Anda di halaman 1dari 17

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 2
Trauma Thorax
”Awas Pembatas Jalan”

Nama : Isra Nur Hidayah

Stambuk : N 101 20 053

Kelompok : 14

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
1. Jelaskan anatomi regio thorax !

Secara umum, thorax merupakan bagian teratas batang tubuh yang terdiri dari
kavitas thoraks dan dinding thoraks yang membatasinya.

Dinding thoraks merupakan suatu bangunan (thoracic cage) seperti sangkar yang
membatasi kavitas thoraks dan berguna dalam mempertahankan tekanan,
pelekatan ekstremitas atas,tempat origo otot,proteksi organ vital seperti lien yang
terletak di VT9-VT11. Lalu ada thoracic cavity (rongga dada) yang dibagi
menjadi 3 ruang kecil yaitu rongga dada kanan berisi pulmo kanan dan rongga
dada kiri yang berisi pulmo kiri.

Pada bagian tengah terdapat rongga yang disebut mediastinum yang diisi oleh
trachea,esofagus,bronkus,jantung,vasa,nervus,dan nodus limfatikus melewatinya.

Mediastinum terbagi menjadi beberapa bagian yakni ; Mediastinum superior


yang berada di apertura thoracalis superior hingga ke garis imajiner dari angulus
sternalis-VT4 diisi oleh timus,trakea,arcus aorta,plexus cardiacus,duktus
thoracicus,N.phrenicus dan N.Vagus. meidatsinum posterior terletak di belakang
jantung , mediastinum anterior letak didepan jantung dan, mediastinum inferior
yang terbagi menjadi 3 bagian ruang kecil lainnya, lalu ada batas jantung dan
batas paru. (Budi,2017)

Sumber:

Budi Santosos,P.2017.Buku Ajar Pemeriksaan Toraks.Jakarta:EGC

2. Apa perbedaan dari pneumothorax ventil, tension pneumothorax,


hemathorax, flail chest, tamponade jantung

a. Tension pneumotorax (ventile pneumothorax)


Tension pneumothorax artinya adanya pneumothorax terdesak atau tertekan
ketika adanya suatu kerusakan yang menyebabkan udara masuk ke rongga
pleura dan terjebak tidak dapat keluar, hal ini disebut sebagai fenomena
ventile (one way valve).

Tension pneumothorax terjadi melalui mekanisme kebocoran udara “katup


satu arah” dari paru-paru atau melalui dinding dada. Udara terperangkap
dalam kavum pleura dan dengan cepat membuat paru-paru kolaps.
Mediastinum terdorong ke sisi yang berlawanan dari sisi pneumothorax.
Udara yang masuk terperangkap di paru ini menyebabkan tekanan intrapleura
meningkat dan sebabkan pergeseran mediastinum yang berujung memberi
penekanan pada vena cava superior dan anterior dan kondisi hipoksia.

Gejala dan tanda tension pneumothorax diantaranya adalah: nyeri dada, ingin
makan udara (air hunger), takipnea, distres respirasi, takikardi, hipotensi,
deviasi trakhea menjauhi sisi pneumotoraks, distensi vena leher, tidak adanya
suara nafas di sisi pneumotoraks, perkusi didapatkan hiper-
resonan/hipersonor, dan sianosis (manifestasi terlambat), serta saturasi arteri
dengan pulse oxymeter hasilnya menurun. Hipoksemia dan hiperkapnia terjadi
pada kasus berat . Inspeksi toraks tampak asimetris, hemitoraks kiri lebih
tinggi daripada kanan, pergerakan hemitoraks kanan tertinggal serta tidak
dapat mengembang dengan baik, dan tampak tato di dada kiri atas. Pada
palpasi tidak terdapat nyeri tekan di seluruh lapang toraks. Perkusi hipersonor
di hemitoraks kanan, sedangkan hemitoraks kiri sonor. Auskultasi suara
jantung terdengar cepat, tanpa gallop maupun murmur. Hemitoraks kanan
tidak terdengar vesikuler, tidak ada ronki, tidak ada wheezing, suara seperti
udara yang melewati pipa dan lebih kuat di thoraks tengah kanan baik saat
inspirasi maupun ekspirasi. Hemitoraks kiri terdengar vesikuler, ronki kasar
lebih keras di apeks terutama saat ekspirasi, dan tanpa wheezing. (Ricat,2020)
b. Hemathorax

Secara harfiah berarti darah di dalam dada, adalah istilah yang biasanya
digunakan untuk menggambarkan efusi pleura karena akumulasi darah. Jika
hemotoraks terjadi bersamaan dengan pneumotoraks maka disebut
hemopneumotoraks.

Hemotoraks adalah konsekuensi yang sering dari cedera thoraks traumatis. Ini
adalah kumpulan darah di ruang pleura, ruang potensial antara pleura viseral
dan parietal. Mekanisme trauma yang paling umum adalah cedera tumpul atau
tembus pada struktur intratoraks atau ekstratoraks yang mengakibatkan
perdarahan ke dalam toraks. Perdarahan mungkin timbul dari dinding dada,
arteri interkostal atau interna mammae, pembuluh darah besar, mediastinum,
miokardium, parenkim paru, diafragma, atau abdomen. Perdarahan ke dalam
hemitoraks mungkin timbul dari diafragma, mediastinum, paru, pleura,
dinding dada dan cedera perut. Setiap hemitoraks dapat menampung 40%
volume darah sirkulasi pasien. Penelitian telah menunjukkan bahwa cedera
pada pembuluh darah interkostal (misalnya, arteri mammae interna dan
pembuluh darah paru) menyebabkan perdarahan signifikan yang memerlukan
manajemen invasif. Respon fisiologis awal dari hemothorax memiliki
komponen hemodinamik dan pernapasan. Tingkat keparahan respon
patofisiologi tergantung pada lokasi cedera, cadangan fungsional pasien,
volume darah, dan tingkat akumulasi di hemitoraks.Pada respon awal,
hipovolemia akut menyebabkan penurunan preload, disfungsi ventrikel kiri
dan penurunan curah jantung. Darah dalam rongga pleura mempengaruhi
kapasitas vital fungsional paru dengan menciptakan hipoventilasi alveolar,
ketidakcocokan V/Q, dan pirau anatomis. Hemotoraks yang besar dapat
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik yang memberikan tekanan
pada vena cava dan parenkim paru yang menyebabkan penurunan preload dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah paru. Mekanisme ini mengakibatkan
ketegangan fisiologi hemotoraks dan menyebabkan ketidakstabilan
hemodinamik, kolaps kardiovaskular, dan kematian.

Hemotoraks menghadirkan beberapa gejala unik, yang dapat membantu


pasien dan dokter mengidentifikasinya jika tanda-tandanya tidak jelas. Gejala
hemotoraks meliputi:

nyeri dada, terutama saat bernafas,kulit dingin, pucat, atau lembap,detak


jantung cepat,tekanan darah rendah,pernapasan tegang, cepat, atau
dangkal,sulit bernafas,dan perasaan gelisah. (Tran,2021)

C. Flail Chest

Flail chest memilikk definisi lama yakni fraktur iga paling sedikit empat iga
yang berurutan du dua tempat atau lebih (segmental). Sedangkan definis baru
menyatakan bahwa adanya ketidakmampuan dinding dada menjalankan fungsi
napas yang normal. Selama puluhan tahun, ahli bedah yang mengangani flail
chest menyimpulkan adanya hubungan antara kontusio paru dan flail chest.
(Ardiansyah,2017)

Flail chest adalah kondisi traumatis pada thorax. Ini dapat terjadi ketika 3 atau
lebih tulang rusuk patah di setidaknya 2 tempat. Ini dianggap sebagai
diagnosis klinis karena setiap orang dengan pola fraktur ini tidak mengalami
flail chest. Flail chest dapat menyebabkan gangguan yang signifikan pada
fisiologi pernapasan. Flail chest biasanya berhubungan dengan trauma dinding
dada tumpul yang signifikan. Gangguan fungsi pernapasan ini penting pada
pasien yang lebih tua atau yang memiliki penyakit paru kronis. Flail chest
adalah cedera penting dengan komplikasi yang signifikan. Flail chest biasanya
berhubungan dengan trauma dinding dada tumpul yang signifikan. Ini sering
terjadi dalam pengaturan cedera lain dan merupakan kondisi yang sangat
menyakitkan. Kedua faktor tersebut secara signifikan berkontribusi terhadap
kesulitan dalam mengelola kondisi ini. Flail chest sering unilateral tetapi bisa
bilateral. Ini mungkin dicurigai berdasarkan temuan radiografi tetapi
didiagnosis secara klinis. Segmen flail dinding dada akan berdampak negatif
pada respirasi dalam tiga cara: ventilasi yang tidak efektif, kontusio paru, dan
hipoventilasi dengan atelektasis. Ada ventilasi yang tidak efektif karena
peningkatan ruang mati, penurunan tekanan intratoraks, dan peningkatan
kebutuhan oksigen dari jaringan yang terluka. Memar paru di jaringan paru
yang berdekatan hampir universal dengan flail chest. Memar paru
menyebabkan edema, perdarahan dan akhirnya mungkin memiliki beberapa
elemen nekrosis. Kontusio paru mengganggu pertukaran gas dan menurunkan
komplians. Hipoventilasi dan atelektasis dihasilkan dari rasa sakit akibat
cedera. Rasa sakit menyebabkan belat yang menurunkan volume tidal dan
merupakan predisposisi pembentukan atelektasis. (Ardiansyah,2017)

d. Temponade Jantung

Tamponade jantung terjadi ketika cairan ekstra menumpuk di ruang di sekitar


jantung. Cairan ini memberi tekanan pada jantung dan mencegahnya
memompa dengan baik.Temponade jantung sangat berbahaya, sekitar 20%
terdapat pada pasien trauma toraks berat,trauma tajam mengenai jantung akan
menyebabkan temponade jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena
lebar,hipotensi,dan menurunnya suara jantung. Gambaran EKG pada
temponade jantung yakni semua low voltage pada seluruh lead beberapa
gejala klinis lainnya.

Secara patofisologi yakni adanya sebuah kantung fibrosa yang disebut


perikardium mengelilingi jantung. Kantung ini terdiri dari 2 lapisan tipis.
Biasanya, sejumlah kecil cairan jika ditemukan di antara 2 lapisan. Cairan
mencegah gesekan antara lapisan ketika mereka bergerak saat jantung
berdetak. Dalam beberapa kasus, cairan ekstra dapat menumpuk secara tidak
normal di antara 2 lapisan ini. Jika terlalu banyak cairan menumpuk, cairan
ekstra dapat membuat jantung sulit untuk mengembang secara normal. Karena
tekanan ekstra, lebih sedikit darah yang masuk ke jantung dari tubuh. Hal ini
dapat mengurangi jumlah darah kaya oksigen yang keluar ke tubuh.

Jika cairan menumpuk di sekitar jantung terlalu cepat, itu dapat menyebabkan
tamponade jantung jangka pendek (akut). Ini mengancam nyawa jika tidak
segera diobati. Jenis lain dari tamponade jantung (subakut) dapat terjadi ketika
cairan menumpuk lebih lambat. (Faradilla,2019)

Sumber :

Ardiansyah,P.2017.Identifikasi Awal Kondisi Flail Chest.Vol.2(12).Journal


Emedicine.From:Emedicine.com.Read in 26 Oktober 2021

Faradilla,N.2019.Buku Ajar Penyakit Jantung.Jakarta:Medikal Publishing

Ricat,Malik.2020.Penanganan Gawat Darurat Tension Pneumothorax


Dengan Needle Thoracocentesis ICS ke-5 & Pemasangan Mini-WSD: A Case
Report. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes.Vol.11(2). From: forikes-
ejournal.com. Read in 26 oktober 2020.

Tran,H.Gomez L.2021.Hemathorax.Treasure Island:StatePearls Publishing

3. Apa diagnosa dan diagnosa banding dari kasus skenario?

Efusi pleura yakni penimbunan cairan di dalam cavum pleura akibat


transudasi atau eksudasi yang berlebihan di permukaan pleura. Akibat dari
ekstravasasi cairan ini menyebabkan perdorangan organ-organ mediastinum
termasuk jantung dan menyebabkan infusiensi pernapasan. (Hanley,2019)

Efusi pleura karena kondisi hematoraks yakni adanya penumpukan cairan


berupa darah akibat pecahnya kapiler-kapiler alveoli dan pembuluh darah
kecil di sekitar paru-paru menyebabkan udara dan massa darah masuk ke
cavum pleura. Hal ini ditandai dengan bunyi redup pada perkusi saat
dilakukan di daerah thoracal pasien,dan adanya gambaran opaque pada hasil
x-ray.

Diagnosis banding dari efusi pleura : hematotoraks, pneumotoraks

Sumber :

Hanley,M.E.,Welsh,C.H.2019.Current Diagnosis & treatment in Pulmonary


Medicine.New York:McGraw-Hill Companies

4. Bagaimana manajemen trauma thorax?

Kasus trauma thorax harus ditangani dengan cermat dan cepat, penanganan
waktu pasien masuk meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yakni inspeksi,
palpasi,perkusi,dan auskultasi. Lalu dilakukan primary survey ABCDE

A-Airway sangatlah penting untuk mengetahui dan mengamankan jalan napas


pasien trauma toraks,patensi jalan napas dan pertukaran udara harus dinilai
dengan mendengar pergerakan udara melalui hidung,mulutm,dan paru-paru
pasien. B-Breathing yakni leher dan dada pasien harus tampak jelas agar
mempermudah untuk menilai pernapasan dan vena di leher, pada situaasi
trauma tumpul,disegerakan melepas penopang leher dan imobilisasi cervikal
harus dipertahankan dengan memegang kepala pasien saat penopang dilepas
untuk bisa menjaga kualitas pernapasan. C-Circulation, denyut pasien harus
dinilai untuk kualitas, kecepatan,dan keteraturan pada situasi ini monitor
jantung dan oksimeter denyut harus dipasangkan. Trauma toraks paling utama
mempengaruhi sirkulasi adalah tension pneumotoraks, hemothoraks
massif,dan temponade jantung. D-Disability,Penilaian cepat status neurologis
pasien diperlukan saat tiba di unit gawat darurat. Ini harus mencakup keadaan
sadar pasien dan tanda-tanda neurologis. Ini dinilai dengan skala koma
Glasgow (GCS) pasien, ukuran dan reaksi pupil, dan tanda-tanda lateralisasi.
Jika GCS berkurang di bawah 8, ini adalah tanda bahwa pasien mungkin
mengalami penurunan refleks jalan napas sehingga tidak dapat melindungi
jalan napasnya; dalam keadaan ini, jalan napas definitif diperlukan. Skor
maksimum 15 meyakinkan dan menunjukkan tingkat kesadaran yang optimal;
sedangkan, skor minimal 3 menandakan koma yang dalam. Jika pasien
diintubasi maka skor verbalnya menjadi 1 dan skor totalnya harus diikuti oleh
komponen GCS .

Komponen GCS adalah:

MOTORIK dengan skor maksimal 6 ,Mengikuti perintah= 5 ,Melokalisasi


nyeri = 4

Menarik diri dari nyeri = 3 ,Fleksi sebagai respons terhadap rangsangan


(postur dekortikasi) = 2, Ekstensi dalam menanggapi rangsangan (postur
deserebrasi) = 1 Tidak bergerak dalam menanggapi rangsangan=0

VERBAL dengan skor maksimal 5,Bicara koheren=4 ,Bicara bingung = 3


,Kata-kata tidak koheren = 2 ,Suara tidak dapat dipahami =1 ,Tidak ada
ucapan1T diintubasi

MATA memiliki skor optimal 4,Terbuka secara spontan = 3 ,Terbuka


terhadap suara = 2 ,Terbuka terhadap rasa sakit =1, Tidak terbuka = 0

E- Exposure and Environment,Pasien harus benar-benar telanjang dan


terbuka, untuk memastikan tidak ada cedera yang terlewatkan. Mereka
kemudian harus ditutup kembali dengan selimut hangat untuk membatasi
risiko hipotermia.

Tambahan untuk Survei Primer:


Setelah ABCDE dari survei utama, beberapa tambahan membantu dalam
evaluasi proses yang mengancam jiwa lainnya: seperti, EKG,kateter
urin,rontgent dada, Xray panggul,pemeriksaan FAST (Penilaian Terfokus
dengan Sonografi pada Trauma) dan dapat pula dilakukan secondary survey
yakni pemeriksaan lebih lanjut head to toe pada pasien. (Sigmon,2021)

Sumber : Sigmon,DF.Waseem,P.2021.Trauma Primary Survey.Treasure


Island:StatPeals Publishing

5. Bagaimana gambaran radiologi dari pneumothorax ventil, tension


pneumothorax, hemathorax, flail chest, temponade jantung

a. Tension Pneumothorax : pneumotoraks, ketika dicari, biasanya mudah


dilihat pada radiografi dada tegak. Biasanya mereka menunjukkan: tepi pleura
viseral yang terlihat terlihat sebagai garis putih yang sangat tipis dan
tajam,tidak ada tanda paru-paru yang terlihat di tepi garis ini,ruang perifer
radiolusen dibandingkan dengan paru-paru yang berdekatan,paru-paru
mungkin benar-benar kolaps,mediastinum tidak boleh bergeser dari
pneumotoraks kecuali ada tension pneumotoraks (dibahas secara
terpisah),emfisema subkutan dan pneumomediastinum juga dapat terjadi.
(Ricat,2020)
(Ricat,2020)

b. Hemathorax : Gambar sinar-X dada akan dengan cepat mengungkapkan


jika ada cairan di rongga dada. Pada rontgen, paru-paru akan tampak hitam, di
mana cairan pleura dan darah di rongga dada akan tampak putih. Pada rontgen
dada tegak, hemotoraks ditunjukkan dengan penumpulan sudut kostofrenikus
atau kekeruhan sebagian atau seluruhnya dari separuh toraks yang terkena.
Pada film terlentang, darah cenderung melapisi rongga pleura, tetapi dapat
dianggap sebagai kekaburan dari satu setengah toraks relatif terhadap yang
lain (Tran,2021)

(Tran,2021)

c.Flail chest : didefinisikan sebagai 3 tulang rusuk yang berdekatan dengan


fraktur segmental dan/atau >5 patah tulang rusuk yang berdekatan. fraktur
tulang rusuk pertama traumatis: penanda trauma dada yang parah, karena
tulang rusuk dilindungi oleh klavikula dan skapula 10% dengan transeksi
aorta, 2% terkait dengan robekan bronkial,Fraktur iga pertama non-traumatik:
rendahnya kejadian cedera vaskular mayor tanda hook kosta: rusuk berbentuk
belalai gajah karena rotasi fraktur segmental (Edwar,2019)
(Edwar,2019)

d. Temponade jantung : Radiografi dada dapat menunjukkan kardiomegali


dengan atau tanpa tanda bantalan lemak epikardial yang menunjukkan efusi
perikardial.Pada pasien dengan tamponade karena pneumoperikardium,
disebut tension pneumopericardium, penurunan substansial dalam ukuran
siluet jantung dapat diamati pada radiografi, tanda jantung kecil.
(Jensen,2017)

(Jensen,2017)
Sumber :

Edwar,S.2019. (Weaning Difficulty In a Flail Chest Case because of Unidentified


Sternal Fracture. Jurnal Anastesiologi Indonesia.Vol.3(2).From: ejournalunsoed.ac.id.
Viewed in 26 Oktober 2021.

Jensen.T.M.,Et al.2017.Early Identification and Treatment in Cardiac Temponade.


Treasure Island:StatePearls Publishing

Ricat,Malik.2020.Penanganan Gawat Darurat Tension Pneumothorax Dengan


Needle Thoracocentesis ICS ke-5 & Pemasangan Mini-WSD: A Case Report. Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes.Vol.11(2). From: forikes-ejournal.com. Viewed
in 26 oktober 2020.

Tran,H.Gomez L.2021.Hemathorax.Treasure Island:StatePearls Publishing

6. Bagaimana tindakan garurat (emergensi) pada trauma thorax (WSD, chest


tube, punksi, thorakotomi, terapi oksigen (ventilator, nasal kanul, sunkup
breathing mask, rebreathing mask)

Water Seal Drainage : WSD merupakan pipa khusus yang dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit bedah. Penyulit pemasangan
WSD adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi. Oleh karena itu pada
pemasangan WSD harus diperhatikan anatomi pembuluh darah interkostalis dan
harus diperhatikan sterilitas. Indikasi pemasangan WSD : 1. Hematotoraks 2.
Pneumotoraks dengan Macam-macam WSD : satu botol, dua botol,tiga botol, uni
water seal,flutter valve,screw valve dan calibrated spring mechanism.
(Punarbawa,2017)

Pemasangan WSD sendiri dapat dilakukan di linea aksilaris media pada sela iga ke-6
atau ke-7 atau linea media klavikularis pada sela iga ke-2. Awal nya dilakukan
disinfeksi kulit,anastesi setempat dengan cara infiltrasi pada daerah kulit sampai
pleura kemudian dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm, pleura parietalis ditembus dan
mandrin dicabut dan diganti oleh kateter yang diikat dengan benang yang dijahitkan
pada kulit sambil menutup luka. (Punarbawa,2017)

Chest Tube : Penyisipan selang dada adalah prosedur umum yang biasanya dilakukan
dengan tujuan mengalirkan udara atau cairan yang terkumpul di rongga pleura.
Tabung dada lubang kecil (≤14F) umumnya direkomendasikan sebagai terapi lini
pertama untuk pneumotoraks spontan pada pasien tanpa ventilasi dan efusi pleura
pada umumnya, dengan kemungkinan pengecualian hemothoraks dan efusi ganas
(yang direncanakan pleurodesis segera) . Drainase dada dengan lubang besar
mungkin berguna untuk kebocoran udara yang sangat besar, serta uji coba pasca-tidak
efektif dengan drainase dengan lubang kecil. Penyisipan selang dada harus dipandu
oleh pencitraan, baik ultrasonografi samping tempat tidur atau, lebih jarang,
computed tomography. Yang disebut teknik trocar harus dihindari. Sebagai gantinya,
diseksi tumpul (untuk tabung >24F) atau teknik Seldinger harus digunakan. Semua
tabung dada terhubung ke perangkat sistem drainase: katup bergetar, segel bawah air,
sistem elektronik atau, untuk kateter pleura (IPC), botol vakum. Sistem drainase tiga
botol klasik memerlukan pengisapan dinding (eksternal) atau drainase gravitasi
("segel air") (yang pertama tidak direkomendasikan secara rutin kecuali yang terakhir
tidak efektif). (Aryono,2016)

Punksi : Pungsi pleura (torakosintesis) merupakan tindakan invasif dengan


menginsersi jarum melalui dinding toraks untuk mengeluarkan cairan dari rongga
pleura. Tindakan ini memiliki tujuan diagnostik yaitu mendapatkan spesimen cairan
pleura untuk pemeriksaan lebih lanjut dan juga tujuan terapeutik untuk mengurangi
tekanan mekanik terhadap paru. Efusi pleura adalah adanya cairan abnormal dalam
rongga pleura yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Dengan mendapatkan
spesimen cairan pleura dapat diperiksa lebih lanjut, diantaranya apakah tergolong
transudat atau eksudat yang akan membantu dalam penegakan diagnosis penyakit.
Diawali dengan :
1. Desinfeksi dengan kasa steril yang diberi betadine, dari arah dalam ke
luar, lalu ulangi dengan alkohol 70%. Pasang duk steril dengan lubang
pada tempat yang akan dipungsi.
2. Anastesi lokal dengan lidocain 2% 2-4 cc dengan spuit 5 cc,
diinfiltrasikan anestesi lokal intradermal, tunggu sesaat kemudian
lanjutkan ke arah dalam hingga terasa jarum menembus pleura.
3. Jika jarum telah menembus rongga pleura lalu dilakukan aspirasi di
dalam kavum pleura sampai spuit penuh, kemudian spuit dicabut.
Luka bekas tusukan segera di tutup dengan kasa betadine.
4. Selanjutkan tusukkan kateter vena nomor 16 di tempat tusukan jarum
anastesi lokal dan apabila telah menembus pleura, maka maindrain
(piston) jarum dicabut.
5. sambungkan bagian pangkal jarum dengan threeway stopcock
(stopkran) dan spuit 50 cc (untuk aspirasi).
6. Dilakukan aspirasi sampai cairan memenuhi spuit 50 cc.
7. Ujung threeway stopcock yang lain dihubungkan dengan blood set
(untuk pembuangan).
8. Dilakukan penutupan kran aliran threeway stopcock ke rongga pleura

Thorakotomi adalah tindakan pembedahan yang indikasinya hampir sama dengan


torakoskopi, Pada operasi torakotomi, sayatan operasi dibuat di dinding dada, dan
akses ke organ-organ yang berada di rongga dada dibuat dengan memotong atau
kadang hingga mengangkat sebagian tulang rusuk. Karena lokasi anatomis isi di
dalam toraks, terdapat berbagai sayatan torakotomi yang umum digunakan dan
digunakan dalam keadaan yang berbeda. Kegiatan ini meninjau berbagai jenis sayatan
torakotomi dan situasi di mana mereka palingtepat untuk memfasilitasi pemahaman
interprofesional yang lebih baik tentang pilihan sayatan torakotomi dan perawatan
pasca operasi. (Aryono,2016)
Terapi Oksigen (Ventilator, Nasal Kanul,Sunkup Breathing Mask, Rebreathing Mask)

Ventilator : Ventilator adalah mesin untuk membantu kerja paru-paru dalam proses
pernapasan saat pasien sulit atau bahkan tidak bisa bernapas. Alat ini juga biasa
disebut sebagai respirator.Alat ventilator berfungsi mendorong oksigen masuk ke
paru-paru pasien dan mengeluarkan karbon dioksida dari dalam tubuh. Alat ini akan
dihubungkan dengan selang yang dimasukkan ke saluran napas melalui mulut atau
hidung pasien. Proses medis ini disebut intubasi. (Aryono,2016)

Nasal kanul : Penggunaan model terapi oksigen nasal kanul bertujuan untuk
membantu pasien memenuhi kebutuhan pasokan oksigen di dalam tubuh, terutama
jika pasien mengalami hipoksia. Pada penggunaan canul nasal ditujukan untuk
pemberian tambahan oksigen pada pasien yg hanya membutuhkan tambahan oksigen
dengan kadar konsentrasi oksigen sebesar 30-40%. memberikan oksigen kontinu
dengan aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi sama dengan kateter nasal
. (Aryono,2016)

Sunkup breathing mask: pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5-8 liter/menit
dengan konsetrasi oksigen 40%-60% konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi
dari kateter dan kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aersol. .
(Aryono,2016)

Rebreathing Mask : memberikan bantuan oksigen dengan konsentrasi oksigen lebih


tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir tetapi tidak
dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat
menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat. . (Aryono,2016)

Sumber:
Aryono,D.P.2016.Standar Penganggulangan Gawat Darurat Trauma.Jakarta:Medika
Salemba

Punarbawa,I.W.,Suarjaya,P.2017.Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar Pada


Pneumotoraks.Jendela Kedokteran.Volume 3(2).From:ejournalunud.ac.id.Viewed in
27 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai