Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi pulmonal (Pulmonary hypertension) atau yang disebut
hipertensi paru. Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru
yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan
aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi
penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan
oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891.Penyakit ini adalah jenis
penyakit fatal yang menyerang banyak orang pada usia produktif.
Sedihnya, angka kejadian pada perempuan dua setengah kali lipat
dibanding laki-laki. Pada kasus hipertensi pulmonal primer, penyakit ini
diturunkan, atau terkait faktor genetik.
Meski diakui, meluasnya penyakit hipertensi pulmonal saat ini
kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2 juta orang per tahun
terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang sebenarnya
diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini masih minim.
(wanita ) Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal
kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain faktor kurangnya
kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi
pulmonal kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa
mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan
yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang
lebih baik.
Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal
kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain karena faktor
kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita
hipertensi paru kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar

Hipertensi Pulmonal Page 1


bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang
pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas
hidup yang lebih baik.Kendala lain adalah banyak gejala yang dikaitkan
dengan hipertensi paru ternyata tidak spesifik mengarah pada hipertensi
paru, sehingga tak heran diagnosis penyakit ini kian sulit saja.

Hipertensi Pulmonal Page 2


B. Rumusan Masalah
1. Anatomi dan fisiologi jantung?
2. Defenisi hipertensi pulmonal?
3. Etiologi hipertensi pulmonal?
4. Patogenesis hipertensi pulmonal?
5. Gejala klinik hipertensi pulmonalis?
6. Pemeriksaan fisik dan penunjang pada hipertensi pulmonalis?
7. Penatalaksanaan hipertensi pulmonalis?

Hipertensi Pulmonal Page 3


BAB II
PEMBAHASAN

Anatomi Jantung

Figure 1, Permukaan anterior jantungdanpembuluh-pembuluhdarahbesar.

 Struktur Jantung :
Jantung dibagi oleh septum vertical menjadi empat ruang : atrium
dextrum dan sinistrum dan ventriculus dexter dan sinister. Atrium dextrum
terletak anterior terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior
terhadap ventriculus sinister.
 Ruang Jantung :
- Atrium Dextrum
Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong
kecil, auricula. Pada permukaan jantung, pada tempat pertemuan atrium

Hipertensi Pulmonal Page 4


dextrum dan auricular dextra terdapat sebuah sulcus vertikal, sulcus
terminalis, yang pada permukaan dalamnya berbentuk rigi disebut crista
terminalis (secara embriologis, tempat ini menunjukkan hubungan antara
sinus venosus dan atrium dextrum propria). Bagian utama atrium yang
terletak posterior terhadap rigi, berdinding licin, sedangkan dinding dalam
auricular kasar disebabkan oleh berkas serabut – serabut otot, musculi
pectinati.
Muara pada Atrium Dextrum, Vena cava superior bermuara
kebagian atas atrium dextrum ; muara ini tidak mempunyai katup. Vena ini
mengembalikan darah kejantung dari setengah bagian atas tubuh. Vena
cava inferior ( lebih besar dari vena cava superior) bermuara kebagian
bawah atrium dextrum; dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak
berfungsi. Vena ini mengembalikan darah kejantung dari setengah bagian
bawah tubuh. Sinus coronarius, yang mengalirkan sebagian besar darah
dari dinding jantung, bermuara kedalam atrium dextrum di antara vena
cava inferior dan ostium atrioventriculare. Muara ini dilindungi oleh katup
rudimenter yang tidak berfungsi.
Ostium atrioventriculare dextrum terletak anterior terhadap muara
vena cava inferior dan dilindungi oleh valve tricuspidalis. Banyak ostium
vena kecil yang juga mengalirkan darah dari dinding jantung bermuara
langsung kedalam atrium dextrum. Sisa embriologi pada Atrium Dextrum,
selain katup rudimenter vena cava inferior terdapat fossa ovalis dan
annulus ovalis. Kedua struktur terakhir lni terletak pada
Septum interatriale yang memisahkan atrium dextrum dan atrium
sinistrum. Fossa ovalis merupakan lekukan dangkal yang merupakan
tempat foramen ovale pada janin sebelum lahir, darah yang kaya oksigen
berjalan melalui foramen ini dari atrium dextrum ke atrium sinistrum .
Anulus ovalis membentuk pinggir atas fossa.

Hipertensi Pulmonal Page 5


Figure 2, Bagian dalam atrium dextrum dan ventriculus dexter

- Ventriculus Dexter
Ventriculus dexter membentuk sebagian besar facies anterior
cordis, dan terletak anterior terhadap ventriculus sinister. Ventriculus
dexter berhubungan dengan atrium dextrum melalui ostium
atrioventriculare dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium truncus
pulmonalis. Mendekati ostium truncus pulmonalis bentuknya berubah
menjadi seperti corong, disebut infundibulum.
Dinding ventriculus dexter jauh lebih tebal dibandingkan dengan
dinding atrium dextrum. Permukaan dalam menunjukkan rigi-rigi yang
menonjol disebut trabeculae carnae. Terdapat tiga jenis trabeculae carnae :
1) Jenis pertama terdiri atas Musculi papillares, yang menonjol kedalam,
melekat melalui basisnya pada dinding ventrikel ; puncaknya
dihubungkan oleh tali – tali fibrosa ( chorda tendineae) ke cuspis
valva tricuspidalis.

Hipertensi Pulmonal Page 6


2) Jenis kedua ujung – ujungnya dilekatkan pada dinding ventrikel dan
bebas pada bagian tengahnya. Salah satu diantaranya adalah trabecula
septomarginalis ( moderator band ), menyilang rongga ventrikel dari
septum ke dinding anterior. Trabecula septomarginalis ini membawa
fasciculus atrioventricularis crus dextrum yang merupakan bagian
dari system konduksi jantung.
3) Jenis ketiga hanya terdiri dari rigi-rigi yang menonjol.
Valva tricuspidalis melindungi ostium atrioventriculare. Terdiri
atas tiga cuspis yang dibentuk oleh lipatan endocardium. Cuspis –
cuspis ini adalah cuspis anteriol, septalis, dan inferior ( posterior ).
Cuspis anterior terletak di anterior, cuspis septalis terletak berhadapan
dengan septum interventriculare dan cuspis inferior atau posterior
terletak di inferior. Basis cuspis melekat pada cincin fibrosa rangka
jantung. Pada ujung bebasnya dilekatkan chordae tendineae, yang
menghubungkan cuspis dengan Musculi papillares.
Valva truncus pulmonalis melindungi ostium truncus pulmonalis.
Valvula – valvula semilunaris dari valve ini dilekatkan melalui
lengkungnya kepinggir bawah dinding arteri. Mulut vahula membuka
keatas menuju ke truncus pulmonalis. Tidakada chordae tendineae
atau musculi papillares yang berhubungan dengan valvula ini.
Perlekatan sisi – sisi valvula pada dinding arteri mencegah valvula
turun masuk kedalam ventrikel. Pada pangkal truncus pulmonalis
terdapat tiga pelebaran yang dinamakan sinus pulmonalis, dan masing
– masing terletak di luar dari setiap valvula.
- Atrium Sinistrum
Sama dengan atrium dextrum, atrium sinistrum terdiri atas rongga
utama dan auricular sinistra. Atrium sinistrum terletak di belakang atrium
dextrum dan membentuk sebagian besar basis atau facies posterior
jantung. Di belakang atrium sinistrum terdapat oesophagus yang
dipisahkan oleh pericardium. Bagian dalam atrium sinistrum licin, tetapi
auricular sinistra mempunyai rigi – rigi otot seperti pada auricular dextra.

Hipertensi Pulmonal Page 7


Muara pada Atrium Sinistrum, Empat vena pulmonalis, dua dari
masing – masing paru bermuara pada dinding posterior dan tidak
mempunyai katup. Ostium atrioventriculare sinistrum dilindungi oleh
valve mitralis.
- Ventriculus Sinister
Sebagian besar ventriculus sinister terletak di belakang ventriculus
dexter. Sebagian kecil menonjol ke kiri dan membentuk batas kiri jantung
serta apex cordis. Ventriculus sinister berhubungan dengan atrium
sinistrum melalui ostium atrioventriculare sinistrum dan dengan aorta
melalui ostium aortae. Dinding ventriculus sinister tiga kali lebih tebal dari
dinding ventriculus dexter. ( Tekanan darah di dalam ventriculus sinister
enam kali lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di dalam ventriculus
dexter). Pada penampang melintang, ventriculus sinister berbentuk
sirkular; ventriculus dexter berbentuk resentik ( bulan sabit ) karena
penonjolan septum interventriculare kedalam rongga ventriculus dexter
( Gambar 4-5 ). Terdapat trabeculae carnae yang berkembang baik, dua
buah musculi papillares yang besar, tetapi tidak terdapat trabecula
septomarginalis. Bagian ventriculus di bawah ostium aortae disebut
vestibulum aortae.
Valva mitralis melindungi ostium atrioventriculare. Valva terdiri
atas dua cuspis, cuspis anterior dan cuspis posterior, yang strukturnya
sama dengan cuspis pada valve tricuspidalis. Cuspis anterior lebih besar
dan terletak antara ostium atrioventriculare dan ostium aortae. Perlekatan
chordae tendineae ke cuspis dan musculi papillares sama seperti valve
tricuspidalis.
Valva aortae melindungi ostium aortae dan mempunyai struktur
yang sama dengan struktur valve truncus pulmonalis. Satu valvula terletak
di anterior ( valvula semilunaris dextra ) dan dua valvula terletak di
dinding posterior ( valvula semilunaris sinistra dan posterior). Di belakang
setiap valvula dinding aorta menonjol membentuk sinus aortae. Sinus aorta

Hipertensi Pulmonal Page 8


anterior merupakan tempat asal arteria coronaria dextra, dan sinus
posterior kiri tempat asal arteria coronaria sinistra.

HIPERTENSI PULMONAL
A. Definisi
Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi Paru
merupakan kondisi yang tidak terlihat secara klinis sampai pada tahap
lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan
tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan
sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar
penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal
jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernest von
Romberg pada tahun 1891.

Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi pulmonal idiopatik


(IPAH, atau zhipertensi pulmonal primer) dan PH sekunder.

1. Primer

Merupakan hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Keadaan


ini paling sering terjadi pada usia 20 tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya fatal
dalam 5 tahun diagnosis. Hipertensi pulmonal primer lebih sering didapatkan pada
perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus
per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai timbulnya
gejala sekitar 2-3 tahun.

2. Sekunder

Merupakan bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paru atau
jantung yang diderita oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi
pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena

Hipertensi Pulmonal Page 9


penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan
neuromuskular.

Namun kemudian diketahui bahwa beberapa hipertensi pulmonal sekunder


sangat mirip dengan IPAH dalam hal gambaran histopatologis, natural history,
dan respon terhadap terapi. Jadi, berdasarkan mekanisme penyakitnya, WHO
kemudian membagi hipertensi pulmonal menjadi 5 kelas

1) Hipertensi Arteri Pulmonal (PAH). Gambaran hemodinamik kelompok ini


adalah:

a) Mean pulmonary artery pressure (MPAP) >25 mmHg pada istirahat, atau 
> 30 mmHg pada aktivitas fisik, dan  
b) Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) > 15 mmHg, dan
c) Peningkatan tahanan vaskular pulmonal dan gradien transpulmonal
(gradien tekanan  tekanan diastolik arteri pulmonal dan PCWP)

2) Hipertensi Vena Pulmonal. Kelompok ini disebabkan oleh kelainan pada


atrium kiri, ventrikel kiri atau katup jantung kiri.
3) Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru-paru atau
hipoksemia. Penyebabnya antara lain  penyakit paru interstitial, PPOK, sleep-
disordered breathing, kelainan hipoventilasi alveoli, dan  sebab-sebab lain dari
hipoksemia.
4) Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit trombotik dan embolik
kronis. Pada kelompok ini penyebab PH adalah oklusi trombus di proksimal
atau distal pembuluh darah paru (misalnya penyakit tromboembolik kronis),
atau emboli pulmonal nontrombotik (misalnya schistosomiasis).
5) Hipertensi Pulmonal pada kelompok ini disebabkan oleh inflamasi, obstruksi
mekanis, atau kompresi ekstrinsik pada pembuluh darah paru (misalnya pada
sarcoidosis, histiocytosis X, dan fibrosing mediastinitis).

Hipertensi Pulmonal Page 10


B. Etiologi
Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung
kiri. Hal ini disebabkan karena gangguan pada bilik kiri jantung akibat
gangguan katub jantung seperti regurgitasi (aliran balik) dan stenosis
(penyempitan katub mitral). Penyebab lain hipertensi pulmonal antara lain
adalah : HIV, penyakit autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, penyakit
bawaan dan penyakit tiroid.
a) Hipertensi pulmonal pasif
Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke
dalam vena pulmonalis, maka tekan dalam arteri pulmonalis harus
lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka setiap
kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral,
insufisiensi mitral dan ventrikel kiri yang hipertrofi akan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula.
b) Hipertensi pulmonal reaktif
Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka
pada beberapa penderita terjadi vasokonstriksi arteriol  pulmonal yang
aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap pengaliran
darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri
pulmonalis meningkat, misal pada penderita dengan stenosis mitral
yang berat dan kadang-kadang pada penderita dengan insufisiensi
mitral atau dengan gagal jantung kiri. Faktor penyebab ini
dihubungkan pula dengan faktor familial.
c) Aliran darah dalam paru yang meningkat
Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan
dilatasi pembuluh darah paru dan terbukanya lubang saluran yang
sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi
peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu
lebih besar misalnya sampai lebih 3 kali yang normal, maka akan
diperlukan tekanan yang lebih besar dalam paru agar pengaliran darah
dapat berlangsung.

Hipertensi Pulmonal Page 11


d) Vaskularisasi paru yang berkurang
Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami
obliterasi maka diperlukan peningkatan tekanan dalam arteri
pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada
kelainan dengan embolus paru yang berulang-ulang sehingga
menyumbat arteri dan arteriol dalam paru. Pada penyakit paru yang
luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang luas dan pada hipertensi
pulmonal idiopati

C. Patogenesis

Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “complaint”


dengan sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi “pulmonary vaskuler
bed” sebagai sirkuit yang low pressure dan high flow. Gambaran patologi
vaskuler pada HPP tidak patognomonis untuk kelainan ini, karena menyerupai
arteriopati pada hipertensi pulmonal dari berbagai macam penyebab. Kelainan
vaskuler HPP mengenai arteri pulmonalis kecil dengan diameter 4-10 mm dan
arteriol, berupa hiperplasia otot polos vaskuler, hiperplasia intima, dan
trombosis in situ. Progresif dan penipisan arteri pulmonalis, yang secara
gradual meningkatkan tahanan pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan
strain dan gagal ventrikel kanan
Pada stadium awal HPP, peningkatan tekanan arteri pulmonalis
menyebabkan peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadinya trombotik
arteriopati pulmonal. Karakteristik dari trombotik arteriopati pulmonal ini
adalah trombosis insitu pada muskularis arteri pulmonalis. Pada stadium
lanjut, dimana tekanan pulmonal meningkat secara terus menerus dan
progresif, lesi berkembang menjadi bentuk arteriopati fleksogenik pulmonal
yang ditandai dengan hipertrofi media, fibrosis laminaris intima konsentrik,
yang menggantikan struktur endotel pulmonal normal.

Hipertensi Pulmonal Page 12


PATHWAY OF PULMONAL ARTERIAL HYPERTENSION
Kerusakan/sumbatan jaringan Vaskuler paru

Peningkatan aliran darah

Peningkatan tekanan arteri pulmonal

Tahanan Vaskular pulmonal meningkat

Kontriksi arteri pulmonal Penurunan jaringan vaskular pulmo

Peningkatan tahanan dan tekanan pulmonal

Nyeri dada midsternum Overload ventrikel kanan

Hipertrofi ventrikel kanan

Gangguan pola tidur Kegagalan ventrikel kanan

Gangguan sirkulasi CO2

Gangguan Transport darah non O2 dari partikel


Kanan jantung ke paru Gagal jantung kanan

Gangguan difusi O2 Gangguan pertukaran gas

Sesak nafas (dyspneu) Ansietas


Intoleransi aktifitas

Hipertensi Pulmonal Page 13


D. Gejala Klinis
a) Sesak nafas yang timbul secara bertahap atau mendadak dan pasien
mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi hiperventilasi (napas
cepat dan dalam).
b) kelemahan
c) batuk tidak produktif
d) pingsan atau sinkop. Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya
mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan
episode sinkope. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu.
e) Edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)
f) gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah).

D. Pemeriksaan Fisik Penunjang dan Penunjang


Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan
diagnosis, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain
dari hipertensi pulmonal (sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya
normal. Gejala lebih awal dan atau temuan tunggal hanyalah aksentuasi
komponen pulmonal pada bunyi jantung 2 (P2) hampir 90 %. Peninggian
suara P2 dihasilkan dari peningkatan kekuatan penutupan katup pulmonal
karena respon peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat diastolik.
Temuan fisik tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan pengaruh
HP pada jantung dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien
berkembang menjadi trikuspid regurgitasi dalam beberapa derajat karena
tekanan overload pada ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan,
pulsasi vena jugularis meningkat bila terjadi overload cairan dan/atau
gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin timbul, asites dan retensi
cairan di perifer.
Pemeriksaan non invasif
Pertama kali mencurigai klinis HPP, harus lakukan pemeriksaan
konfirmasi dan pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab

Hipertensi Pulmonal Page 14


hipertensi pulmonal, disamping untuk menentukan beratnya atau
prognosis. Baru-baru ini suatu consensus merekomendasikan pemeriksaan
untuk HPP.
a. Ekokardiografi
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk
diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi adalah
modalitas diagnostic untuk evaluasi atau eklusi penyebab HP sekunder
(seperti gagal ventrikel kiri, penyakit jantung katup, penyakit jantung
kongenital dengan shunt sistemikpulmonal dan disfungsi diastolik
ventrikel kiri). Disamping itu untuk menentukan beratnya hipertensi
pulmonal serta prognosisnya. Dua studi besar yang dilakukan oleh Yeo et
all dan Raymon et all menggunakan ekokardiografi untuk konfirmasi
diagnosis dan prognosis pasien HPP. Namun demikian ekokardiografi saja
tidak cukup adekuat untuk konfirmasi definitif ada atau tidaknya
hipertensi pulmonal. Untuk itu direkomendasikan untuk kateterisasi
jantung.
b. Tes Berjalan 6 Menit
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan
fungsional pasien HPP adalah dengan tes ketahanan berjalan 6 menit
(6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional pasien
dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah
digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi pasien HP yang
diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
c. Tes Latihan Kardiopulmunal (CPET)
Suatu tes noninvasive. Pemeriksaan ini juga prognostik yang
signifikan, karena mengukur performen kardiovaskuler dan ventilator saat
aktifitas. Menariknya, tekanan darah sistolik menunjukan prediktor
independen kematian pasien HP yang tidak diobati, dengan SBP < 120
mmHg berkorelasi dengan kematian yang tinggi dibandingkan dengan
SBP > 120 mmHg. Miyamota and colleagues membandingkan kedua cara
penilaian diatas 6MWT dan CPET dalam suatu kohor 27 pasien HPP,

Hipertensi Pulmonal Page 15


mereka menemukan suatu korelasi yang bagus antara konsumsi oksigen
maksimum dan ketahanan 6MWT. Maka meskipun 6MWT tes latihan
yang submaksimal, tetapi ditoleransi oleh mayoritas pasien HPP dan
berkorelasi dengan tes latihan maksimal. Pada pasien dengan HAP, CPET
dapat mengukur beratnya HAP dengan menilai gangguan kardiovaskuler
dan inefisiensi ventilasi. Penurunan konsumsi oksigen (peak VO2) dan
meningkatnya inefisiensi ventilasi adalah proporsi beratnya HP,
merefleksikan ketidakmampuan pasien HAP secara adekuat meningkatkan
aliran darah paru selama aktifitas.
d. Tes Fungsi Paru
Pengukuran kapasitas vital paksa (FVC) saat istrahat, volume
ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MVV),
kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas
paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan HP, yang dapat
mengidentifikasi secara signifikan obstruksi saluran atau defek mekanik
sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara
kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan
volume paru pada HP.
e. Radiografi Torak
Karena radiografi torak adalah noninvasif dan tidak mahal, pasien
dengan sesak yang tidak jelas biasanya di skrining dengan radiografi torak.
Ro torak sama pentingnya sebagai first-line tes skrining pada pasien PAH
untuk melihat penyebab sekunder, seperti penyakit interstisial paru dan
kongesti vena-vena paru. Hampir 85 % terdapat kelainan Radiografi torak
pada HP, seperti pembesaran ventrikel kanan dan/atau atrium kanan,
dilatasi arteri pulmonal. Tapi tidak biasanya abnormalitas yang spesifik
pada HPP
Gambar 5. Radiografi Torak Pasien Hipertensi Pulmonal

Hipertensi Pulmonal Page 16


f. Eletrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada pasien hipertensi pulmonal sering
menunjukan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, strain ventrikel
kanan, dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memiliki nilai
prognostik. Kelainan EKG saja bukanlah indikator yang sensitif untuk
penyakit vaskuler paru. Penggunaan perubahan EKG sebagai marker
progresi penyakit dan atau respon terapi belum ada dilaporkan.
g. CT Scan Resolusi Tinggi
CT scan dilakukan hanyalah untuk membedakan apakah primer atau
sekunder. Tanpa zat kontras, untuk menilai parenkim paru seperti
bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras
untuk deteksi dan atau melihat penyakit tromboemboli paru.
Pemeriksaan invasif
a. Tes Latihan Kardiopulmunal (CPET)
Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal
adalah gold standard untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi
pulmonal adalah tekanan PAP 25 mHg pada saat istrahat, atau 􀎵 30 mmHg
pada saat aktifitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan
menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan

Hipertensi Pulmonal Page 17


informasi penting untuk prognostik hipertensi pulmonal. Tabel 5.
Pengukuran Kateterisasi Jantung Kanan Pada Pasien PAHkutip 10
Hemodinamik adalah prognostik untuk HPP, nilai prognostik pengukuran
hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila
tidak mendapat terapi vasodilator, sedangkan bila RAP 20 mmHg harapan
hidupnya kurang dari 3 bulan.

b. Tes Vasodilator
Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien
HAP, pasien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki
survival dengan menggunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang.
Definisi respon (European Society of Cardiology consensus) adalah
penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal paling < 10 mm Hg dengan
peningkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk
menentukan apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral. Rich et al 1992,
mempelajari 64 pasien HPP dengan nifedipin oral (20 mg) atau diltiazem
(60 mg), penurunan 20% mPAP dan PVR. Groves et al, 1993,
mempelajari respon akut epoprostenol iv pada 44 pasien HPP, peningkatan
14% HR, 5% penurunan mPAP, 47% penigkatan CO, dan 32% penurunan
PVR. Respon dengan epoprostenol iv juga dapat memprediksi respon
dengan CCB oral. Sitbon et al mengevaluasi 35 pasien terhadap respon
vasodilator epoprostenol iv, penurunan 30% PVR. Sitbon 1998,
melaporkan hasil tes NO inhalasi (10 ppm) 33 pasien, penurunan mPAP
dan PVR 20%. 10 dari 33 pasien yang respon akut positif juga respon
dengan CCB, pasien yang tidak respon akut dengan NO juga tidak respon
dengan CCB.
c. Biopsi paru
Jarang dilakukan karena sangat riskan pada pasien hipertensi
pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila pasien yang diduga HPP, dengan
pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.
3. Laboratorium

Hipertensi Pulmonal Page 18


Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium standar untuk dispnue, yang meliputi
pemeriksaan analisa gas darah, pemeriksaan kimia dan darah lengkap.
Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada pasien dengan faktor resiko.
Dilaporkan bahwa hipertensi pulmonal sehubungan dengan infeksi HIV
100 kali lebih sering dibandingkan dengan HPP. Tes fungsi hati juga harus
dilakukan untuk eklusi suatu hipertensi portopulmonal disamping untuk
pemberian terapi.
Biomarkers
Biomarker serum yang telah dipelajari dalam menilai prognosis
HPP adalah atrial naturetic peptide (ANP), brain naturetic peptide (BNP),
dan katekolamin. Nagaya dan kolega mempelajari 63 pasien HPP antara
1994-1999; ANP dan BNP plasma rendah pada kontrol dan meningkat
sesuai fungsional klas pada pasien dengan HPP. ANP dan BNP juga
berkorelasi dengan mRAP, mPAP, CO, and TPR. Penelitian tambahan,
setelah 3 bulan terapi dengan prostasiklin, 53 pasien terjadi penurunan
BNP yang berkorelasi dengan penurunan RVEDP dan TPR.

E. Penatalaksanaan
Terapi konvensional
Tahanan vaskuler paru secara dramatis meningkat pada saat latihan
atau aktifitas pada pasien HPP, dan pasien sebaiknya harus memperhatikan
dan membatasi aktifitas yang berlebihan. Pemberian oksigen untuk
mengatasi sesak nafas dan hipoksia, saturasi oksigen dipertahankan diatas
90 %. Penggunaan digoksin saat ini masih kontroversial, karena belum ada
data terhadap keuntungan dan kerugian penggunaan digoksin pada HPP.
Penggunaan diuretik untuk mengurangi sesak dan edema perifer, dapat
bermanfat untuk mengurangi kelebihan cairan terutama bila ada
regurgitasi trikuspidal. Timbulnya trombosis in situ, gagal jantung kanan
dan stasis vena meningkatkan resiko terjadinya tromboemboli paru.
Perbaikan survival telah dilaporkan dengan antikoagulan oral, warfarin

Hipertensi Pulmonal Page 19


1,5-2,5 mg dengan target INR 1,8. Telah banyak penelitian untuk
pengobatan hipertensi pulmonal yang dilakukan : golongan vasodilator,
prostanoid, NO, penghambat phosfodiestrase, antagonis reseptor endotelin
dan anti koagulan.
Calcium-Channel Blocker (CCB)
Penggunaan CCB telah banyak diteliti dan digunakan sebagai
terapi HPP, perbaikan terjadi kira-kira 25-30 % kasus terutama pada
pasien yang tes vasodilator akut positif. Rich dkk 1992, melaporkan hasil
studi prospektif non random, pasien yang respon tes vasodilator akut
positif diterapi dengan CCB dosis tinggi selama 5 tahun. Survival 1 tahun,
3 tahun, dan 5 tahun adalah 94%, 94%, dan 94%. Sementara pasien yang
tidak respon 68%, 47%, dan 38%. Ogata et al 1993, melakukan terapi
kombinasi antikoagulan dan vasodilator, 7 pasien diterapi dengan
antikoagulan warfarin + vasodilator, 3 dengan isoproterenol, dan 4 dengan
nifedipine. Survival 5 tahun signifikan lebih tinggi pada kelompok dengan
antikoagulan + vasodilator (57%) dibanding yang lain 15%. Nifedipine
(120-240 mg/hari) atau diltiazem (540-900 mg/hari) merupakan agen yang
paling sering digunakan, sementara verepamil menimbulkan efek inotropik
negative. Efek samping yang bermakna seperti hipotensi yang mengancam
hidup pasien dengan fungsi ventrikel kanan yang berat.
Prostanoid
Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam
patogenesis HPP. Christman et al melaporkan defisiensi prostasiklin pada
HPP. Tuder et al memperlihatkan penurunan prostasiklin sintase paru pada
pasien HPP berat. Studi klinis membuktikan bahwa terapi jangka lama
dengan analog prostasiklin eksogen menguntungkan pada pasien dengan
HPP sedang sampai berat.
 Beraprost
Beraprost adalah analog prostasiklin secara kimia stabil dan
aktif untuk oral. Diabsorbsi secara cepat dalam keadaan puasa,
konsentrasi puncak tercapai setelah 30 menit dan half life 35-40

Hipertensi Pulmonal Page 20


menit setelah pemberian. Sejak tahun 1995, beraprost telah
digunakan sebagai terapi di Jepang. Dalam suatu studi retrospektif,
Nagaya et al melaporkan perbaikan kualitas hidup 24 pasien HPP
dengan beraprost dibandingkan dengan 34 pasien dengan terapi
konvensional. 2 studi random, double-blind, kontrol placebo
beraprost pada HPP. Studi pertama selama 12 minggu, 130 orang
pasien dengan NYHA fungsional klas II dan III Beraprost (dosis
rata-rata 80 mg po qd) memperbaiki kapasitas latihan dan 6 WT 45
m pada pasien HPP. Studi kedua evaluasi efek beraprost pada
pasien HPP, dengan 116 pasien fungsional klas II dan III, selama
12 bulan, double-blind, random, kontrol plasebo. Hasil studi ini
menunjukan perlambatan progresifitas penyakit selama 6 bulan,
perbaikan ketahanan 6 WT dibandingkan placebo. Tidak ada
perubahan yang signifikan terhadap hemodinamik pulmonal.
Antagonis Reseptor Endotelin
Pada penelitian terakhir Antagonis reseptor Endotelin efektif dalam
mengobati hipertensi pulmonal, karena banyaknya bukti peranan patogenik
endotelin-1 pada hipertensi pulmonal. Endothelin-1 adalah suatu
vasokonstriktor yang poten, dan mitogen pada otot polos yang
menyebabkan meningkatnya tonus vaskuler dan hipertrofi vaskuler paru.
Dalam studi kontrol kecil pasien IPAH, konsentrasi endothelin plasma
berkorelasi dengan PAP and PVR, berkorelasi juga dengan kapasitas
latihan.
 Sitaxsentan
Penelitian random, double-blind, kontrol-plasebo, selama 12
minggu, sitaxsentan pada 178 pasien HPP fungsional klas II, III
dan IV NYHA, dengan dosis 100 mg po qd, atau 300 mg po qd.
Perbaikan fungsional klas dan perbaikan 6 WT, 35 m dengan dosis
100 mg dan 33 m dengan dosis 300 mg (p<0,01). Penurunan yang
signifikan PVR dan meningkat pada placebo. Perbaikan yang sama
fungsional klas, dan hemodinamik pada kedua kelompok dosis(30).

Hipertensi Pulmonal Page 21


Efek samping terapi dengan sitaxsentan berupa abnormalitas fungsi
hati, sakit kepala, edem perifer, nausea, nasal kongestan dan
pusing.
 Ambrisentan
Suatu studi blind selama 12 minggu penggunaan ambrisentan
dosis (1, 2.5, 5, atau 10 mg perhari) terbukti memperbaiki
ketahanan 6 WT dan fungsional klas. Studi kedua, 12 minggu,
random, double-blind, plasebo-kontrol, multisenter, efikasi
ambrisentan pada pasien HAP. Ambrisentan 5/10 mg sekali sehari.
Selama followup terbukti perbaikan yang signifikan ketahanan 6
WT dan perbaikan fungsional klas. Tidak terdapat peningkatan
transaminase hati.
Phosphodiesterase Inhibitor
Mekanisme yang memodulasi cyclic guanosine 3-5
monophosphate (cGMP) di dalam otot polos vaskuler memainkan peranan
dalam regulasi tonus, pertumbuhan dan struktur vaskuler paru. Efek
vasodilator NO tergantung pada kemampuannya untuk meningkatkan dan
mempertahankan cGMP yang ada pada vaskuler. Sekali diproduksi, NO
secara langsung mengaktifasi guanylate cyclase, yang meningkatkan
produksi cGMP. cGMP kemudian mengaktifasi cGMP kinase, membuka
kanal potassium, dan menyebabkan vasorelaksasi. Efek intraseluler cGMP
sangat singkat, sehingga didegradasi cepat oleh phosphodiesterase.
Phosphodiesterase merupakan famili enzim yang menghidrolisa cyclic
nucleotides, cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cGMP, dan
membatasi signal intraseluler dengan menghasilkan produk inaktif 5-
adenosine monophosphate dan 5-guanosine monophosphate.
Bagaimanapun juga obat-obat yang menginhibisi spesifik cGMP
phosphodiesterase (phosphodiesterase type 5 inhibitors) meningkatkan
respon vaskuler paru pada NO inhalasi dan endogen pada hipertensi
pulmonal.
a. Dipyridamole

Hipertensi Pulmonal Page 22


Studi terdahulu mendemonstrasikan bahwa dipyridamole
dapat menurunkan PVR, menurunkan hipertensi pulmonal dan
meningkatkan atau memperpanjang efek inhalasi NO pada anak
dengan hipertensi pulmonal. Pasien yang gagal dengan inhalasi NO
maka dikombinasi dengan dipyridamole. Hasil ini menyokong
bahwa inhibisi phosphodiesterase type 5 bisa menjadi suatu strategi
klinik yang efektif untuk terapi HPP.
b. Sildenafil
Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5
yang poten dan lebih spesifik, telah terbukti efektif dan aman untuk
terapi disfungsi ereksi. Berdasarkan perkembangnya pemahaman
aktifitas phosphodiesterase type 5 dalam sirkulasi paru, suatu studi
klinik tanpa kontrol menguji efek hemodinamik akut sildenafil dan
potensinya dalam terapi jangka panjang pasien HPP. Dilaporkan
bahwa sildenafil memblok vasokonstriksi paru hipoksik pada
dewasa sehat dan menurunkan mPAP pasien PAH. Michelakis et al
mempelajari efek sildenafil pada 13 pasien HPP, melaporkan
penurunan mPAP dan PVR, dan meningkatnya kardiak indek.
Perbandingan dengan inhalasi NO, sildenafil juga mempunyai efek
hemodinamik sistemik dan bila dikombinasi dengan inhalasi NO
meningkatkan dan memperpanjang efek NO sehingga dapat
mencegah rebound vasokonstriksi setelah memberian inhalasi NO.
Dalam suatu studi dengan mengkombinasikan inhalasi sildenafil
dengan iloprost dilaporkan terjadi penurunan yang besar mPAP
dan PVR dibanding bila diberikan tunggal. Bharani et all
mengobati 10 pasien dengan sildenafil atau placebo selama 2
minggu, terlihat perbaikan yang signifikan 6 WT dan menurunnya
sistolik PAP secara ekokardiografi. Studi lain, 29 pasien yang
diterapi dengan sildenafil (25-100 mg tid) selama 5-20 bulan
dilaporkan perbaikan fungsional klas NYHA dan 6W.

Hipertensi Pulmonal Page 23


NO dan Arginine
Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat
lahir. Gangguan NO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi
pulmonal. NO terus menerus memodulasi tonus dan struktur vaskuler paru
sepanjang hidup. NO juga memiliki aktifitas antiplatelet, anti inflamasi
dan antioksidan, juga memodulasi efek angiogenesis. NO dihasilkan dalam
3 bentuk NO synthase (NOS), yang muncul dalam sel multiple dan terus
menerus aktif (type I dan III) dalam endotelium atau “inducible” (type II)
pada sel lainnya seperti makrofag, epitel bronkus dan otot polos vaskuler.
Regulasi NOS komplek dan termasuk growth factors hormon (seperti
vascular endothelial growth factor), tekanan oksigen, hemodinamik, dan
factor lainnya. Sudah jelas bahwa amino acid, L-arginine, adalah substansi
NOS, maka itu penting untuk produksi NO. Arginine eksogen diperlukan
untuk memproduksi NO. Arginine masuk dalam sel dangan transport aktif
dan defek pada mekanisme transpor berkontribusi pada ketergantungan
arginine dengan meningkatnya kadar ekstraseluler untuk memenuhi
kebutuhan(36). Dalam endotel, transpor arginin secara kuat berikatan
dengan NOS, bila ikatan ini rusak oleh karena injuri endotel maka kadar
normal ekstraseluler mungkin berkurang untuk memproduksi NO.
Defisiensi Arginine telah memperlihatkan terjadinya PH dan infuse L-
arginine (500 mg/kg selama 30 menit pada bayi hipertensi pulmonal
terjadi peningkatan PaO2 selama lebih 5 jam. Apakah suplemen arginin
jangka panjang dapat mengurangi injuri vaskuler dan menyebabkan
perbaikan struktur sirkulasi paru pada pasien PAH belumlah jelas.
a. NO inhalasi
Merupakan suatu vasodilator pulmonal selektif, diberikan
secara inhalasi dengan waktu paruh singkat, hal ini bermanfaat
sebagai tes vasodilator pada pengobatan hipertensi pulmonal. Efek
inhalasi NO pada pasien hipertensi pulmonal primer
memperlihatkan perbaikan dalam parameter hemodinamik, efek

Hipertensi Pulmonal Page 24


jangka panjang belum diteliti namun beberapa pasien tampak
menunjukan manfaat dengan terapi tersebut untuk
b. Suplemen Arginine
Pemberian L-arginine (500 mg/kg infuse selama 30 menit)
pada 10 pasien HPP menghasilkan penurunan mPAP sampai 15.8 ±
3.6% (p < 0.005) dan PVR sampai 27 ± 5.8% (p < 0.005),
dibandingkan dengan titrasi prostasiklin saja sampai dosis
maksimal penurunan mPAP 13.0 ± 5.5% (p < 0.005) dan PVR 46.6
± 6.2% (p < 0.005). Infus L-arginine mengurangi mPAP dengan
memediasi vasodilatasi oleh NOS. Studi yang dipublikasikan oleh
Nagaya et al mendukung bahwa suplemen oral L-arginine (0.5 g/10
kg BB) memberikan efek yang menguntungkan pada hemodinamik
dan kapasitas latihan. 19 pasien diterapi Oral L-arginie (1.5 g/10kg
BB perhari), setelah 1 minggu meningkatkan L-citrulline plasma
secara signifikan dimana menunjukan meningkatnya produksi NO.
L-arginine menimbulkan penurunan 9% mPAP (53 ±4 sampai
48±4 mm Hg, p < 0.05) dan penurunan 16% PVR.

Terapi Bedah
Atrial Septostomi dan Transplantasi paru
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial
shunt untuk mengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan.
Dengan berkembangnya strategi terapi obat, maka atrial septostomi
hanyalah suatu prosedur paliatif atau sebagai permulaan untuk tranplantasi
paru. Pemilihan pasien, waktu dan perkiraan ukuran septostomi adalah hal
yang masih krusial. Tranplantasi jantung-paru terutama untuk PAH yang
gagal dengan semua strategi terapi. Survival pasien PAH yang mengalami
tranplantasi paru kira-kira 66%-75% pada 1 tahun pertama. Dan yang
paling sering adalah bilateral transplantasi.

Hipertensi Pulmonal Page 25


BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Penyebab hipertensi pulmonal terdiri dari hipertensi pulmonal primer dan
hipertensi pulmonal sekunder. hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi
pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan penyebab yang
paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri
pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.

Hipertensi Pulmonal Page 26


DAFTAR PUSTAKA

Iselbacher, Kurt J, dkk. 2014. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.


ed 13. Volume 3. Jakarta : EGC
McPhee, Stephen J & Ganong, William F. 2011. Patofisiologi Penyakit. Ed 5.
Jakarta : EGC
Snell, Richard S., 2014. ANATOMI KLINIS Berdasarkan Sistem. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm : 132 – 139

Sudoyo, Aru W dkk., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran UI.

Hipertensi Pulmonal Page 27

Anda mungkin juga menyukai