Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FLAIL CHEST DAN CARA MENANGANI PASIEN


YANG MENGALAMI
FLAIL CHEST
DI

OLEH :
KELOMPOK 3 :

- NUR ALCHAURA
- RADA LUKMAN
- PUTRA CHAIRANDA
- M. BALIA AKBAR
- SRI DAYUNI
- ROZA SABILA
- SITI ARAFAH

DOSEN PEMBIMBING : Ns. NORA HAYANI M.Kep

POLTEKKES KEMENKES ACEH


TAHUN AJARAN 2017/2018
FLAIL CHEST ( TRAUMA THORAX)

A. Definisi

FLAIL CHEST Adalah area toraks yang melayang (flail ) oleh sebab adanya fraktur iga
multipel berturutan 3 iga, dan memiliki garis fraktur 2 (segmented ) pada tiap iganya.

Akibatnya adalah: terbentuk area flail yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari
gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi
dan bergerak keluar pada ekspirasi.

B. Anatomi Rongga Dada

Tulang Rib atau iga atau Os kosta jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan,
bagiandepan berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan.
Bagianbelakang berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan
perantaraanpersendian.Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak
kembangkempis menurut irama pernapasan.

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh:

Depan : Sternum dan tulang iga.

Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).

Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.

Bawah : Diafragma

Atas : Dasar leher.

Adapun isisnya:

Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta
pembungkuspleuranya.

2. Mediatinum, ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru.

Isinyameliputi jantung dan pembuluhpembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens,

duktustorasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar
kelenjarlimfe (Pearce, E.C., 1995).

Tulang iga dibagi tiga macam:


a. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung
dengantulang dada dengan perantaraan persendian.
b. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan
dengantulang dada dengan perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7.
c. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyaihu
bungan dengan tulang dada.Berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi
organ paru-paru serta membantumenggerakkan otot diafragma didalam proses
inhalasi saat bernapas

C. Etiologi

1. Trauma tembus

a. Luka Tembak
b. Luka Tikam / tusuk

2. Trauma tumpul

a. Kecelakaan kendaraan bermotor


b. Jatuh
c. Pukulan pada dada

D. Tanda Dan Gejala

Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :

Ada jejas pada thorak


Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
Penurunan tekanan darah
Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
Bunyi muffle pada jantung
Perfusi jaringan tidak adekuat
Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi denganpernapasan )
dapat terjadi dini pada tamponade jantung

E. Patofisiologi

Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada
dua ataulebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest
(segmenmengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika
kerusakan parenkimparu di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkanhipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma
pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding
dadamenimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek
inisendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada
penderita initerutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang
tertahan dan trauma jaringan parunya.

Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan
dindingdada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan
tidak terkoordinasi.Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur
tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat
frakturiga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat.
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalamdiagnosis Flail Chest.

Flail chest mengakibatkan terjadinya gangguan mekanika bernapas yaitu:

Fraktur sternum dengan pergeseran fragmennya menimbulkan nyeri yang


menyebabkanpenderita menahan napas sehingga pernapasan menjadi dangkal. Hal ini
diperberatdengan akibat retensi sputum menyebabkan atelektasis, pneumonia yang
menyebabkangangguan ventilasi, hipoksemia, hiperkarbia dan pada gilirannya akan
menyebabkaninsufisiensi pernapasan dan berakhir dengan gagal pernapasan akut.

Flail sternum disebut juga central flail chest, bila berat akan menyebabkan volumeintratorasik
berkurang sehingga mengganggu pengembangan paru, ventilasi menurunmengakibatkan
hipoksemia dan hiperkarbia. Gangguan ekspansi paru diakibatkanelastic recoil ke dalam tak
tertahankan sehingga volumenya berkurang. Penekananventilasi dan atelektasis akan
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa (AV) yang memperberat insufisiensi
pernapasan sehingga bila dibiarkan akan berakhir dengangagal pernapasan akut.

Nyeri hebat juga akan menyebabkan penderita mengurangi gerakan segmen melayangsambil
terus menerus berupaya paksa menarik dan mengeluarkan napas, hal ini terlihatdengan
pernapasan cepat dan dangkal bila dibiarkan akan menyebabkan kelelahan otot-otot
pernapasan dan berakhir dengan gagal pernapasan akut.Akibat dari atelektasis, pneumonia,
pirau A-V sendiri akan memperberat kerja napas, halini ditunjukkan dengan gambaran gas
darah memburuk, suatu tanda gagal pernapasan akut

F. Manifestasi Klinis

Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak
pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang ada akan
tertutup

Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.
Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam, ekspirasike luar.
Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.

Sesak nafas

Krepitasi iga, fraktur tulang rawan


Takikardi

Sianosis

Os menunjukkan trauma hebat

Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)

G. Prognosis Penyakit

1. Open Pneumothorak

Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru
menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada
setiap inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter
trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan
melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat

2. Tension Pneumothorak

Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila


ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi
rongga pleura, sehingga mengakibatkan :

Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat


Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok

Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi
vesikuler menurun.

3. Hematothorak massif

Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada.Ada perkusi terdengar
redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.

4. Flail Chest

Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar,
pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.

H.. Klasifikasi

1. Trauma Tembus

Pneumothoraks terbuka

Hemothoraks
Trauma tracheobronkial

Contusi Paru

Ruptur diafragma

Trauma Mediastinal

2. Trauma Tumpul

Tension pneumothoraks

Trauma tracheobronkhial

Flail Chest

Ruptur diafragma

Trauma mediastinal

Fraktur kosta

I. Pemeriksaan Diagnostik

1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)


2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi.
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi

J. Penatalaksanaan
1. Darurat

a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat
kejadian. yang ditanyakan :
o Waktu kejadian
o Tempat kejadian
o Jenis senjata
o Arah masuk keluar perlukaan
o Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu
seluruhnya.
o Inspeksi
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk
dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
o Palpasi
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
o Perkusi
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis
miring.
o Auskultasi
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau
keadaan memungkinkan).
2. Therapy
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda
Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu
dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks
spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus
menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif.
g. Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy
paru.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektif.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
2. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
6. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 2 jam :
a. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
b. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir
masuk ke area pleural.
c. Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja
yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area
pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru
lengkap/normal atau slang buntu.
d. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase
bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah
tekanan negative yang diinginkan.
e. Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
a. Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
o Pemberian antibiotika.
o Pemberian analgetika.
o Fisioterapi dada.
o Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
a. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
b. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
c. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
d. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek
dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
3. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
4. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
5. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
a. Pemberian expectoran.
b. Pemberian antibiotika.
c. Fisioterapi dada.
d. Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.

Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
c. Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang
dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
3. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
4. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
5. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
6. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
7. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow


drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi :
1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.
6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka,
agar tidak terjadi infeksi.
7. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
a. Penampilan yang seimbang.
b. Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
c. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi
Dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme


sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta : Binarupa Aksara
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula, Edisi 2.
Jakarta : Binarupa Aksara
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth,
Edisi.8 Vol.3. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai