SKENARIO 1
“LEARNING UNIT TRAUMA : TAK BISA BANGKIT ”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
Learning Objective
Sumber :
Dewi,Rismala.2016. Penilaian Kesadaran pada Anak Sakit Kritis:Glasgow Coma Scale
atau Full Outline of UnResponsiveness score?.Sari Pediatri.Vol.17(5).Viewed on: 1
September2021.From:https://saripediatri.org/index.php/saripediatri/article/download/29/1
4
Normalnya, pupil mata akan bereaksi terhadap cahaya, yaitu dengan membesar ketika
berada di tempat gelap, atau mengecil ketika terkena cahaya. Pada orang yang mengalami
kelainan pupil mata, refleks cahaya pada pupil mata tidak akan terjadi. Oleh karena itu,
pemeriksaan refleks cahaya sangat berguna dalam mengetanui respon saraf dan motorik
seseorang (Nikmah,2021)
Sumber :
Nikmah,Alifia.,Myasari,Sisca.2021. Wanita 48 Tahun dengan Ptosis Oculi Sinistra et
causaParesisNervus Oculomotor (CN III) Incomplete-Without Pupillary
Involvement.Medula.Vol.10(4).Viewed in 1 september 2021.From:Journalofmedula.com
Survei sekunder adalah penilaian pemeriksaan kepala sampai kaki yang cepat
tetapi menyeluruh untuk mengidentifikasi potensi cedera. Ini harus dilakukan setelah
survei primer dan stabilisasi awal selesai. Tujuan dari survei sekunder adalah untuk
mendapatkan data historis yang relevan tentang pasien dan cederanya, serta untuk
mengevaluasi dan mengobati cedera yang tidak ditemukan selama survei primer. Sangat
membantu untuk memprioritaskan evaluasi dan manajemen lanjutan (Zemaitis,2021)
Sumber :
Zemaitis, M.R., Planas, J.H., Waseem, M. 2021. Trauma Secondary Survey. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing
Tanda-tanda vital, yaitu laju pernapasan, saturasi oksigen, denyut nadi, tekanan
darah dan suhu, dianggap sebagai bagian penting dari pemantauan pasien rawat inap.
Perubahan tanda-tanda vital sebelum perburukan klinis didokumentasikan dengan baik
dan deteksi dini hasil yang dapat dicegah adalah kunci untuk intervensi tepat waktu.
Terlepas dari peran mereka dalam praktik klinis, cara terbaik untuk memantau dan
menafsirkannya masih belum jelas. Dalam beberapa dekade terakhir, tanda-tanda vital
telah menjadi bidang penelitian aktif dan banyak penelitian telah melaporkan bahwa
perubahan tanda-tanda vital terjadi beberapa jam sebelum efek samping yang serius.
Saat ini, tanda-tanda vital memainkan peran penting di unit gawat darurat (ED)
dan di bangsal, untuk menentukan pasien yang berisiko mengalami perburukan.
Meskipun diprediksi secara akurat oleh perubahan tanda vital, perburukan klinis sering
tidak diketahui, atau tidak terdeteksi sampai terlambat untuk diobati . Hal ini terutama
disebabkan oleh pencatatan tanda-tanda vital yang tidak memadai atau sebagai akibat dari
respons yang tidak tepat terhadap nilai abnormal . Di antara perawat dan dokter ada
pengetahuan yang cukup dan apresiasi perubahan tanda vital dan implikasinya untuk
perawatan pasien . Pentingnya pemantauan tanda-tanda vital dalam praktik klinis tidak
dapat disangkal, tetapi cara terbaik untuk memantau dan menafsirkannya dan seberapa
sering harus diukur masih belum jelas . Empat tanda vital utama yang dipantau secara
rutin oleh profesional medis dan penyedia layanan kesehatan, meliputi suhu tubuh,
denyut nadi, laju pernapasan, dan tekanan darah. (Brekke, 2019)
Sumber :
Brekke,Johan,.Et al. 2019.The value of vital sign trends in predicting and monitoring
clinical deterioration: A systematic review.Plos One.Vol.14(1).Viewed in 1 September
2021.From:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Untuk mendiagnosis fraktur atau gangguan pada tulang yang disebabkan oleh
trauma , pertama tama dapat dilakukan anamnesis baik dari pasien maupun pengantar
pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera
atau fraktur sebelumnya. Pasien dengan fraktur tibia mungkin akan mengeluh rasa sakit,
bengkak dan ketidakmampuan untuk berjalan atau bergerak, sedangkan pada fraktur
fibula pasien kemungkinan mengeluhkan hal yang sama kecuali pasien mungkin masih
mampu bergerak. Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga tidak kalah pentingnya.
Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel,
move. Yang pertama look atau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan dari
cedera, apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah
terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Hal
kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus mempalpasi seluruh
ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari
cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan
cedera lain yang terjadi bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai
adalah move. Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion) 7 .
Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh
pasien tetapi hal ini harus tetap didokumentasikan8 . Pemeriksaan ekstrimitas juga harus
melingkupi vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut
nadi, capillary return (normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Pemeriksaan neurologi
yang detail juga harus mendokumentasikan fungsi sensoris dan motoris. Tegantung dari
kondisi pasien, pemeriksaan foto thorax dapat dilakukan. Dalam pemeriksaaan radiologi
untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule of two yaitu : a. Dua sudut pandang b. Dua
Sendi c. Dua ekstrimitas d. Dua waktu (Saputra, 2018).
Sumber :
Saputra, G., M., L., A., Wiratnaya, I., G., E. 2018. Prevalensi Fraktur Terbuka
Ekstremitas Bawah Grade III Di RSUP Sanglah Denpasar Periode Bulan Januari - Juli
Tahun 2014. E-Journal Medika Udayana. Vol. 7(5): 195. Viewed on 1 September 2021.
From: ojs.unud.ac.id
Sumber :
Susihar., Trisnawati, L., Setiawati, G. 2019. Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Rasa Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Rsud Koja Jakarta Utara. Jurnal
Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya. Vol. 5(1): 41. Viewed on 1 September 2021.
From: husadakaryajaya.ac.id
8. Mencari tahu mengenai vulnus eskoriatum, edema, dan deformitas
Vulnus Eskoriatum adalah jenis luka lecet yang menegani permukaan epidermis
sampai dengan kedalaman papilla dermis dan memiliki dimensi yang besar (Okta,2021)
Edema adalah bengkak yang mana merupakan respon tubuh secara umum jika
mengalami cedera atau peradangan, dimana semua bagian tubuh dapat mengalami
bengkak, salah satunya bagian kaki. Kaki bengkak terjadi karena penumpukan cairan atau
darah akibat pelebaran pembuluh darah, keluarnya cairan dari pembuluh darah atau
penyumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan berbagai penyakit. Penanganan
gejala kaki bengkak dibutuhkan seorang ahli bidang kesehatan (Prabowo,2017)
Sumber :
Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look,
feel, move. Yang pertama look atau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan
dari cedera, apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar).
Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-
lain. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus mempalpasi
seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun
distal dari cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan
ditemukan cedera lain yang terjadi bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang
harus dinilai adalah move. Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of
Motion) 7 . Seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang
dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus tetap didokumentasikan (Saputra, 2018).
Sumber :
Seonggil,Kim.2016.Test-retest reliability of an active range of motion test for the
shoulder and hip joints by unskilled examiners using a manual goniometer.Journal Phys
Ther Sci.Vol.28(3):722-724.Viewed In 1 September 2021.From:ncbi.nlm.nih.gov
Saputra, G., M., L., A., Wiratnaya, I., G., E. 2018. Prevalensi Fraktur Terbuka
Ekstremitas Bawah Grade III Di RSUP Sanglah Denpasar Periode Bulan Januari - Juli
Tahun 2014. E-Journal Medika Udayana. Vol. 7(5): 195. Viewed on 1 September 2021.
From: ojs.unud.ac.id
10. Tata laksana awal, tata laksana definitive dan rehabilitasi
Tata laksana awal pada pasien yang mengalami fraktur atau patah tulang adalah
survei primer yang memouni.Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk
mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi
maupun fungsi ekstrimitas seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam penanganan fraktur yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway,
Breathing, Circulation, (2)meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi,
(4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal
diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan reposisi sehingga dapat
mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses persambungan tulang dan meminimilisasi
komplikasi lebih lanjut. Adanya pengecekan dengan prinsip ABCDE
A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan
nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau
fraktus di bagian wajah dan pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitive
B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi
yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan
diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang
signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan
reservoir bag.
C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini adalah
volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan
utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas III.
Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan penekanan langsung dan
meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.
D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap
keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.
Sumber :
Umami,Lidia.,Et al. 2017.Analisis pelaksanaan rujukan rawat jalan tingkat Pertama peserta
bpjs kesehatan di puskesmas.Jurnal Kedokteran Diponegoro.Vol.6(2).Viewed In 1 Septe,ber
2021.From:http://ejournal-s1.undip.ac.id/
13. Proses penyembuhan tulang
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas struktural korteks tulang, dengan tingkat
cedera pada jaringan lunak di sekitarnya. Setelah fraktur, penyembuhan sekunder
dimulai, yang terdiri dari empat langkah:
Pembentukan hematom
Pembentukan kalus fibrokartilaginosa
Pembentukan kalus bertulang
Remodeling tulang
Penyembuhan yang gagal atau tertunda dapat mempengaruhi hingga 10% dari semua
fraktur dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kominusi, infeksi, tumor, dan
gangguan suplai vaskular.
Mekanisme penyembuhan patah tulang adalah proses yang rumit dan lancar. Proses ini
dapat dipecah menjadi empat tahap. Namun, tahapan ini memiliki tumpang tindih yang
cukup besar.
Tahap ini dimulai segera setelah fraktur. Pembuluh darah yang mensuplai tulang dan
periosteum pecah selama fraktur, menyebabkan hematoma terbentuk di sekitar lokasi
fraktur. Hematoma menggumpal dan membentuk kerangka sementara untuk
penyembuhan selanjutnya
-Pembentukan Kalus Fibrocartilaginous (Hari ke 5 sampai 11)
Dengan berlanjutnya migrasi osteoblas dan osteoklas, kalus keras mengalami remodeling
berulang - disebut 'remodeling berpasangan.' 'Remodelling berpasangan' ini adalah
keseimbangan resorpsi oleh osteoklas dan pembentukan tulang baru oleh osteoblas.
Bagian tengah kalus akhirnya digantikan oleh tulang kompak, sedangkan tepi kalus
digantikan oleh tulang pipih. Remodeling substansial dari pembuluh darah terjadi
bersamaan dengan perubahan ini. Proses remodeling tulang berlangsung selama
berbulan-bulan, yang pada akhirnya menghasilkan regenerasi struktur tulang yang normal
Sumber :
Pasien dapat diduga mengalami Dislokasi Hip dikarenakan memiliki gejala seperti:
nyeri,deformitas pada persendian,gangguan pergerakan,dan terjadi pembengkakan. Pasein
juga mengalami luka lecet yakni tepatnya Vulnus Excoriasi dimana luka ini terjadi karena
gesekan dengan benda keras, seperti pada batu yang telah dituturkan oleh pasien saat
anamnesis oleh dokter IGD, luka ini berdimensi panjang dan lebar namun tiudak ada
kedalaman. (Helmi,,2013)
Sumber :
Sumber :
Helmi,Zairin.2013.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Salemba Medika:Edisi 2
Prognosis pada kasus trauma sistem musculoskeletal harus dilalui dengan proses
anamnesis yang dilakukan oleh dokter umum IGD lalu selanjutnya dilakukan oleh dokter
sepsialis ortopedi. Keluhan utama pasien pada umunya adalah nyeri akibat trauma baik pada
otot, sendi, maupun tulang. Lalu, diperhatikan pula ada tidaknya deformitas,kekakuan pada
sendi,dan ada tidaknya pembengkakan. Dilakukan pula pengkajian fisik musculoskeletal atau
diketahui pasti status lokalis dari bagian yang menjadi fokus keluhan oleh pasien
(Helmi,2013).
Sumber :
Helmi,Zairin.2013.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.Salemba Medika:Edisi 2