Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

DI RUANG BOUGENVILLE RSU UKI JAKARTA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Klinik Lapangan


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
Novia Adrianti Ramadani
224291517039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
TAHUN AJARAN
2023
NAMA MAHASISWA : Novia Adrianti Ramadani
NPM : 22429151017039

A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Jantung
Jantung terletak di rongga dada (thoraks), diselaputi oleh satu
membran pelindung yang disebut perikardium. Selaput yang mengitari
jantung disebut pericardium, yang terdiri atas 2 lapisan, yaitu
pericardium parietalis, merupakan lapisan luar yang melekat pada tulang
dada dan selaput paru. Dan pericardium viseralis, yaitu lapisan
permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga disebut epikardium.
Dinding jantung terdiri atas tiga lapis yaitu perikardium, miokardium dan
endokardium. Dinding jantung terdiri atas jaringan ikat padat yang
membentuk suatu kerangka fibrosa dan otot jantung. Serabut otot jantung
bercabang – cabang dan beranastomosis secara erat (Timurawan, 2017).
Jantung adalah organ berotot, berbentuk kerucut, berongga, basisnya
diatas, dan puncaknya dibawah. Apeknya (puncak) miring kesebelah kiri
(Pearce, 2011).
Jantung memiliki berat sekitar 300 gr, meskipun berat dan ukurannya
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya aktifitas fisik,
dll. Jantung dewasa normal berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit,
menyemburkan sekitar 70 ml darah dari kedua ventrikel per detakan, dan
keluaran totalnya sekitar 5 L/ menit (Smeltzer dan Bare, 2012).
1) Ruang Jantung
Jantung diketahui memiliki beberapa ruang seperti serambi kanan,
bilik kanan, serambi kiri dan bilik kiri.
a) Serambi kanan (atrium dexter)
Serambi kanan adalah ruang jantung yang menerima darah yang
kaya akan karbondioksida dari pembuluh vena kava yaitu vena
kava inferior atau posterior dan vena kava superior/vena kava
anterior.
b) Bilik kanan (ventrikel dexter)
Bilik kanan adalah ruang jantung yang menerima darah yang
kaya akan karbondioksida dari atrium dexter melalui valvula
trikuspidalis/katup trikuspidal. Selain itu berfungsi memompa
darah ke pulmo melalui valvula pulmonalis dan disalurkan ke
pulmo oleh pembuluh arteri pulmonalis sinister.
c) Serambi kiri (atrium sinister)
Serambi kiri adalah ruang jantung yang menerima darah yang
kaya oksigen dari pulmo melalui pembuluh vena pulmonalis
sinister dan darah tersebut kemudian disalurkan ke ventrikel
sinester melalui valvula bikuspidalis/valvula mitral.
d) Bilik kiri (ventrikel sinister)
Bilik kiri adalah ruang jantung yang menerima darah yang kaya
oksigen dari atrium sinister melalui valvula mitral dan memompa
darah ke seluruh tubuh melalui valvula aorta/valvula semilunaris
dan pembuluh nadi besar atau aorta.
2) Katup Jantung
a) Katup trikuspid
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel
kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari
atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi
mencegah kembalinya aliran darah menuju atriumkanan dengan
cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan
namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.
b) Katup pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam
ventrikel kananmelalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal
trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiridari 3
daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan
menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan
darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
c) Katup bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari
atrium kiri menujuventrikel kiri..Seperti katup trikuspid, katup
bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel.Katup bikuspid
terdiri dari dua daun katup.
d) Katup aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal
aorta. Katup iniakan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi
sehingga darah akanmengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup
akan menutup pada saat ventrikelkiri relaksasi, sehingga mencegah
darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.
3) Pembuluh darah dalam jantung
a) Arteri koroner
Arteri koroner adalah jaringan pembuluh darah yang membawa
oksigen dan darah kaya nutrisi ke jaringan otot jantung. Darah
meninggalkan ventrikel kiri keluar melalui aorta, yang arteri utama
tubuh. Dua arteri koroner, disebut sebagai “Kiri” dan “kanan” arteri
koroner, muncul dari awal aorta, di dekat bagian atas jantung.
b) Vena kava superior
Vena kava superior adalah salah satu dari dua pembuluh darah
utama yang membawa darah de-oksigen dari tubuh ke jantung.
Vena dari kepala dan tubuh bagian atas umpan ke v. kava superior,
yang bermuara di atrium kanan jantung.
c) Vena kava inferior
Vena kava inferior adalah salah satu dari dua pembuluh darah
utama yang membawa darah de-oksigen dari tubuh ke jantung.
Vena dari kaki dan umpan dada rendah ke v. kava inferior, yang
bermuara di atrium kanan jantung.
d) Vena pulmonalis
Vena paru adalah pembuluh darah mengangkut oksigen yang
kaya dari paru ke atrium kiri. Kesalahpahaman yang umum yaitu
bahwa semua urat membawa darah deoksigen. Hal ini lebih tepat
untuk mengklasifikasikan sebagai pembuluhvena yang membawa
darah ke jantung.
e) Aorta
Aorta adalah pembuluh darah tunggal terbesar di tubuh. Ini
adalah kira-kira diameter ibu jari Anda. kapal ini membawa darah
yang kaya oksigen dari ventrikel kiri k berbagai bagian tubuh.
f) Arteri pulmonalis
Arteri paru adalah pembuluh darah transportasi de-oksigen dari
ventrikel kanan ke paru – paru. Kesalahpahaman yang umum
adalah bahwa semua arteri membawa dara yang kaya oksigen. Hal
ini lebih tepat untuk mengklasifikasikan sebagai pembuluh arteri
yang membawa darah dari jantung.

2. Fisiologi Jantung
Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh
dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida).
Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan
membersihkan tubuh dari hasil metabolismo (karbondioksida). Jantung
melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang
kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-
paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang
karbondioksida, jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya
oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh.
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah
(disebut diastol), selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah
keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua atrium mengendur dan
berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel juga mengendur dan
berkontraksi secara bersamaan. Darah yang kehabisan oksigen dan
mengandung banyak karbondioksida dari seluruh tubuh mengalir melalui
2 vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan. Setelah
atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah kedalam ventrikel
kanan. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner
ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru.
Jantung menjalankan fungsinya sebagai pompa melibatkan banyak
struktur yang terkandung didalamnya, meliputi sistem konduksi,
potensial aksi dan siklus jantung. Ketiganya bekerja sinergis dan
terkordinasi baik untuk menghasilkan suatu aktifitas mekanik sebagai
pompa.
a. Sistem Konduksi
Sistem konduksi meliputi sinoatrial node, atrioventricular node,
berkas his, cabang berkas kiri dan kanan serta serabut purkiye. SA
node sebagai generator tertinggi yang setiap saat menghasilkan
impuls, impuls dari SA node mengalami penyaringan di AV node
sehingga tidak semua impuls bisa masuk ke ventrikel. Impuls
selanjutnya menyebar ke ventrikel kanan melalui cabang berkas kanan
dan ke ventrikel kiri melalui berkas kiri dan berakhir di serabut
purkiye.

b. Potensial Aksi
Sistem konduksi dihasilkan oleh suatu sel yang bersifat autoritmis.
Sel – sel ini mampu menginisiasi potencial aksi sekaligus mampu
berfungsi sebagai pacemaker. Dalam mencetuskan potencial aksi sel
ini melibatkan influk calsium sehingga terjadi pergerakan ion lain
sehingga menimbulkan ketidakstabilan membran sel yang
membuahkan aktifitas potencial.
c. Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri dari sistole atrium dan ventrikel, diástole
atrium dan ventrikel. Diantara fase sístole dan diástole terdapat fase
kontraksi dan telaksasi tanpa ada perubahan volumen yang dikenal
sebagai fase isovolumic relaksation dan isovolumic contraction.
Aktifitas listrik jantung yang ditimbulkan oleh potencial aksi akan
tercatat dalam elektrokardiogram. Aktifitas listrik akan diikuti aktifitas
mekanik sehingga dihasilkan stroke volumen maupun cardiac output.
Stroke volumen adalah volume darah yang dikeluarkan oleh jantung
sekali kontraksi, sedangkan cardiac output merupakan perkalian antara
stroke volumen dengan heart rate.

3. Definisi
Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi dan diperlukan penurunan
tekanan darah segera dalam 1 jam dengan menggunakan obat
antihipertensi parenteral untuk mengatasi kerusakan target organ, pada
umumnya tekanan darah >180/120 mmHg yang disertai kerusakan atau
ancaman kerusakan di bidang neurologi, jantung, mata dan ginjal (Jodi,
2016).
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan meningkatnya tekanan
darah sistolik lebih dari 140 dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmhg yang didapatkan dari hasil 2 kali pengukuran dalam selang waktu
5 menit pada keadaan tenang. Hipertensi dalam jangka waktu yang lama
apabila tidak di kontrol dan mengalami peningkatan terus menerus maka
dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal, penyakit jantung koroner
dan stroke. (Kemenkes, 2014).

4. Etiologi
Smeltzer (2013), membagi penyebab terjadinya hipertensi kedalam 2
bagian yaitu :
a. Hipertensi Primer Esencial
Hipertensi ini biasa dijumpai pada kalangan orang dewasa antara
90-95%, hipertensi ini tidak memiliki penyebab klinis yang dapat
ditemukan dan juga memiliki kemungkinan besar diakibatkan oleh
multifaktor. Pada hipertensi ini tidak dapat disembuhkan namun dapat
di kontrol dengan terapi yang tepat dalam hal ini faktor genetik sangat
penting untuk pengembangan hipertensi primer (Twiggs dan Olin,
2015).
Beberapa faktor yang dapat diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial diantaranya:
1) Genetik : individu dengan kleuarga memiliki hipertensi dapat
cenderung lebih beresiko tinggi menderita hipertensi
2) Jenis kelamin dan usia : laki-laki usia 35-50 tahun dan wanita yang
sudah mengalami fase menopause akan beresiko mengalami
penyakit hipertensi
3) Diit konsumsi tinggi garam dan kandungan lemak : kedua makanan
tersebut sangat menjadi pemicu terjadinya hipertensi
4) Berat badan obesitas : berat badan yang melebihi 25% berat badan
ideal maka dapat dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi
5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol : kedua hal tersebut
daat dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi akibat dari reaksi
bahan atau zat yang terkandung dalam keduanya
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang memiliki ciri peningkatan tekanan darah dan di
ikuti dengan spesifikasi yang jelas seperti penyempitan arteri renalis,
kehamilan, medikasi tertentu, dan penyebab lainnya, hipertensi
sekuder juga bisa bersifat menjadi akut yang artinya menandakan
adanya perubahan pada curah jantung (Ignatavicius et al., 2017).
Hipertensi sekunder biasa disebabkan karena adanya penyakit
tertentu yang diderita diantaranya :
1) Penyempitan aorta congenital yang sangat mungkin dapat terjadi
beberapa tingkat pad aorta toraksi atau aorta abdominal, pada
penyempitan ini menjadikan menghambat aliran darah sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi
2) Penyakit parenkrim dan vaskular ginjal yang merupakan penyakit
utama hipertensi sekunder
3) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen) kontrasepsi yang
dilakukan atau diminum secara oral dapat menyebakan terjadinya
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
expantion.
4) Kegemukan obesitas (malas berolahraga)
5) Stress yang cenderung meningkatkan tekanan darah untuk
sementara waktu
6) Merokok nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin
yang mengakibatkan iriabilitas miokardial, peningkatan denyut
jantung serta

5. Klasifikasi
Menurut Tambayong dalam Nuranif dan Kusuma, 2016 klasifikasi
hipertensi dibagi menjadi kedalam beberapa tingkatan yang dilihat
berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastoliknya diantaranya :
Klasisikasi Hipertensi sebagai berikut :
Diastol Sistol
No Deskripsi
(mmHg) (mmHg)
1. Optimal < 120 < 80
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. High Normal 130 – 139 85 – 89
Hipertensi
4 Grade 1 (Ringan) 140 – 149 90 – 99
Grade 2 (Sedang) 160 – 179 100 – 109
Grade 3 180 – 209 100 – 119
Grade 4 (Sangat Berat) ≥ 210 ≥ 120
Sumber : Tambayong dalam (Nuranif dan Kusuma, 2016)

Krisis hipertensi dapat didiagnosis apabila didapatkan tekanan darah


sistolik >180 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Krisis
hipertensi dibagi menjadi dua beradasarkan keterlibatan target organ
damage akut :
a. Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
(TD) yang erat (>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan organ
target yang akut/ acute target organ damage/ acute hypertensive
mediated organ damage. Hipertensi emergensi sering kali mengancam
jiwa dan memerlukan penanganan segera dan seksama. Untuk
menurunkan tekanan darah memerlukan obat intravena. Kecepatan
peningkatan dan tinggi tekanan darah sama pentingnya dengan nilai
absolut tekanan darah dalam menentukan besarnya kerusakan organ.
b. Hipertensi urgensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
(TD) yang berat (>180/120 mm Hg) tanpa disertai bukti kerusakan
organ target yang akut.

6. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor
ini bermula saraf simpatis, yang berlanjut berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini,neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi (Smelttzer, 2014).
Pada saat bersamaan dimana sistemsimpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsangan emosi. Kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan streoid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yanng
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin 1 yang
kemudian diubah menjadi angiotensin 2, saat vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air di tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan 14 volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mengakibatkan keadaan hipertensi (Price, 2013).
7. Manifestasi Klinik
Pada umumnya pada penderita hipertensi esensial tidak memiliki
keluhan yang spesifik. Namun tanda dan gejala yang sering muncul
biasanya adalah nyeri kepala, gelisah, palpitasi, leher kaku, pusing,
penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan lemas. Nyeri kepala
pada penderita hipertensi umunya berat dengan ciri khas nyeri regio
oksipital terutama pada pagi hari.

8. Komplikasi
Dalam Ardiansyah (2012), komplikasi yang dapat diakibatkan oleh
penyakit hipertensi adalah :
a. Stroke
Stroke diakibatkan dari adanya pecah pembuluh darah yang ada
didalam otak atau diakibatkan embolus yang terlepas dari pembuluh
non otak. Stroke ini bisa terjadi pada penderita hipertensi kronis
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan pembuluh darah sehingga mengakibatkan airan darah pada
daerah tersebut menjadi berkurang, dari kurangnya aliran darah
menjadikan adanya arterosklerosis dan terjadinya aneurisma.
b. Infark Miokardium
Komplikasi ini terjadi karena pada saat arteri koroner mengalami
aterosklerosis sehingga kurangnya oksigen ke miokardium dan apabila
samai terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh darah tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan
hipertrofi ventrikel maka kebutuhan oksigen miokardium menjadi
tidak dapat terpenuhi dan menjadikan iskemia jantung dan terjadilah
infark.
c. Gagal Ginjal
Tekanan yang terjadi pada kapiler-kapiler glomelurus. Menjadikan
rusaknya pada glomelurus menyebabkan protein keluar melalui urine
dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga
terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Kerusakan otak terjadi pada hipertensi maligna atau hipertensi yang
mengalami kenaikan darah secara cepat. Tekanan darah yang tinggi
dan dialami terus menerus menjadikan kelainan yang membuat
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang
intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro
disekitarnya terjadi koma dan kematian.

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Triyatno (2014) penanganan hipertensi dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Terapi Non Farmakologi
Terapi tanpa menggunakan obat,terapi non farmakologi diantaranya
memodifikasi gaya hidup dimana termasuk pengelolaan stress dan
kecemasan merupakan langkah awal yang harus dilakukan.
Penanganan non farmakologis yaitu menciptakan keadaan rileks,
mengurangi stress dan menurunkan kecemasan. Terapi non
farmakologi diberikan untuk semua pasien hipertensi dengan tujuan
menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor resiko serta
penyakit lainnya.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat obatan
yang dalam kerjanya dalam mempengaruhi tekanan darah pada pasien
hipertensi seperti : angiotensin receptor blocker (ARBs), beta blocker,
calcium chanel dan lainnya. Penanganan hipertensi dan lamanya
pengobatan dianggap kompleks karena tekanan darah cenderung tidak
stabil.

Pada hipertensi emergensi obat yang diberikan adalah obat parenteral


karena dibutuhkan penurunan tekanan darah dalam waktu 2-6 jam.
Penurunan MAP sebaiknya < 25% dalam 2 jam pertama dan mencapai
160/100 mmHg dalam 2-6 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah
terlalu cepat dan melebihi 25% tidak dianjurkan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kejadian iskemia renal, koroner dan serebral akibat
berubahnya mekanisme autoregulasi.Obat-obatan antihipertensi
parenteral yang dapat digunakan adalah nicardipine, clonidine,
nitroglycerin, diltiazem, enalaprilat, esmolol, labetalol, fenoldopram, na
nitroprusside, hydralazine dan clevidipine.
Prinsip umum tatalaksana hipertensi emergensi adalah terapi
antihipertensi parenteral yang mulai diberikan segera saat diagnosis
ditegakkan di IGD sebelum keseluruhan hasil pemeriksaan laboratorium
diperoleh. Dilakukan perawatan diruang intensif (ICU/intensive care
unit) untuk memonitor ketat tekanan darah dan kerusakan organ target.
Penurunan tekanan darah secara gradual bertujuan mengembalikan
autoregulasi organ, sehingga perfusi organ yang normal dapat
dipertahankan. Hindari penurunan tekanan darah agresif pada hipertensi
non-emergensi dan juga penurunan tekanan darah yang terlalu cepat.
American College of Cardiologi/American Heart Association
(ACC/AHA) (2017) mengeluarkan pedoman algoritme diagnosis dan
manajemen krisis HT 1) Pada pedoman tersebut target penurunan TD
dibedakan dengan melihat ada atau tidaknya kondisi yang memaksa (with
or without compelling condition) . Secara umum bila tidak didapatkan
compelling condition, tatalaksana hipertensi emergensi adalah dengan
melakukan penurunan tekanan darah maksimal 25% dalam jam pertama,
kemudian target penurunan tekanan darah mencapai 160/100-110 mm Hg
dalam 2 sampai 6 jam, selanjutnya TD mencapai normal dalam 24
sampai 48 jam.1 Penurunan tekanan darah yang lebih agresif dilakukan
bila didapatkan compelling condition (aorta dissekan, pre-eclampsia
berat atau eclampsia, dan krisis pheochromocytoma). Sedangkan
penurunan tekanan darah yang kurang agresif dilakukan pada hipertensi
dengan kondisi komorbid penyakit serebro-vaskuler (perdarahan
intraserebral akut dan stroke iskhemik akut).
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Umum (dilakukan untuk mencari semua penyebab yang
berpotensi)
a. Funduskopi : Funduskopi merupakan pemeriksaan bedside untuk
mendeteksi adanaya retinopatai hipertensi. Fundoskopi sangat penting
dilakukakn pada hipertensi urgensi maupun emergensi untuk
mendeteksi perdarahan di retina, cotton wool spot, microaneurisma
maupun papiledema.
b. EKG 12 lead : EKG untuk mencari apakah ada acute coronary
ischemia, left ventrikular hypertrophy, dan adanya aritmia. Kriteria
EKG LVH:
1) Sokolow – Lyon SV1 + RV5 > 35 mm, atau R di aVL ≥ 11 mm;
2) Cornell voltaje SV3 + RaVL > 28 mm (laki-laki), > 20 mm
(perempuan)
c. Hemoglobin, Trombosit, Fibrinogen : Untuk mencari tanda-tanda
hemolisis maupun trombositopenia yang mengarah ke trombotik
microangiopathy salah satunya yaitu HELLP Syndrome
d. Creatinine, GFR, elektrolit, LDH Untuk mengevaluasi adanya
kerusakan ginjal
e. Urine albumin Albuminuria untuk deteksi kerusakan ginjal
f. Test kehamilan pada wanita usia subur

Pemeriksaan Khusus (dilakukan apabila ada indikasi)


a. Troponin, CK-MB, dan NT-proBNP : Dilakukan bila ada kecurigaan
masalah jantung, misalnya nyeri dada akut atau gagal jantung akut.
b. Chest X-Ray : Dilakukan bila ada kecurigaan acute pulmonary
oedema, selain itu juga untuk menyingkirkan kemungkinan dispneu
non-cardiac
c. Echocardiography : Ekokardiografi dilakukakn bila ada kecurigaan
diseksi aorta, gagal jantung atau iskemi miokard. Untuk melihat
kelainan struktur maupun fungsi kardiak
d. CT angiography thorax/abdomen : Dilakukan bila ada kecurigaan
diseksi aorta akut
e. CT or MRI brain
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu: mengumpulkan data, mengelompokan data dan
menganalisa data. Data focus yang berhubungan dengan hipertensi
meliputi tingkat kesadaran, hasil tanda-tanda vital, frekuensi jantung
meningkat, irama nafas meningkat (Padila, 2013).
Adapun proses pengkajian gawat darurat yaitu pengkajian primer
(primary assessment). Primary assessment dengan data subjektif yang
didapatkan yaitu : adanya keluhan sakit kepala, pusing leher tegang.
Keluhan penyakit saat ini : mekanisme terjadinya. Riwayat penyakit
tedahulu: adanya penyakit jantung atau riwayat penyakit hipertensi,
kebiasaan makan makanan tinggi kalium, kebiasaan minum alcohol, dan
merokok, sress. Data objektif : Airway adanya perubahan pola napas
(apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas normal. Breathing
dilakukan auskultasi dada terdengar normal, Respiration rate >24x/mnt.
Circulation adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi).
Perubahan frekuensi jantung (brakikardi, takikardi). Disability adanya
lemah/lelah, pusing, mual/muntah. Pengkajian sekunder terdiri dari
keluhan utama yaitu, adanya penurunan kesadaran, perubahan fungsi
gerak, perubahan penglihatan. Riwayat social dan medis yaitu, riwayat
penggunaan dan penyalahgunaan alcohol dan adanya riwayat darah
tinggi tak terkontrol. Pada sirkulasi adanya peningkatan nadi, irama,
denyut nadi kuat, ektremitas teraba hangat/dingin warna kulit cyanosis,
pucat, kemerahan, capillary refill time <2 detik, adanya edema pada
muka, tangan, tungkai.adanya perubahan pola eliminasi urine dan fekal,
penurunan nafsu makan, muntah. Pengobatan sebelum masuk Instalasi
Gawat Darurat yaitu mengidentifikasi penggunaan obat – obatan,
perubahan pada diet, penggunaan obat yang dijual bebas. Nyeri yaitu
catat riwayat dan durasi nyeri dan gunakan metode pengkajian yaitu
PQRST. Faktor pencetus (P: provocate), kualitas (Quality), lokasi
(Region), keparahan (S: severe) dan durasi (T: time).
Setelah melakukan pengkajian primer dan sekunder selanjutnya
melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini meliputi yang pertama,
pemeriksaan tingkat kesadaran sebagai indictor yang paling awal dan
paling dapat dipercaya dari perubahna status dan keadaan neurologis,
juga peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan sakit kapala,
mual/muntah dan pemeriksaan skala pengukuran otot di ukur dengan (0)
kontraksi otot tidak terdeteksi, (1) kejapan yang hamper tidak terdeteksi
atau bekas kontraksi dengan observasi atau palpasi, (2) pergerakan aktif
bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi, (3) pergerakan aktif hanya
melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan, (4) pergerakan aktif
melawan gravitasi dan sedikit melawan tahanan (5) pergerakan aktif
melawan tahanan penuh tanpa adanya kelelahan otot (kekuatan otot
normal). Pengkajian responsiveness (kemampuan untuk bereaksi)
pengkajian menggunakan level kesadaran kuntitatif yaitu composmentis
yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Apatis, yaitu keadaan
kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu)
memberontak, berteriak-teriak, berhalunasi, kadang berhayal.Somnolen
(obtundasi, letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal. Stupor (spoor, koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri, coma (comatose) yaitu tidak bisa
dibangunkan, tidak bisa respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin tidak ada rspon pupil
terhadap cahaya) dengan Glasgow coma scale (GCS), respon pasien yang
perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata, bicara
dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1-6 tergantung responnya. Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan, (3) : dengan rangsangan suara (suruh pasien membuka
mata), (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri misalnya
menekan kuku jari), (1) : tidak ada respon. Verbal (respon verbal) : (5)
orientasi baik, (4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya
berulang-berulang) disorientasi tempat dan waktu, (3) : kata-kata saja.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017).
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien dengan hipertensi (Nurarif ,2015 dan Tim pokja SDKI DPP PPNI
2017) :
a. Nyeri akut (D.0077 ).
b. Resiko Perfusi perifer tidak efektif (D.0015).
c. Intoleransi aktivitas (D.0056).
d. Penurunan curah Jantung (D.0008).

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan
dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2017). Setelah melakukan
intervensi keperawatan tahap selanjutnya adalah mencatat intervensi
yang dilakukan dan evauasi respon klien. Hal ini dilakukan karena
pencatatan akan lebih akurat bila dilakukan saat intervensi masih segar
dalam ingatan. Tulislah apa yang diobservasi dan apa yang dilakukan
(Dewani, 2017).

4. Implementasi Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016). Implementasi atau
tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi yang
disusun dalam tahap perencanaan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien
terhadap tindakan yang diberikan. Pada kasus untuk implementasi,
disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan sesuai
diagnosa. Tindakan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Pada tahap ini perawat yang akan memberikan perawatan kepada pasien
dan sebaiknya tidak bekerja sendiri tetapi juga melibatkan tenaga medis
yang lain untuk memenuhi kebutuhan pasien. (Padila, 2013).
Implementasi keperawatan merupakan pelaksanaan atau perwujudan
dari intervensi yang sudah ditetapkan dengan tujuan yang sama yaitu
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan meningkatkan status
kesehatannya. Dalam implementasi terdapat susunan dan tatanan
pelaksanaan yang akan mengatur kegiatan pelaksanaan sesuai dengan
diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan yang sudah ditetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang (Midar, 2018).
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai
dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun
menggunakan SOAP dimana S merupakan ungkapan perasaan atau
keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan
implementasi keperawatan. O merupakan keadaan objektif yang dapat di
identifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang objektif. A
merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan
objektif. P merupakan perencanaan selanjutnya setelah perawat
melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta: DIVA Press.


Jodi, S, Lukman. 2016. Patogenesis Dan Managemen Hipertensi Emergensi.
Denpasar.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, B. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC.
Timurawan. 2017. Anatomi Tubuh Manusia. Malang: Wilis.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta: PersatuanPerawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai