Anda di halaman 1dari 35

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST

Disusun oleh:
Maulidin Tubagus Adriansyah
102012136
tubagusoo@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone: (021) 5694-2061 (hunting)
Fax: (021) 563-1731

A. Pendahuluan
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun
laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 24
pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah
IMA.1
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction =
STEMI) merupakan bagian dari sindrom coroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.1
Skenario yang didapat adalah sebagai berikut: Nn. B, 50 tahun datang diantar
anaknya ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke lengan kiri yang
muncul tiba-tiba 3 jam yang lalu nyeri sedikit berkurang saat istirahat namun terus
menerus muncul kembali dan semakin memberat. Pasien sebelumnya juga pernah

merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit saja.
Pasien tidak demam dan tidak batuk.
Berdasarkan skenario di atas, maka akan dibahas lebih lanjut mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga penatalaksanaan dan prognosis.

B. Isi
Anatomi Jantung (Cor)
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid
dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Bagian atas jantung yang disbut
juga basis cordis, dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar, baik arteri
maupun vena.2
Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sternocostalis (anterior), facies
diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung juga memiliki
apex yang arahnya ke bawah, depan, dan sebelah kiri. Pada facies sternocostalis,
terutama dibentuk oleh atrium dan ventrikel dexter, yang dipisahkan satu sama lain
oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan
pinggir kirinya oleh sebagian kecil ventrikulus sinister serta auricula sinistra.
Ventriculus dexter dan sinister dipisahkan oleh sulcus interventricularis anterior.
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister
yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Selain itu permukaan inferior
atrium dextrum juga ikut membentuk facies ini. Basis cordis atau facies posterior
terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat muara keempat vena pulmonales.
Basis cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis dibentuk oleh
ventriculus sinister, mengarah ke depan, bawah, dan kiri. Denyut apex biasa bisa
dirasakan. Perhatikan bahwa jantung tidak terletak/bertumpu pada basisnya, tetapi
jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).2
Ruang-Ruang Jantung
Jantung terbagi menjadi empat ruangan, yaitu atrium dan ventrikel dexter, dan
atrium dan ventrikel sinister. Atrium dan ventrikulus dexter terletak anterior terhadap
atrium dan ventriculus sinister.2
Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil yang
disebut auricula. Tempat pertemuan atrium kanan dengan auricula kanan terdapat

pada sebuah sulcus, yaitu sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya disebut
crista terminalis. Dinding bagian dalam atrium dexter tersusun atas serabut otot yang
disebut musculi pectinati. Pada atrium dexter terdapat muara-muara dari vena cava
superior, vena cava inferior, sinus coronarius, dan ostium atrioventriculare dextrum.
Pada atrium dexter juga terdapat fossa ovalis dan annulus ovalis yang terletak pada
septum interatriale yang memisahkan atrium sinister dan dexter.2
Ventriculus dexter berhubungan dengan atrium dexter melalui ostium
atrioventriculare dexter, dan dihubungkan dengan truncus pulmonalis oleh ostium
trunci pulmonalis. Dinding ventriculus dexter tentu lebih tebal dari pada dinding
atrium dexter, serta menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam yang disebut
trabeculae carneae. Lalu di antara trabeculae-trabeculae ini ada yang lebih menonjol
karena diliputi oleh otot yaitu mm. papilares, yang pada puncaknya berlanjut sebagai
chordae tendinae, untuk melekat kepada cuspis valva tricuspidalis, yang terdiri dari
tiga cuspis. Pada ventriculus dexter juga terdapat valva trunci pulmonalis, yang
melekat pada dinding arteri pulmonalis. Mulut cuspisnya mengarah ke atas, dan tidak
ada chordae tendinae ataupun mm. papilares yang berhubungan dengan cuspis ini.2
Atrium sinistrum sama dengan atrium dextrum, terdiri atas rongga utama dan
auricula sinistra. Bagian dalam atrium licin, tetapi auricula sinistra mempunyai rigirigi otot seperti pada auricula dextra. Pada atrium sinistrum juga terdapat muaramuara, yaitu muara keempat vena pulmonales, dan ostium atrioventriculare sinistrum
yang dilindungi oleh valva mitralis.2
Ventriculus sinister berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium
atrioventriculare sinistrum dan dengan aortae melalui ostium aortae. Dinding
ventriculus sinister tiga kali lebih tebal dibandingkan dengan dinding ventriculus
dexter. Pada penampang melintang, ventriculus sinister berbentuk bulat, sedangkan
ventriculus dexter berbentuk kresentik/bulan sabit. Terdapat juga trabeculae carneae,
dan ada juga mm. papilares yang berlanjut sebagai chordae tendinae untuk menempel
pada valva mitralis. Valva mitralis ini terdiri dari dua cuspis. Pada ventrikel sinister
juga terdapat valva aortae yang melindungi ostium aortae yang memiliki struktur
sama seperti valva trunci pulmonales.2
Perdarahan Jantung
Jantung mendapatkan perdarahan dari a. cornaria dextra dan sinistra, yang
berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae. A. coronaria dextra berasal dari
3

sinus anterior aortae dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan auricula
dextra. Arteri ini berjalan turun hampir vertical di dalam sulcus atrioventriculare
dextra, dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior
sepanjang sulcus atrioventricularis untuk beranastomosis dengan a. coronaria sinistra
di dalam sulcus interventricularis posterior. Sedangkan a. coronaria sinistra, yang
biasanya lebih besar dibandingkan dengan a. coronaria dextra, mendarahi sebagian
besar jantung. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aortae aorta ascendens dan
kemudian berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan juga auricula sinistra.
Lalu pembuluh ini berjalan pada sulcus atrioventricularis dan kemudian bercabang
dua menjadi ramus interventricularis anterior dan ramus circumflexus.2
Pembuluh Balik Jantung
Sebagian besar darah dari jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus
coronarius, yang terletak pada bagian posterior sulcus atrioventriculare dan
merupakan lanjutan dari vena cardiaca magna. Pembuluh ini bermuara ke atrium
dextrum sebelah kiri vena cava inferior. Vena cardiaca parva dan vena cardiaca media
merupakan cabang dari sinus coronarius. Sisanya dialirkan ke atrium dextrum melalui
vena ventriculi dextri anterior dan melalui vena-vena kecil yang bermuara langsung
ke ruang-ruang jantung.2

Fisiologi Jantung
Secara anatomi kita telah mengetahui bahwa di dalam jantung terdapat empat
buah katup: katup mitral yang terletak antara atrium dan ventrikel kiri (katup
AV/atrioventrikular kiri); katup tricuspid yang terletak antara atrium dan ventrikel
kanan (katup AV/atrioventrikular kanan); katup semilunar aorta yang terletak antara
ventrikel kiri dengan aorta; dan katup semilunar pulmonal yang terletak antara
ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Seperti yang kita telah ketahui juga bahwa
katup AV diikat oleh korda tendinae, yang kemudian melekat pada muskulus papilaris,
yang menonjol dari permukaan dinding dalam ventrikel. Ketika ventrikel
berkontraksi, maka otot papilaris juga akan berkontraksi, menarik korda tendinae ke
bawah, sehingga menutup katup AV. Hal ini akan membantu menjaga katup AV tetap
tertutup rapat ketika menghadapi gradien tekanan besar yang mengarah ke belakang.
Sedangkan katup semilunar berbeda dengan katup AV. Katup ini memiliki tiga daun

katup yang masing-masing berbentuk seperti bulan sabit/setengah bulan. Katup ini
akan membuka saat ventrikel berkontraksi untuk mengalirkan darah ke arteri-arteri
besar, kemudian akan tertutup kembali saat ventrikel relaksasi. Tetapi kita melihat
bahwa antara vena dengan atrium tidak terdapat katup, tetapi tidak pernah terjadi
masalah pada jantung kita. Hal ini terjadi karena dua alasan: (1) tekanan atrium
biasanya tidak pernah melebihi tekanan dari vena, (2) tempat di mana vena kava
masuk ke atrium mengalami penekanan parsial ketika atrium berkontraksi.3
Dinding jantung utama terdiri dari serat otot jantung yang tersusun spiral
dengan arah yang berbeda-beda. Sehingga ketika berkontraksi, jantung akan
memendek ke segala dimensi, tidak hanya satu arah. Masing-masing dari sel otot
jantung ini saling berhubungan satu sama lainnya, melalui struktur khusus yang
disebut diskus interkalaris. Di dalam lempeng ini terdapat dua buah membran:
desmosome dan gap junction. Desmosome merupakan penyatu antara membran satu
dengan membran lainnya. Sedangkan gap junction merupakan daerah yang memiliki
resistensi listrik yang sangat rendah (1/400), memungkinkan potensial aksi untuk
mudah sekali menyebar dari sel jantung satu ke sel jantung lainnya. Sehingga ketika
terdapat potensial aksi, seluruh otot jantung akan berkontraksi sebagai suatu sinsitium
fungsional tunggal, tetapi terpisah antara atrium dengan ventrikel. Hal ini terjadi
karena tidak terdapat taut celah yang menyatukan sel kontraktil atrium dan ventrikel.
Namun terdapat sistem penghantar khusus penting yang mempermudah dan
mengoordinasikan transmisi eksitasi listrik dari atrium ke ventrikel untuk memastikan
sinkronisasi antara pompa atrium dan pompa ventrikel.3
Aktivitas Listrik Jantung
Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial
aksi yang menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, secara ritmis
akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, suatu sifat otorimisitas. Terdapat dua
jenis sel otot jantung: (1) sel kontraktil, merupakan 99% dari sel otot jantung manusia,
memiliki kemampuan untuk berkontraksi, namun tidak membentuk potensial aksi
sendiri, (2) sel otoritmik, hanya 1% dari sel-sel jantung. Sel ini tidak dapat melakukan
kontraksi, namun dapat membentuk potensial aksi sendiri. Sel-sel tersebut terletak
pada tempat-tempat tertentu di jantung, yaitu: nodus sinoatrialis (nodus SA), nodus
atrioventrikularis (nodus AV), berkas his, dan serat purkinje.3

Sel otoritmik jantung memiliki aktivitas pemacu. Berbeda dengan saraf dan
otot rangka, memiliki potensial istirahat yang mantap dan konstan, namun pada sel
otoritmik jantung tidak demikian. Hal ini disebabkan karena sel otoritmik ini akan
menimbulkan depolarisasi lagi setelah repolarisasi untuk menimbulkan denyut yang
ritmis tanpa rangsangan saraf apapun, sehingga tidak terdapat masa istirahat yang
mantap.3
Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi kompleks beberapa
mekanisme ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion yang
menimbulkan potensial pemacu adalah (1) penurunan arus K (kalium) ke luar disertai
dengan arus Na (natrium) yang masuk konstan, dan (2) peningkatan arus Ca (kalsium)
masuk. Fase awal adalah depolarisasi lambat yang terjadi karena penurunan influks
pasif K keluar, namun permabilitas Na tidak berubah, sehingga secara normal akan
tetap ada Na yang masuk ke dalam, sehingga keadaan di dalam sel menjadi lebih
positif, akhirnya akan menuju ke ambang letup meski lambat (depolarisasi lambat).
Ketika sudah mencapai ambang letup, maka terjadilah peningkatan permeabilitas
saluran Ca, sehingga terjadi influks Ca dalam jumlah besar, sehingga keadaan menjadi
positif dalam waktu cepat. Ketika sudah mencapai keseimbangan (titik nol), maka
dimulailah fase repolarisasi oleh efluks K yang terjadi ketika permeabilitas K
meningkat akibat pengaktifan saluran K berpintu voltase. Setelah potensial aksi
selesai, terjadi depolarisasi lambat berikutnya menuju ambang akibat penutupan
saluran K.3,4

Gambar 3. Aktivitas Sel Otoritmik.3

Setelah mengetahui bagaimana potensial aksi yang terjadi pada sel otoritmik,
kita juga harus mengerti dan memahami fungsi dan karakteristik dari masing-masing
sel otoritmik yang telah disebutkan sebelumnya. Nodus SA berbentuk kecil, tipis, dan
ellipsoid. Nodus SA terletak pada superior posterolateral pada dinding atrium dextra,
di bawah dan lateral dari mulut vena cava superior. Nodus AV juga memiliki bentuk
yang kecil dan terletak pada dasar atrium kanan dekat dengan septum pembatas antara
atrium kiri dengan atrium kanan, di atas dari titik pertemuan antara atrium dengan
ventrikel. Berkas His adalah suatu jaras yang keluar dari nodus AV dan kemudian
masuk ke dalam septum interventrikularis. Pada bagian ini, berkas His akan terbagi
dua cabang, ke kiri dan kanan yang masing-masing berjalan menuruni septum,
kemudian melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel, dan kemudian berjalan
kembali ke arah atrium sepanjang dinding terluarnya. Jenis yang terakhir adalah sel
purkinje/serat purkinje, berbentuk kecil juga dan merupakan penjuluran dari berkas
His, kemudian menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti suatu ranting kecil
dari cabang-cabang pohon.3
Perlu diketahui bahwa masing-masing dari sel otoritmik ini memiliki laju
depolarisasi lambat menuju ambang yang berbeda-beda, tentu kemampuan untuk
menciptakan potensial aksi dari masing-masing sel ini juga berbeda. Sel otoritmik
jantung yang memiliki kecepatan yang paling tinggi dalam mencetuskan potensial
aksi adalah nodus SA. Sekali potensial aksi terjadi di sel otot jantung manapun,
potensial aksi tersebut akan disebarkan hingga ke seluruh miokardium melewati gap
junction dan juga oleh sistem penghantar khusus. Karena itu, nodus SA, yang secara
normal memiliki kecepatan tertinggi untuk menghasilkan otoritmisitas yaitu sekitar
70-80 potensial aksi per menit, akan mengandalikan seluruh bagian jantung dalam
kondisi ini, sehingga nodus SA dikenal sebagai pacemaker dari jantung. Seluruh
jantung akan tereksitasi, memicu sel-sel jantung untuk berkontraksi dan memicu
jantung untuk berdetak dengan kecepatan atau frekuensi yang telah diset oleh nodus
SA, yaitu normal sekitar 70-80 denyutan per menit. Jaringan otoritmik lainnya tidak
dapat mengeluarkan irama natural mereka yang memiliki kecepatan yang lebih
lambat, karena mereka sudah teraktivasi terlebih dahulu oleh potensial aksi yang
berasal dari nodus SA sebelum mereka mencapai ambang letup mereka masingmasing yang lebih lambat.3
Penyebaran eksitasi jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin pompa
yang efisien. Sekali nodus SA teraktifkan, maka potensial aksi akan menyebar ke
7

seleuruh jantung. Agar pompa jantung menjadi efisien, penyebaran dari eksitasi ini
harus mampu memenuhi tiga kriteria:3
1. Eksitasi atrium dan kontraksinya harus sudah selesai sebelum kontraksi dari
ventrikel di mulai. Hal ini menjamin agar ventrikel terisi penuh secara
sempurna sebelum akhirnya ventrikel berkontraksi untuk memompakan darah
ke seluruh bagian tubuh.
2. Eksitasi dari serat otot jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin bahwa
tiap-tiap rongga jantung berkontraksi sebagai satu unit untuk memompa secara
efisien. Jika serat otot pada rongga jantung tereksitasi dan berkontraksi secara
acak bukan berkontraksi secara simultan dan terkoordinasi, maka jantung akan
tidak bisa memompa darah dengan efisien.
3. Baik sepasang atrium maupun sepasang ventrikel jantung harus bisa
terkoordinasi secara fungsional bahwa kaedua anggota pasangan tersebut
dapat berkontraksi secara simultan. Koordinasi ini memungkinkan darah akan
dipompakan ke sirkulasi pulmonal dan sistemik yang tersinkronisasi.
Penyebaran dari eksitasi jantung diatur secara cermat untuk menjamin bahwa
semua kriteria yang ada terpenuhi dan jantung berfungsi secara efisien, berikut adalah
penjelasannya.3
Pertama-tama adalah eksitasi atrium. Potensial aksi yang berasal dari nodus
SA pertama kali akan menyebar menuju ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel
jantung lainnya melalui gap junction. Selain itu, ada beberapa penghantar khusus
yang memiliki batas yang kurang jelas mempercepat hantaran impuls ke seluruh
atrium, yaitu:3
1. Jalur interatrial (interatrial pathway) terbentang dari nodus SA di dalam atrium
kanan menuju ke atrium kiri. Karena jalur ini mentransmisikan potensial aksi
dari nodus SA menuju ke jalur terminal pada atrium kiri dengan sangat cepat,
maka gelombang eksitasi ini dapat tersebar melalui gap junction di seluruh
atrium kiri dengan waktu yang hampir bersamaan dengan eksitasi yang
menyebar pada seluruh atrium kanan. Ini mamastikan bahwa kedua atrium
akan berdepolarisasi untuk berkontraksi secara simultan.
2. Jalur internodal terbentang dari nodus SA menuju ke nodus AV. Nodus AV
adalah titik kontak elektrik satu-satunya antara antrium dan ventrikel; dalam
kata lain, karena atria dan ventrikel secara struktural terhubungkan dengan
jaringan ikat yang tidak dapat menghantarkan listrik, satu-satunya cara agar
8

potensial aksi dari atrium dapat menyebar hingga ke ventrikel adalah dengan
melewati

nodus

AV. Jalur

penghantar

internodal

ini

mengarahkan

penyebaran/penyaluran potensial aksi yang berasal dari nodus SA ke nodus AV


untuk menjamin kontraksi berirama ventrikel setelah kontraksi atrium. Karena
dipercepat oleh jalur penghantar ini, maka potensial aksi akan sampai di nodus
AV dalam waktu 30 milidetik setelah nodus SA melepaskan muatannya.
Sebelum terjadi eksitasi ventrikel, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa
yang terjadi di antara atrium dan ventrikel, terutama sebelum memasuki ventrikel.
Potensial aksi yang berasal dari nodus SA akan sampai pada nodus AV, seperti yang
telah kita ketahui sebelumnya. Pada nodus AV ini potensial aksi akan dihantarkan
cukup lambat. Hal ini menguntungkan karena untuk menyelesaikan pengisian
ventrikel cukup membutuhkan waktu Impuls tersebut mengalami perlambatan skitar
100 milidetik (AV delay), yang memungkinkan atrium untuk bisa berdepolarisasi
sempurna dan berkontraksi, mengosongkan isinya ke ventrikel, sebelum depolarisasi
dan kontraksi ventrikel terjadi.3
Tahap selanjutnya adalah eksitasi ventrikel. Setelah terjadinya AV delay,
impuls tersebut kemudian bergerak dengan cepat menuruni septum jantung melalui
cabang kiri dan cabang kanan dari berkas His dan kemudian menyebar hingga ke
miokardium ventrikel melalui serat Purkinje. Anyaman serat pada sistem penghantar
ventrikel ini terspesialisasi dalam menyalurkan potensial aksi dengan sangat cepat.
Keberadaan sistem ini mempercepat dan mengkoordinasikan penyebaran penyebaran
eksitasi ventrikel untuk menjamin ventrikel akan berkontraksi sebagai satu buah unit.
Potensial aksi ini disalurkan melalui seluruh sel Purkinje dalam waktu sekitar 30
milidetik.3

Gambar 4. Sistem Penghantar Khusus.3

Setelah melihat bagaimana perjalanan impuls nodus SA hingga menyebabkan


jantung berkontraksi, kita juga perlu melihat potensial aksi yang terjadi pada sel otot
jantung (sel kontraktil jantung) ketika menerima impuls.
Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil jantung, meskipun dipicu oleh
sel-sel nodal pemicu, sel kontraktil jantung memiliki berbagai variasi yang mencolok
dalam mekanisme ionik dan bentuk disbanding potensial pada nodus SA. Tidak
seperti membran sel otoritmik jantung, membran sel kontraktil jantung pada saat
istirahat berada pada beda potensial -90 mV hingga akhirnya akan tereksitasi oleh
impuls listrik yang dihasilkan oleh pacemaker. Sekali membran sel kontraktil
miokardium ventrikel terdepolarisasi mencapai ambang melalui alur tertentu melewati
gap junction, potensial aksi akan terbentuk melalui proses rumit perubahan
permeabilitas dan perubahan membran potensial sebagai berikut:3
1. Selama masa fase naik dari potensial aksi, potensial membran ini secara cepat
berbalik ke nilai positif sekitar +20 mV hingga +30 mV (tergantung dari sel
miokardium itu sendiri) sebagai hasil dari pengaktifan channel Na berpintu
voltase dan Na dengan cepat masuk ke dalam sel, seperti yang terjadi pada selsel peka rangsang lainnya.
2. Di ujung potensial aksi, channel K dalam subkelas yang berbeda kemudian
membuka sementara. Resultan yang terbatas dari pengeluaran K melalui
channel yang sementara ini bersifat singkat, repolarisasi kecil dari membran
menjadi lebih curam, kurang positif dari kepositifan awal.
3. Keunikan dari sel jantung ini, potensial membran ini dipertahankan dalam
taraf positif dekat dengan ujung potensial aksi dalam waktu beberapa ratus
milidetik, membentuk fase plateau dari potensial aksi ini. Hal ini berbeda
dengan potensial aksi pendek yang terjadi pada sel saraf dan otot yang berkisar
1 sampai 2 milidetik. Fase plato ini dipertahankan oleh dua perubahan
permeabilitas dependen voltase: aktivasi lambat channel Ca tipe L dan
penurunan mencolok permeabilitas K. Perubahan permeabilitas ini terjadi
sebagai bentuk respon dari perubahan voltase secara tiba-tiba ketika fase naik
potensial aksi.
4. Fase turun yang sangat cepat dari potensial aksi dihasilkan dari inaktivasi
channel ion Ca dan pengaktifan tertunda dari channel K berpintu voltase, sama
seperti pada sel saraf dan sel otot. K yang keluar menyebabkan kepositifan
membran sel berkurang drastis kembali seperti keadaan semula. Pada saat

10

potensial istirahat, channel K berpintu voltase kembali tertutup dan channel


ion K yang tidak berpintu kembali membuka.

Gambar 5. Aktivitas Sel Kontraktil.1


Elektrokardiogram (EKG)
Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung saat depolarisasi dan repolarisasi
menyebar menuju jaringan ke sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan dalam
tubuh. Sebagian kecil dari aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh, sehingga
dapat dideteksi melalui elektroda perekam. Alat perekam kegiatan listrik jantung
tersebut adalah elektrokardiogram, atau EKG.3
Ingatlah tiga hal penting ketika mempertimbangkan apa yang EKG akan
representasikan:3
1. EKG adalah merekam dari sebagian aktivitas listrik yang diinduksi oleh cairan
tubuh oleh impuls jantung yang mencapai permukaan tubuh. EKG tidak
merekam aktivitas listrik jantung secara langsung.
2. EKG adalah rekaman kompleks yang mencerminkan keseluruhan dari
aktivitas jantung ketika depolarisasi dan repolarisasi. EKG tidak merekam
potensial aksi yang terjadi pada sebuah sel pada waktu tertentu. EKG
menampilkan keseluruhan penjumlahan potensial aksi dari semua sel otot
jantung.
3. Rekaman EKG mencerminkan perbandingan dalam voltase yang terdeteksi
oleh elektroda dalam dua titip yang berbeda pada permukaan tubuh, bukan
potensial aksi sebenarnya. Sebagai contoh, EKG tidak merekam adanya
potensial sama sekali jika otot ventrikel telah mengalami depolarisasi dan

11

repolarisasi secara sempurna karena kedua elektroda mendeteksi potensial


yang sama, sehingga tidak ada beda potensial yang direkam oleh elektroda.
EKG yang normal memiliki tiga bentuk gelombang yang berbeda dan jelas:
gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T. Gelombang P mencerminkan
depolarisasi atrium, kompleks QRS mencerminkan depolarisasi ventrikel, dan
gelombang T mencerminkan repolarisasi ventrikel. Beberapa poin penting lainnya
yang perlu diketahui adalah:3
1. Lepas muatan nodus SA tidak membentuk aktivitas listrik yang cukup untuk
mencapai permukaan tubuh, sehingga kita tidak dapat merekam depolarisasi
nodus SA. Karena itu, gelombang pertama yang terekam, yaitu gelombang P,
terjadi ketika impuls menyebar ke seluruh atrium.
2. Pada EKG normal, tidak ada gelombang khusus untuk repolarisasi atrium
yang terlihat. Hal ini disebabkan karena aktivitas listrik dari repolarisasi
atrium biasanya terjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel, sehingga
tertutupi oleh kompleks QRS.
3. Gelombang P lebih kecil dari pada kompleks QRS, karena atrium memiliki
otot yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan ventrikel dan
karenanya menghasilkan akitivitas listrik yang lebih kecil.
4. Di tiga titik berikut dapat kita temukan EKG menghasilkan garis lurus
(isoelektrik): (1) saat terjadinya AV delay pada nodus AV, yang
direpresentasikan

sebagai

segmen

PR,

(2)

ketika

ventrikel

sudah

terdepolarisasi sempurna dan sel kontraktil jantung sedang mengalami fase


plateau sebelum mereka repolarisasi, yang direpresentasikan sebagai segmen
ST, (3) ketika otot jantung telah mengalami repolarisasi sempurna dan sedang
dalam fase istirahat di mana sedang dilakukannya fase pengisian ventrikel,
yang direpresentasikan sebagai segmen TP.
Pengaturan Kerja Jantung
Frekuensi denyut nadi jantung secara normal ditentukan oleh frekuensi lepas
muatan spontan yang dikeluarkan oleh nodus SA. Jika impuls yang dikeluarkan nodus
SA bertambah cepat, maka denyut nadi pun akan bertambah cepat, begitu pula
sebaliknya.3
Jantung kita dipersarafi oleh kedua divisi saraf otonom, yang dapat
memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, meskipun stimulasi saraf tidak
12

diperlukan untuk memulai kontraksi. Saraf simpatis dan parasimpatis mempersarafi


jantung, baik nodus SA dan nodus AV, serta mempersarafi ventrikel (simpatis saja).3
Efek Stimulasi Parasimpatis
Mari kita lihat efek yang spesifik yang ditimbulkan oleh perangsangan
parasimpatis, di antaranya adalah:3
1. Sistem parasimpatis memperngaruhi nodus SA untuk mengurangi kecepatan
jantung berdetak. Asetilkolin yang dibebaskan meningkatkan permeabilitas
nodus SA terhadap K dengan memperlambat penutupan saluran K. akibatnya,
kecepatan pembentukan potensial aksi spontan berkurang melalui efek ganda:
(1) meningkatnya permeabilitas K menyebabkan hiperpolarisasi membran
nodus SA karena semakin banyak ion positif yang keluar dibandingkan saat
normal, menyebabkan keadaan di intrasel menjadi semakin negatif dan lebih
jauh dari firing level, (2) peningkatan permeabilitas K juga sekaligus melawan
penurunan otomatis permeabilitas K yang berguna untuk pengembangan
potensial pacemaker. Efek penurunan ini menurunkan frekuensi depolarisasi
spontan, memperlama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ambang,
sehingga menurunkan frekuensi jantung.
2. Pengaruh parasimpatis terhadap nodus AV adalah mengurangi eksitabilitas
nodus AV, memperlama transmisi impuls ke ventrikel yang lebih lama
dibandingkan AV delay biasanya. Efek ini terjadi karena peningkatan
permeabilitas K yang membuat membran terhiperpolarisasi sehingga menunda
inisiasi eksitasi dari nodus AV.
3. Stimulasi parasimpatis pada sel kontraktil atrium memperpendek potensial
aksi, mengurangi arus masuk lambat dari Ca (memperpendek fase plateau).
Hasilnya, kontraksi atrium melemah.
4. Sistem parasimpatis memiliki efek yang kecil terhadap kontraksi ventrikel,
karena jarangnya persarafan simpatis terhadap ventrikel jantung.
Efek Stimulasi Simpatis
Berbeda dengan parasimpatis, pada sistem simpatis, di mana mengontrol
jantung dalam keadaan emergensi atau saat berlatih, saat di mana dibutuhkan aliran
darah yang lebih banyak, akan meningkatan frekuensi jantung melalui efeknye
terhadap pacemaker jantung. Berikut adalah hal-hal yang harus dilihat:3

13

1. Efek utama dari perangsangan simpatis adalah terhadap nodus SA untuk


mempercepat depolarisasi sehingga lebih cepat mencapai ambang. Hal ini
terjadi dengan mengurangi permeabilitas K yaitu dengan mempercepat
inaktivasi saluran K.
2. Stimulasi simpatis dari nodus AV juga menurunkan AV delay dengan
mempercepat kecepatan penghantaran, dilakukan dengan meningkatkan
pemasukan lambat Ca.
3. Perangsangan simpatis juga mempercepat penyebaran potensial aksi yang
melalui sistem penghantar khusus.
4. Baik sel kontraktil atrium dan ventrikel memiliki banyak persarafan simpatis,
sehingga persarafan simpatis akan memperkuat kontraksi jantung sehingga
akan berdetak lebih kuat dan memompa darah ke luar lebih banyak. Efek ini
terjadi kerena meningkatnya permeabilitas Ca yang meningkatkan influks Ca.
Baroreseptor: Pengaturan Refleks Jantung
Refleks baroreseptor merupakan mekanisme jangka pendek penting untuk
mengatur tekanan darah. Setiap perubahan pada tekanan darah memicu suatu refleks
baroreseptor yang mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan
cardiac output dan resistensi perifer total dalam upaya memulihkan tekanan darah
kembali normal. Sama seperti refleks lainnya, refleks baroreseptor mencakup
reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan organ efektor.3
Reseptor terpenting yang terlibat dalam regulasi terus-menerus tekanan darah
adalah sinus karotikus dan baroreseptor pada arkus aorta, di mana keduanya sangat
peka dengan perubahan tekanan darah. Baroreseptor ini memiliki tempat yang
strategis untuk memberi informasi penting tentang tekanan arteri pembuluh-pembuluh
yang menuju ke otak (baroreseptor sinus karotikus) dan di trunkus arteri utama
sebelum pembuluh ini bercabang-cabang untuk mendarahi bagian tubuh lainnya
(baroreseptor arkus aorta).3
Baroreseptor ini secara terus-menerus mengeluarkan impuls mengenai
informasi tekanan darah. Dengan kata lain, sensor ini selalu menghasilkan potensial
aksi sebagai respon dari tekanan dalam arteri. Peningkatan tekanan darah akan
meningkatkan impuls yang dibentuk di neuron-neuron aferen terkait, sedangkan
penurunan tekanan darah akan memperlambat pembentukan impuls yang terbentuk di
neuron aferen. Pusat integrasi yan menerima informasi mengenai tekanan darah ini

14

adalah cardiovascular control center, yang terletak pada medula di dalam batang otak.
Kemudian jalur eferennya adalah sistem otonom, baik simpatis maupun parasimpatis.3

Anamnesis
Gejala yang timbul yang disebabkan oleh adanya gangguan pada jantung
biasanya berasal dari iskemia miokard, gangguan kontraksi dan/atau relaksasi
miokardium, obstruksi pembuluh darah, atau irama jantung yang tidak normal.
Iskemia, yang disebabkan karena ketidakseimbangan oksigen yang dibutuhkan
jantung dengan yang disuplai oleh jantung, paling sering termanifestasikan sebagai
ketidaknyamanan di dada, sedangkan penurunan kemampuan jantung dalam
memompa darah biasanya akan mengarah kepada kelelahan dan peningkatan tekanan
intravaskular karena kegagalan ventrikel tersebut. Jika dibiarkan maka akan terjadi
akumulasi cairan yang tidak normal, dengan edema perifer atau kongesti pulmonal
dan dispnea. Obstruksi pembuluh darah, seperti yang terjadi pada stenosis valvular,
dapat menyebabkan gejala menyerupai gagal jantung. Aritmia jantung biasanya terjadi
secara tiba-tiba, dan gejala yang terlihat/ditemukan adalah berupa palpitasi, dispnea,
hipotensi, dan syncope, biasanya terjadi tiba-tiba dan hilang dengan cepat seperti
sebagaimana saat muncul.5
Meskipun dispnea, rasa tidak nyaman di dada, edema, dan syncope merupakan
manifestasi dari penyakit jantung, gejala tersebut juga dapat terjadi pada berbagai
keadaan lainnya. Seperti contoh, dispnea juga terjadi pada penyakit lain seperti
penyakit paru, obesitas, dan anxiety. Begitu pula dengan rasa tidak nyaman di dada,
juga dapat disebabkan oleh penyakit bukan berasal dari jantung dan berasal dari
jantung namun bukan disebabkan oleh miokard infark. Edema, gejala penentu apakah
gagal jantung teratasi dengan baik atau tidak, juga dapat terjadi pada penyakit ginjal
primer serta sirosis hati. Syncope juga tidak hanya terjadi karena aritmia jantung yang
serius, namun juga pada beberapa kondisi neurologis lainnya. Sehingga untuk
menentukan apakah gejala yang dikeluhkan atau yang terjadi pada pasien benar-benar
berasal dari kardiovaskular, maka harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang baik dan benar.5
Berdasarkan kriteria The New York Heart Association (NYHA), hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam mengdiagnosis penyakit kardiovaskular secara lengkap
dan sistematik adalah sebagai berikut:5

15

1. The underlying etiology. Apakah penyakit yang diderita pasien merupakan


penyakit kongenital, hipertensi, iskemi, atau karena proses inflamasi?
2. The anatomical abnormalities. Ruang jantung mana yang kira-kira terkena?
Apakah terjadi hipertrofi, dilatasi, atau keduanya? Katup jantung mana yang
terlibat? Apakah terjadi regurgitasi dan/atau stenosis? Apakah ada pericardium
yang terlibat di sana? Apakah telah terjadi infark miokard?
3. The physiological disturbances. Apakah terjadi aritmia? Apakah terdapat bukti
adanya gagal jantung kongestif atau iskemia miokard?
4. Functional stability. Seberapa berat aktivitas fisik yang dapat menyebabkan
gejala tersebut muncul? Klasifikasi yang dibuat oleh NYHA telah disajikan
dalam bentuk tabel untuk menentukan seberapa berat gangguan fungsional
yang diderita pasien (Tabel 1).
TABEL 1. New York Heart Association Functional Classification
Class I
Class III
No limitation of physical activity

Marked limitation of physical activity

No symptoms with ordinary exertion

Less

than

ordinary

activity

causes

symptoms
Class II

Asymptomatic at rest
Class IV

Slight limitation of physical activity

Inability to carry out any physical activity

Ordinary activity causes symptoms

without discomfort
Symptoms at rest

Sumber: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons principles of internal
medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1818.

Gejala Umum Kardiovaskular


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, gejala-gejala yang berhubungan
dengan penyakit kardiovaskular adalah nyeri dada (chest pain), palpitasi, sulit
bernafas (shortness of breath: dyspnea, orthopnea, paroxysmal dyspnea), dan
pembengkakan atau edema. Untuk bisa menilai gejala kardiovaskular ini dengan baik,
maka harus dibandingkan dengan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.
Meskipun gejalanya berupa gejala di daerah dada, namun berbagai kemungkinan yang
harus diperhatikan selain jantung adalah penyakit paru dan ekstratoraks lainnya.6

16

Dalam menilai gejala-gejala yang berhubungan dengan kardiovaskular, sangat


penting untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh pasien. Sebagai contoh, pada
pasien yang datang dengan nyeri dada, apakah nyeri muncul setelah menaiki tangga?
Berapa anak tangga? Bagaimana dengan berjalan, seberapa jauh? Bagaimana dengan
membawa barang belanjaan, melakukan pekerjaan rumah seperti membereskan
tempat tidur, membersihkan rumah? Bagaimana keadaan yang sekarang jika
dibandingkan dengan aktivitas jaman dahulu? Kapan gejala ini muncul atau berubah?
Jika pasien mengalami sulit bernafas, tanyakan apakah gejala ini muncul pada saat
istirahat, saat beraktivitas, atau saat menaiki tangga? Memperkirakan jumlah aktivitas
yang dilakukan setiap hari dapat membantu sebagai penentu tingkat beratnya penyakit
serta terapi/penanganan selanjutnya.6
Chest Pain
Nyeri dada merupkan salah satu gejala yang paling serius dan penting yang
harus diperhatikan sebagai seoran klinisi, dan merupakan penyebab kasus emergensi
kedua, setelah penyakit abdomen. Nyeri dada biasanya merujuk kepada coronary
heart disease, angina pektoris, dan infark miokard. Tipe nyeri dada yang khas adalah
seperti ditekan, tidak nyaman, dan menjalar hingga ke pundak, punggung, leher,
lengan, seperti yang terjadi pada angina pektoris dan infark miokard.6
Selama mendengar penjelasan pasien, harus selalu dipikirkan dengan serius
mengenai angina pectoris, infark miokard, atau bahkan diseksi aneurisma aorta.
Sehingga sebagai dokter harus bisa membedakan penyakit kardiovaskular yang serius
dengan penyebab lainnya seperti perikardium, trakea dan bronkus, pleura parietal,
esofagus, dan dinding dada, hingga organ-organ lain yang berada di luar toraks seperti
leher, kandung empedu, dan gaster. Jika saja diinterpretasikan sebagai hal yang tidak
berbahaya namun tidak seharusnya, sehingga pasien keluar dari ruang emergensi,
yang biasanya disebabkan karena kesalahan interpretasi EKG, dapat meningkatkan
mortalitas hingga 25%. Sindrom koroner akut biasanya digunakan untuk menjelaskan
beberapa kelainan yang disebabkan karena iskemia miokard akut, yaitu UAP, STEMI,
dan NSTEMI.6
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan haruslah luas, seperti: Apakah Anda
mengalami nyeri atau rasa tidak nyaman pada dada Anda? Mintalah pasien untuk
menunjukkan di mana lokasi terdapatnya nyeri dan menjelaskan bagaimana rasa nyeri
yang pasien tersebut rasakan. Setelah mendengarkan penjelasan nyeri dari pasien,
17

bertanyalah langsung kepada pasien, apakah nyeri tersebut berhubungan dengan


aktivitas/olahraga? Aktivitas seperti apakah yang mencetuskan terjadinya nyeri?
Seberapa intensitas nyerinya jika diberi angka 1 hingga 10? Apakah nyeri tersebut
menjalar ke leher, pundak, punggung, atau hingga ke lengan? Apakah ada gejala lain
yang berhubungan seperti sulit bernafas (shortness of breath), sweating, palpitasi,
hingga nausea? Apakah nyeri ini pernah membangunkan pasien saat tertidur? Apa
yang pasien lakukan untuk membuatnya lebih baik/apa yang dilakukan pasien supaya
nyeri hilang? Berbagai pertanyaan tersebut harus dilakukan untuk memastikan gejalagejala tersebut benar-benar berasal dari kardiovaskular. Seperti pada nyeri dada
anterior, biasanya seperti terasa terobek dan menjalar ke leher hingga punggung,
terjadi pada diseksi aorta akut.6
Palpitations
Palpitasi merupakan perasaan/sensasi tidak menyenangkan yang dirasakan
oleh karena denyut jantung yang tidak teratur. Pasien menjelaskan palpitasi sebagai
rasa melompat-lompat pada jantung, balapan, bergetar-getar, berdebar-debar, hingga
seperti jantung berhenti. Palpitasi dapat terjadi karena irama jantung mengalami
gangguan, yang disebabkan karena peningkatan frekuensi atau penurunan, hingga
peningkatan kontraksi jantung yang berlebihan. Palpitasi tidak selalu menunjukkan
adanya gejala penyakit jantung. Bahkan sebaliknya, disritmi jantung yang sangat
serius seperti yang terjadi pada takikardi ventrikel, sering tidak menyebabkan
palpitasi.6
Sebagai dokter, kita dapat langsung menanyakan apakah pasien mengalami
palpitasi. Jika pasien tidak begitu mengerti, tanyakan apakah pasien pernah merasakan
hal yang aneh pada denyut jantungnya, seperti apa rasanya. Mintalah pasien untuk
menunjukkkan irama jantungnya dengan jari tangannya. Cepat apakah lambat?
Regular atau ireguler? Berapa lama hal tersebut terjadi? Apakah pernah merakasan
peningkatan denyut jantung dengan sangat cepat, dan apakah berhenti tiba-tiba atau
secara bertahap? Untuk hal tersebut diperlukan pemeriksaan EKG. Cukup penting
juga untuk mengajari pasien menghitung denyut nadi mereka sebagai persiapan
adanya serangan berikutnya.6
Shortness of Breath

18

Nafas tersengal-sengal/sulit benafas ini cukup sering terjadi dan dapat berupa
dispnea, ortopnea, atau dispnea nokturnal paroxysmal. Dispnea adalah rasa sulit
bernafas, nafas tidak teratur yang terjadi pada tingkat aktivitas yang tidak seharusnya.
Beberapa pertanyaan yang harus diajukan adalah apakah ada kesulitan bernafas? Cari
tahu apakah gejala ini muncul pada saat istirahat atau saat olahraga, dan seberapa
berat aktivitas hingga timbul onset. Karena dispnea bervariasi mulai dari umur, berat
badan, hingga tingkat kebugaran seseorang, maka tidak ada batas rentang absolut
untuk mengevaluasi dispnea. Sebaliknya, lakukan berbagai usaha untuk menentukan
tingkat keparahan dispnea yang terjadi, mulai dengan aktivitas sehari-hari. Berapa
langkah atau anak tangga yang dapat diraih pasien sebelum ia akhirnya berhenti untuk
mengambil nafas? Bagaimana dengan melakukan aktivitas seperti mengangkat barang
belanjaan, mengepel lantai, dan hal-hal lain yang serupa? Apakah dispnea tersebut
sudah mengganggu aktivitas sehari-hari pasien atau belum? Bagaimana itu terjadi?
Perhatikan dengan baik timing munculnya dispnea, gejala-gejala lain yang mungkin
berhubungan, dan perhatikan faktor pemberat maupun faktor pereda.6
Ortopnea adalah dispnea yang terjadi ketika pasien berbaring dan membaik
ketika pasien bangun atau duduk. Tingkat beratnya ortopnea dapat dilihat dengan
berapa bantal yang digunakan pasien saat tidur, atau dengan fakta yang terlihat jelas
bahwa pasien tersebut butuh untuk duduk saat ia tertidur. Pastikan bahwa alasan
pasien tidur dengan bantal yang banyak atau tidur dengan posisi duduk adalah karena
sulit bernafas bukan karena penyebab lain. Ortopnea terjadi pada gagal jantung
ventrikel atau stenosis mitral, dan juga dapat terjadi pada penyakit paru obstruktif.6
Dispnea paroksismal nocturnal menjelaskan episode terjadinya dispnea dan
ortopnea tiba-tiba yang membangunkan pasien pada saat tidur, biasanya 1-2 jam
setelah pasien tertidur, sehingga membuat pasien terbangun duduk, berdiri, atau
bahkan pergi ke jendela untuk menghirup udara lebih banyak. Dapat juga terjadi
wheezing ataupun batuk. Biasanya langsung mereda namun dapat terjadi pada waktu
yang sama pada malam yang berikutnya. PND terjadi pada gagal jantung ventrikel
atau stenosis mitral, dan dapat dikira sebagai serangan asma nocturnal.6
Edema
Edema adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada ruang interstitial
ekstravaskular. Jaringan interstitial dapat mengabsorpsi beberapa liter cairan,
mengakomodasikan hingga 10% penambahan berat badan sebelum pitting udem
19

terjadi. Penyebabnya bervariasi, lokal hingga sistemik. Tanyakan hal-hal yang


berfokus pada lokasi, waktu munculnya, tempat munculnya bengkak, dan gejala lain
yang mungkin berhubungan. Apakah anda mengalami pembengkakan? Di mana?
Kapan itu terjadi? Apakah memburuk pada malam hari atau pagi hari? Apakah sepatu
terasa penuh? Lanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain seperti apakah cincin
pada tangan pasien semakin sempit? Apakah kelopak mata menjadi bengkak di pagi
hari? Apakah pasien harus membuka ikat pinggang agar lebih nyaman? Juga tanyakan
apakah baju pasien terasa sempit terutama di bagian perut. Selain itu penting juga
untuk meminta pasien mengukur berat badan di pagi hari, karena edema tidak akan
jelas sampai terjadi akumulasi carian hingga beberapa liter pada ruang interstitial.6
Dependent edema adalah edema yang terjadi pada tubuh bagian bawah seperti
kaki, tungkai bawah ketika duduk, atau pada sacrum ketika terbaring di tempat tidur.
Penyebabnya dapat berupa penyakit jantung seperti CHF, hipoalbuminemia, dan
sebagainya.6
Jika edema terjadi karena penyakit ginjal atau hepar, maka edema dapat
ditemukan pada periorbital. Cincin dapat terasa ketat pada sindroma nefrotik, dan
lingkar pinggang membesar karena asites disebabkan karena gagal hepar.6
Pemeriksaan Fisik
Setiap pemeriksaan selalu dimulai dengan penilaian pasien secara umum
(general appearance), dengan melihat umur, postur tubuh, sikap tubuh, dan data
kesehatan pasien secara umum. Apakah pasien sedang beristirahat dengan
diam/nyaman, dispnea, atau diaforetik? Apakah pasien cenderung menghindari
beberapa posisi tubuh untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, seperti yang
diperkirakan pada kasus tersangka perikarditis akut? Apakah terdapat petunjuk adanya
dispnea yang disebabkan penyakit pulmonal, seperti adanya barrel chest yang
merupakan peningkatan diameter anterior-posterior dada, takipnea, dan pernafasan
dengan mulut? Kulit pucat, sianosis, dan jaundice dapat terlihat mudah dan
menunjukkan petunjuk-petunjuk berikutnya. Nyeri yang kronis pada pasien yang
kurus dapat merujuk kepada adanya gagal jantung berkepanjangan atau adanya
kelainan sistemik lain seperti keganasan. Beberapa kelainan genetik yang sering
berhubungan dengan kardiovaskular dapat diketahui dengan lebih mudah, seperti
trisomy 21, Marfan syndrome, dan Holt-Oram syndrome. Tinggi dan berat badan
harus diukur secara rutin, dan BMI (body mass index) serta BSA (body surface area)
20

juga harus dihitung rutin. Pemeriksaan lingkar pinggang dan penghitungan rasio
lingkar pinggang-panggul dapat digunakan untuk memprediksi adanya penyakit
kardiovaskular jangka panjang. Status mental, kesiagaan pasien (level of alertness),
serta mood pasien harus selalu dinilai selama anamnesis dan pemeriksaan fisik.5
General Appearance
Pemeriksaan selalu dimulai dengan pengamatan fisik secara keseluruhan, yang
akan dirangkum dalam beberapa poin berikut ini:5,6
1. Apparent state of health. Cobalah untuk menilai pasien secara keseluruhan
berdasarkan pengamatan sekilas ketika pasien datang. Dukung hal tersebut
dengan beberapa detail yang signifikan. Contohnya seperti tampak sakit akut
atau kronis, rapuh, tampat sehat, atau bahkan tampak sangat kuat.
2. Level of consciousness. Apakah pasien dalam keadaan sepenuhnya sadar,
responsif terhadap setiap rangsangan dari luar atau tidak. Jika tidak, cepat nilai
level tingkat kesadarn pasien, apakah sadar sepenuhnya, letargik, obtundation,
stupor, hingga koma.
3. Sign of distress. Lihatlah gejala apa yang sedang diderita oleh pasien.
4. Skin color and obvious lesion. Perhatikan apakah pucat, sianosis, jaundice,
rash,

atau

memar.

Sianosis

sendiri

berbeda-beda

jenis

tergantung

penyebabnya. Khusus untuk penyakit kardiovaskular harus dapat membedakan


penyebab sianosis yang terlihat. Sianosis sentral terjadi karena adanya
shunting antara ventrikel kanan ke ventrikel kiri, yang menyebabkan darah
yang belum teroksigenasi mencapai sirkulasi sistemik. Sianosis perifer atau
acrocyanosis adalah sianosis yang terjadi karena penurunan aliran darah
menuju ekstremitas karena adanya vasokostriksi pembuluh darah kecil, seperti
yang terjadi pada pasien dengan gagal jantung berat., shock, atau penyakit
vaskular perifer. Sianosis diferensial merupakan sianosis yang terjadi pada
ekstremitas bawah namun tidak pada ekstremitas atas, seperti yang terjadi
pada patent duktus arteriosus (PDA) besar dan hipertensi pulmonal sekunder
dengan right-to-left shunting pada pembuluh darah besar.
5. Dress, grooming, and personal hygiene. Perhatikan bagaimana pasien
berpakaian, kebersihan pakaian, rapi atau tidak, bandingkan dengan orang lain
seusia pasien. Perhatikan juga alas kaki yang digunakan, perhiasan, rambut,
kuku, penggunaan kosmetik, dan sebagainya.
21

6. Facial expression. Perhatikan ekspresi wajah saat istirahat, selama


berkomunikasi, selama pemeriksaan fisik, dan interaksinya dengan orang lain.
Perhatikan kontak mata pasien, apakah natural, berusaha diperpanjang, cepat
menghindar, atau bahkan tanpa kontak mata sama sekali.
7. Odors of the body and breath. Bau tubuh dapat menjadi petunjuk diagnostik
yang cukup penting, seperti bau aseton pada pasien diabetes, bau alkohol, dan
lainnya.
8. Posture, gait, and motor activity. Posisi manakah yang pasien lebih sukai
harus diperhatikan, karena seperti pada gagal jantung kiri pasien lebih
menyukai posisi duduk. Perhatikan pula berapa kali pasien berganti posisi, dan
seberapa cepat pergerakannya. Perhatikan adanya gerakan motorik involunter,
adakah bagian tubuh yang tidak dapat bergerak dan apakah pasien berjalan
dengan baik, seimbang, atau tidak.
9. Height. Pasien tinggi atau pendek, simetris atau tidak.
10. Weight. Apakah pasien gemuk, kurus, obesitas. Perhatikan juga distribusi
lemak pasien, apakah tersebar merata atau hanya pada bagian sentral, dan
sebagainya.
11. Calculating the BMI. Pengukuran body mass index (BMI) diperlukan untuk
mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan seseorang sudah sesuai atau
tidak, sehingga melihat apakah pasien obesitas atau kurus.
Blood Pressure and Heart Rate
Setiap memulai pemeriksaan kardiovaskular, pemeriksaan tekanan darah serta
frekuensi nadi harus dilakukan pada awal memulai pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
tekanan darah dan frekuensi nadi termasuk di dalam pemeriksaan tanda-tanda vital.6
Pemeriksaan Fisik pada STEMI
Kebanyakan pasien terlihat cemas dan gelisah, berusaha untuk menghilangkan
rasa sakit dengan terus merubah posisi tidur hingga stretching, namun biasanya tidak
berhasil. Wajah pasien biasanya pucat, di mana hal ini berhubungan dengan keringat
dan dingin pada ekstremitas yang terjadi cukup sering. Nyeri dada substernal menetap
hingga lebih dari 30 menit dan diaforesis merupakan kombinasi gejala yang sangat
kuat merujuk kepada STEMI. Meskipun kebanyakan pasien STEMI memiliki
frekuensi nadi dan tekanan darah yang normal pada satu jam pertama serangan,
22

namun sekitar seperempat pasien dengan infark anterior termanifestasi sebagai


hiperaktivitas sistem saraf simpatis, yaitu muncul sebagai takikardi dan/atau
hipertensi, dan sekitar setengah pasien dengan infark posterior menunjukkan
hiperaktivitas sistem saraf parasimpatis, yaitu bradikardia dan/atau hipotensi.5
Prekordial (permukaan ventral tubuh yang berada di atas jantung dan gaster,
yang meliputi epigastrium dan bagian bawah-tengah dari toraks) biasanya tenang, dan
iktus kordis biasanya sulit diraba. Pada pasien dengan infark anterior, dapat terjadi
pulsasi sistolik yang abnormal pada daerah periapikal dalam hari pertama gejala dan
dapat hilang dengan sendirinya, yang disebabkan karena pergerakan yang tidak teratur
akibat adanya perbesaran pada dinding miokardium yang mengalami infark. Tanda
fisis lain yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel adalah terdengarnya suara
bunyi jantung ke-4 dan ke-3, sehingga dikatakan sebagai gallop, penurunan intesitas
bunyi jantung pertama dan split yang paradoksikal bunyi jantung yang kedua. Dapat
ditemukan murmur middiastolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara
karena disfungsi apparatus katup mitral. Pada STEMI transmural, dapat terdengar
pericardial friction rub pada kebanyakan pasien, kapanpun selama proses perjalanan
penyakit masih berlangsung, dan jika pasien tersebut diperiksa secara rutin. Pulsasi
karotis sering menurun dalam hal volume, yang mencerminkan adanya penurunan
stroke volume. Suhu dapat meningkat hingga 38oC dalam minggu pertama pasca
STEMI. Tekanan arterial dapat bervariasi; pada pasien dengan infark transmural,
tekanan sistolik menurun sekitar 10-15 mmHg dari saat sebelum infark.5,6
Pemeriksaan Penunjang
Progesivitas infark miokard melalui tiga tahap: (1) akut (awal terasa nyeri
hingga hari ke-7), (2) penyembuhan (hari ke-7 sampai hari ke-28), dan (3) sembuh
(29 hari). Dalam mengevaluasi diagnosis akhir sebagai STEMI, harus dapat
menentukan adanya infark sementara yang terjadi. Pemeriksaan laboratorium yang
digunakan adalah: (1) EKG, (2) serum cardiac biomarkers, dan (3) radiologi jantung.5

EKG pada STEMI


Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD
23

merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat


menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan
secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi
segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk
mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.5
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG. Meskipun begitu, gelombang Q yang berada di atas
zona infark tersebut dapat bervariasi dalam besarnya gelombang dan bahkan hanya
ditemukan secara transien, tergantung dari status reperfusi dari iskemi miokardium
dan restorasi potensial transmembran seiring berjalannya waktu. Sebagian kecil dari
pasien dengan ST elevasi tidak membentuk gelombang Q, dan terjadi jika trombus
tidak benar-benar menyumbat, obstruksi sementara, dan terdapat banyak arteri
kolateral lainnya. Pada pasien yang mengalami nyeri iskemik tapi tidak ditemukan
elevasi ST, namun jika serum cardiac biomarker of nekcrosis positif, diagnosis
berubah menjadi NSTEMI. Hanya sedikit dari pasien tanpa elevasi ST berkembang
menjadi gelombang Q.5
Sebelumnya, istilah miokard infark transmural ditunjukkan dengan adanya
gelombang Q atau hilangnya gelombang R, dan infark miokard nontransmural
ditunjukkan dengan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T. Namun
ternyata tidak ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark
(mural/transmural), sehingga terminologi IMA gelombang Q/non Q/transmural
/nontransmural telah diganti menjadi STEMI dan NSTEMI. Penelitian menggunakan
MRI menunjukkan adanya pembentukan gelombang Q pada EKG lebih tergantung
kepada volume jaringan yang terkena infark dibandingkan dengan hubungannya pada
transmuralitas.5

Serum Cardiac Biomarkers


Beberapa protein, yang akhirnya disebut sebagai serum cardiac biomarkers,
dilepas ketika sel otot jantung mengalami nekrosis setelah terjadinya STEMI. Tingkat
pembebasan protein-protein ini berbeda-beda, tergantung dari lokasi pada
24

intraselulernya, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik lokal. Biomarker jantung
ini menjadi terdeteksi pada pembuluh darah perifer ketika pembuluh limfe jantung
sudah terlalu penuh dalam membersihkan interstitial pada daerah yang mengalami
infark, sehingga masuk ke dalam pembuluh darah vena. Perhitungan/penentuan
penglepasan protein yang termporer tersebut memang penting, tapi selama menunggu
hasil lab, strategi reperfusi harus langsung ditentukan berdasarkan gejala klinis dan
hasil EKG. Pemeriksaan rapid whole-blood bedside assays untuk serum marker
jantung sudah tersedia dan dapat membantu dalam menentukan penanganan, terutama
pada pasien dengan hasil EKG yang nondiagnostik.5
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI)
memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari pada yang dihasilkan oleh otot
rangka pada umumnya. Perbedaan ini memperbolehkan pemeriksaan kuantitatif untuk
cTnT dan cTnI dengan antibodi monoklonal yang sangat spesifik. Selama cTnT dan
cTnI dalam keadaan normal tidak terdeteksi dan dapat meningkat >20 kali setelah
STEMI, pengukuran cTnT dan cTnI sangatlah diagnostik, dan keduanya lebih dipilih
sebagai pemeriksaan marker biokimia dalam miokard infark. Pemeriksaan troponin
jantung sangatlah bermanfaat jika ada kecurigaan adanya cedera otot rangka atau
miokard infark kecil (small MI) yang dimana kedua kondisi tersebut justru
mengurangi efektivitas pemeriksaan CK dan CKMB, sedangkan CK dan CKMB
diperlukan untuk membedakan antara UA (unstable angina) dengan NSTEMI. Kadar
cTnT dan cTnI akan tetap tinggi selama 7-10 hari setelah terjadinya STEMI.5
CK meningkat dalam waktu 4-8 jam setelah serangan dan akan kembali
normal dalam 48-72 jam. Kelemahan CK yang paling utama adalah tingkat
spesifitasnya yang rendah dalam deteksi STEMI, dan CK juga dapat meningkat pada
penyakit otot rangka ataupun adanya trauma otot rangka, termasuk injeksi
intramuskular. Isoenzim dari CK, yaitu CKMB, cukup lebih spesifik dibandingkan
dengan CK, karena tidak terdapat banyak pada organ ekstrakardial.5
Kebanyakan rumah sakit memilih melakukan pemeriksaan cTnT dan cTnI
dibandingkan dengan CKMB dalam mendiagnosis STEMI, meskipun sebenarnya
melakukan keduanya sebenarnya secara klinis asih dapat diterima, namun dapat
menguras kantong pasien lebih banyak lagi dikarenakan kedua pemeriksaan ini cukup
mahal.5
Sementara itu, telah lama diketahui bahwa jumlah/banyaknya protein yang
terlepas berkorelasi dengan seberapa besar lokasi infark yang terjadi, konsentrasi
25

puncak (peak) hanya berkorelasi lemah dengan besarnya infark. Proses rekanalisasi
arteri koroner yang mengalami oklusi (baik secara spontan maupun farmakologik)
pada jam-jam pertama terjadinya STEMI dapat menyebabkan peningkatan jumlah
protein yang terlepas dalam pemeriksaan marker biokimia. Hal ini disebabkan karena
pembersihan yang terlalu cepat dari interstitium daerah yang mengalami infark,
dengan cepat melebihi klirens protein oleh pembuluh limfe.5
Reaksi nonspesifik lain yang dapat muncul sebagai akibat dari cedera
miokardial adalah leukositosis, yang terjadi beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap 3-7 hari, berkisar antara 12.000-15.000/uL. ESR/LED meningkat lebih
lambat dari pada peningkatan leukosit, mulai meningkat hingga puncak dalam minggu
pertama, dan menetap hingga 1-2 minggu.5
Diagnosis Kerja & Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja
Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ditegakkan
berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi
segmen ST lebih dari 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan
atau lebih dari 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat dapat memperkuat diagnosis, namun keputusan
untuk memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan
enzim, mengingat dalam tatalaksanan infark miokard akut, prinsip utama
penatalaksanaan adalah time is muscle.1
Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding yang berkaitan dengan keluhan nyeri
dada kiri yang menjalar ke lengan kiri yang dirasakan oleh pasien. Beberapa diagnosis
banding yang dapat diperhatikan sebagai berikut.1

Angina Pektoris Tidak Stabil


Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan America
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen
ST (NSTEMI) ialah apakah iskemia yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat
26

menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan


miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien memiliki keluhan
iskemia, sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun
tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun
elevasi segmen ST yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena
kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan angina
tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dengan NSTEMI.1
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai dengan adanya keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas.1
Pada pemeriksaan EKG terdapat adanya depresi dari segmen ST yang baru
menunjukan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu
tanda dari iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang non spesifik
seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T yang negatif kurang
dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada
angina tak stabil terdapat kemungkinan 4 % memiliki gambaran EKG yang normal.1
Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI)
NSTEMI dan angina pektoris tak stabil diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. NSTEMI dapat ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis seperti angina pektoris tak stabil tetapi menunjukan
bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.1
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah
satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.Nyeri dada
dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti
diperas, seperti diikat, rasa penuh dan tertekan menjadi presentasi gejala yang sering
ditemukkan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukan bahwa
mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun
gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan
27

baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, dan leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.1
Penilaian klinis dan EKG merupakan parameter utama dalam pengenalan dan
penilaian risiko NSTEMI. Gambaran EKG secara spesifik dapat menunjukan deviasi
segmen ST merupakan hal yang penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada
Thrombolysis in Myocardial (TIMI), adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05
mV merupakan prediktor outcome yang buruk.1
Etiologi
STEMI, pada kebanyakan kasus, disebabkan oleh oklusi akut arteri koroner
akibat thrombosis intrakoroner yang berkepanjangan akibat rupturnya plak
aterosklerotik pada dinding koroner epikardial. Namun penyebab lain yang lebih
jarang, yaitu karena vasospasme yang lama, aliran darah ke jantung yang inadekuat
(hipotensi), atau kebutuhan akan metabolisme yang berlebihan. Penyebab yang jauh
lebih jarang adalah oklusi emboli, vaskulitis, diseksi pada aortic root atau arteri
koronaria, hingga aortitis. Kokain juga merupakan penyebab terjadinya infark, yang
harus dipertimbangkan pada pasien yang masih muda tanpa adanya faktor resiko.7,8
Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun
laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25
pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah
IMA.1
Di Amerika Serikat, sekitar 650.000 pasien mengalami IMA pertama kali dan
450.000 pasien mengalami IMA yang rekuren setiap tahunnya. Mortalitas pun
meningkat empat kali lipat pada pasien dengan usia di atas 75 tahun jika
dibandingkan dengan pasien usia muda.5
Patofisiologi
STEMI biasanya terjadi ketika aliran darah koroner menurun tiba-tiba setelah
terjadinya oklusi trombotik pada arteri koronaria yang sebelumnya terdapat
aterosklerosis. STEMI tidak terjadi jika adanya stenosis arteri koronaria berat yang
28

berkembang lambat, karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.


STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi terjadinya
jejas pada pembuluh darah. Jejas ini terjadi/terbentuk karena beberapa faktor seperti
merokok, hipertensi, dan penumpukan lemak. Pada kebanyakan kasus, STEMI terjadi
ketika permukaan dari plak aterosklerotik mengalami gangguan, sehingga
menyebabkan isi dari plak tersebut masuk ke dalam peredaran darah dan mendukung
untuk terjadinya trombogenesis baik lokal maupun sistemik, sehingga terbentuklah
trombus mural pada bagian plak yang mengalami ruptur, sehingga arteri koroner yang
terlibat mengalami penyumbatan. Pemeriksaan histologi menemukan bahwa plak
koroner yang mudah ruptur adalah plak yang dindingnya mengandung banyak lemak
dan fibrous cap yang tipis. Setelah fase awal di mana trombosit membentuk lapisan
trombosit monolayer pada bagian plak yang ruptur, berbagai agonis seperti kolagen,
ADP, epinefrin, serotonin, menambah aktivasi trombosit. Setelah stimulasi trombosit
oleh agonis tadi, terjadilah pelepasan tromboksan A2, yang merupakan vasokonstriktor
lokal poten, terjadi juga aktivasi trombosit lebih lanjut, hingga perkembangan yang
berpotensi melawan terjadinya fibrinolisis.5
Selain terjadinya pembentukan tromboksan A2, aktivasi trombosit karena
agonis tadi juga mencetuskan terjadinya perubahan komformasi dari reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Sekali terubah menjadi bentuk aktifnya, maka reseptor ini
memiliki afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesif yang larut
air (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWB) dan fibrinogen. Karena keduanya
merupakan molekul yang multivalent, keduanya dapat mengikat dua trombosit secara
langsung, sehingga terjadilah cross-linking pada trombosit dan agregrasi trombosit.5
Kaskade koagulasi terus teraktivasi atas pajanan tissue factor dalam sel
endotelial yang mengalami kerusakan pada tempat terjadinya ruptur plak tadi. Faktor
VII dan X juga diaktivasi, sehingga menyebabkan terjadinya konversi protrombin
menjadi trombin, yang akan mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Selanjutkan
kaskade pembekuan darah terus terjadi sehingga arteri koronaria sendiri mengalami
penyumbatan akibat trombus yang mengandung agregasi trombosit dan benangbenang fibrin.5
Pada beberapa kasus, STEMI dapat terjadi karena oklusi koronaria yang
disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan berbagai
penyakit sistemik lainnya yang kebanyakan adalah penyakit inflamasi. Besarnya
gangguan yang terjadi pada jantung karena oklusi pembuluh darah koroner tergantung
29

kepada: (1) daerah yang diperdarahi oleh arteri koroner tersebut, (2) apakah sumbatan
tersebut menyumbat total aliran darah atau tidak, (3) durasi terjadinya oklusi koroner,
(4) jumlah darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral kepada jaringan yang
terkena, (5) kebutuhan miokardium akan oksigen karena terjadi kehilangan suplai
oksigen tiba-tiba, (6) faktor endogen yang dapat memproduksi zat untuk melisis
secara cepat dan spontan terhadap trombus tersebut, (7) apakah perfusi miokard yang
mengalami infark cukup adekuat atau tidak ketika aliran darah sudah kembali normal
pada arteri koroner yang mengalami sumbatan tadi.5
Pasien yang beresiko tinggi mengalami STEMI adalah mereka yang memiliki
banyak faktor resiko terjadinya aterosklerosis dan mereka dengan angina tidak stabil.
Kondisi lain yang cukup jarang terjadi adalah hiperkoagulabilitas, penyakit kolagen
vaskular, penyalahgunaan kokain, dan trombi intrakardial atau massa yang dapat
menyebabkan emboli koroner.5
Gejala Klinis
Pada sepertiga kasus, faktor-faktor pencetus terjadi lebih dulu sebelum terjadi
STEMI, seperti olahraga yang berlebihan dan stres emosional. Meskipun STEMI
dapat terjadi pada waktu kapanpun, siang maupun malam, namun ternyata irama
sirkadian dapat cukup mempengaruhi, dapat terjadi serangan pada beberapa jam
setelah bangun tidur.5
Nyeri, merupakan keluhan utama pasien yang mengalami STEMI. Tipe nyeri
adalah nyeri dalam dan viseral. Sifat nyeri biasanya dijelaskan sebagai nyeri yang
berat, seperti tertindih dan teremas, meskipun kadang-kadang dapat dijelaskan juga
sebagai rasa tertusuk dan terbakar. Sifat-sifat tersebut cukup mirip dengan
karakteristik nyeri pada angina pectoris, namun biasanya STEMI muncul pada saat
istirahat, lebih berat, dan nyeri bertahan cukup lama. Biasanya nyeri melibatkan
bagian sentral dada atau epigastrium, dan menjalar menuju lengan. Tempat penjalaran
lain yang cukup jarang adalah abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Lokasi
tersering terdapatnya nyeri biasanya di bawah xiphoid dan epigastrium, dan pasien
biasanya menolak jika dikatakan sebagai serangan jantung karena lebih dikira sebagai
gangguan

pencernaan.

Selain

nyeri,

biasanya

diikuti

dengan

adanya

kelelahan/kelemahan, berkeringat banyak, nausea, vomiting, gelisah, dan rasa akan


meninggal dalam waktu dekat. Nyeri dapat muncul saat istirahat, namun jika nyeri

30

muncul saat aktivitas, biasanya tidak mereda dengan penghentian aktivitas, berbeda
dengan pada angina pektoris.5
Nyeri pada STEMI dapat meniru/mirip seperti nyeri yang timbul pada
penyakit lain seperti pericarditis akut, emboli pulmonal, diseksi aorta akut,
costochondritis,

dan

gangguan

gastrointestinal.

Kondisi

ini

harus

dapat

dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Penjalaran nyeri hingga trapezius


biasanya tidak terjadi pada STEMI dan lebih diperkirakan sebagai pericarditis.
Meskipun demikian, nyeri tidak selalu terjadi pada pasien dengan STEMI. Jumlah
pasien STEMI tanpa nyeri lebih banyak dari pada pasien STEMI dengan nyeri,
terutama jika pasien tersebut juga mengalami diabetes melitus, serta meningkat
seiring dengan meningkatnya umur. Pada orang tua, STEMI dapat terjadi berupa rasa
sulit bernafas yang tiba-tiba muncul, yang dapat berlanjut menjadi edema pulmonal.
Dapat juga gejala lain, dengan rasa nyeri ataupun tidak, yaitu adalah hilangnya
kesadaran secara tiba-tiba, kebingungan, kelemahan yang sangat mendalam, aritmia,
hingga sekedar penurunan tekanan arterial tiba-tiba tanpa sebab.5
Komplikasi
Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau

tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara

keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk.5
Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.5
Syok Kardiogenik

31

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.5
Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
Aritmia Pasca STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard.5
Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.5
Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya
dalam 24 jam pertama.5
Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan
tatalaksana komplikasi IMA.5
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien STEMI dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana
pra rumah sakit dan tatalaksana di ruang emergensi.5
Tatalaksana Pra Rumah Sakit

32

Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI biasanya disebabkan adanya


fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset
gejala, dan lebih dari separuh terjadi pada satu jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:5
1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
3. Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas serta staf medis dokter
dan perawat yang terlatih
4. Melakukan terapi reperfusi
Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.5
Tatalaksana Umum
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6
jam pertama.5
Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dalam interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner. Jika
nyeri dada terus berlangsung berikan NTG intravena, yang sekaligus dapat
mengendai=likan hipertensi dan edema paru.5

Mengurangi Nyeri Dada


33

Untuk mengurangi nyeri dada dapat menggunakan morfin, aspirin, penyekat


beta. Morfin biasanya sangat efektif, namun jika tidak berespon dengan morfin dapat
diberikan penyekat beta intravena.5
Terapi Reperfusi & Terapi Farmakologis
Terapi reperfusi dini dapat memperpendek lamanya oklusi koroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel, dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI berkembang menjadi pump failure. Reperfusi farmakologis juga dapat
dilakukan dengan menggunakan fibrinolysis seperti streptokinase, tissue plasminogen
activator, reteplase, dan tenekteplase. Terapi farmakologis dapat menggunakan obatobat antitrombotik, penyekat beta, dan ACE inhibitor.5
Prognosis
Prognosis

STEMI

bergantung

kepada

seberapa

cepat

ditanganinya

STEMI/pemberian terapi reperfusi, karena lamanya penanganan dapat menyebabkan


komplikasi lebih cepat terjadi, sehingga meningkatkan tingkat mortalitas pasien.5

C. Kesimpulan
STEMI terjadi karena adanya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koronaria
yang menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyumbat aliran darah dan
menyebabkan jaringan jantung yang diperdarahi mengalami kekurangan oksigen
hingga infark. Gejala khasnya merupakan nyeri dada kiri yang menjalar hingga lengan
dan leher, namun ketikda beristirahat tidak menunjukkan adanya perbaikan, dan nyeri
bertahan lebih dari 30 menit. Gejala demikian sesuai dengan skenario, sehingga
pasien tersebut dinyatakan menderita STEMI.

34

D. Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 174154.
2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. h. 83-4, 99-118.
3. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7 th ed. USA: Cengage
Learning, 2010. p. 303-27, 377-8.
4. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania:
Elsevier Saunders, 2006. p. 116.
5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrisons principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The
McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1817-8; 2021-4.
6. Bickley LS. Bates: guide to physical examination and history taking. 10 th ed.
USA: Wolters Kluwer, 2009. p. 109-12; 337-9.
7. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. USA: The
McGrawHill Companies; 2013. p. 365.
8. Dharma SD. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 78.

35

Anda mungkin juga menyukai