sudah mengarah serous
radiologis ; hematotx pneumotx
(dr HSB, weekly 21/12/11) sebelum melepaskan drain ynag terpasang cukup lama selain 3K-1R apalagi yang
harus dievaluasi? Factor yang berpotesi memicu peningkatan jumlah drain _
evaluasi faal hemostasis risiko terjadinya medical bleeding
evaluasi albumin krn hipoalbumin dpt memicu terjadinya efusi pleua/ peningkatan jmlh produksi drain
apakah pasien masih dgn ventilator atau tidak, high PEEP atau tidak?
Bagaimana cara melepas drain pada orang dewasa dan anak?
Pada orang dewasam saat akhir ekspirasi maksimal
Pada anak kecil, saat menangis keras
(dr HSB, weekly 2/11/11) Kapan dan bagaimana cara melepas drain pada pasien dgn ventilator?
kriteria pelepasan drain terpenuhi
bila PEEP sudah tidak terlalu tinggi
klem selang drain lebih dahulu untuk evaluasi apakah ada kebocoran kecil pada parenkim paru yang
berpotensi memicu terjadinya pneumotoraks

Indikasi torakotomi emergensi (ERT) (dr. Kukuh Basuki Rahmat) 3H-1B!

henti jnatung pada kasus cedera intratorakal tunggal

hipotensi berat (TD<60) pada trauma s. tamponade

hemoragi intratorakal massif


o massif; prod > 750 cc/jam (15% total darah)
o prod drain 5 cc/kgBB/jam

bronkopleural fistula berat

Indikasi reseksi paru pada post luka tembak


kontusio paru berat + hipoksia
satu lobus terkonsolidasi
kebocoran akibat perdarahan
bila trauma toraks, disertai jejas pada daerah prekordial atau didapatkan pelebaran mediastinum pada foto toraks
curiga trauma jantung evaluasi dengan echo.
(NIK, jaga 1/1/12) Post insersi buleau drain, undulasi kemudian menghilang saat di drain diamsukan dalam
cairan dapat disebabkan akibat bagging yang berlebih sehingga mentebabkan sumbatan akibat drain tertekan
paru dan tidak mungkin disebabkan oleh clot yang menyumbat.
Pada kasus kecurigaan pnemotoraks/ hematotoraks sebaikya difoto lebih dahulu sebelum melakukan tindakan
insersi chest tube kecuali darurat spt tension pneumotoraks. Bila ragu membedakan antara hematotoraks atau
bukan proof punctie

(dr HK, weekly 25/1/12) bila ada syok hipovolemik, sumber perdarahan yang perlu dipertimbangkan?
Abdomen
Thorax
Pelvis
Hati-hati kalo sudah muncul trias death
Tekanan darah itu baru turun setelah perdarahan di atas 2 liter

(dr HK, weekly 25/1/12) Roberkan pada hilus yang memicu hematotoraks jarang terjadi karena akselerasi dan
deselerasi. Akselerasi dan deselerasi paling sering terjadi pada aorta.
Flail Chest?
Flail chest komplikasi pada 10-20% kasus trauma tumpul toraks, mortalitas 10-25%
(dr. Kukuh /PIT HBTKI III) Definisi
1. Iga yang frakturlebih dari dua buah costae
2. Satu costae patah di dua tempat atau segmental
3. Jarak patah segmental dalam satu iga lebih dari jarak dua costae
Definisi lama :Fraktur costae segmental pada dua costae atua lebih yang menimbulkan paradoxical movement
(dr. Wuryantoro/PIT HBTKI III) tidak murni suatu paradoxical movement jadi hanya mengambang
Figure 46.8 flail chect wall movement drawing
Emergency case bawa langsung ke RES bila muncuk bahaya flail chest seperti
1. Distress napas hipoksia karena tidak terfiksasi jadi ada perbedaan terkanan yang tidak adekuat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi (karena aliran) dan perfusi
2. Unstable hemodynamic (why?) MEDIASTINAL FLUTTER
PARADOXICAL MOVEMENT
Paradoxical movement segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama gase inspirasi
dan bergerak ke luar selama gase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralatera dan
banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama gase ekspirasi.
PENDELLUFT MOVEMENT
Udara deoksigenated yang masuk ke dalam sisi paru yang sakit akan terhisap dan masuk dalam paru yang sehat
daripada dikeluarkan oleh tubuh sehingga memicu hipoksia
Tindakan bedah pada flail chest controversial tp perlu situasi klinis spesifik
Tindakan
1. Non Operative Management
a. Konservatif dan Analgesia yang adekuat
b. Eksternal stabilisasi
c. Standar terapi Internal pneumatic stabilization with mechanical ventilation
d. Pulmonary toilet
2. Operative Management
a. Open reduction dan fixation
b. Pertimbangkan indikasi chest tube dan risiko barotraumas
Kapan stabilisasi dinding dada dikakukan (clipping)?

Tergantung derajat kerusakan parenkim paru


Indikasi stabilisasi bedah
1. Distress napas berat jika pasien tidak dapat weaning dair mechanical ventilator setelah resolusi
kontusi paru tercapai sebagian (no or mild contusion)
2. Jika pasien membutuhkan tindakan torakostomi akibat lesi yang mendasari
3. Flail chest anterolateral ekstensif walaupun tanpa distress napas (why?) mencegah late chest restriction
akibat deformitas anatomi.
Kontraindikasi stabilisasi bedah ?? kontusio paru ekstensif
Tindakan menghadapi flail chest :
(dr. APM) bila di luar RS dan tidak ada fasilitas tidurkan pasien pada sisi yang sakit
Menurut ATLS, aplikasi plester lebar untuk flail chest sudah tidak berlaku lagi
(Prof PR) bila tiba di RS, penanganan direk langsung clipping
Senior lain internal fixation/ ventilator selam 2 hari kemudian clipping

Multitrauma 3/1/12. Pembahasan pasien trauma tajam abdomen yang mengenai region posterior
(dr JIH SpB(K)BD) Sangat penting untuk ditanyakan mekanisme injurynya, alat yang digunakan dan
bagaimana arahnya. Karena alat dan arah tusukan sangat menentukan unjury yang terjadi misalnya arah pisau
ke atas yang dapat menembus rongga toraks dsb.
(dr Tommy SpAn) Gerak dada itu selalu ke depan, sehingga pada pasien prone position, tekanan intratorakal
dan intraabdomen itu tinggi, venous return menurun sehingga terjadi gangguan ventilasi dan hemodinamik.
(dr JIH SpB(K)BD) Eviserasi pada abdomen, hukumnya memang laparotomi tapi pada kasus ini tujuannya
adalah surgical resusitasi untuk menghentikan perdarahan dan tidnakan definitive direncanakan berikutnya.
Bila kesadaran menurun defans sulit dievaluasi
(dr ATA, 1/2/2012) Trauma tusuk toraks, bagaimana cara menghadapi?
Tutup dengan hjahitan air tight, pasang drain dan evaluasi, kemudian lakukan foto toraks.
Jangan pernah dieksplor! Apalagi digital exploration.
Jika luka terbuka dan terlalu lebar naik ke OK untuk debridement.
Fraktur costae?
(dr. APM) Pertimbangkan apa yang perlu dipikirkan pada trauma dengan fraktur costae 1-2, post?

High energy, trauma yang heabt sehingga dapat mematahkan costae 1-2 yang pendek dan tebal,
dilindungi oleh scapula n otot yang kuat di belakang

Iga 2-9 meripakan iga yang paling sering patah

Kemungkinan trauma pada jantung dan pembuluh darah besar

(Prof PR) batas diafragma ialah pada costae 6. Bila terdapat fraktur costae 8-12 apalagi dengan unstable
hemodinamik pertimbangkan internal bleeding (trauma intraabdominal) dugaan perlukaan hepar/lien/ginjal
Clipping costae dengan SHAPP clip

(Prof PR) konsep awal pemasangan costae fix (clipping costae) ialah dengan anestesi lokal, tetapi pada
beberapa kasus seperti obesiatas, karena approach ke costae tidak mudah jadi dilakukan di bawah general
anesthesia.
(dr. HSB) Clipping costae dipasang hanya jika kondisi pasien STABIL!!
Bila pasien dalam respirator jangan diclipping kecuali tidak bisa weaning atau tidak bisa lepas ventilator
Indikasi Clipping Costae

Urgent
o Distress napasrelative hypoxia, flail chest
o Nyeri, terutama akibat fraktur di lateral, karena geraknya lebih banyak dan lebih dinamis
dibanding sisi posterior
o Elektif
o Infikasitiaching

(dr. HK, 26/12/11) kapan fraktur costae tidak perlu diclipping?

Fraktur costae yang letaknya di posterior tidak perlu untuk dilakukan clipping costae karena
o Sudut yang dibentuk saat pergerakkan kecil sehingga tidak terlalu nyeri
o Lapisan otot posterior yang menyokong cukup kuat sehingga proses healing lebih baik dan lebih
cepat

Bila graktur costae telah berlangsung lehi dari 5 hari dan kondisi stabil, karena telah terjadi proses
healing disamping tindakan operatif juga tidak mudah. Pada hari ke 10, sudah terbentuk kalus pada
fraktur costae

Kerugian di clipping hanyalah timbulnya scar


(Dr. HK) Clipping costae tidak lagi dipertimbnagkan pada fraktur costae yang telah terjadi lebih dari 7-10 hari
Karen telah terjadi pertumbuhan kalus sejak hari ke 5
Hati-hati risiko terjadinya pneumotoraks atau hematotoraks akibat tusukan fragmen fraktur costae
Pada fraktur costae, reduks inyeri adalah gaktor yang sangat penting karena nyeri akan menghambat
pengembangan paru dan reflex batuk yang berrisiko meningkatkan terjadinya pneumonia. Bila pemberian
analgesic tidak adekuat dapat dilakukan anestesi blok intercostals pada segemen costae yang patah.
Hati-hati-nyeri pada fraktur costae juga dapat memperberat hipoventilasi ! jadi analgesia sangat penting!
Hematotoraks
Bagaimana menegakkan diagnosis hematotoraks?

Anamnesis

Pemeriksaan fisik:

o I: anemis? Jejas? Gerak napas yang tertinggal


o P: krepitasi? Nyeri tekan?
o P: redup pada sisi yang sakit
o A: suara napas vesikuler menurun pada sisi yang sakit

Pemeriksaan penunjang: RO toraks dan CT scan

Proof Punctie penting.. jangan kelewatan (dr HSB)


Figure (see photo)
Kesuraman yang mengenai satu ICS kira-kira memiliki volume 125 cc darah
(Prof PR, kuliah besar Okt 2011) Satu hemitoraks itu dapat menampung darah sampai 3000 liter
Perdarahan hebat lebih dari 1500 cc maka risiko mortalitas mencapai 75%

(Prof PR) Kapan hematotoraks dilakukan torakotomi?

Bila perdarahan lebih dari 800 cc

Perdarahan lebih dari 15cc/kgBB dalam 1 jam

Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam selama 3 jam berturut turut


(dr ATA) Sumber perdarahan hematotoraks darimana saja?

Robekan pada arteri intercostalis (terbanyak)

Robekan arteri mamaria interna

Robekan pada parenkim paru sehingga menyebabkan av dlm parenkim ruptur

Anda mungkin juga menyukai