Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN TUTORIAL

“SYOK”

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015
A NGGOTA KELOMPOK 3 :
1. HADIYOGA PRATAMA PUTRA K1A1 14018
2. APRIADIN LA ODE DANE K1A1 14O93
3. MUHAMAD TRI KURNIAWAN K1A1 14117
4. NASWIN K1A1 14071
5. ARIK ASTRADHA K1A1 14009
6. FADIL APRIAWAN ARIFIN K1A1 12133
7. ELFRIDA RIANI RISKY K1A111074
8. ASRARIA ARSFANDI K1A1 14075
9. RESTI ASTUTI K1A1 14039
10. NUR MARTINA RUFIA K1A1 14035
11. WA ODE RABIATU RAHMA K1A1 14097
12. RAHMA NUR ZAKIA HERMAN K1A1 14058
13. ZOLLANANDA KURNIA PUTRI K1A1 14052
14. REGITHA MADELIN K1A1 14135
15. NUR AZIZAH ARSY E. K1A1 13115

SKENARIO 1
Seorang wanita umur 60 tahun mengeluh cepat capek dan sesak napas sewaktu
bergiat. Dia tidak dapat melakukan kegiatan di rumah lebih lama tanpa sering beristirahat
dengan kesukaran bernapas. Pergelangan kaki membengkak pada siang hari dan berkurang
pada malam hari. Pada pemeriksaan dokter, ditemukan adanya pernapasan cepat, pada
pemeriksaan auskultasi didengar adanya bunyi krepitasi. Nadi reguler dan tekanan darah
sistemik dalam batas normal, tetapi terdapat bendungan vena leher meskipun pada posisi
tegak. Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior kiri/ruang interkostal V. Gambaran
Rontgen dada menunjukkan CTR 0,69 dan terlihat adanya bendungan pembuluh darah paru.
Penderita diobati dengan digoxin dan diuretik sehingga keluhan penderita berkurang.

KATA SULIT :

1. CTR (Cardiothoracix ratio) adalah perbandingan antara antara jarak terlebar


transversal dari bayangan jantung dibagi jarak terlebar dari rongga toraks .
Ukuran jantung normal apabila nilai CTR ≤ 50%. Jika lebih ddari 0,5
dianggap kardiomegali atau pembesaran jantung.

2. Krepitasi atau ronki basah/halus adalah bunyi yang sangat halus, seperti
gelembung yang di hasilkan oleh udara dan cairan didalam alveolus. Adanya
ronki basah selalu menunjukkan cairan dalam ruang alveolus yang terdengar
sepanjang siklus pernapasan atau salah satu fase saja.

KATA KUNCI :
1.      Wanita 60 tahun
2.      Cepat capek
3.      Sesak napas saat beraktivitas
4.      Sulit bernapas saat beristirahat
5.      Bengkak pergelangan kaki pada siang hari
6.      Bengkak berkurang pada malam hari
7.      Pernapasan cepat
8.      Krepitasi
9.    Nadi reguler
10.  Tekanan darah normal
11.  Bendungan vena jugularis
12.  Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior
13.  CTR 0,69
14.  Bendungan pembuluh darah paru
15.  Diobati dengan digoxin dan diuretik

PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ terkait ?
2. Patomekanisme gejala
a. Bendungan vena leher
b. Edema
c. Sesak napas
d. Krepitasi
3. Sebut dan jelaskan penyakit – penyakit yang menyebabkan sesak napas ?
4. Jelaskan perbedaan sesak napas kardivaskuler dan non-kardiovaskuler ?
5. Bagaimana interpretasi CTR 0,69 dan hubungan dengan keluhan ?
6. Bagaiman mekanisme kerja digoxin dan diuretik hingga menyebabkan keluhan
pasien berkurang ?
7. Langkah – langkah diagnosis ?
8. DK dan DD ?
9. Penatalaksanaan dan pencegahan ?
10. Komplikasi dan prognosis ?

PEMBAHASAN :
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG DAN PARU
Anatomi Jantung Dan Paru.

A. Jantung ( Cor )
Jantung merupakan organ muscular berongga yang bentuknya mirip pyramid dan
terletak didalam pericardium di mediastinum. Basis jantung dihubungkan dengan
pembuluh-pembuluh darah besar, meskipun demikian tetap terletak bebas didalam
pericardium.
Proyeksi jantung pada dinding thorax adalah sebagai berikut :
 Tepi kiri jantung disebelah cranial berada pada tepi caudal pars cartilaginis
costa II sinister, yaitu 1 cm di sebelah lateral tepi sternum
 Tepi kiri jantung di sebelah caudal berada pada ruang intercostal V, yaitu kira-
kira 9 cm di sebelah kiri linea mediana atau 2 cm di sebelah medial linea
medioclavicularis sinistra.
 Tepi kanan jantung di sebelah cranial berada pada tepi cranialis costa III
dextra, kira-kira 1 cm dari tepi lateral sternum.
 Tepi kanan jantung di sebelah caudal berada pada pars cartilaginis costa VI
dextra. Kira-kira 1 cm di lateral sternum.

1. Permukaan Jantung

Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sternocostalis (anterior),


facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung
juga mempunyai apex yang arahnya kebawah, depan, dan kiri.
Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan
ventriculus dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus
atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir
kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian auricular kiri. Ventriculus dexter
dipisahkan dari ventriculus sinister oleh sulcus interventricularis anterior.
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus
dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior.
Permukaan inferior atrium dextrum, dimana bermuara vena cava inferior, juga
ikut membentuk facies ini.
Basis cordis atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium
sinistrum, tempat bermuara empat vena pulmonalis. Basis cordis terletak
berlawanan dengan apex cordis.
Apex cordis dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah kebawah,
depan dan kiri. Apex terletak setinggi spatium intercostal V kiri, 9cm dari
garis tengah. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat dan diraba
pada orang hidup.

2. Pericardium
Pericardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar
dan mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Kantong ini
melekat pada diafragma, sternum, dan pleura yang membungkus paru-paru.
(1) Lapisan fibrosa luar pada pericardium tersusun dari serabut kolagen
yang membentuk lapisan jaringan ikat rapat untuk melindungi jantung.
(2) Lapisan serosa dalam terdiri dari dua lapisan :
(a) Membran viseral (epikardium) menutup permukaan jantung
(b) Membrane parietal melapisi permukaan bagian dalam fibrosa
pericardium
Kedua lapisan tersebut membatasi suatu rongga yang disebut cavitas
pericardialis yang berisi cairan sereus yang membasahi permukaan membrane
serosa membuat cor bebas bergerak pada aktu sistol dan diastole.

3. Dinding Jantung
Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan :
a. Epikardium Luar (dijelaskan diatas) tersusun dari lapisan sel-sel
mesotelial yang berada di atas jaringan ikat.
b. Miokardium tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang
berkontraksi untuk memompa darah.
c. Endokardium dalam tersusun dari lapisan endothelial yang terletak
diatas jaringan ikat. Lapisan ini melapisi jantung, katup, dan
menyambungdengan lapisan endothelial yang melapisi pembuluh
darah yang memasuki dan meninggalkan jantung.

4. Ruang jantung
Jantung memiliki empat ruang yaitu , atrium kanan dan kiri atas
yang dipisahkan oleh septum interatrial; ventrikel kanan dan kiri yang
dipisahkan oleh septum interventrikuler.
1. Dinding atrium relatif tipis. Atrium menerima darah dari vena-vena
yang membawa darah kembali kejantung.
a) Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung,
menerima darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru, yaitu :
(1) Vena cava superior dan inferior membawa darah yang tidak
mengandung oksigen dari tubuh kembali kejantung.
(2) Sinus koroner membawa kembali darah dari dinding jantung
itu sendiri.
b) Atrium kiri dibagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil
dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri
menampung empat vena pulmonalis yang mengembalikan darah
teroksigenasi dari paru-paru.
2. Ventrikel berdinding tebal. Bagian ini mendorong darah ke luar
jantung menuju arteri yang membawa darah meninggalkan jantung.
a) Ventrikel kanan terletak dibagian inferior kanan pada apex
jantung. Darah meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus
pulmonalis dan mengalir melewati jarak yang pendek ke paru-
paru.
b) Ventrikel kiri terletak dibagian inferior kiri pada apeks jantung.
Tebal dindingya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah
meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir keseluruh
bagian tubuh kecuali paru-paru.

5. Katup jantung
a) Katup trikuspidalis terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Katup ini memiliki tiga daun katup (kuspis) jaringan ikat fibrosa
ireguler yang dilapisi endokardium.
 Bagian ujung daun katup yang mengerucut melekat pada jaringan
ikat fibrosa, chordae tendinae, yang melekat pada otot papillaris.
Chordae tendinae mencegah terjadinya pembalikan daun katup
kearah belakang menuju atrium.
 Jika tekanan darah pada atrium kanan lebih besar daripada tekanan
darah diatrium kiri, daun katup tricuspid terbuka dan darah
mengalir dari atrium kanan keventrikel kanan.
 Jika tekanan darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari tekanan
darah di atrium kanan, daun katupakan menutup dan mencegah
aliran balik ke dalam atrium kanan.
b) Katup bicuspid (mitral) terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
Katup ini melekat pada chordae tendinae dan otot papillaris, fungsinya
sama dengan fungsi katup tricuspid.
c) Katup semilunar aorta dan pulmonary terletak di jalur keluar
ventrikuler jantung sampai ke aorta dan trunkus pulmonalis. Katup
semilunar terdiri dari tiga kuspis berbentuk bulan sabit, yang tepi
konveksnya melekat pada bagian pembuluh darah. Tepi bebasnya
memanjang ke dalam lumen pembuluh.
 Katup semilunar pulmonal terletak antara ventrikel kanan dan
trunkus pulmonal
 Katup smilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

6. Sirkulasi koroner
Sirkulasi koroner berfungsi memperdarahi otot jantung. Arteri koroner
kanan dan kiri merupakan cabang aorta tepat diatas katup semilunar aorta.
Arteri ini terletak diatas sulkus koroner.
a) Cabang utama dari arteri koroner kiri :
 Arteri interventrikuler anterior (desenden), yang mensuplai darah
kebagian anterior ventrikel kanan dan kiri serta membentuk satu
cabang, arteri marginalis kiri, yang mensuplai darah ke ventrikel
kiri.
 Arteri sirkumfleksa mensuplai darah ke atrium kiri dan ventrikel
kiri. Di sisi posterior, arteri sirkufleksa beranastomosis (menyatu)
dengan arteri koroner kanan.
b) Cabang utama dari arteri koroner kanan :
 Arteri interventrikuler posterior (desenden), yang mensuplai darah
untuk kedua dinding ventrikel.
 Arteri marginalis kanan yang mensuplai darah untuk atrium kanan
dan ventrikel kanan.

Paru-Paru (Pulmo)

Pulmo adalah parenchym yang berada bersama-sama dengan bronchus dan

percabangan-percabangannya. Dibungkus oleh pleura, mengikuti gerakkan dinding


thorax pada waktu inspirasi dan eksspirasi. Bentuknya dipengaruhi oleh organ-organ
yang berada disekitarnya . Bagian-bagian paru:
 Apex Pulmonis
 Basis Pulmonis
 Facies Costalis
 Facies Mediastinalis
 Margo Anterior
 Margo Inferior
 Margo Pulmonalis

A. Morfologi

 Apex Pulmonis
Berbentuk bundar, menonjol ke cranial, ditutupi oleh cupula pleura. Bagian
ini berbatasan dengan arteria subclavia sinistra dan arteria subclavia dextra yang
menyebabkan terbentuknya sulcu subclavius pada permukaan pulmo, mengarah ke
lateral tepat di sebelah caudal dari apex pulmonis.

 Basis Pulmonis
Bagian ini disebut juga facies diaphragma, bentuknya besa, konkaf, terletak
pada diaphragmathoracis memisahkan pulmo dextra dari lobus hepatis dextra, dan
memisahkan lobus sinistra dari lobus hepatis sinistra, gaster dan lien. Oleh karena
diaphragma disebelah kanan letaknya lebih tinggi maka pulmo dextra bentuknya
lebih kecil dan facies diaphragmatic lebih cekung. Basis pulmonalis tampak jelas
bergerak mengikuti gerakan inspirasi dan ekspirasi.
 Facies Costalis
Permukaan ini licin, konvex, mengikuti bentuk cavitas thoracis, ditutupi oleh
pleura costalis dan berbatasan dengan costa
 Facies Mediatinalis
Dibagi menjadi pars mediastinalis dan pars vertebralis. Pars mediastinalis
ditutupi oleh ole pleura mediastinalis, berbatasan dengan pericardium dan
membentuk impressio cardiaca ( lebiuh cekung pada pulmo sinistra). Disebelah
dorso cranial impressio trebut terdapat hilus pulmonalis, yaitu tempat keluar
masuknya struktur-struktur mediastinum dari pulmo.
Pada pulmo dextra disebelah cranial dari hilus pulmonis terbentuk sulcuc vena
azygos, disebelah cranio-ventral hilus pulmonis terbentuk suatu cekungan yang agak
lebar, disebut sulcus vena cava superior, disebelah dorsal dari hilus pulminis dan
ligamentum pulmonal terdapat sulcus oesophagus, yang terletak ventrikel.
Pada pulmo sinistra di sebelah cranial hilus pulmonis terbentuk sulcus arcus
aorta yang mediastinum berhubungan dengan sulcus subclavius dan disebelah ventral
sulcus ini dekat pada margo anterior terdapat cekungan untuk vena anonyma
sinistra. Disebelah dorsal hilus pulminis dan ligamentum pulmonal terdapat sulcus
aorta thoracalis yang arahnya vertical dan di sebelah caudal sulcus ini, berdekatan
dengan margo inferior terdapat cekungan untuk ujung caudal oesophagus.

 Margo Inferior
Runcing dan memisahlan facies costalis dari pada facies diaphragmatica,
berhadapan dengan sinus phrenicocostalis. Medialis margo inferior menjadi tumpul
dan membuat serta memisahkan facies diaphragmatica dari pada facies mediatinalis.

 Margo Anterior
Tipis dan meruncing, menutupi facies anterior pericardium margo anterior
dari pulmo dextra terletak hampir tegak lurus dan berhadapan dengan
costomediastinalis, sedangkan yang sebelah kiri membentuk incisura cardiaca
sehingga letaknya berdekatan oada sternum.
B. Pulmo Dextra
Terdiri atas 3 buah lobus yaitu lobus
superior, lobus medius, lobus inferior, yang
dibagi oleh dua buah incisura interlobaris.
Fissura horizontalis memisahkan lobus superior
dari pada lobus medius, terletak horizontal,
ujung dorsal bertemu dengan fissura oblique,
ujung ventral terletak setinggipars cartilaginis
costa IV, dan pada facies mediastinalis fissura
tersebut melampaui bagian dorsal hilus
pulmonalis.
Lobus medius adalah yang terkecil dari pada
lobus lainnya, dan berada di bagian ventro
caudal
Morfologi pulmo dextra lebih kecil dari pada
sinistra, tetapi lebih berat dan total kapasiasnya
pun lebih besar.

C. Pulmo Sinistra
Terdiri atas 2 bua lobus yaitu lobus
superior dan lobus inferior yang dipisahkan
oleh fissura oblique, Fissura tersebut meluas
dari facies costalis sampai pada facies
mediastinalis, baik disebelah cranial mau pun
disebelah caudal hilus pulmonis. Fissura
obliqua dapat diikiuti mulai dari hilus, berjalan
ke dorso-cranial, menyilang margo posterior
kira-kira 5 cm dari apex pulminis, lalu berjalan
ke caudo-vemtral pada facies costalis
menyilang margo inferior, dan kembali menuju ke
hilus pumnonal. Dengan demikian makan pada
lobus suoeriorapex pulmonis, margo anterior
sebagian dari facies costalis dan sebagian besar
dari facies mediastinalis.
Lobus inferior lebih besar dari pada lobus
superior, dan meliputi sebagian besar dari pada
facies costalis,
seluruh facies diaphragmatica dan sebagian dari facies mediastinalis bagian dorsal.

D. Pleura
Pleura adalah suatu ,membrana serosa yang membungkus pulmo, mempunyai
asal yang sama dengan peritoneum. Terdiri atas pleura parietalis dan pleura visceralis.
Di antara kedua lapisan pleura tersebut terbentuk suatu rongga tertutup yang diebut
cavum pleura, yang memungkinkan pulmo bebas bergerak pada waktu respirasi. Di
dalam celah tersebut terdapat sedikit cairan serous yang membuat permukaan pleura
parietalis dan pleura visceralis menjadi licin sehingga mencegah terjadinya gesekan.
Pleura parietalis melapisi facies interior cavitas thoracis dan pleura visceralis
langsung melekat pada pulmo.

E. Pembuluh Darah Paru


Paru mempunyai dua sistem pembukuh darah yang berhubungan melalui
cabang-cabang terminalnya di dinding alveoli. Arteri pulmonal dan vena pulmonal
pada sirkulasi paru terdiri dari vasa publica yang berperan untuk pertukaran gas
darah.
Arteri pulmonalis berjalan di jaringan ikat peribronkial dan juga pleural, dan
mengirimkan darah yang terdeoksigenasi dari jantung kanan ke alveoli. Vena
pulmonal terletak di jaringan ikat intersegmental dan mengirimkan darah
teroksigenasi ke atrium kiri.

Fisiologi Jantung

 Curah Jantung
Curah jantung (cardiac output) adalah volume drah yang dipompakan ke
dalam sistem arteri dari masing-masing ventrikel setiap menitnya. Jadi, curah jantung
adalah sama dengan isi sekuncup (stroke volume) dikalikandengan frekuensi denyut
jantung per menit.
Curah jantung = stroke volume × frekuensi denyut jantung per menit
Pada sirkulasi paru, curah jantung adalah volume darah yang dipompakan
oleh ventrikel kanan ke arteri pulmonalis setiap menit untuk dioksigenasi di paru-
paru. Pada sirkulasi umum, curah jantung adalah volume darah yang dipompakan
oleh ventrikel kiri ke dalam aorta setiap menit. Dengan demikian, curah jantung sama
dengan jumlah darah yang mengalir ke seluruh jaringan tubuh yang bertanggung
jawab sebagai media transportasi bahan-bahan yang dibutuhkan jaringan, terutama
oksigen dan nutrien. Jadi, curah jantung adalah faktor paling penting yang harus
dipertimbangkan dalam hubungannya dengan sirkulasi darah ke jaringan.
Walaupun jantung mempunyai serat otoritmik yang menyebabkannya mampu
berdenyut secara independen, pengoprasiannya berhubungan dengan peristiwa yang
terjadi di seluruh tubuh. Semua sel tubuh harus mendapatkan sejumlah tertentu darah
yang membawa oksigen setiap menitnya agar dapat bertahan hidup dan sehat. Bila
sel-sel sangat aktif, misalnya saat aktivitas fisik (exercise), sel-sel ini membutuhkan
lebih banyak oksigen. Artinya, tubuh membutuhkan lebih banyak darah yang
mengalir ke sel-sel tersebut per menitnya, yang juga berarti beban kerja jantung
meningkat karena harus memompakan darah lebih banyak. Sebaliknya, ketika tubuh
beristirahat, kebutuhan sel-sel tubuh berkurang sehingga tidak memerlukan darah
yang banyak, yang berarti beban kerja jantung juga berkurang.

 Nilai Normal Curah Jantung


Curah jantung sangat bervariasi sesuai dengan tingkat aktivitas tubuh. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi curah jantung antara lain kecepatan
metabolisme tubuh, aktivitas fisik, usia, ukuran tubuh, serta beberapa faktor lainnya.
Nilai normal curah jantung yang paling banyak diteliti adalah pada pria fewasa muda;
didapatkan rata-rata curah jantungnya kira-kira 5,6 liter/menit. Untuk wanita, nilainya
jyga akan berkurang karena pada umumnya, dengan meningkatnya usia, aktivitas
fisik dan kecepatan metabolisme tubuh akan berkurang. Karena itu, biasanya nilai
normal curah jantung dinyatakan secara rata-rata, yaitu sebesar 5 liter/menit.

 Kontrol Curah Jantung


Volume curah jantung terutama ditwntukan oleh volume aliran balik vena ke
jantung. Aliran balik vena adalah jumlah darah yang mengalir dari sistem vena ke
dalam atrium kanan per menit. Secara umum,aluran balik vena dan curah jantung
harus sebanding, kecuali pada beberapa denyut jantung, ada volume darah yang
tertinggal di dalam jantung dan paru, atau dikeluarkan dari kedua organ tersebut.
Dengan demikian, berbagai faktor sirkulasi perifer yang mempengaruhi aliran balik
vena ke jantung juga mempengaruhi curah jantung.
Jantung mempunyai mekanisme yang memungkinkannya secra otomatis
memompakan berapa pun jumlah darah yang masuk ke atrium kanan melalui sistem
vena. Mekanisme inu dinamakan hukum Frank-Starling. Pada prinsipnya, hukum
Frank-Starling menyatakan bahwa sejumlah darah yang masuk ke dalam ruang
jantung akan menimbulkan peregangan dinding jantung. Akibat regangan tersebut,
otot jantung akan berkontraksi dengan kekuatan lebih besar (sampai batas tertentu)
dengan tujuan agar dapat memompakan semua darah yang berada di dalam ruangan
yang teregang tersebut. Jadi, semua darah yang masuk ke jantung akan segera
dipompakan secara otomatis ke dalam aorta.
Faktor lain yang juga penting dalam pengendalian curah jantung adalah
pengaruh regangan dinding jantung terhadap frekuensi denyut jantung. Regangan
pada nodus sinus yang terletak di dinding atrium kanan mempunyai efek langsung
terhadap ritmisitas nodus sinus untuk meningkatkan kecepatan denyut jantung
sebanyak 10-20%. Selain itu, regangan pada dinding atrium kanan akan menimbulkan
suatu refleks saraf yang dinamakan refleks Bainbridge. Mekanisme refleks
Bainbridge adalah sebagai berikut :
Sinyal regangan dihantarkan ke pusat refleks yang berada di pusat vasomotor
di otak dan kembali ke jantung melalui saraf simpatis dan vagus. Efeknya adalah
peningkatan frekuensi denyut jantung. Peningkatan frekuensi denyut jantung akan
meningkatkan curah jantung, yang bertujuan untuk membantu memompakan
kelebihan darah yang masuk ke dalam jantung.

 Pengaturan Kerja Jantung


a. Regulasi Pompa Intrinsik Jantung-Mekanisme Frank-Starling
Darah yang dipompakan oleh ventrikel jantung ke dalam arteri akan mengalir
ke jaringan perifer dan kembali ke jantung. Jaringan perifer mengontrol aliran
darahnya sendiri dan juga mengontrol kecepatan pengembalian ke dalam jantung
melalui vena. Jadi, kecepatan pengembalian darah ke jantung dapat berubah-ubah
dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan jaringan. Volume darah yang masuk ke dalam
atrium melalui sistem vena setiap menitnya dinamakan aliran balik vena (venous
return). Jantung kemudian secara otomatis kembali memompakan semua aliran balik
vena tersebut ke dalam sistem arteri; begitu seterusnya hingga sirkulasi darah dapat
berlangsung secana kontinu.
Kemampuan intrinsik jantung untuk berdaptasi dengan perubahan jumlah
darah dinamakan mekanisme Frank-Starling jantung. Prinsip mekanisme Frank-
Starling adalah ; semakin besar regangan yang terjadi pada otot jantung sewaktu
periode pengisian, semakin besar pula kekuatan kontraksi otot jantung dan semakin
banyak pula jimlah darah yang dapat dipompakan ke dalam aorta. Dengan kata lain,
dalam batas fisiologis, jantung akan memompakan semua darah yang masuk sehingga
tidak terjadi bendungan darah yang berlebihan di sistem vena. Artinya, sampai batas
fisiologis, curah jantung seimbang dengan aliran balik vena.
Bila darah masuk ke dalam ventrikel dalam jumlah yang berlebihan, otot
ventrikel akan mengalami regangan yang lebih besar pula. Akibatnya, kekuatan
kontraksi otot ventrikel akan meningkat. Hal ini terjadi karena regangan pada otot
akan menyebabkan filamen aktin dan miosin tertarik sedemikian rupa mendekati
derajat intrdigritasi yang optimal untuk menimbulkan kekuatan kontraksi yang lebih
besar. Dengn demikian, ventrikel dapat memompakan semua darah yang masuk
tersebut ke dalam sost arteri. Kemampuan meregang otot sampai ke panjang yang
optimal untuk meningkatkan kekuatan kontraksi otot adalah karakteristik semua otot
lurik.
Selain itu, bila jumlah darah yang masuk ke dalam atrium melalui aliran balik
vena berlebihan, dinding atrium juga akan mengalami peregangan. Faktor regangan
pada dinding atrium juga penting karena regangan pada dinding atrium dapat
meningkatkan kecepatan denyut jantung melalui dua mekanosme : (1) Nodus sinus
yang teretak di dinding atrium kanan akan ikut mengalami regangan. Regangan pada
nodus sinus mempunyai efek langsung terhadap terhadap ritmisitas nodus sinus, yaitu
meningkatkan kecepatan denyut jantung sebanyak 10-20%; (2) Regangan pada
dinding atrium kanan akan menimbulkan suatu refleks saraf yang dinamakan refleks
Bainbridge. Sinyal regangan dihantarkan ke pusat refleks yang berada di pusat
vasomotor di otak dan kembali ke jantung melalui saraf simpatis dan vagus. Efeknya
adalah peningkatan frekuensi denyut jantung. Peningkatan frekuensi denyut jantung
akan meningkatkan curah jantung, yang bertujuan untuk membantu memompakan
kelebihan darah yang masuk ke dalam jantung.

b) Kontrol Jantung Oleh Saraf Autonom


Efektivitas pemompaan oleh jantung diatur oleh saraf otonom yang terdiri dari
sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis, terutama nervus vagus. Di bawah
pengaruh kuat sistem saraf simpatis, jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel
per menit (curah jantung) dapat meningkat lebih dari 100%. Sebaliknya, di bawah
pengaruh kuat sistem saraf parasimpatis, curah jantung dapat berkurang sampai 0 atau
mendekati 0, yang berarti aliran darah akan terhenti. Kedua kondisi tersebut sama-
sama memberikan dampak yang tidak baik bagi tubuh.

1. Pengaruh Stimulasi Simpatis pada Jantung


Neuron preganglionik simpatis berasal dari kolumna intermediolateral
korda spinalis. Stimulasi kuat saraf simpatis dapat meningkatkan denyut
jantung pada dewasa sampai 180-200 kali/menit, bahkan bisa meningkatkan
denyut jantung sampai 250 kali/menit, meskipun jarang. Selain itu, stimulasi
simpatis dapat meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga
meningkatkan jumlah darah yang dipompakan dan meningkatkan tekanan
ejeksi. Dengan demikian, stimulasi kuat simpatis dapat meningkatkan curah
jantung sampai 2-3 kali lipat, sebagai tambahan peningkatan yang
berhubungan dengan mekanisme Frank-Starling. Sebaliknya, inhibisi simpatis
dapat menurunkan kemampuan pemompaan jantung sampai tingkat moderat.
2. Pengaruh Stimulasi Parasimpatis (vagal) pada Jantung
Stimulasi kuat nervus vagus dapat menyebabkan denyut jantung berhenti
selama beberapa detik. Akan tetapi, jantung kemudian lolos dari tekanan
vagal, seperti yang telah diterangkan sebelumnya, dan kembali berdenyut
dengan kecepatan 20-40 kali/menit.
 Pengendalian Hormon Pada Sistem Vaskular
1. Norepinefrin dan Epinefrin
Norepinefrin dan epinefrin dikeluarkan dari medula adrenal sebagai respons
terhadap pengaktifan sistem saraf simpatis. Kedua zat tersebut berikatan dengan
reseptor α untuk menimbulkan vasokonstriksi, atau dengan reseptor β2 untuk
menyebabkan vasodilatasi arteriol yang memvaskularisasi otot rangka. Norepinefrin
dan epinefrinjuga berikatan dengan reseptor β1 dan meningkatkan kecepatan denyut
jantung.

2. Sistem Renin Angiotensis


Perubahan tekanan darah dapat dirasakan oleh baroreseptor di ginjal. Apabila
tekanan meningkat, pelepasan hormon renin menurun. Apabila tekanan darah
menurun, pelepasan renin meningkat. Pelepasan renin juga dirangsang oleh saraf
simpatis ke ginjal. Renin mengendalikan pembentukan hormon lain, yaitu angiotensis
II.
Renin beredar dalam darah dan bekerja sebagai enzim untuk mengubah
protein angiotensinogen menjadi angiotensin I. angiotensin I adalah suatu protein
asam amino-10 yang segera diuraikan oleh enzim pengubah angiotensin atau ACE
(Angiotensin Converting Enzyme) menjadi peptoda asam amino-8, ayitu angiotensin
II. Angiotensin II merupakan suatu vasokonstriktor kuat yang terutama menyebabkan
vasokonstriksi arteriol halus. Hal ini menyebabkan peningkatan terhadap resistensi
terhadap aliran darah dan peningkatana tekanan darah. Peningkatan tekanan darah
kemudian bekerja sebagai negative-feedback. Angiotensin II juga bersirkulasi ke
kelenjar adrenal dan menyebabkan pelepasan aldosteron.
Aldosteron bersirkulasi ke dalam darah menuju ginjal dan menyebabkan sel
tubulus distal meningkatkan reabsorbsi natrium. Dalam berbagai keadaan, reabsorbsi
air mengikuti penyerapan natrium sehingga terjadi peningkatan volume plasma.
Peningkatan volume plasma meningkatkan volume sekuncup dan curah jantung. Hal
ini juga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
3. Peptida Natriuretik Atrium
Peptida natriuretik atrium (atrial natriuretic peptide) adalah suatu hormon
yng dikeluarkan dari sel-sel atrium kanan sebagai respon terhadap peningkatan
volume darah. ANP bekerja pada ginjal untuk megikuti natrium di urine, maka ANP
berfungsi untuk mengurangi volume darah dan tekanan darah

 Dua Sirkulasi Sistem Kardiovaskular


1. Sirkulasi Sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonalis. Darah di atrium kiri
mngalir ke dalam ventrikel kiri melewati katup atrioventrikular, yang terletak di taut
atrium dan ventrikel kiri. Katup ini disebut katup mitral. Semua katup jantung akan
membuka jika tekanan di dalam ruang jantung atau pembuluh yang berada diatasnya
lebih besar dari tekanan di dalam ruang jantung atau pembuluh darah yang ada di
bawahnya.
Aliran keluar darah dari ventrikel kiri adalah menuju ke sebuah arteri besar,
yang disebut aorta. Darah mengalir dari ventrikel ke aorta melalui katup aorta. Darah
di aorta disalurkan ke seluruh sirkulasi sistemik, melalui arteri, arteriol, dan kapiler,
yang kemudian menyatu kembali untuk membentuk vena. Vena dari bagian bawah
tubuh mengembalikan darah ke vena cava inferior. Vena dari bagian atas tubuh
mengembalikan darah ke vena cava superior. Kedua vena cava bermuara di atrium.

2. Sirkulasi Paru
Darah di atrium kana mengalir ke ventrikel kanan melalui katup atrioventrikel
yang disebut katup trikuspid. Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir
melewati katup pulmonalis, ke dalam arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis bercabang
menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-masing mengalir ke paru kanan
dan kiri. Di paru, arteri pulmonalis bercabang berkali-kali dan menjadi arteriol dan
kemudian kapiler. Masing-masing kapiler memperfusi alveolus yang merupakan unti
pernapasan. Semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi venula, dan venula
menjadi vena. Vena-vena menyatu dan membentuk vena pulmonalis. Darah mengalir
di dalam vena pulmonalis untuk kembali ke jantung, ke atrium kiri untuk
menyelesaikan siklus aliran darah.

2. Fungsi sirkulasi Sistemik & Sirkulasi Paru


Sewaktu darah mengaliri setiap sel tubuh di dalam sirkulasi sistemik, CO 2 dan
produk sisa sel lainnya diserap oleh darah, sedangkan O2 disalurkan dari darah ke sel.
Pada sirkulasi paru, terjadi hal sebalknya, CO2 dikeluarkan dari darah dan O2
diserap. Melalui kedua siklus ini, supai olksigen dan pengeluaran sisa metabolisme
dapat berlangsung untuk semua sel.

2. PATOMEKANISME GEJALA

 Bendungan Vena Leher


Gagal jantung kongestif adalah gangguan multisistem yang terjadi apabila
jantung tidak lagi mampu menyemprotkan darah yang mengalir ke dalamannya
melalui sistem vena. Curah jantung yang kurang memadai,juga disebut forward
failure,hampir selalu disertai peningkatan kongesti/bendungan disirkulasi vena
(backward failure ) karena ventrikel yang lemah tidak mampu menyemprotkan dalam
jumlah normal darah vena yang disalurkan kedalamnya sewaktu diastol. Hal ini
menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada akhir diastol,peningkatan
tekana diastolik-akhir didalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena.
Penyebab tersering gagal jantung sisi kiri adalah hipetensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung sistemik, dan penyakit miokardium primer.
Penyebab tersering gagal jantung sisi kanan adalah gagal jantung kiri.
Gagal jantung menyebabkan perubahan diorgan lain. Seperti telah disinggung,
gagal jantung akhirnya akan disertai elemen backward failure ,yang akibatnya adalah
bendungan sirkulai vena . Pada pasien dengan gagal jantung kiri, hal ini
menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru. Seiring dengan semaki parahnya gagal
ventrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh paru meningkat sehingga terjadi
kebocoran cairan dan,kadang-kadang eritrosit kedalam jaringan intertisium dan
rongga udara paru untuk menyebabkan edem paru. Kongesti sirkulasi paru juga
meningkatkan resistensi vaskular paru dan, karenanya peningkatan beban kerja bagi
sisi kana jantung. Peningkatan beban ini ,apabila menetap dan parah,akhirnya
menyebabkan sisi kanan jantung juga gagal. Kegagalan sisi kanan jantung,pada
gilirannya, menyebabkan bendungan vena sistemik dan edema jaringan lunak.
Seperti yang telah dinyatakan,gagal jantung kanan paling sering disebabkan
oleh gagal jantung kiri. Konsekuensi utamanya adalah bendungan vena sistemik dan
edem jaringan lunak. Kongesti vena sistemik secara klinis tampak sebagai distensi
vena leher dan pembesaran hati yang kadang-kadang nyeri tekan.

 Edema
Aktivitas system rennin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan sserabut. Peningkta
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum
starling. Mekanisme pasti yang menyebabkan aktivitas istem rennin-angiotensin-
aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun di perkirakan terdapat
sejumlah faktor seperti ransangan simpati adregenik pada reseptor beta di dalam
aparatus jukstaglomerulus, respon reseptor macula densa terhadap perubahan volume
dan tekanan darah sirkulasi.
Apapun mekanisme pastinya penurunan curah jantung pada gagal jantung
akan memulai serangkaian kegiatan berikut, penurunan aliran darah ginjal dan akhir
laju filtrasi glomelurus, pelepasan renin dari apparatus jukstaglomelurus, interaksi
renin dengan angiotensin dalam darah untuk menghasilkan angiotensin 1, konversi
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2, rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar
adrenal, retensi natrium dan air pada tobulus distal duktus pengumpul.
 Sesak Napas
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium uang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang evektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang mengurangi volume secukup,
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatkannya EDV ( volume
akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
(LVDEP). Derajat peningkatan tekanan tergantung pada kelenturan ventrikel.
Dengan meningkatkanya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan berlangsung selama diastol. Peningkatan
LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan
tekanan kapiler dan vena paru-paru . apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler
onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, akan terjadi edema intertisiel. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan mempengaruhi pertukaran udara
dalam paru.

 Krepitasi ( ronki )
Krepitasi atau ronki basah/halus adalah bunyi yang sangat halus, seperti
gelembung yang dihasilkan oleh udara dan cairan di dalam alveolus. Adanya ronki
basah selalu menunjukkan cairan di dalam ruang alveolus yang terdengar sepanjang
siklus pernapasan atau salah satu fase saja.
Meningkatnya tekanan dalam vena pulmonalis lalu menyebar ke kapiler dan
arteri pulmonalis mengakibatkan kongestif dan edema akibat meningkatnya tekanan
hidrostatis di venula pleura visceralis dan menyebabkan paru menjadi sembab. Pada
gambaran mikroskopik menunjukkan transudat perivaskular dan interstisium, edema
septa alveolus dan akumulasi cairan edema di rongga alveolus. Selain itu, jumlah sel
darah merah keluar dari kapiler yang “bocor” ke rongga alveolus yang akan difagosit
oleh mikrofag. Pemecahan sel darah merah dan hemoglobin di dalam makrofag
mengakibatkan gambaran makrofag alveolus yang mengandung hemosiderin disebut
sebagai sel gagal jantung.

3. PENYAKIT-PENYAKIT YANG MENYEBABKAN SESAK NAPAS.


Penyakit-penyakit yang menyebabkan sesak napas
a) Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran
pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif,ketebalan aliran
udara yang reversibel dan gejala pernapasan.
b) Dispnea adalah keluhan yang sering memrlukan penanganan darurat
tetapi intensitas dan tingkatannya dapat derupa rasa tidak nyaman di
dada yang bias membaik sendiri yang membutuhkan bantuan napas
yang serius sampai yang fatal.
c) Batuk adalah suatu refleks napas yang terjadi karena adanya rangsangan
reseptor iritan yang terdapat disaluran napas.
d) Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,dan
alveoli,serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.
e) Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga
pleura dari dada antara paru-paru dan dinding dada.
f) Fibrosis kistik adalah kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen
dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen
regulator transmembrana fibrosis kistik (cystis fibrosis transmembrane
conductance regulator=CFTR).
g) Sleep apnea adalah timbulanya episode abnormal pada frekuensi napas
yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan
tidur,dapat berupa henti napas (apnea) atau menurunya ventilasi
(hypopnea)
h) Bronkitis kronis dan emfiseme merupakan dua proses yangberbeda,tapi
kedua penyakit ini sering ditemukan bersama-sama pada penderita
COPD menyerang pria dua kali lebih banyak dari pada wanita
diperkirakan karena pria adalah perokok berat.
i) Sumbatan laring
j) Tertelan benda asing
k) Gagal jantung kongestif adalah gangguan multisistem yang terjadi
apabila jentung tidak lagi mampu menyemprotkan darah yang mengalir
kedalamnya melalui sistem vena.
l) Emboli paru merupakan bekuan darah yang terlepas dari pelekatnya
pada vena ekstremitas bawah,lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah
dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis
utama atau pada salah satu percabangannya.
m) Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrifi dan dilatasi
ventrikel kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan timbul akibat
penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru atau pembuluh
darah.
n) Hipertensi paru primer
o) Penyakit veno oklusi paru
p) Efunsi pleura adalah istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan
dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat.
q) Hematoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati kedalam
rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura
yang berdarah.
r) Trauma merupakan cedera mengakibatkan nekrosis lemak,yaitu masa
yang terasa keras dan bentuknya tidak teratur dan kadang-kadang
menyebabkan retraksi kulit.Traua merupakan penyebab tersering dari
hematoraks
s) Penyakit neurologik
t) Kelainan tulang

4. PEBEDAAN SESAK NAFAS PADA PENYAKIT KARDIOVASKULAR


DAN NON KARDIOVASKULAR
 Sesak nafas kardiovaskular :
Terjadi karena gangguan fungsi pompa jantung dalam mengisi dan memompa
darah dari paru sehingga terjadi penumpukan darah di paru-paru yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah paru, menyebabkan
fungsi paru-paru terganggu dan terjadi sesak nafas. Biasanya terjadi sesak pada saat
sedang beraktifitas dan membaik pada saat beristirahat
Jika tidak diatasi, sesak dapat berlangsung terus menerus meskipun dalam
keadaan istirahat sehingga pasien harus menyangga kepalanya dengan 3 bantalatau
posisi setengah duduk

 Sesak nafas non kardiovaskular :


Penyebabnya bermacam-macam, bisa karena keturunan, dalam hal hal ini
fungsi dari paru-paru dan organ respirasi lainya lemah. Pada penderita asma saluran
respirasi yang sempit/bronkokontriksi sehingga menimbulkan sesak nafas disertai
mengi. Suhu yang dingin dan lembab bisa mengakibatkan sesak nafas bagi sebagian
orang. Produksi mukus berlebih dapat menyumbat saluran nafas yang nantinya akan
mengakibatkan sesak nafas. Infeksi paru seperti pnemonia dan TBC, refluks asam
lambung (GERD). Pada dyspepsia sesak terjadi karena perut yang terisi penuh oleh
gas dan angina menyebabkan perut kembung dan begah yang akan mendesak
diafragma ke rongga dada dan pada saat inspirasi diafragma akan semakin terdesak
kearah dada dan penderita menjadi sesak.

5. INTERPRETASI CTR 0.69 DAN HUBUNGAN DENGAN KELUHAN


 CTR (Cardiothoracix ratio) adalah perbandingan antara antara jarak terlebar
transversal dari bayangan jantung dibagi jarak terlebar dari rongga toraks .
Ukuran jantung normal apabila nilai CTR ≤ 50%. Jika lebih ddari 0,5
dianggap kardiomegali atau pembesaran jantung.

 pada skenario hasil rontgen 0,69 hal ini dapat dinyatakan sebagai
caradiomegalil
 ,pada scenario dapat dinyatakan bahwa jantung pasien mengalami
pembesaran,hal ini disebabkan karena adanya bendungan pembuluh
darah paru oleh gagalnya fungsi ventrikel kiri yang akan menjadi
pencetus terjadinya kongesti paru dan peningkatan tekanan arteri
polmunalis.

6. MEKANISME KERJA PADA PEMBERIAN DIGOXIN DAN DIURETIK


 Digoksin
Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung, yakni (a) inotropik positif, (b)
kronotropik negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardia atau
fibrilasi atrium), dan (c) mengurangi aktivasi saraf simpatis. Mekanisme (a)
inotropik: digoksin menghambat pompa Na-K-ATPase pada membran sel otot
jantung sehingga meningkatkan kadar Na+ intrasel, dan ini menyebabkan
berkurangnya pertukaran Na+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung
sehingga Ca2++ tertahan dalam sel, kadar Ca2++ intrasel meningkat, dan ambilan
Ca2++ ke dalam retikulum sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca2++
yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan ke dalam sitosol untuk kontraksi
meningkat, sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat. Mekanisme (b) dan
(c): pada kadar terapi (1-2 ng/mL), digoksin meningkat tonus vagal dan mengurangi
aktivitas simpatis di nodus SA maupun AV, sehingga dapat menimbulkan bradikardia
sinus sampai henti jantung dan/atau perpanjangan konduksi AV sampai
meningkatnya blok AV. Dengan pemberian digoksin pada pasien gagal jantung,
kontrakbilitas otot miokardium terutama pada ventrikel meningkat, sehingga
menambah kekuatan pompa jantung dan mengimbangi beban volume darah yang
dipompakan.

 Diuretik
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit
Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal; tempat kerjanya di
permukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada
pemberian secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa
disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini
mengakibatkan menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta
meningkatnya efek awal deuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relatif hanya
berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat deuresis, maka
aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya reabsorbsi
cairan dan elektrolit di tubuli proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan
suatu mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut mencapai bagian
epitel tebal Henle Ascendens, dengan demikian akan mengurangi deuresis. (Sumber :
Buku Ajar Ilmu Penyekit Dalam, Jilid I, Edisi IV, hal. 391.). Dengan mekanisme
inilah, terjadi peningkatan kecepatan dan volume urin, sehingga mengurangi volume
cairan pada pembuluh darah.
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu
disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti
paru atau edema perifer. Penggunaan diuretik dengan cepat menghilangkan sesak
nafas dan meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Pada pasien-pasien
ini diuretik mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan
ekstrasel, alir balik vena, dan tekanan pengisian ventrikel (preload). Dengan
demikian, edema perifer dan kongesti paru akan berkurang / hilang, sedangkan curah
jantung tidak berkurang (pada fase plateau kurva Frank-Sterling). Pada mereka ini,
diuretik diberikan sampai terjadi diuresis yang cukup untuk mencapai euvolemia, dan
mempertahankannya.

7. LANGKAH – LANGKAH DIAGNOSIS


 Anamnesis
Keluhan utama, keluhan yang paling umum pada penyakit system
kardiovaskular adalah sesak napas, nyeri dada, palpitasi, dan pusing atau sinkop.
Menggali ciri-ciri gejala-gejala utama (misalnya onset, progresivitas,derajat).
1. Sesak napas ( dispnea) Gejala penyakit jantung yang paling umum.
Tentukan apakah sesak napas timbul saat istirahat, saat aktivitas (berjalan,
menaiki tangga), saat berbaring (ortopnea ; membaik bila tidur dengan
bantal tambahan), atau saat malam hari. Tentukan kecepatan onset
(mendadak, bertahap), apakah baru saja terjadi? Dispnea akibat pulmonal
(gagal jantung) dapat menyebabkan keluhan terbangun dari tidur secara
tiba-tiba.
2. Nyeri dada
S: site (lokasi)=dimana lokasinya ?
O: onset= bertahap, tiba-tiba?
C: character (karakteristik) = tajam seperti diremas, ditekan?
R: radiation (penjalaran) = apakah nyeri menjalar kelengan, leher,
rahang?
A: association (gejala terkait) = apakah terkait dengan rasa mual,
pusing, atau palpitasi?
T: timing (waktu) = apakah nyeri bervariasi dalam satu hari?
E: exacerbating and relieving factor ( factor pencetus dan pereda) =
apakah nyeri memburuk/membaik dengan brnapas, postur?
S: severity (keparahan) = apakah nyeri mempengaruhi aktivitas harian
atau tidur?
Angina di dekskripsikan sebagai nyeri seperti ditekan atau diremas pada
bagian tengah dada, yang menjalar kelengan atau bahu kiri, leher, atau
rahang.
Nyeri akibat perikarditis bersifat tajam dan hebat, yang diperparah saat
bernapas, dan membaik saat mencondongkan badan ke depan.
3. Palpitasi
Kesadaran yang meningkat mengenai denyut jantung, dengan sensasi
yang berlebihan. Mintalah pasien untuk menentukan iramanya ; apakah
konstan atau intermiten ? Denyut premature dan ekstra sistol memberikan
sensasi denyutan yang menghilang.
4. Lain-lain
Rasa pusing, sinkop, kelelahan – gagal jantung, aritmia, dan obat-obatan
(beta blocker).

Riwayat penyakit dimasa lalu, kondisi sebelumnya (termasuk masa kanak-


kanak) dan terkini, seperti infark miokard (MI), hipertensi, diabetes, demam
reumatik. Informasi resep danobat lainnya, serta kepatuhan pasien.Tinjau kembali
tekanan darah, kadar lipid, rontgen toraks, dan EKG sebelumnya.

Riwayat keluarga, pekerjaan dan social, riwayat keluarga dengan hipertensi,


stroke, diabetes, atau kematian dini ? Merokok, termasuk lama dan jumlahnya
(1pak/hari untuk 1 tahun) dan konsumsi alcohol.Pekerjaan ; stress, kurang bergerak
atau aktif.

 Pemeriksaan Fisis
Perhatikan tampilan secara umum termasuk ansietas, obesitas, kaheksia,
icterus, anemia, dan gangguan lain.
- Wajah dan leher. Pemeriksalah konjungtiva atau anemia, lidah untuk
sianosis sentran, kelopak mata untuk xantrlasma, kerusakan akibat
hipertensi. Periksa kelenjar getah being atau tiroid
- Abdomen. Palpasi pembesaran atau nyeri tekan ascites, splenomegaly.
- Auskultasi. Berhubungan dengan denyut. Bunyi jantung pertama (s1),
bunyi jantung kedua (S2), dan lain-lain.
- Denyut irregular, misalnya pada ekstrasistol, blockade jantung
derajatdua.
- Denut irregular, misalnya fibrilasi atrium (tidak berubah pada aktifitas)
- Tekanandarah, saat istirahat tekanan sistol ikarterial dewasa normalnya
<150 mmHg, diastolic <90 mmHg. Sistolik dapat meningkat akibat
ansietas.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama untuk penyakit kardiovaskular adalah
ekokardiografi, rontgen dada, dan ekokardiogram.
- Rontgen Dada
Merupakan alat diagnostic yang essential.CXR inisial dibuat pada arah
posterior anterior (PA), dengan pasien berdiri tegak dan pada inspirasi
penuh.Ukuran jantung dan rasio kardio toraks dapat pula diperkirakan.Rasio ini
normalnya <50%, kecual ipada neonates, bayi, danatlet < namun dapat sanga
tmeningkat pada gagal jantung terdeteksi dengan CXR bila signifikan. Pembesaran
arteri pulmonalis utama bersama dengan percabangan arteri perife rmenandakan
adanya hipertensi pulmonal, sedangkan perkabutan lapang paru merupakan indikasi
hipertensi vena pulmonalis dan akumulasi cairan dalam jaringan.
- Elektrokardiografi (EKG)
Dapat digunakan untuk mendeteksi pembesaran jantung dan gerakan
jantung abnormal, serta untuk memperkirakan fraksi ejeksi. Suatu denyutan
ultrasound sebesar 2,5 MHz dihasilkan oleh suatu transmitter – penerima
piezoelektrik pada dinding dada, dan dipantulkan kembali oleh struktur internal.
Karena bunyi menjalar melalui cairan dengan kecepatan yang sudah diketahui,
maka waktu yang dibutuhkan antara transmisi dan penerimaan dapat menunjukkan
jarak. Ini memungkinkan gambaran struktur internal dapat terbentuk .
Ekokardiografi bersifat non ivasif dan cepat dan cepat. Namun demikian, saat
membuat pencitraan, jantung dibatasi oleh adanya kerangka iga dan udara dalam
paru, yang memantulkan atau mengabsorpsi ultrasound.
- Ekokardiogram
Pada tesini sadapan standar, pendek, dan dilakukan dalam keadaan istirahat
akan mendeteksi blockade konduksi dan perubahan akibat kerusakan otot.
Gambaran EKG memiliki tiga komponen utama yang terkait dengan amplitude dan
arah gelombang depolarisasi pada saat terebut.Gelobang P merupakan suatu
defleksi kecil akibat depolarisasi atrium. Gelombang ini diikuti oleh kompleks
QRS, yang umum nya memiliki durasi 0,08 detik dan merefleksikan depolarisasi
ventrikel. Ini merupakan defleksi terbesar karena massa otot ventrikel yang besar.
Gelombang T berhubungan dengan dengan repolarisasi ventrikel.

8. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS DAN WORK DIAGNOSIS

1. Stenosis mitral
 Etiologi
Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang
progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptococcus. Penyebab lain walaupun
jarang dapat juga stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral,vegetasi
sytemik lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid,akibat obat
fenfluraamin/phentermin, rheumatoid atritis (RA), serta klasifikasi annulus maupun
daun katup pada usia lanjut akibat proses degenerative.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel
kiri seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta thrombus sehingga menyerupai
stenosis mitral.
Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60 % dengan riwayat demam
rematik, sisanya menyakal. Selain dari pada itu 50 % pasien dengan karditis reumatik
akut tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara klinik (Rahimtoda).

 Epidemiologi
Di negara-negara maju, insidens dari mitral stenosis telah menurun karena
berkurangnya kasus demam rematik sedangkan di negara-negara yang belum
berkembang cenderung meningkat.

Katup mitral adalah katup jantung yang paling banyak terkena pada pasien
dengan penyakit jantung rematik. Dua pertiga pasien kelainan ini adalah wanita.
Gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun.

Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal.
Mitral stenosis kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung
kompleks.

 Patofisiologi
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fungsi komisura katup
mitral pada waktu fase penyembuhan demam rematik.terbentuknya sekat jaringan
ikat tanpa mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari
normal.1
Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita
penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih,
setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi
onset dari gejala mitral stenosis sebelumnya.3
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir
katup mitral.hal ini akan meningkatan tekanan diruang atrium kiri,sehingga timbul
perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik.
Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan
selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler paru.bendungan ini akan
menyebabkan terjadinya sembab interstisial kemudian akan terjadi sembab
alveolar.pecahan vena bronkialis akan menyebabkan hemoptisis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningkat,kemudian
terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katub trikuspid atu
pulmonal.akhirnya vena2 sistemik akan mengalami pembendungan pula.bendungan
hati yang berlangsung lama akn mendapatkan fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah
takikardi.tetapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada
tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolik.rengangan otot-otot atrium
dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium.hal ini dapat
menganggu penggisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan trombus
di atrium kiri.1
Derajat berat ringannya stenosis mitral,selain berdasarkan gradien
transmitral,dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral,serta hubungan
antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening
snap.Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:4
1) Minimal : bila area >2,5 cm2
2) Ringan   : bila area 1,4-2,5 cm2
3) Sedang  : bila area 1-1,4 cm2
4) Berat     : bila area <1,0 cm2
5) Reaktif  : bila area <1,0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup
mitral menurun sampai seperdua normal (<2-2,5 cm2).4

 Manifestasi klinik
Sebagian besar pasien menyangkal riwayat demam reumatik sebelumnya
keluhan berkaitan dengan tingkat aktifitas fisik dan tidak hanya ditemukan oleh
luasnya lubang mitral,misalnya: wanita hamil.keluhan dapat betupa
takikardi,dispnea,takipnea,atau ortopnea,dan denyut jantung tidak teratur.tak jarang
terjadi gagal jantung,batuk darah,atau tromboemboli cerebral maupun perifer.1,3
Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik sehingga tekanan arteri
pulmonalis belum tinggi sekali,keluhan lebih mengarah pada akibat bendungan
atrium kiri,vena pulmonal dan interstisial paru.
Jika ventrikel kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri
pulmonalis,keluhan beralih kearah bendunga vena sistemik,terutama jika sudah
terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium.3
pada pemeriksaan fisik didapatkan bising mid diastolik yang bersifat
kasar,bising menggerendang(rumble),aksentuasi peristolik,dan mengerasnya bunyi
jantung satu.
Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai bising
sistolik karena adanya hipertensi pulmonal.
Pada fase lanjutan,ketika sudah terjadi bendungan interstisial dan alveolar
paru,akan terdengar ronki basah atau mengi pada pada fase ekspirasi.
Jika hal ini berlanjut terus dan menyebabkan gagal jantung kanan.keluhan dan
tanda2 edema paru akan berkurang atau menghilang dan sebaliknya tanda2
bendungan sistemik akan menonjol (peningkatan tekanan vena
jugularis,hepatomegali,asites dan edema tungkai).pada fase ini biasanya tanda2 gagal
hati akan mencolok, seperti ikterus, menurunnya protein plasma, hiperpigmentasi
kulit (fase mitral),dan sebagainya.

2. Gagal jantung kongestif

 Etiologi
Penyebab gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyakit
miokard sendiri dan gangguan mekanik pada miokard.
Penyakit pada miokard sendiri antara lain :
 Penyakit jantung koroner ( penyakit jantung iskemik)
 Kardiomiopati
 Miokarditis dan penyakit jantung reumatik
 Penyakit infiltrative
 Latrogenik akibat obat-obatan seperti adriamisin dan diiopiramid, atau
akibat radiasi.
Gangguan mekanik pada miokard, jadi miokard sendiri sebenarnya tidak ada
kelainan. Golongan ini dapat di bagi menjadi :
 Kelebihan beban tekanan (pressure overload)
Sebagai contoh : hipertensi, stenosis aorta, koartasio aorta
 Kelebihan beban volume (volume overload)
Sebagai contoh : isufisiensi aorta atau mitral, penyakit jantung bawaan
(left to right shunt) atau transfuse berlebihan.
 Hambatan pengisian
Sebagai contoh : constrictive pericarditis atau tamponade.

 Epidemiologi
Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabad-
abad namun penelitian epidemiologi sulit di lakukan karena tidak adanya definisi
tunggal kondisi ini. Ketika masih sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia definisi
gagal jantung cenderug ke arah patofisisologi, lalu kemudian defini di tempatkan
pada penekanan pada gagal jantung sebagai suatu diagnosis klinis. Sementara
kondisis ini memang merupakan suatu sindrom klinis, diagnosis dapat sulit ditegakan
pada tahap dini karna relatif tidak ada gejala. Maka definisi terbaru membutuhkan
bukti pendukung dari pemeriksaan jantung. Pemeriksaan penunjang yang paling
sering digunakan adlah ekokardiografi, dengan distungsi ventrikel kiri biasanya di
definisikan sebagai fraksi ejeksi<30-45% pada kebanyakan survey epidemiologi.
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung , dan
prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia
diatas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia popusi dan
perbaikan ketahanan hidup setelah infak miokard akut. Di inggris , sekitar 100.000
pasien di rawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung merepresentasikan
5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan
kesehatan nasional.

 Patofisiologi
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, didalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(RAA), serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Respon neurohormon ini akan membawa keuntungan untuk sementara waktu.
Namun setelah beberapa saat, kelainan sistem neurohumoral ini akan memacu
perburukan gagal jantung, tidak hanya karena vasokontriksi serta retensi air garam
dan garam yang terjadi, akan tetapi juga karena adanya efek toksik langsung dari
noradrenalin dan angiotensin terhadap miokard.
Pasien gagal jantung biasanya mengeluh dyspnead’effort yang dianggap
karena terjadi gangguan fungsi sistolik. Ternyata dengan perkembangan
Elektrokardiografi,ditemukan banyak penderita gagal jantung tidak memiliki
gangguan fungsi sistolik, namun yang terjadi adalah gangguan fungsi diastolic yang
terutama ditemukan pada penderita LVH concentric atau pada penyakit jantung
iskemik. Komponen terakhir yang menimbulkan sindrom gagal jantung adalah
volume overload dan disfungsi miokard. Dengan demikian semua usaha pengobatan
ditunjukan pada obat-obat yang mampu menurunkan volume overload, dan yang
dapat memperbaiki fungsi miokard termaksud yang menyebabkan regresi LVH.

 Manifestasi klinik
Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada penderita gagal
jantung kongestif hampir selalu ditemukan:
a) Gejala paru berupa: dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Selain itu batuk-batuk nonproduktif yang timbul pada waktu berbaring
b) Gejala dan tanda sistemik berupa lemah, cepat capek, oliguri, nokturi, mual,
muntah, desakan vena sentralis meningkat, takikardi, pulse pressure sempit,
asites, hepatomegali dan edema perifer
c) Gejala susunan saraf pusat brupa: insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
samapai delirium.

Menurut New York Heart Association klasifikasi fungsional jantung ada 4


kelas, yaitu:
 Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
 Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan
 Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa
keluhan
 Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan
harus tirah berbaring

3. Infark Miokard
 Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
dinegara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien
yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.
spektrum sindrom koroner akut terdiri dari angina pektoralis tidak stabil, IMA tanpa
elevasi, dan ima dengan elevasi.

 Etiologi
Terdapat berbagai mekanisme patofisiologi penyebab terjadinya IMA, seperti
yang tertera Berbagai penyebab ini menyebabkan kondisi meliputi kerusakan endotel
melalui disrupsi plak, lesi luminal ireguler, shear injury, agregasi platelet,
pembentukan trombus yang menyebabkan oklusi lumen parsial atau total,
vasospasme arteri, dan cedera reperfusi akibat radikal oksigen bebas, kalsium, dan
neutrofil (Rhee, dkk., 2011).
Aterosklerosis,Sindrom vaskulitis,Emboli koroner (contoh dari endokarditis,
katup buatan),Anomali kongenital arteri koroner,Trauma koroner atau
aneurisma,Spasme pembuluh darah koroner,Peningkatan viskositas darah (contoh
polisitemia vera, trombositosis),Peningkatan kebutuhan oksigen miokard ( contoh
aorta stenosis).
Proses aterogenesis dimulai dengan inisiasi lesi, akumulasi lipid ekstraseluler
pada intima, evolusi fibrofatty, progresi lesi dan kelemahan fibrous cap. IMA terjadi
bila pada plak terjadi ruptur fibrous cap, sebagai stimulus trombogenesis. Proses
aterosklerosis pada IMA tersebut digambarkan.
Factor-faktor yang menyebabkan acute myocardial infarction adalah suplai
darah oksigen ke miokard berkurang (aterosklerosis, spasme, arteritis, stenosis aorta,
insufisiensi jantung, anemia, hipoksemia), curah jantung yang meningkat (emosi,
aktivitas berlebihan, hipertiroidisme), dan kebutuhan oksigen miokard meningkat
(kerusakan miokard, hipertrofi miokard, hipertensi diastolic). Penyebab paling sering
adalah terjadinya sumbatan koroner sehingga terjadi gangguan aliran darah.
Sumbatan tersebut terjadi karena rupture plak yang menginduksi terjadinya agregasi
trombosit, pembentukan thrombus, dan spasme koroner. Penyebab infark miokard
yang jarang adalah penyakit vaskuler inflamasi, emboli (endokarditis, katup buatan),
spasme koroner yang berat (misal setelah menggunakan kokain), peningkatan
viskositas darah serta peningkatan kebutuhan O2 yang bermakna saat istirahat.

 Patofisiologi Infark Miokard Akut


infark miokard akut adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat
yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya thrombus
yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma.selama berlangsungnya proses
agregasi, platelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan serotonin. Ketiga
substansi ini akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah koroner yang
atherosklerotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi serius pada arteri koroner,
maka akan terjadi infark miokard.
Secara anatomi, a. koronaria dibagi menjadi cabang epikardial yang
memperdarahi epikard dan bagian luar dari miokard, dan cabang profunda yang
memperdarahi endokard dan miokard bagian dalam.
Apabila a. koronaria yang utama tersumbat, maka akan terjadi infark miokard
transmural yang mana kerusakan jaringannya mengenai seluruh dinding miokard.
Pada EKG tampak segmen ST elevasi dan gelombang Q-patologisyang disebut ST-
segmen elevasi miokard infark. Apabila hanya cabang profunda yang tersumbat, atau
mugkin tidak tersumbat namun tiba-tiba terjadi peningkatan komsumsi oksigen yang
hebat, maka kerusakan miokard terjadi hanya terbatas pada subendokard. Pada EKG
tidak tampak gelombang Q-patologis dan ST-elevasi yang disebut non ST-segmen
elevasi miokard infark. Dengan demikian infark miokard akut dibagi menjadi STEMI
dan NSTEMI.
Istilah NSTEMI digunakan pada penderita dengan nyeri dada khas infark
dengan bukti adanya kerusakan miokard tanpa elevasi ST-segmen. Dengan
bertambah luasnya kerusakan miokard maka NSTEMI dapat berubah menjadi
STEMI. NSTEMI lebih sering menyebabkan kematian dibanding STEMI karena
kadang-kadang tidak terdiagnosis pada saat pasien masuk rumah sakit. Berdasarkan
gelombang Q-patologis dan elevasi ST-segmen pada sandapan EKG, maka lokasi
infark dapat diketahui.

 Manifestasi Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung
yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard.
Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar
ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang
menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah
makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan
oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat
(Hanafiah, 1996).
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan
untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil.
Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman,
2005).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke
volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat,
namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi
dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali
normal (Irmalita, 1996). Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara
jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior,
terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara . jantung
dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard,
umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).

4. Fibrilasi Atrial.

 Epidemiologi
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam
praktik sehari-hari. Prevalensi FA mencapai 1-2% dan akan terus meningkat dalam
50 tahun mendatang.1,2 Framingham Heart Study yang merupakan suatu studi kohor
pada tahun 1948 dengan melibatkan 5209 subjek penelitian sehat (tidak menderita
penyakit kardiovaskular) menunjukkan bahwa dalam periode 20 tahun, angka
kejadian FA adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan.3 Sementara itu
data dari studi observasional (MONICA multinational monitoring of trend and
determinant in Cardiovascular disease) pada populasi urban di Jakarta menemukan
angka kejadian FA sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2.4 Selain
itu, karena terjadi peningkatan signifikan persentase populasi usia lanjut di Indonesia
yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi 28,68% (estimasi WHO tahun 2045-
2050),5 maka angka kejadian FA juga akan meningkat secara signifikan. Dalam skala
yang lebih kecil, hal ini juga tercermin pada data di Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita yang menunjukkan bahwa persentase kejadian FA
pada pasien rawat selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010,
meningkat menjadi 9,0% (2011), 9,3% (2012) dan 9,8% (2013). Fibrilasi atrium
menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, termasuk stroke, gagal jantung
serta penurunan kualitas hidup. Pasien dengan FA memiliki risiko stroke 5 kali lebih
tinggi dan risiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa FA.6 Stroke
merupakan salah satu komplikasi FA yang paling dikhawatirkan, karena stroke yang
diakibatkan oleh FA mempunyai risiko kekambuhan yang lebih tinggi. Selain itu,
stroke akibat FA ini mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5
kali lipat.7,8 Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lain
seperti hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes
melitus, obesitas, penyakit jantung bawaan seperti defek septum atrium,
kardiomiopati, penyakit ginjal kronis maupun penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Gagal jantung simtomatik dengan kelas fungsional New York Heart
Association (NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien FA, namun
sebaliknya FA dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantung
dari penyebab dari gagal jantung itu sendiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan
gagal jantung melalui mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban
volume jantung, disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis. Distensi
pada atrium kiri dapat menyebabkan FA seperti yang terjadi pada pasien penyakit
katup jantung dengan prevalensi sebesar 30% dan 10-15 % pada defek septal atrium.
Sekitar 20% populasi pasien FA mengalami penyakit jantung koroner meskipun
keterkaitan antara FA itu sendiri dengan perfusi koroner masih belum jelas.

 Etiologi
Tidak teratur dan sangat cepat. Ini adalah akibat dari kerusakan sistem kelistrikan
jantung. Kerusakan ini paling sering hasil dari kondisi lain, seperti penyakit arteri
koroner atau tekanan darah tinggi, yang mempengaruhi kesehatan jantung. Kadang-
kadang penyebab AF tidak diketahui. Atrial fibrilasi biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki
cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru
dan tubuh.

 Patofisiologi
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya FA masih belum sepenuhnya dipahami
dan dipercaya bersifat multifaktorial. Dua konsep yang banyak dianut tentang
mekanisme FA adalah 1) adanya faktor pemicu (trigger); dan 2) faktor-faktor yang
melanggengkan. Pada pasien dengan FA yang sering kambuh tetapi masih dapat
konversi secara spontan, mekanisme utama yang mendasari biasanya karena adanya
faktor pemicu (trigger) FA, sedangkan pada pasien FA yang tidak dapat konversi
secara spontan biasanya didominasi adanya faktor-faktor yang melanggengkan.

 Manifestasi Klinis
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
berdebar dalam dada)
2. Sesak napas
3. Kelemahan atau kesulitan berolahraga
4. Nyeri dada
5. Pusing atau pingsan
6. Kelelahan
7. Kebingungan

Diagnosis Banding :

Gagal
Fibrilasi Stenosis Miokard
Kata kunci jantung
atrial Mitral akut
kongestif
Pria>wanit
Jenis kelamin Pria> wanita Wanita>pria Pria>wanita
a
Umur 50-80 tahun > 65 tahun >50 tahun
Sesak napas saat
Saat Saat Saat
aktivitas
beraktifitas beraktifitas aktivitas
dan istrahat
Cepat capek + + + +
Edema kaki + + + +
Takipneu + + + +
Bunyi krepitasi - + + -
Bendungan vena leher + - + +
Bendungan vena paru + + + +
Kardiomegali - + + -
Dengan digoxin gejala
+ + + +
kurang
Dengan diuretik gejala
+ + + +
kurang

9. PENATALAKSANAAN GAGAL JANTUNG KONGESTI


Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah mengatasi
sindrom gagal jantung yaitu meningkatkan cardiac output dan menurunkan
ventricular filling pressure. Kemudian mengobati factor presipitasi seperti aritmia,
anemia, tirotoksikosis, stres, infeksi, dan lain-lain, memperbaiki penyakit penyebab
seperti hipertensi, PJK, penyakit katup serta mencegah komplikasi seperti trombo-
emboli.
a. Diuretic
Diuretik merupakan pengobatan standard untuk penderita gagal
jantung kongestif. Kebanyakan pasien membutuhkan obat golongan ini secara
kronis untuk mempertahankan euvolumia. Diuretic yang sering digunakan
adalah tiazid, furosemid dan spironolakton. Hydro-chloro thiazide (HCT) dan
spironolakton dianjurkan terutama pada gagal jantung NYHA klas II. Apabila
kondisi ini memburuk baru diberikan furosemid.
Spironolakton memiliki efek potassium sparing yang tidak
menyebabkan hipokalemia, obat ini juga adalah antagonis reseptor aldosteron.
Spironolakton menghabmabt perburukan gagal jantung dan menurunkan
mortalitas.
Furosemid adalah loop dieresis sudah tampak dalam 30 menit dengan
masa kerja 4-6 jam. Obat ini masih memperlihatkan efek diuresisnya
walaupun glomerular filtration rate turun di bawah 25 ml/jam dan aman
digunakan untuk penderita gagal ginjal. Pemberian furosemid secara kronis
dapat terjadi proses adaptasi seperti peningkatan aktivitas saraf simpatis dan
sistem RAA, peninggian pelepasan arginin vasopressin, sebaliknya akan
menyebabkan terjadi penurunan pelepasan atrial natriuretic peptide (ANP).
Dengan demikian terjadi penurunan curah jantung dan tekanan a.pulmonalis,
juga penurunan respon terhadap ANP. Bagi penderita gagal jantung kongestif
yang ringan sampai sedang, furosemid dengan dosis 20-40 mg per hari akan
memberi respon yang baik. Sedangkan pada kasus berat mungkin
membutuhkan 40-80 mg per hari. Dosis ini dapat di tingkatkan sesuai
kebutuhan.
Kontraindikasi pemberian diuretik ialah : tamponade jantung, infark
miokard ventrikel kanan, hepatic failure, hipokalemi dan hipersensitif.
b. Digitalis (digoksin):

Memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kontraktilitas) dan


kronotropik negatif (menurunkan laju jantung). Digoksin adalah rapid-acting
digitalis yang dapat diberikan secara oral dan intravena. Mekanisme kerja
digoksin yang pertama adalah menghambat aktivitas sodium pump
(Na+/k+ATPase) yang memperlambat fase repolarisasi, atau dengan kata lain
menyebabkab fase depolarisasi miokard lebih lama, dengan demikian lebih
banyak Ca++ masuk kedalam sel. Sehingga kontraktilitas miokard meningkat.
Mekanisme digoksin yang kedua adalah meningkatkan tonus vagus
(parasimpatis) sehingga menurunkan laju jantung. Digoksin dapat diberikan
per oral atau intravenous. Digoksin diberikan pada gagal jantung akut akibat
fibrilasi atrium respon cepat. Digoksin oral diabsorpsi lambat dan tidak
sempurna (hanya 30-40 %), akan tetapi obat ini masuk kedalam sirkulus
enterohepatis sehingga waktu paruh panjang yaitu 1,6 hari. Sifat-sifat ini
menyebabkan pemberian digoksin selalu mulai dengan dosis muat (loading
dose) yaitu 3 kali 1 tablet (0.25 mg) perhari selama 3 hari untuk orang
dewasa, kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan. Pada umumnya
dosis pemeliharaan adalah 0.25 mg/hari untuk umur di bawah 70 tahun dan
0.125 mg/hari untuk umur di atas 70 tahun.

c. Beta-blocker

Beta-blockers yang terbukti dapar meningkatkan Ejection Fraction,


memperbaiki gejala dan menurunkan angka kematian pasien gagal jantung
adalah metoprolol, bisoprolol dan carvedilol. Beta-blockers menurunkan
mortalitas pada pasien gagal jantung berkorelasi dengan penurunan laju
jantung. Studi lain menunjukkan bahwa beta-blockers meningkatkan
kontraktilitas karena memperbaiki fungsi Ryanodine receptor (reseptor yang
mengatur pengeluaran Ca++ dari sarcoplasmic reticulum).
“start low and go slow” adalah cara pemberian beta-blockers untuk
pasien gagal jantung ; semua pasien harus dalam kondisi relative stabil yaitu
sudah tidak terlalu sasak, tidak udem pretibial atau asites. Start low artinya
mulai dengan dosis awal sangat rendah yaitu 1/8 – 1/10 dosis target. Go slow
artinya dosis dinaikkan pelan pelan dengan supervise ketat yaitu apabila
kondisi pasien membaik, maka setiap 1 – 2 minggu dosis di tingkatkan 1/8
tablet sampai mencapai dosis target.

d. ACE-inhibitors

Mekanisme kerja ACE-inhibitors pada gagal jantug ialah bahwa obat


golongan ini memiliki efek langsung pada jantung dalam hal mencegah
terjadinya remodeling dan menghambat perluasan kerusakan miokard. Selain
itu, obat golongan ini juga memiliki efek lainnya seperti : menurunkan after-
load, menurunkan aktivitas saraf simpatis, menurunkan sekresi aldosteron,
dan menurunkan sektresi vasopressin yang semuanya berguna untuk penderita
gagal jantung kongestif. Obat yang biasa di pakai, lisinopril, ramipril dan
perindopril.

10. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS GAGAL JANTUNG KONGESTI


a. Komplikasi :

1. Tromboemboli : resiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau


DVT (deep venous thrombosis) dan emboli paru atau EP) dan emboli yang
sangat tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian
Warfarin
2. Fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF, yang bisa menyebabkan perburukan
dramatis. Hal tersebut merupakan ndikasi pemantauan denut jantung (dengan
pemberian digoksin/Beta blocker) dan pemberian warfarin.

3. Kegagalan pompa progressive bisa terjadi karena penggunaan diuretic dengan


dosis yang ditinggikan. Transpantasi jantung merupakan pilihan pada pasien
tertentu.

4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan syncope atau kematian


jantung mendadak (25-50% kematian pada CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, beta blocker, dan defibrillator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.

b. Prognosis

Penyakit gagal jamtung akut, berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa
survey yang telah dipublikasikan seperti the Euro Heart Failure Survey II, the
ADHERE registry Amerika Serikat dan survey Nasional dari Italia, Perancis dan
Finlandia. Namun banyak dari pasien-pasien yang masuk kedalam registry ini adalah
penderita-penderita dengan usia lanjut dengan cormobid cardiovaskuler dan non
cardiovaskuler yang sangat banyak, dengan prognosis jangka pendek dan jangka
panjang yang buruk. SKA merupakan kausa paling sering dari gagal jantung akut
yang baru. Kematian di RS yang tinggi didapatkan pada psien dengan syok
kardiogenik berkisar 40%-60%. Sangat berbeda dengan pasien gagal jantung akut
hipertensif, angka kematian dirumah sakit rendah dan kebanyakan pulang dari rumah
sakit dengan keadaan asimtomatik. Jika tidak ditangani dengan baik akan
memberikan prognosis yang sama pada penyakit jantung kronik.
Laki-laki memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan wanita serta prognosis dari
penyakit gagal jantung adalah buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Gray Huon H, Dawkins Keith D, Dkk. 2012. Lecture Notes Kardiologi Edisi
Keempat. Jakarta; Erlangga

Kabo Peter, 2010. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara


Rasional. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia

Kabo, Peter. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler Secara


Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FK UI

Kumar, Vinary Ramzi S. Cotrain, Stanley L. Robbins. 2007 . Patologi. Jakarta : EGC.

Kumar, Abbas, Aster. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Jakarta; Elsavier
Saunders

Lahulima, J.W. 2013. Buku Ajar Anatomi Biomedik I. Makassar : Bagian Anatomi
FK Unhas

Philip I Aaronson. 2008. At A Glance System Kardiovaskular (Edisi 3). Jakarta:


Penerbiterlangga. Hal: 68-69 : 96

Price Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Sudoyo,Aru W,Dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta; Interna
Publishing.
Setiati, S. , I. Alwi., A. W. Sudoyo., M. Simadibrata., B. Setyahadi., A. F. Syam,
2014. Ilmu Penyakit Dalam. Buku Ajar Jilid Ii Edisi Vi. Interna Publishing.
Jakarta.

Tanto, Chris Dkk. 2014. Kapita Selekta. Jakarta : Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai