Disusun oleh:
Maulidin Tubagus Adriansyah
102012136
tubagusoo@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone: (021) 5694-2061 (hunting)
Fax: (021) 563-1731
A. Pendahuluan
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun
laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 24
pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah
IMA.1
Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction =
STEMI) merupakan bagian dari sindrom coroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pektoris tidak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.1
Skenario yang didapat adalah sebagai berikut: Nn. B, 50 tahun datang diantar
anaknya ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke lengan kiri yang
muncul tiba-tiba 3 jam yang lalu nyeri sedikit berkurang saat istirahat namun terus
menerus muncul kembali dan semakin memberat. Pasien sebelumnya juga pernah
merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit saja.
Pasien tidak demam dan tidak batuk.
Berdasarkan skenario di atas, maka akan dibahas lebih lanjut mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga penatalaksanaan dan prognosis.
B. Isi
Anatomi Jantung (Cor)
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid
dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Bagian atas jantung yang disbut
juga basis cordis, dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar, baik arteri
maupun vena.2
Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sternocostalis (anterior), facies
diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung juga memiliki
apex yang arahnya ke bawah, depan, dan sebelah kiri. Pada facies sternocostalis,
terutama dibentuk oleh atrium dan ventrikel dexter, yang dipisahkan satu sama lain
oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan
pinggir kirinya oleh sebagian kecil ventrikulus sinister serta auricula sinistra.
Ventriculus dexter dan sinister dipisahkan oleh sulcus interventricularis anterior.
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister
yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Selain itu permukaan inferior
atrium dextrum juga ikut membentuk facies ini. Basis cordis atau facies posterior
terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat muara keempat vena pulmonales.
Basis cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis dibentuk oleh
ventriculus sinister, mengarah ke depan, bawah, dan kiri. Denyut apex biasa bisa
dirasakan. Perhatikan bahwa jantung tidak terletak/bertumpu pada basisnya, tetapi
jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).2
Ruang-Ruang Jantung
Jantung terbagi menjadi empat ruangan, yaitu atrium dan ventrikel dexter, dan
atrium dan ventrikel sinister. Atrium dan ventrikulus dexter terletak anterior terhadap
atrium dan ventriculus sinister.2
Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil yang
disebut auricula. Tempat pertemuan atrium kanan dengan auricula kanan terdapat
pada sebuah sulcus, yaitu sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya disebut
crista terminalis. Dinding bagian dalam atrium dexter tersusun atas serabut otot yang
disebut musculi pectinati. Pada atrium dexter terdapat muara-muara dari vena cava
superior, vena cava inferior, sinus coronarius, dan ostium atrioventriculare dextrum.
Pada atrium dexter juga terdapat fossa ovalis dan annulus ovalis yang terletak pada
septum interatriale yang memisahkan atrium sinister dan dexter.2
Ventriculus dexter berhubungan dengan atrium dexter melalui ostium
atrioventriculare dexter, dan dihubungkan dengan truncus pulmonalis oleh ostium
trunci pulmonalis. Dinding ventriculus dexter tentu lebih tebal dari pada dinding
atrium dexter, serta menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam yang disebut
trabeculae carneae. Lalu di antara trabeculae-trabeculae ini ada yang lebih menonjol
karena diliputi oleh otot yaitu mm. papilares, yang pada puncaknya berlanjut sebagai
chordae tendinae, untuk melekat kepada cuspis valva tricuspidalis, yang terdiri dari
tiga cuspis. Pada ventriculus dexter juga terdapat valva trunci pulmonalis, yang
melekat pada dinding arteri pulmonalis. Mulut cuspisnya mengarah ke atas, dan tidak
ada chordae tendinae ataupun mm. papilares yang berhubungan dengan cuspis ini.2
Atrium sinistrum sama dengan atrium dextrum, terdiri atas rongga utama dan
auricula sinistra. Bagian dalam atrium licin, tetapi auricula sinistra mempunyai rigirigi otot seperti pada auricula dextra. Pada atrium sinistrum juga terdapat muaramuara, yaitu muara keempat vena pulmonales, dan ostium atrioventriculare sinistrum
yang dilindungi oleh valva mitralis.2
Ventriculus sinister berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium
atrioventriculare sinistrum dan dengan aortae melalui ostium aortae. Dinding
ventriculus sinister tiga kali lebih tebal dibandingkan dengan dinding ventriculus
dexter. Pada penampang melintang, ventriculus sinister berbentuk bulat, sedangkan
ventriculus dexter berbentuk kresentik/bulan sabit. Terdapat juga trabeculae carneae,
dan ada juga mm. papilares yang berlanjut sebagai chordae tendinae untuk menempel
pada valva mitralis. Valva mitralis ini terdiri dari dua cuspis. Pada ventrikel sinister
juga terdapat valva aortae yang melindungi ostium aortae yang memiliki struktur
sama seperti valva trunci pulmonales.2
Perdarahan Jantung
Jantung mendapatkan perdarahan dari a. cornaria dextra dan sinistra, yang
berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae. A. coronaria dextra berasal dari
3
sinus anterior aortae dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan auricula
dextra. Arteri ini berjalan turun hampir vertical di dalam sulcus atrioventriculare
dextra, dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior
sepanjang sulcus atrioventricularis untuk beranastomosis dengan a. coronaria sinistra
di dalam sulcus interventricularis posterior. Sedangkan a. coronaria sinistra, yang
biasanya lebih besar dibandingkan dengan a. coronaria dextra, mendarahi sebagian
besar jantung. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aortae aorta ascendens dan
kemudian berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan juga auricula sinistra.
Lalu pembuluh ini berjalan pada sulcus atrioventricularis dan kemudian bercabang
dua menjadi ramus interventricularis anterior dan ramus circumflexus.2
Pembuluh Balik Jantung
Sebagian besar darah dari jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus
coronarius, yang terletak pada bagian posterior sulcus atrioventriculare dan
merupakan lanjutan dari vena cardiaca magna. Pembuluh ini bermuara ke atrium
dextrum sebelah kiri vena cava inferior. Vena cardiaca parva dan vena cardiaca media
merupakan cabang dari sinus coronarius. Sisanya dialirkan ke atrium dextrum melalui
vena ventriculi dextri anterior dan melalui vena-vena kecil yang bermuara langsung
ke ruang-ruang jantung.2
Fisiologi Jantung
Secara anatomi kita telah mengetahui bahwa di dalam jantung terdapat empat
buah katup: katup mitral yang terletak antara atrium dan ventrikel kiri (katup
AV/atrioventrikular kiri); katup tricuspid yang terletak antara atrium dan ventrikel
kanan (katup AV/atrioventrikular kanan); katup semilunar aorta yang terletak antara
ventrikel kiri dengan aorta; dan katup semilunar pulmonal yang terletak antara
ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Seperti yang kita telah ketahui juga bahwa
katup AV diikat oleh korda tendinae, yang kemudian melekat pada muskulus papilaris,
yang menonjol dari permukaan dinding dalam ventrikel. Ketika ventrikel
berkontraksi, maka otot papilaris juga akan berkontraksi, menarik korda tendinae ke
bawah, sehingga menutup katup AV. Hal ini akan membantu menjaga katup AV tetap
tertutup rapat ketika menghadapi gradien tekanan besar yang mengarah ke belakang.
Sedangkan katup semilunar berbeda dengan katup AV. Katup ini memiliki tiga daun
katup yang masing-masing berbentuk seperti bulan sabit/setengah bulan. Katup ini
akan membuka saat ventrikel berkontraksi untuk mengalirkan darah ke arteri-arteri
besar, kemudian akan tertutup kembali saat ventrikel relaksasi. Tetapi kita melihat
bahwa antara vena dengan atrium tidak terdapat katup, tetapi tidak pernah terjadi
masalah pada jantung kita. Hal ini terjadi karena dua alasan: (1) tekanan atrium
biasanya tidak pernah melebihi tekanan dari vena, (2) tempat di mana vena kava
masuk ke atrium mengalami penekanan parsial ketika atrium berkontraksi.3
Dinding jantung utama terdiri dari serat otot jantung yang tersusun spiral
dengan arah yang berbeda-beda. Sehingga ketika berkontraksi, jantung akan
memendek ke segala dimensi, tidak hanya satu arah. Masing-masing dari sel otot
jantung ini saling berhubungan satu sama lainnya, melalui struktur khusus yang
disebut diskus interkalaris. Di dalam lempeng ini terdapat dua buah membran:
desmosome dan gap junction. Desmosome merupakan penyatu antara membran satu
dengan membran lainnya. Sedangkan gap junction merupakan daerah yang memiliki
resistensi listrik yang sangat rendah (1/400), memungkinkan potensial aksi untuk
mudah sekali menyebar dari sel jantung satu ke sel jantung lainnya. Sehingga ketika
terdapat potensial aksi, seluruh otot jantung akan berkontraksi sebagai suatu sinsitium
fungsional tunggal, tetapi terpisah antara atrium dengan ventrikel. Hal ini terjadi
karena tidak terdapat taut celah yang menyatukan sel kontraktil atrium dan ventrikel.
Namun terdapat sistem penghantar khusus penting yang mempermudah dan
mengoordinasikan transmisi eksitasi listrik dari atrium ke ventrikel untuk memastikan
sinkronisasi antara pompa atrium dan pompa ventrikel.3
Aktivitas Listrik Jantung
Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial
aksi yang menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, secara ritmis
akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, suatu sifat otorimisitas. Terdapat dua
jenis sel otot jantung: (1) sel kontraktil, merupakan 99% dari sel otot jantung manusia,
memiliki kemampuan untuk berkontraksi, namun tidak membentuk potensial aksi
sendiri, (2) sel otoritmik, hanya 1% dari sel-sel jantung. Sel ini tidak dapat melakukan
kontraksi, namun dapat membentuk potensial aksi sendiri. Sel-sel tersebut terletak
pada tempat-tempat tertentu di jantung, yaitu: nodus sinoatrialis (nodus SA), nodus
atrioventrikularis (nodus AV), berkas his, dan serat purkinje.3
Sel otoritmik jantung memiliki aktivitas pemacu. Berbeda dengan saraf dan
otot rangka, memiliki potensial istirahat yang mantap dan konstan, namun pada sel
otoritmik jantung tidak demikian. Hal ini disebabkan karena sel otoritmik ini akan
menimbulkan depolarisasi lagi setelah repolarisasi untuk menimbulkan denyut yang
ritmis tanpa rangsangan saraf apapun, sehingga tidak terdapat masa istirahat yang
mantap.3
Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi kompleks beberapa
mekanisme ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion yang
menimbulkan potensial pemacu adalah (1) penurunan arus K (kalium) ke luar disertai
dengan arus Na (natrium) yang masuk konstan, dan (2) peningkatan arus Ca (kalsium)
masuk. Fase awal adalah depolarisasi lambat yang terjadi karena penurunan influks
pasif K keluar, namun permabilitas Na tidak berubah, sehingga secara normal akan
tetap ada Na yang masuk ke dalam, sehingga keadaan di dalam sel menjadi lebih
positif, akhirnya akan menuju ke ambang letup meski lambat (depolarisasi lambat).
Ketika sudah mencapai ambang letup, maka terjadilah peningkatan permeabilitas
saluran Ca, sehingga terjadi influks Ca dalam jumlah besar, sehingga keadaan menjadi
positif dalam waktu cepat. Ketika sudah mencapai keseimbangan (titik nol), maka
dimulailah fase repolarisasi oleh efluks K yang terjadi ketika permeabilitas K
meningkat akibat pengaktifan saluran K berpintu voltase. Setelah potensial aksi
selesai, terjadi depolarisasi lambat berikutnya menuju ambang akibat penutupan
saluran K.3,4
Setelah mengetahui bagaimana potensial aksi yang terjadi pada sel otoritmik,
kita juga harus mengerti dan memahami fungsi dan karakteristik dari masing-masing
sel otoritmik yang telah disebutkan sebelumnya. Nodus SA berbentuk kecil, tipis, dan
ellipsoid. Nodus SA terletak pada superior posterolateral pada dinding atrium dextra,
di bawah dan lateral dari mulut vena cava superior. Nodus AV juga memiliki bentuk
yang kecil dan terletak pada dasar atrium kanan dekat dengan septum pembatas antara
atrium kiri dengan atrium kanan, di atas dari titik pertemuan antara atrium dengan
ventrikel. Berkas His adalah suatu jaras yang keluar dari nodus AV dan kemudian
masuk ke dalam septum interventrikularis. Pada bagian ini, berkas His akan terbagi
dua cabang, ke kiri dan kanan yang masing-masing berjalan menuruni septum,
kemudian melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel, dan kemudian berjalan
kembali ke arah atrium sepanjang dinding terluarnya. Jenis yang terakhir adalah sel
purkinje/serat purkinje, berbentuk kecil juga dan merupakan penjuluran dari berkas
His, kemudian menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti suatu ranting kecil
dari cabang-cabang pohon.3
Perlu diketahui bahwa masing-masing dari sel otoritmik ini memiliki laju
depolarisasi lambat menuju ambang yang berbeda-beda, tentu kemampuan untuk
menciptakan potensial aksi dari masing-masing sel ini juga berbeda. Sel otoritmik
jantung yang memiliki kecepatan yang paling tinggi dalam mencetuskan potensial
aksi adalah nodus SA. Sekali potensial aksi terjadi di sel otot jantung manapun,
potensial aksi tersebut akan disebarkan hingga ke seluruh miokardium melewati gap
junction dan juga oleh sistem penghantar khusus. Karena itu, nodus SA, yang secara
normal memiliki kecepatan tertinggi untuk menghasilkan otoritmisitas yaitu sekitar
70-80 potensial aksi per menit, akan mengandalikan seluruh bagian jantung dalam
kondisi ini, sehingga nodus SA dikenal sebagai pacemaker dari jantung. Seluruh
jantung akan tereksitasi, memicu sel-sel jantung untuk berkontraksi dan memicu
jantung untuk berdetak dengan kecepatan atau frekuensi yang telah diset oleh nodus
SA, yaitu normal sekitar 70-80 denyutan per menit. Jaringan otoritmik lainnya tidak
dapat mengeluarkan irama natural mereka yang memiliki kecepatan yang lebih
lambat, karena mereka sudah teraktivasi terlebih dahulu oleh potensial aksi yang
berasal dari nodus SA sebelum mereka mencapai ambang letup mereka masingmasing yang lebih lambat.3
Penyebaran eksitasi jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin pompa
yang efisien. Sekali nodus SA teraktifkan, maka potensial aksi akan menyebar ke
7
seleuruh jantung. Agar pompa jantung menjadi efisien, penyebaran dari eksitasi ini
harus mampu memenuhi tiga kriteria:3
1. Eksitasi atrium dan kontraksinya harus sudah selesai sebelum kontraksi dari
ventrikel di mulai. Hal ini menjamin agar ventrikel terisi penuh secara
sempurna sebelum akhirnya ventrikel berkontraksi untuk memompakan darah
ke seluruh bagian tubuh.
2. Eksitasi dari serat otot jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin bahwa
tiap-tiap rongga jantung berkontraksi sebagai satu unit untuk memompa secara
efisien. Jika serat otot pada rongga jantung tereksitasi dan berkontraksi secara
acak bukan berkontraksi secara simultan dan terkoordinasi, maka jantung akan
tidak bisa memompa darah dengan efisien.
3. Baik sepasang atrium maupun sepasang ventrikel jantung harus bisa
terkoordinasi secara fungsional bahwa kaedua anggota pasangan tersebut
dapat berkontraksi secara simultan. Koordinasi ini memungkinkan darah akan
dipompakan ke sirkulasi pulmonal dan sistemik yang tersinkronisasi.
Penyebaran dari eksitasi jantung diatur secara cermat untuk menjamin bahwa
semua kriteria yang ada terpenuhi dan jantung berfungsi secara efisien, berikut adalah
penjelasannya.3
Pertama-tama adalah eksitasi atrium. Potensial aksi yang berasal dari nodus
SA pertama kali akan menyebar menuju ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel
jantung lainnya melalui gap junction. Selain itu, ada beberapa penghantar khusus
yang memiliki batas yang kurang jelas mempercepat hantaran impuls ke seluruh
atrium, yaitu:3
1. Jalur interatrial (interatrial pathway) terbentang dari nodus SA di dalam atrium
kanan menuju ke atrium kiri. Karena jalur ini mentransmisikan potensial aksi
dari nodus SA menuju ke jalur terminal pada atrium kiri dengan sangat cepat,
maka gelombang eksitasi ini dapat tersebar melalui gap junction di seluruh
atrium kiri dengan waktu yang hampir bersamaan dengan eksitasi yang
menyebar pada seluruh atrium kanan. Ini mamastikan bahwa kedua atrium
akan berdepolarisasi untuk berkontraksi secara simultan.
2. Jalur internodal terbentang dari nodus SA menuju ke nodus AV. Nodus AV
adalah titik kontak elektrik satu-satunya antara antrium dan ventrikel; dalam
kata lain, karena atria dan ventrikel secara struktural terhubungkan dengan
jaringan ikat yang tidak dapat menghantarkan listrik, satu-satunya cara agar
8
potensial aksi dari atrium dapat menyebar hingga ke ventrikel adalah dengan
melewati
nodus
AV. Jalur
penghantar
internodal
ini
mengarahkan
10
11
sebagai
segmen
PR,
(2)
ketika
ventrikel
sudah
13
14
adalah cardiovascular control center, yang terletak pada medula di dalam batang otak.
Kemudian jalur eferennya adalah sistem otonom, baik simpatis maupun parasimpatis.3
Anamnesis
Gejala yang timbul yang disebabkan oleh adanya gangguan pada jantung
biasanya berasal dari iskemia miokard, gangguan kontraksi dan/atau relaksasi
miokardium, obstruksi pembuluh darah, atau irama jantung yang tidak normal.
Iskemia, yang disebabkan karena ketidakseimbangan oksigen yang dibutuhkan
jantung dengan yang disuplai oleh jantung, paling sering termanifestasikan sebagai
ketidaknyamanan di dada, sedangkan penurunan kemampuan jantung dalam
memompa darah biasanya akan mengarah kepada kelelahan dan peningkatan tekanan
intravaskular karena kegagalan ventrikel tersebut. Jika dibiarkan maka akan terjadi
akumulasi cairan yang tidak normal, dengan edema perifer atau kongesti pulmonal
dan dispnea. Obstruksi pembuluh darah, seperti yang terjadi pada stenosis valvular,
dapat menyebabkan gejala menyerupai gagal jantung. Aritmia jantung biasanya terjadi
secara tiba-tiba, dan gejala yang terlihat/ditemukan adalah berupa palpitasi, dispnea,
hipotensi, dan syncope, biasanya terjadi tiba-tiba dan hilang dengan cepat seperti
sebagaimana saat muncul.5
Meskipun dispnea, rasa tidak nyaman di dada, edema, dan syncope merupakan
manifestasi dari penyakit jantung, gejala tersebut juga dapat terjadi pada berbagai
keadaan lainnya. Seperti contoh, dispnea juga terjadi pada penyakit lain seperti
penyakit paru, obesitas, dan anxiety. Begitu pula dengan rasa tidak nyaman di dada,
juga dapat disebabkan oleh penyakit bukan berasal dari jantung dan berasal dari
jantung namun bukan disebabkan oleh miokard infark. Edema, gejala penentu apakah
gagal jantung teratasi dengan baik atau tidak, juga dapat terjadi pada penyakit ginjal
primer serta sirosis hati. Syncope juga tidak hanya terjadi karena aritmia jantung yang
serius, namun juga pada beberapa kondisi neurologis lainnya. Sehingga untuk
menentukan apakah gejala yang dikeluhkan atau yang terjadi pada pasien benar-benar
berasal dari kardiovaskular, maka harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang baik dan benar.5
Berdasarkan kriteria The New York Heart Association (NYHA), hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam mengdiagnosis penyakit kardiovaskular secara lengkap
dan sistematik adalah sebagai berikut:5
15
Less
than
ordinary
activity
causes
symptoms
Class II
Asymptomatic at rest
Class IV
without discomfort
Symptoms at rest
Sumber: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons principles of internal
medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1818.
16
18
Nafas tersengal-sengal/sulit benafas ini cukup sering terjadi dan dapat berupa
dispnea, ortopnea, atau dispnea nokturnal paroxysmal. Dispnea adalah rasa sulit
bernafas, nafas tidak teratur yang terjadi pada tingkat aktivitas yang tidak seharusnya.
Beberapa pertanyaan yang harus diajukan adalah apakah ada kesulitan bernafas? Cari
tahu apakah gejala ini muncul pada saat istirahat atau saat olahraga, dan seberapa
berat aktivitas hingga timbul onset. Karena dispnea bervariasi mulai dari umur, berat
badan, hingga tingkat kebugaran seseorang, maka tidak ada batas rentang absolut
untuk mengevaluasi dispnea. Sebaliknya, lakukan berbagai usaha untuk menentukan
tingkat keparahan dispnea yang terjadi, mulai dengan aktivitas sehari-hari. Berapa
langkah atau anak tangga yang dapat diraih pasien sebelum ia akhirnya berhenti untuk
mengambil nafas? Bagaimana dengan melakukan aktivitas seperti mengangkat barang
belanjaan, mengepel lantai, dan hal-hal lain yang serupa? Apakah dispnea tersebut
sudah mengganggu aktivitas sehari-hari pasien atau belum? Bagaimana itu terjadi?
Perhatikan dengan baik timing munculnya dispnea, gejala-gejala lain yang mungkin
berhubungan, dan perhatikan faktor pemberat maupun faktor pereda.6
Ortopnea adalah dispnea yang terjadi ketika pasien berbaring dan membaik
ketika pasien bangun atau duduk. Tingkat beratnya ortopnea dapat dilihat dengan
berapa bantal yang digunakan pasien saat tidur, atau dengan fakta yang terlihat jelas
bahwa pasien tersebut butuh untuk duduk saat ia tertidur. Pastikan bahwa alasan
pasien tidur dengan bantal yang banyak atau tidur dengan posisi duduk adalah karena
sulit bernafas bukan karena penyebab lain. Ortopnea terjadi pada gagal jantung
ventrikel atau stenosis mitral, dan juga dapat terjadi pada penyakit paru obstruktif.6
Dispnea paroksismal nocturnal menjelaskan episode terjadinya dispnea dan
ortopnea tiba-tiba yang membangunkan pasien pada saat tidur, biasanya 1-2 jam
setelah pasien tertidur, sehingga membuat pasien terbangun duduk, berdiri, atau
bahkan pergi ke jendela untuk menghirup udara lebih banyak. Dapat juga terjadi
wheezing ataupun batuk. Biasanya langsung mereda namun dapat terjadi pada waktu
yang sama pada malam yang berikutnya. PND terjadi pada gagal jantung ventrikel
atau stenosis mitral, dan dapat dikira sebagai serangan asma nocturnal.6
Edema
Edema adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada ruang interstitial
ekstravaskular. Jaringan interstitial dapat mengabsorpsi beberapa liter cairan,
mengakomodasikan hingga 10% penambahan berat badan sebelum pitting udem
19
juga harus dihitung rutin. Pemeriksaan lingkar pinggang dan penghitungan rasio
lingkar pinggang-panggul dapat digunakan untuk memprediksi adanya penyakit
kardiovaskular jangka panjang. Status mental, kesiagaan pasien (level of alertness),
serta mood pasien harus selalu dinilai selama anamnesis dan pemeriksaan fisik.5
General Appearance
Pemeriksaan selalu dimulai dengan pengamatan fisik secara keseluruhan, yang
akan dirangkum dalam beberapa poin berikut ini:5,6
1. Apparent state of health. Cobalah untuk menilai pasien secara keseluruhan
berdasarkan pengamatan sekilas ketika pasien datang. Dukung hal tersebut
dengan beberapa detail yang signifikan. Contohnya seperti tampak sakit akut
atau kronis, rapuh, tampat sehat, atau bahkan tampak sangat kuat.
2. Level of consciousness. Apakah pasien dalam keadaan sepenuhnya sadar,
responsif terhadap setiap rangsangan dari luar atau tidak. Jika tidak, cepat nilai
level tingkat kesadarn pasien, apakah sadar sepenuhnya, letargik, obtundation,
stupor, hingga koma.
3. Sign of distress. Lihatlah gejala apa yang sedang diderita oleh pasien.
4. Skin color and obvious lesion. Perhatikan apakah pucat, sianosis, jaundice,
rash,
atau
memar.
Sianosis
sendiri
berbeda-beda
jenis
tergantung
intraselulernya, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik lokal. Biomarker jantung
ini menjadi terdeteksi pada pembuluh darah perifer ketika pembuluh limfe jantung
sudah terlalu penuh dalam membersihkan interstitial pada daerah yang mengalami
infark, sehingga masuk ke dalam pembuluh darah vena. Perhitungan/penentuan
penglepasan protein yang termporer tersebut memang penting, tapi selama menunggu
hasil lab, strategi reperfusi harus langsung ditentukan berdasarkan gejala klinis dan
hasil EKG. Pemeriksaan rapid whole-blood bedside assays untuk serum marker
jantung sudah tersedia dan dapat membantu dalam menentukan penanganan, terutama
pada pasien dengan hasil EKG yang nondiagnostik.5
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI)
memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari pada yang dihasilkan oleh otot
rangka pada umumnya. Perbedaan ini memperbolehkan pemeriksaan kuantitatif untuk
cTnT dan cTnI dengan antibodi monoklonal yang sangat spesifik. Selama cTnT dan
cTnI dalam keadaan normal tidak terdeteksi dan dapat meningkat >20 kali setelah
STEMI, pengukuran cTnT dan cTnI sangatlah diagnostik, dan keduanya lebih dipilih
sebagai pemeriksaan marker biokimia dalam miokard infark. Pemeriksaan troponin
jantung sangatlah bermanfaat jika ada kecurigaan adanya cedera otot rangka atau
miokard infark kecil (small MI) yang dimana kedua kondisi tersebut justru
mengurangi efektivitas pemeriksaan CK dan CKMB, sedangkan CK dan CKMB
diperlukan untuk membedakan antara UA (unstable angina) dengan NSTEMI. Kadar
cTnT dan cTnI akan tetap tinggi selama 7-10 hari setelah terjadinya STEMI.5
CK meningkat dalam waktu 4-8 jam setelah serangan dan akan kembali
normal dalam 48-72 jam. Kelemahan CK yang paling utama adalah tingkat
spesifitasnya yang rendah dalam deteksi STEMI, dan CK juga dapat meningkat pada
penyakit otot rangka ataupun adanya trauma otot rangka, termasuk injeksi
intramuskular. Isoenzim dari CK, yaitu CKMB, cukup lebih spesifik dibandingkan
dengan CK, karena tidak terdapat banyak pada organ ekstrakardial.5
Kebanyakan rumah sakit memilih melakukan pemeriksaan cTnT dan cTnI
dibandingkan dengan CKMB dalam mendiagnosis STEMI, meskipun sebenarnya
melakukan keduanya sebenarnya secara klinis asih dapat diterima, namun dapat
menguras kantong pasien lebih banyak lagi dikarenakan kedua pemeriksaan ini cukup
mahal.5
Sementara itu, telah lama diketahui bahwa jumlah/banyaknya protein yang
terlepas berkorelasi dengan seberapa besar lokasi infark yang terjadi, konsentrasi
25
puncak (peak) hanya berkorelasi lemah dengan besarnya infark. Proses rekanalisasi
arteri koroner yang mengalami oklusi (baik secara spontan maupun farmakologik)
pada jam-jam pertama terjadinya STEMI dapat menyebabkan peningkatan jumlah
protein yang terlepas dalam pemeriksaan marker biokimia. Hal ini disebabkan karena
pembersihan yang terlalu cepat dari interstitium daerah yang mengalami infark,
dengan cepat melebihi klirens protein oleh pembuluh limfe.5
Reaksi nonspesifik lain yang dapat muncul sebagai akibat dari cedera
miokardial adalah leukositosis, yang terjadi beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap 3-7 hari, berkisar antara 12.000-15.000/uL. ESR/LED meningkat lebih
lambat dari pada peningkatan leukosit, mulai meningkat hingga puncak dalam minggu
pertama, dan menetap hingga 1-2 minggu.5
Diagnosis Kerja & Diagnosis Banding
Diagnosis Kerja
Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ditegakkan
berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi
segmen ST lebih dari 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan
atau lebih dari 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat dapat memperkuat diagnosis, namun keputusan
untuk memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan
enzim, mengingat dalam tatalaksanan infark miokard akut, prinsip utama
penatalaksanaan adalah time is muscle.1
Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding yang berkaitan dengan keluhan nyeri
dada kiri yang menjalar ke lengan kiri yang dirasakan oleh pasien. Beberapa diagnosis
banding yang dapat diperhatikan sebagai berikut.1
baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, dan leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.1
Penilaian klinis dan EKG merupakan parameter utama dalam pengenalan dan
penilaian risiko NSTEMI. Gambaran EKG secara spesifik dapat menunjukan deviasi
segmen ST merupakan hal yang penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada
Thrombolysis in Myocardial (TIMI), adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05
mV merupakan prediktor outcome yang buruk.1
Etiologi
STEMI, pada kebanyakan kasus, disebabkan oleh oklusi akut arteri koroner
akibat thrombosis intrakoroner yang berkepanjangan akibat rupturnya plak
aterosklerotik pada dinding koroner epikardial. Namun penyebab lain yang lebih
jarang, yaitu karena vasospasme yang lama, aliran darah ke jantung yang inadekuat
(hipotensi), atau kebutuhan akan metabolisme yang berlebihan. Penyebab yang jauh
lebih jarang adalah oklusi emboli, vaskulitis, diseksi pada aortic root atau arteri
koronaria, hingga aortitis. Kokain juga merupakan penyebab terjadinya infark, yang
harus dipertimbangkan pada pasien yang masih muda tanpa adanya faktor resiko.7,8
Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun
laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25
pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah
IMA.1
Di Amerika Serikat, sekitar 650.000 pasien mengalami IMA pertama kali dan
450.000 pasien mengalami IMA yang rekuren setiap tahunnya. Mortalitas pun
meningkat empat kali lipat pada pasien dengan usia di atas 75 tahun jika
dibandingkan dengan pasien usia muda.5
Patofisiologi
STEMI biasanya terjadi ketika aliran darah koroner menurun tiba-tiba setelah
terjadinya oklusi trombotik pada arteri koronaria yang sebelumnya terdapat
aterosklerosis. STEMI tidak terjadi jika adanya stenosis arteri koronaria berat yang
28
kepada: (1) daerah yang diperdarahi oleh arteri koroner tersebut, (2) apakah sumbatan
tersebut menyumbat total aliran darah atau tidak, (3) durasi terjadinya oklusi koroner,
(4) jumlah darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral kepada jaringan yang
terkena, (5) kebutuhan miokardium akan oksigen karena terjadi kehilangan suplai
oksigen tiba-tiba, (6) faktor endogen yang dapat memproduksi zat untuk melisis
secara cepat dan spontan terhadap trombus tersebut, (7) apakah perfusi miokard yang
mengalami infark cukup adekuat atau tidak ketika aliran darah sudah kembali normal
pada arteri koroner yang mengalami sumbatan tadi.5
Pasien yang beresiko tinggi mengalami STEMI adalah mereka yang memiliki
banyak faktor resiko terjadinya aterosklerosis dan mereka dengan angina tidak stabil.
Kondisi lain yang cukup jarang terjadi adalah hiperkoagulabilitas, penyakit kolagen
vaskular, penyalahgunaan kokain, dan trombi intrakardial atau massa yang dapat
menyebabkan emboli koroner.5
Gejala Klinis
Pada sepertiga kasus, faktor-faktor pencetus terjadi lebih dulu sebelum terjadi
STEMI, seperti olahraga yang berlebihan dan stres emosional. Meskipun STEMI
dapat terjadi pada waktu kapanpun, siang maupun malam, namun ternyata irama
sirkadian dapat cukup mempengaruhi, dapat terjadi serangan pada beberapa jam
setelah bangun tidur.5
Nyeri, merupakan keluhan utama pasien yang mengalami STEMI. Tipe nyeri
adalah nyeri dalam dan viseral. Sifat nyeri biasanya dijelaskan sebagai nyeri yang
berat, seperti tertindih dan teremas, meskipun kadang-kadang dapat dijelaskan juga
sebagai rasa tertusuk dan terbakar. Sifat-sifat tersebut cukup mirip dengan
karakteristik nyeri pada angina pectoris, namun biasanya STEMI muncul pada saat
istirahat, lebih berat, dan nyeri bertahan cukup lama. Biasanya nyeri melibatkan
bagian sentral dada atau epigastrium, dan menjalar menuju lengan. Tempat penjalaran
lain yang cukup jarang adalah abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Lokasi
tersering terdapatnya nyeri biasanya di bawah xiphoid dan epigastrium, dan pasien
biasanya menolak jika dikatakan sebagai serangan jantung karena lebih dikira sebagai
gangguan
pencernaan.
Selain
nyeri,
biasanya
diikuti
dengan
adanya
30
muncul saat aktivitas, biasanya tidak mereda dengan penghentian aktivitas, berbeda
dengan pada angina pektoris.5
Nyeri pada STEMI dapat meniru/mirip seperti nyeri yang timbul pada
penyakit lain seperti pericarditis akut, emboli pulmonal, diseksi aorta akut,
costochondritis,
dan
gangguan
gastrointestinal.
Kondisi
ini
harus
dapat
keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk.5
Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.5
Syok Kardiogenik
31
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.5
Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
Aritmia Pasca STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard.5
Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.5
Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya
dalam 24 jam pertama.5
Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan
tatalaksana komplikasi IMA.5
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien STEMI dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana
pra rumah sakit dan tatalaksana di ruang emergensi.5
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
32
STEMI
bergantung
kepada
seberapa
cepat
ditanganinya
C. Kesimpulan
STEMI terjadi karena adanya ruptur plak aterosklerosis pada arteri koronaria
yang menyebabkan agregasi trombosit, sehingga menyumbat aliran darah dan
menyebabkan jaringan jantung yang diperdarahi mengalami kekurangan oksigen
hingga infark. Gejala khasnya merupakan nyeri dada kiri yang menjalar hingga lengan
dan leher, namun ketikda beristirahat tidak menunjukkan adanya perbaikan, dan nyeri
bertahan lebih dari 30 menit. Gejala demikian sesuai dengan skenario, sehingga
pasien tersebut dinyatakan menderita STEMI.
34
D. Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 174154.
2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. h. 83-4, 99-118.
3. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7 th ed. USA: Cengage
Learning, 2010. p. 303-27, 377-8.
4. Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania:
Elsevier Saunders, 2006. p. 116.
5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrisons principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The
McGraw-Hill Companies; 2012. p. 1817-8; 2021-4.
6. Bickley LS. Bates: guide to physical examination and history taking. 10 th ed.
USA: Wolters Kluwer, 2009. p. 109-12; 337-9.
7. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. USA: The
McGrawHill Companies; 2013. p. 365.
8. Dharma SD. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 78.
35