Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ANATOMI FISIOLOGI KARDIOVASKULAR

Di susun sebagai aplikasi pada Standar 5 Manrura

Disusun oleh :

Orizaelia Rosana Dewi

Pembimbing Klinik : Nur Rochayati, Skep.Ners

RUANG ICCU INSTALASI RAWAT INTENSIF

RSUP DR KARIADI SEMARANG

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem kardiovaskuler merupakan salah satu sistem yang mempunyai peranan sangat
vital bagi kehidupan manusia. Para akademisi dan praktisi bidang kesehatan memerlukan
pengetahuan yang lebih mendalam tentang sistem kardiovaskuler. Sistem kardiovaskular
merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung, komponen darah dan pembuluh
darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh
jaringan tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardiovaskular
memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons
aktivitas tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas
jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak diarahkan
pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi memelihara dan
mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

B. TUJUAN
Perawat dapat mengenal dan memahami tentang :

1. Sistem kardiovaskuler
2. Anatomi jantung (ukuran jantung, ruang jantung, katup-katup jantung, pembuluh darah)
3. Elektrofisiologi jantung
4. Sistem peredaran darah
5. Sirkulasi arteri, vena, kapiler
6. Peristiwa mekanik dalam siklus jantung
7. Factor penentu kerja jantung
8. Regulasi tekanan darah
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Perkembangan Sistem Kardiovaskular


Sistem kardiovaskular mulai berfungsi pada usia 3 minggu kehamilan. Dalam sistem
kardiovaskular terdapat pembuluh darah terbesar yang disebut Angioblast. Dalam awal
perkembangannya, yaitu pada minggu ketiga, tabung jantung mulai berkembang di
splanknikus, yaitu antara bagian pericardial dan IEC dan atap katup uning telur sekunder
(kardiogenik area). Tabung jantung pasangkan membujur endotel berlapis saluran. Tabung-
tabung membentuk untuk menjadi jantung primordial. Jantung tubular bergabung dalam
pembuluh darah di dalam embrio yang menghubungkan tangkai, karian dan yolk sac
membentuk sistem kardiovaskular purba. Pada janin, proses peredaran darah melalui
plasenta.

2. Ukuran Jantung
Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Ukuran jantung manusia mendekati
ukuran kepalan tangannya atau dengan ukuran panjang kira-kira 12 cm dan lebar 9 cm.
Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskular terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks)
sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum. Untuk mengetahui
denyutan jantung, kita dapat memeriksa di bawah papilla mamae 2 jari setelahnya. Berat
pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Hubungan jantung dengan alat sekitarnya, yaitu
a. Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis setinggi kosta III-I.
b. Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c. Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan aorta pulmonalis, brongkus
dekstra dan bronkus sinistra.
d. Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendes, vena azigos, dan
kolumna vetebrata torakalis.
e. Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong
jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari
bawah, pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung tidak mudah
berpindah. Faktor yang mempengaruhi kedudukan jantung adalah:
a. Umur: Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk jantung agak turun
kebawah
b. Bentuk rongga dada: Perubahan bentuk thorax yang menetap (TBC) menahun batas
jantung menurun sehingga pada asma toraks melebar dan membulat
c. Letak diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma ke atas akan mendorong bagian
bawah jantung ke atas
d. Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal dipengaruhi oleh posisi tubuh

3. Lapisan-lapisan Dinding Jantung:


Lapisan jantung terdiri dari 3, yaitu
a. Lapisan Pericardium/Epicardium (Luar)
1) Pericardium Parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput
paru.
2) Pericardium Viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri yang disebut
Epicardium
Diantara kedua lapisan tadi terdapat sedikit cairan pelumas yang berfungsi
mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa, cairan tersebut
adalah cairan pericardium dengan jumlah ± 10-30 cc.
b. Lapisan Miocardium (Tengah)
Lapisan tengah yang berotot, mempunyai kemampuan untuk berkontraksi dan
menghantarkan stimuli listrik untuk kontraksi otot.
c. Lapisan Endocardium (Dalam)
Lapisan paling dalam dari jantung tempat menempelnya otot papilaris yang berfungsi
tempat menempelnya corda tendenae.

4. Ruang-Ruang Jantung
Ruang jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu:
a. Atrium Kanan/ serambi kanan
Memiliki struktur yang tipis dan tekanan yang rendah. Sebagai penampung (reservoir)
darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh, darah tersebut mengalir melalui vena kava
superior, vena kava inferior dan sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri.
b. Atrium Kiri/ serambi kiri
Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal dibanding atrium kanan. Atrium kiri menerima
darah yang kaya oksigen dari kedua paru. Diantara kedua atrium terdapat sekat yang
disebut sekat atrium/ atrial septal.
c. Ventrikel Kanan/bilik kanan
Menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru, melalui arteri
pulmonalis.
d. Ventrikel Kiri/ bilik kiri
Memiliki otot yang besar dengan ketebalan dinding 3 kali ventrikel kanan. Menerima
darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang disebut trabekula.
Beberapa alur tampak menonjol yang disebut muskulus papilaris/otot papilaris. Ujung
muskulus papilaris dihubungkan dengan tepi daun katup atrioventrikuler oleh serat-serat
yang disebut korda tendinae. Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum
ventrikel/ventrikular septal.

5. Katup-katup jantung
Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain, jantung dilengkapi dengan
katup-katup, diantaranya :
a. Katup atrioventrikuler
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrioventrikuler, yaitu :
1) Katup trikuspidalis. Merupakan katup yang terletak di antara atrium kanan dan
ventrikel kanan, serta mempunyai 3 buah daun katup.
2) Katup mitral atau bikuspidalis. Merupakan katup yang terletak di antara atrium kiri
dan ventrikel kiri, serta mempunyai 2 buah katup. Selain itu katup atrioventrikuler
berfungsi untuk memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke
ventrikel pada fase diastole ventrikel, dan mencegah aliran balik pada saat systole
ventrikel (kontraksi).
b. Katup semilunaris
1) Katup pulmonal. Terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari
ventrikel kanan
2) Katup aorta. Terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Kedua katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, yakni terdiri dari 3
daun katup yang simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan
sebuah cincin serabut. Adapun katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan
mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel. (Ulfah dan Tulandi, 2011)

6. Pembuluh Darah
a. Arteri
Arteri besar bercabang dari aorta dan secara progresif terbagi menjadi bagian
yang lebih kecil. Arteri kecil bercabang menjadi arteriol, yang kemudian terbagi menjadi
metaarteriol sebelum bergabung dengan kapiler bed. Arteri berfungsi menghantarkan
darah yang teroksigenasi ke kapiler. Pada fase konstriksi, aliran darah ke jaringan yang
tidak mengalami metabolisme secara aktif dikurangi, sedangkan pada fase vasodilatasi
perfusi ke jaringan yang mengalami metabolisme aktif ditingkatkan.
1) Arteri : mengedarkan darah yang bertekanan tinggi ke jaringan-jaringan. Sistem arteri
mempunyai dinding yang kuat, dan darah mengalir dengan cepat menuju jaringan.
Aorta dan arteri relatif mengandung banyak jaringan elastis yang akan teregang
waktu sistol dan mengadakan recoil saat diastole.
2) Arteriol : merupakan cabang-cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi sebagai
katup pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Dinding arteriol,
mengandung sedikit jaringan elastis dan lebih banyak otot polos. Arteriol menjaga
tekanan arteri.
3) Kapiler : merupakan tempat berlangsungnya pertukaran oksigen dan nutrisi. Memiliki
dinding yang sangat tipis dan permeable terhadap substansi-substansi bermolekul
halus.
Arteri koroner
Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteri
koronaria ini terdapat dalam sinus valsalva dalam aorta, tepat di atas katup aorta.
Sirkulasi koroner terdiri dari arteri koronaria kiri dan arteri koronaria kanan.
b. Vena
1) Venul : Berfungsi menampung darah sisa metabolisme, dan secara bertahap
bergabung ke dalam vena yang lebih besar.
2) Vena : mengalirkan darah miskin oksigen.

7. Elektrofisiologi Jantung
Di dalam otot jantung, terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik.
Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus, yaitu :
a. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
b. Irama : pembentukan impuls yang teratur.
c. Daya konduksi : kemampuan untuk menyalurkan impuls.
d. Daya rangsang : kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur jantung akan
menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem hantar untuk merangsang otot
jantung dan dapat menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls dimulai dari nodus SA,
nodus AV, sampai ke serabut purkinye.
a. SA Node (Sino-Atrial Node)
Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior (VCS). Sel-sel dalam SA
Node ini bereaksi secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls (rangsangan listrik)
dengan frekuensi 60 – 100 kali permenit kemudian menjalar ke atrium, sehingga
menyebabkan seluruh atrium terangsang.
b. AV Node (Atrio-Ventricular Node)
Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas katup trikuspid. Sel-sel dalam
AV Node dapat juga mengeluarkan impuls dengan frekuensi lebih rendah dan pada SA
Node yaitu : 40 – 60 kali permenit. Oleh karena AV Node mengeluarkan impuls lebih
rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node
rusak, maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.
c. Berkas His
Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu: Cabang berkas kiri (Left
Bundle Branch) dan cabang berkas kanan (Right Bundle Branch). Setelah melewati
kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu
serabut purkinye.
d. Serabut Purkinye
Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari sel-sel
ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel akan dirangsang.
Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang secara otomatis
mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 – 40 kali permenit.
Potensial Aksi Aktivitas listrik jantung merupakan akibat dari perubahan permeabilitas
membrane sel, yang memungkinkan pergerakan ion-ion melalui membrane tersebut.
Potensial aksi dibagi menjadi 5 fase: Fase istirahat (fase 4) pada keadaan istirahat bagian luar
sel jantung bermuatan positif dan bagian dalam bermuatan negative. Fase 0 awal potensial
aksi yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan lonjakan potensial hingga mencapai
+20mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraseluler ini disebabkan oleh masuknya ion Na+
dari luar ke dalam sel. · Fase 1 masa repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial
kembali dari +20 mV mendekati 0 mV. · Fase 2 fase datar di mana potensial berkisar pada 0
mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari ion Ca++ untuk mengimbangi gerak keluar dari
ion K+ · Fase 3 masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada tingkat
awal yaitu fase 4.

8. Sistem Peredaran Darah


Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dalam setiap organ ataupun jaringan maupun sel
tubuh melalui sistem peredaran darah. Sistem aliran darah tubuh, secara garis besar terdiri
dari tiga sistem, yaitu :
a. Sistem peredaran darah kecil
Dimulai dari ventrikel kanan, darah mengalir ke paru-paru melalui arteri
pulmonal untuk mengambil oksigen dan melepaskan karbon dioksida kemudian masuk ke
atrium kiri. Sistem peredaran darah kecil ini berfungsi untuk membersihkan darah yang
setelah beredar ke seluruh tubuh memasuki atrium kanan dengan kadar oksigen yang
rendah antara 60-70% serta kadar karbon dioksida tinggi antara 40-45%. Setelah beredar
melalui kedua paru-paru, kadar zat oksigen meningkat menjadi sekitar 96% dan
sebaliknya kadar zat karbon dioksida menurun. Proses pembersihan gas dalam jaringan
paru-paru berlangsung di alveoli, dimana gas oksigen disadap oleh komponen Hb.
Sebaliknya gas karbon dioksida dikeluarkan sebagian melalui udara pernafasan.
Atrium kanan → katub trikuspid → ventrikel kanan → katub semilunar pulmonal → trunkus pulmonar
→ arteri pulmonar kanan dan kiri → kapiler paru → vena pulmonal → atrium kiri
b. Sistem peredaran darah besar
Darah yang kaya oksigen dari atrium kiri memasuki ventrikel kiri melalui katup
mitral/ atau bikuspidalis, untuk kemudian dipompakan ke seluruh tubuh melalui katup
aorta, dimana darah tersebut membawakan zat oksigen serta nutrisi yang diperlukan oleh
tubuh melewati pembuluh darah besar/ atau arteri, yang kemudian di supplai ke seluruh
tubuh.
Atrium kiri → katup bicuspid → ventrikel kiri → katub semilunar aorta → trunkus aorta → regia dan
organ tubuh
c. Sistem peredaran darah koroner
Sistem peredaran darah koroner berbeda dengan sistem peredaran darah kecil
maupun besar. Artinya khusus untuk menyuplai darah ke otot jantung, yaitu melalui
pembuluh koroner dan kembali melalui pembuluh balik yang kemudian menyatu serta
bermuara langsung ke dalam ventrikel kanan. Melalui sistem peredaran darah koroner ini,
jantung mendapatkan oksigen, nutrisi, serta zat-zat lain agar dapat menggerakkan jantung
sesuai dengan fungsinya (Soeharto, 2012).
Arteri koronaria kiri dibagi menjadi 2 cabang besar yaitu: ramus desenden
anteriol (LAD) dan ramus cirkumplex (LCx). Arteri ini melingkari jantung dalam dua
lekuk anatomis eksterna yaitu: sulkus arterio ventrikuler yang melingkari jantung diantara
atrium dan ventrikel, dan sulkus intraventrikuler anteriol yang memisahkan kedua
ventrikel. Pertemuan dua lekuk ini di bagian posterior jantung yang dikenal dengan kruk
jantung. Arteri koronaria kiri tidak bercabang lagi sesudah meninggalkan pangkalnya di
aorta. Arteri sirkumpleks kiri berjalan ke lateral di bagian kiri jantung dalam sulkus
atrioventrikularis kiri arteri desendens arterior kiri menyatakan perjalanan anatomis dari
cabang arteri tersebut. Arteri tersebut berjalan ke bawah pada permukaan jantung dalam
sulkus interventrikularis anterior. Kemudian arteri ini melintasi apeks jantung dan
berbalik arah dan berjalan ke atas sepanjang permukaan posterior sulkus
interventrikularis untuk bersatu dengan cabang distal arteri koronaria kanan. Setiap
pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardia yang khas.
Arteri desendens arterior kiri membentuk percabangan septum yang memasok 2/3 bagian
arterior septum dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan
anterolateral dari ventrikel kiri. Permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi
oleh cabang-cabang marginal dari arteri sirkumpeksa. Arteri koronaria kanan berjalan ke
lateral mengitari sisi kanan jantung di dalam sulkus interventrikularis kanan. Pada 90 %
jantung, arteri koronaria kanan pada waktu mencapai posterior jantung akan menuju
kruks lalu turun menuju apeks jantung dalam sulkus interventrikularis posterior. Pada
dasarnya arteri koronaria kanan memberi makan pada atrium kanan, ventrikel kanan dan
dinding sebelah dalam dari ventrikel kiri. Ramus sirkumfleks memberi nutrisi pada
atrium kiri dan dinding samping serta bawah dari ventrikel kiri. Ramus desenden anterior
memberi nutrisi pada dinding depan ventrikel kiri yang massif.

9. Sirkulasi Arteri
Darah yang didorong ke dalam aorta tidak hanya bergerak maju tetapi akan
mengakibatkan peregangan pembuluh darah. Peregangan ini menimbulkan gelombang
bertekanan yang akan berjalan sepanjang arteri. Gelombang bertekanan yang meregangkan
dinding arteri di sepanjang perjalanannya kita kenal sebagai denyut. Kecepatan perjalanan
gelombang ini tidak tergantung pada kecepatan aliran darah dan memiliki kecepatan yang
jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kecepatan aliran darah. Kecepatannya kira-kira 4
m per detik di aorta, 8 m per detik pada arteri besar, dan 16 m per detik pada arteri kecil.
Sehingga denyut yang teraba pada arteri radialis terjadi dalam waktu 0,1 detik setelah ejeksi
ventrikel. Tekanan pada aorta dan arteri besar lainnya meningkat pada saat sistolik hingga
120 mmHg dan turun hingga 70 mmHg pada saat diastolic. Secara umum tekanan arteri akan
ditulis sebagai tekanan sistolik / tekanan diastolic, missal 120 / 70 mmHg. Tekanan nadi
adalah selisih dari tekanan sistolik dan tekanan diastolic, normal sekitar 50 mmHg.
Umumnya tekanan darah arteri (tekanan darah) pada manusia diukur secara rutin
dengan cara tidak langsung (auskultasi). Cara ini mempergunakan manset yang dihubungkan
dengan manometer air raksa (sfigmomanometer). Manset dililitkan di lengan bagian atas dan
stetoskop diletakkan di atas arteria brachialis pada daerah siku. Manset dengan cepat
dikembangkan sampai tekanannya di atas tekanan sistolik arteri brachialis yang diperiksa.
Akibatnya arteri akan terbendung oleh tekanan manset, dan tidak ada suara yang terdengar
dengan stetoskop. Tekanan dalam manset kemudian diturunkan perlahan-lahan, sehingga
pada titik dimana tekanan sistolik dalam arteri tepat melebihi tekanan manset akan terjadi
semburan darah berjalan melalui daerah bendungan pada tiaptiap denyut Akan terdengar
bunyi ketukan di bawah manset, dan tekanan manset di mana bunyi pertama kali terdengar
adalah tekanan sistolik. Bila tekanan manset diturunkan lebih lanjut, bunyi akan menjadi
lebih keras, memudar dan kemudian menghilang. Tekanan dimana bunyi ini menghilang
adalah tekanan diastolic. Bunyi yang terdengar di bawah manset disebut sebagai bunyi
Korotkoff. Bunyi ini timbul sebagai akibat dari aliran turbulen yang terjadi dalam arteria
brachialis. Aliran turbulen terjadi karena arteri menjadi sempit akibat tekanan manset pada
lengan atas.

10. Sirkulasi Kapiler


Jumlah darah yang terdapat pada system kapiler hanya 5 % dari keseluruhan jumlah
darah. Namun demikian, jumlah ini menjadi sangat penting karena bagian inilah yang
mengalami pertukaran dimana O2 dan zat makanan menembus dinding kapiler menuju
interstisial dan CO2 dan zat sisa metabolisme akan menuju ke dalam kapiler.

11. Sirkulasi Vena


Aliran darah melalui pembuluh darah vena terutama terjadi karena kerja jantung
(pompa jantung), walaupun terdapat pengaruh dari tekanan negatif intratorakal saat inspirasi
(pompa respirasi), dan adanya kontraksi otot rangka yang menekan vena (pompa otot). Pada
daerah tungkai, vena dikelilingi oleh otot rangka. Kontraksi otot pada saat bekerja akan
“memeras” vena di daerah tungkai. Kontraksi ritmis otot tungkai pada orang berdiri akan
membantu mendorong darah ke arah jantung. Hal ini mencegah pengumpulan darah di
tungkai yang dapat mengakibatkan pingsan.

12. Siklus jantung


Peristiwa dari awal sebuah denyut jantung sampai berakhirnya denyut jantung
berikutnya disebut sebagai siklus jantung. Dengan kata lain, siklus jantung terdiri atas
periode sistol dan diastol bergantian. Diastol disebut juga periode relaksasi atau pengisian
jantung, sedangkan sistol adalah periode kontraksi atau pengosongan jantung. Satu siklus
jantung seringkali diklasifikasikan menjadi lima fase, antara lain: diastolik atrium dan
ventrikel, sistol atrium, kontraksi ventrikel isovolumetrik, ejeksi ventrikel, dan relaksasi
ventrikel isovolumetrik.

13. Peristiwa mekanik dalam siklus jantung


a. Jantung pada saat istirahat, diastol atrium dan ventrikel
Pada fase ini, terjadi pengisian jantung secara pasif karena ventrikel dan atrium sama-
sama berelaksasi. Tekanan pada atrium sedikit lebih tinggi dibandingkan ventrikel
sehingga katup atrioventrikular terbuka. Akibatnya, darah mengalir dari atrium ke
ventrikel dan volume ventrikel meningkat. Sekitar 70% pengisian ventrikular
berlangsung sebelum sistol atrial.
b. Pengisian ventrikel, sistol atrium. Selagi pengisian ventrikel atau diastol ventrikel, nodus
sinoatrial mencapai ambang dan terjadi depolarisasi yang menghasilkan potensial aksi.
Potensial aksi ini menimbulkan kontraksi atrium yang memompa darah masuk ke
ventrikel. Peristiwa ini digambarkan oleh gelombang P pada EKG. Pada fase ini, katup
atrioventrikular masih tetap terbuka karena tekanan atrium masih lebih tinggi dibanding
tekanan ventrikel. Darah pun mengalir dari atrium ke ventrikel dan menimbulkan
peningkatan volume dan tekanan ventrikel.
c. Kontraksi ventrikel awal Diastol atau pengisian ventrikel berakhir saat ventrikel mulai
berkontraksi. Saat impuls yang berasal dari nodus sinoatrial sudah mencapai ventrikel,
timbul potensial aksi yang kemudian menyebabkan ventrikel berkontraksi. Tekanan
ventrikel yang timbul akibat kontraksi ini berhasil mengalahkan tekanan atrium sehingga
menutup katup atrioventrikular. Bunyi katup yang menutup merupakan bunyi jantung
pertama (LUP). Namun, tekanan awal ini belum cukup untuk membuka katup aorta,
sehingga ventrikel terdapat dalam suatu periode di mana katup atrioventrikular sudah
tertutup dan katup aorta belum terbuka. Periode ini disebut periode kontraksi ventrikel
isovolumetrik, karena tidak ada aliran darah keluar masuk ventrikel dan panjang serat
otot yang sedang berkontraksi tidak berubah. Tekanan dalam ventrikel akan terus
meningkat sampai mampu untuk membuka paksa katup aorta. Adapun volume darah
yang ada di dalam ventrikel di fase ini disebut sebagai volume diastolik akhir (end
diastolic volume, EDV) yang besarnya sekitar 135 ml.
d. Ejeksi ventrikel. Saat tekanan ventrikel sudah melebihi tekanan aorta, terjadi pembukaan
katup aorta dan darah menyemprot keluar dari ventrikel menuju aorta. Saat ini terjadi
penurunan volume ventrikel secara drastis. Ejeksi ventrikel bersama dengan kontraksi
ventrikel isovolumetrik termasuk dalam sistol ventrikel. Pada gambaran EKG, peristiwa
ini terlihat sebagai kompleks QRS. Tidak semua isi ventrikel dikeluarkan pada fase
ejeksi, menyisakan sejumlah darah yang disebut sebagai volume siastolik akhir (end
sistolic volume, ESV) yang besarnya sekitar 65 ml. Selisih antara volume diastolik akhir
dan volume sistolik akhir atau dengan kata lain volume darah yang diejeksikan ventrikel
disebut sebagai volume atau isi sekuncup (stroke volume, SV). Dengan demikian,
besarnya isi sekuncup atau SV = EDV – ESF = 135 – 65 = 70 ml per denyut.
e. Relaksasi ventrikel. Setelah kontraksi, ventrikel mengalami repolarisasi dan relaksasi
sehingga terjadi penurunan tekanan dalam ventrikel. Penurunan tekanan ini menyebabkan
penutupan katup semilunar aorta dan ventrikel kembali menjadi bilik tertutup (bunyi
jantung kedua-DUP). Jantung dikatakan mengalami relaksasi ventrikel isovolumetrik.
Karena penurunan terjadi terus menerus, terbukalah katup atrioventrikular (Bunyi jantung
ketiga-GELP) dan terjadi pengisian ventrikel secara cepat. Kecepatan pengisian ini akan
menurun karena ventrikel sudah terisi sebagian dan menjelang akhir diastol ventrikel,
nodus sinoatrial kembali teraktivasi dan menghasilkan potensial aksi. Siklus jantung pun
terulang kembali.

14. Faktor penentu kerja jantung


1. Frekuensi jantung
a. Frekuensi jantung normal berkisar antara 60-100 denyut permenit, dengan rata-rata
denyutan 75 kali per menit dengan kecepatan seperti itu, siklus jantung berlangsung
selama 0,8 detik; sistol 0,5 detik dan diastol 0,3 detik.
b. Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi 100 denyut per
menit.
c. Bradikardia ditunjukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60 denyut per
menit.
d. Dalam keadaan normal, nodus sinoatrial berperan sebagai pemacu jantung utama
karena memiliki kecepatan depolarisasi spontan tertinggi di antara sel autoritmis
lainnya. Persarafan otonom pada jantung dapat memodifikasi kecepatan dan kekuatan
kontraksi ini. Saraf parasimpatis cenderung menurunkan, sedangkan saraf simpatis
akan menaikkan frekuensi jantung.
2. Aliran Darah, adalah sejumlah darah yang melalui suatu titik pada sirkulasi dalam suatu
periode tertentu. Penyebabnya:
a. Perbedaan tekanan
Resistensi Adalah hambatan terhadap aliran darah dalam suatu pembuluh, dimana hal
ini dipengaruhi oleh diameter pembuluh darah dan viskositas darah. Systemic
vascular resistence (SVR) disebut juga peripheral vascular resistence.
SVR = MAP – CVP
CO
b. Tekanan Darah, adalah tekanan yang diupayakan oleh darah untuk melewati setiap
unit atau daerah dari dinding pembuluh darah. Tekanan darah menggambarkan
interaksi dari curah jantung, tekanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah
dan elastisitas arteri (Potter & Perry, 2005)
Tekanan darah = cardiac output x tahanan perifer (SVR)
4. Curah jantung, adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel permenit.
Curah jantung terkadang disebut volume jantung permenit. Volumenya kurang lebih 5 L
per menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20% pada perempuan. Karena
curah jantung yang dibutuhkan juga tergantung pada besarnya ukuran tubuh, maka
diperlukan suatu indicator fungsi jantung yang lebih akurat yaitu indeks jantung (cardia
index). Indeks jantung didapat dengan membagi curah jantung dengan luas permukaan
tubuh, besarnya kira-kira 2.8 – 4.2 liter/menit pada orang dewasa. Pengaturan curah
jantung tergantung dari 2 variabel yaitu frekuensi jantung dan volum sekuncup. Volum
sekuncup yaitu jumlah yang dipompakan keluar dari masing-masing ventrikel setiap
denyut jantung. Isi sekuncup tergantung dari beban awal, kontraktilitas, beban akhir.
Penurunan fungsi ventrikel menghambat kemampuan ventrikel untuk mengosongkan diri,
dengan demikian mengurangi volum sekuncup dan fraksi ejeksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung:
a. Beban Awal.
Jumlah darah yang kembali ke jantung, beban awal berhubungan dengan panjang
otot jantung, regangan dan volum.
Factor-faktor penentu beban awal:
1. Insufisiensi mitral meningkatkan beban awal
2. Stenosis mitral menurunkan beban awal
3. Volume sirkulasi: meningkatnya volum, meningkatkan beban awal. Menurunnya
volum, menurunkan beban awal.
4. Obat-obatan: vasokontriktor meningkatkan beban awal, vasodilator menurunkan
beban awal
b. Kontraktilitas.
Kemampuan otot jantung memompa darah. Berbagai obat seperti digitalis atau
inotropic seperti glikosida dan kalsium akan meningkatkan kontraktilitas. Depresan
fisiologis seperti anoksia, hiperkabia, asidosis akan menekankan kontraksi jantung.
Depresan farmakologis seperti quinidine, procainamide, anastesi local barbiturate
juga akan menekan kontraksi jantung.
c. Beban Akhir.
Adalah jumlah darah yang akan dipompa jantung.
Factor-faktor penentu beban akhir:
1. Stenosis aorta, meningkatkan beban akhir
2. Vasokonstriksi perifer meningkatkan eban akhir
3. Hipertensi meningkatkan beban akhir
4. Polisitemia menaikan beban akhir
5. Obat-obatan: vasodilator menurunkan beban akhir, vasokonstriktor
meningkatkan beban akhir
Peningkatan drastis beban akhir akan meningkatkan kerja ventrikel, menambah
kebutuhan oksigen dan dapat berakibat kegagalan ventrikel.
d. Frekwensi Jantung, Laju jantung per menit memompa darah
Hukum Frank Starling:
1. Makin besar isi jantung sewaktu diastol, semakin besar jumlah darah yang dipompakan ke
aorta.
2. Dalam batas fisiologis, jantung memompakan keseluruh tubuh darah yang kembali
kejantung tanpa menyebabkan penumpukan di vena
3. Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit maupun jumlah yang besar
tergantung pada jumlah darah yang mengalir kembali ke vena.

15. Regulasi tekanan darah


Mekanisme pengaturan tekanan darah terdiri dari mekanisme humoral, regulasi
neuronal, komponen autoregulasi perifer, mekanisme endotel vaskular, serta kesetimbangan
elektrolit dan bahan kimia lain.
a. Mekanisme Humoral
Beberapa kelainan humoral terlibat langsung dalam perkembangan hipertensi
essensial. Mekanisme terjadinya hipertensi secara humoral dibagi menjadi 3 bagian
meliputi RAAS (Sistem Renin Angiotensin Aldosteron), hormon pelepas natrium
(natriuretic hormone), serta resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
1) Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Banyak faktor yang menyebabkan kenaikan tekanan darah secara kumulatif
dipengaruhi oleh Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS), yang akhirnya
berpengaruh terhadap tekanan darah arteri. Namun obat-obat antihipertensi secara
khusus dapat mengontrol komponen RAAS tersebut secara selektif. RAAS
merupakan sistem endogen yang kompleks yang terlibat dalam regulasi komponen di
dalam tekanan darah arteri, dimana aktivasi paling utama dipengaruhi oleh organ
ginjal yang berfungsi sebagai sistem ekskresi dan regulasi cairan yang ada di dalam
tubuh. RAAS berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan elektrolit baik secara
intraselular maupun ekstraselular, seperti Na, K, dan cairan tubuh lainnya. Oleh
karena itu, sistem ini secara signifikan mempengaruhi aktivitas pembuluh darah dan
sistem saraf simpatik serta dapat mempengaruhi kontributor pengaturan homeostasis
di dalam tekanan darah.
Renin merupakan suatu enzim yang tersimpan dalam sel juxtaglomerular, yang
terletak di bagian arteriol aferen pada ginjal. Pelepasan renin dari ginjal dimodulasi
oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti tekanan perfusi renal,
katekolamin dan angiotensin II, serta faktor eksternal berupa komponen cairan tubuh
seperti kurangnya filtrasi Na yang mencapai makula densa yang merupakan tubulus
yang mempunyai sel-sel termodifikasi, ion Cl pada cairan ekstraselular, dan cairan
intraselular berupa ion K. Aparatus sel juxtaglomerular di dalam ginjal berperan
sebagai baroreseptor. Ketika terjadi penurunan aliran darah dan tekanan arteri pada
ginjal maka sel juxtaglomerular akan merasakan rangsangan tersebut dan
menstimulasi proses sekresi renin dari ginjal. Selain itu penurunan jumlah ion Na dan
Cl melalui tubulus distal juga akan menstimulasi proses pelepasan enzim renin dari
ginjal. Di dalam cairan intraselular seperti K dan Ca ketika mengalami penurunan
maka akan mempengaruhi sistem homeostasis tubuh dan terdeteksi oleh sel
juxtaglomerular yang memicu pelepasan renin. Kemudian adanya rangsangan di
dalam saraf simpatis oleh katekolamin juga dapat mempercepat pelepasan renin.
Enzim renin akan mengkatalisis angiotensinogen menjadi angiotensin I dalam
darah, dimana 4 asam amino dari angiotensinogen akan dipecah sehingga terbentuk
angiotensin I di dalam darah. Kemudian ACE akan mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II ketika mengikat reseptor yang lebih spesifik dimana terdapat 2 reseptor
spesifik di dalam tubuh manusia yaitu subtipe AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terletak
di bagian otak, ginjal, miokardium, vaskulatur periferal, dan kelenjar adrenal.
Reseptor AT1 bekerja dengan mempengaruhi respon-respon yang sangat vital bagi
fungsi sistem kardiovaskular dan ginjal. Sedangkan reseptor AT2 terletak di bagian
jaringan adrenal medular, rahim, dan otak. Rangsangan dari reseptor AT2 tidak akan
mempengaruhi regulasi pada tekanan darah. Akan tetapi jika reseptor AT1 yang
bekerja maka akan melepaskan 2 asam amino dari angiotensin I ke angiotensin II,
dimana angiotensin II ini menjadi pemicu kenaikan tekanan darah di dalam tubuh.
Angiotensin II dapat menyebabkan vasokontriksi dan dapat merangsang pelepasan
katekolamin dari medula adrenal sehingga terjadi aktivasi dari saraf simpatik,
kemudian angiotensin II juga merangsang korteks adrenal untuk mensekresi
aldosteron akibatnya terjadi penyerapan kembali cairan-cairan yang ada di dalam
tubuh seperti Na dan air sehingga manifestasi dari aldosteron ini yaitu terjadi
peningkatan volume plasma, resistensi periferal total (TPR), dan akhirnya
menyebabkan kenaikan tekanan darah di dalam tubuh. Jaringan perifer akan
menghasilkan angiotensin peptida secara lokal yang dapat mempengaruhi aktivitas
biologis seperti peningkatan resistensi pembuluh darah. Selain itu angiotensin juga
diproduksi oleh jaringan lokal yang dapat menstimulasi regulator humoral dan
pertumbuhan sistem endotelium yang diturunkan untuk menstimulasi metabolisme
dan pertumbuhan otot polos vaskular. Sintesa dari angiotensin peptida dapat memicu
peningkatan resistensi pembuluh darah dalam bentuk renin plasma yang rendah pada
hipertensi essensial. Secara keseluruhan RAAS merupakan faktor penting dalam
regulasi tekanan darah arteri, oleh karena itu pengelolaan terhadap organ ginjal sangat
penting dalam regulasi cairan dan sistem ekskresi untuk menjaga sistem homeostasis
tubuh agar tidak terjadi pelepasan enzim renin, dan angiotensin I di dalam tubuh pun
tidak akan terkonversi menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang merupakan
faktor utama dari penyakit hipertensi, dan aktivitas sistem saraf simpatik pun akan
diimbangi dengan peranan asetilkolin oleh saraf parasimpatis.
2) Hormon Natriuretik
Ketika terdapat hormon natriuretik di dalam sistem membran maka akan
menghambat Na dan K ATPase dan melawan gradien transport Na yang melewati
seluruh membran sel. Ketidakmampuan ginjal untuk mengeliminasi Na dapat
menyebabkan retensi Na sehingga terjadi peningkatan volume darah. Selain itu
hormon natriuretik juga dapat mempengaruhi penghambatan transport aktif
pengeluaran ion Na yang terletak di bagian arteriolar sel otot polos sehingga terjadi
depolarisasi dimana peningkatan permeabilitas membran terhadap Na dan konsentrasi
Na di dalam cairan intraselular meningkat yang akhirnya dapat meningkatkan denyut
nadi dan peningkatan tekanan darah arteri. Sehingga diperlukan suatu pengaturan
aktivitas Natriuretic Peptide (NP) di dalam tubuh manusia, dimana aktivasi dari
reseptor NPR A dan NPR B akan menyebabkan vasorelaksasi dari otot vaskular
sehingga akan terjadi vasodilatasi. c. Resistensi Insulin dan Hiperinsulinemia Bukti
terkait resistensi insulin dan hiperinsulinemia dengan hipertensi terkadang disebut
sebagai sindrom metabolik. Peningkatan konsentrasi insulin dapat menyebabkan
hipertensi karena meningkatnya retensi natrium ginjal dan meningkatkan aktivitas
sistem saraf simpatik. Selain itu, insulin dapat sebagai hormon pertumbuhan seperti
tindakan yang dapat menimbulkan hipertrofi vaskular sel otot halus. Insulin juga
dapat mengangkat tekanan darah arteri dengan meningkatkan intraselular kalsium,
yang mengarah ke peningkatan resistensi pembuluh darah. Mekanisme resistensi
insulin dan hiperinsulinemia terjadi pada hipertensi essensial yang tidak diketahui
penyebabnya.
b. Regulasi Neuronal
Regulasi neuronal melibatkan aktivitas dari sistem saraf pusat dan saraf otonom
yang meliputi saraf simpatis dan saraf parasimpatis, dimana sejumlah reseptor dapat
meningkatkan atau menghambat pelepasan neurotransmiter berupa norepinefrin (NE)
yang terletak di permukaan presinaptik dari batasan simpatik. Adanya rangsangan dari
reseptor α presinaptik (α2) memberikan inhibisi negatif dalam pelepasan neurotransmiter
norepinefrin, sedangkan rangsangan dari reseptor β presinaptik akan memediasi
pelepasan lebih lanjut dari aktivitas neurotransmiter norepinefrin di sistem saraf simpatis.
Pada sistem saraf simpatis terdapat bagian preganglion – ganglion – pasca ganglion
dimana pada bagian pasca ganglion terdapat adrenergik yang melepaskan neurotransmiter
berupa norepinefrin (NE) dan epinefrin (Epi) yang dapat berinteraksi dengan sel efektor.
Pada norepinefrin terdapat reseptor α1, α2, β1, β2 dan β3 akan tetapi aktivitas β2
sangat lemah sehingga peranan reseptor β2 untuk vasorelaksasi dari otot polos tidak
terlihat pada norepinefrin walaupun kemungkinan aktivitas ini sama dengan epinefrin
akan tetapi pada bagian epinefrin aktivitas β2 lebih terlihat. Norepinefrin sering disebut
sebagai agen vasokontriktor karena semua reseptornya dapat memacu peningkatan
kontraksi. Oleh karena itu perlu adanya keseimbangan aktivitas antara saraf simpatik dan
saraf parasimpatik untuk regulasi komponen tekanan darah arteri. Reseptor β1 terletak
dibagian jantung dan sel juxtaglomerular ketika ada aktivasi dapat meningkatkan sekresi
renin, reseptor β2 terletak di otot polos seperti bronkus, pembuluh darah, saluran cerna,
otot rangka, dan hati adanya aktivasi reseptor ini dapat menyebabkan vasorelaksasi otot
polos. Sedangkan reseptor β3 terletak pada jaringan lemak. Untuk reseptor α1 terletak di
otot polos dan α2 di bagian ujung saraf adrenergik ketika ada aktivasi kedua reseptor
tersebut dapat menyebabkan vasokontriksi kecuali pada otot polos di bagian usus
mengalami vasorelaksasi.
c. Komponen Autoregulasi Perifer
Adanya rangsangan abnormalitas pada organ ekskresi ginjal dapat menyebabkan
kerusakan jaringan dan pemicu hipertensi. Ketika terjadi rangsangan yang berlebihan
maka akan menyebabkan kerusakan pada ginjal dalam mengekskresikan garam seperti
NaCl, sehingga terjadi pengulangan dari proses autoregulator jaringan, kemudian terjadi
peningkatan volume cairan dalam ginjal dan hasilnya tekanan darah arteri akan
meningkat. Pada bagian ginjal terdapat nefron yang berfungsi untuk memfiltrasi cairan
yang masuk melalui glomerulus dan memelihara tekanan darah melalui mekanisme
adaptasi volume tekanan, sehingga ketika tekanan darah dalam tubuh menurun maka
ginjal akan merespon dengan cara menaikkan penyimpanan dari cairan berupa air dan
garam. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar volume plasma dan cardiac output (CO)
dengan tujuan untuk memelihara kondisi homeostasis tekanan darah. Asupan oksigen
akan dipelihara oleh proses autoregulatori lokal sehingga oksigen yang tersimpan pada
jaringan cukup terpenuhi ketika ada permintaan di jaringan dalam kondisi normal sampai
rendah, akan tetapi arteri lokal relatif mengalami vasokontriksi, kenaikan permintaan
metabolik dapat memicu vasodilatasi arteri dengan mekanisme ketahanan pembuluh
darah perifer yang rendah dan terjadi kenaikan aliran darah dan penghantaran oksigen
melalui proses autoregulasi. Pada mekanisme adaptasi renal, ketika terjadi kerusakan
intrinsik dapat meningkatkan volume plasma dan terjadi kenaikan aliran darah ke
jaringan perifer. Proses ini dapat mengakibatkan kenaikan terhadap ketahanan pembuluh
darah perifer dan jika berlangsung lama elastisitas dinding pembuluh akan menurun dan
mengalami penebalan dinding arteri, sehingga secara patofisiologi penebalan pembuluh
darah perifer merupakan indikasi dari pasien yang mengidap penyakit hipertensi essensial
atau primer.
d. Mekanisme Endotel Vaskular
Endotel vaskular dan otot polos memegang peranan penting dalam regulasi aliran
darah dan peningkatan tekanan darah. Pengaturan ini dimediasi oleh substansi vasoaktif
yang disintesis oleh sel endotel. Endotelium akan mensekresi endotelin yang merupakan
substansi vasokontriksi, selain itu endotelin juga bisa dihasilkan oleh miosit kardiak pada
manusia. Endotelin terdiri dari tiga tipe, yaitu ET-1, ET-2 dan ET-3, ketiganya berpotensi
kuat untuk menyebabkan vasokonstriksi. ET-1 merupakan bentuk yang paling sering
terekspresi di antara famili endotelin lainnya. Dua subtipe reseptor endotelin yang telah
ditemukan pada miokardial manusia, yaitu tipe A dan B. Reseptor ET(A) menimbulkan
vasokonstriksi, proliferasi sel, hipertrofi patologis, fibrosis dan peningkatan
kontraktilitas, sedangkan ET(B) berperan dalam menghilangkan efek ET-1, pelepasan
Nitric Oxide (NO) dan prostasiklin. Pelepasan ET dari sel endotel dapat ditingkatkan oleh
beberapa agen vasoaktif (NE, angiotensin II, trombin) dan sitokin.
e. Elektrolit dan Bahan Kimia Lain
Penelitian berbasis populasi menunjukkan bahwa diet tinggi natrium berhubungan
dengan prevalensi stroke dan hipertensi. Sebaliknya, diet rendah natrium berhubungan
dengan prevalensi rendah hipertensi. Studi klinis telah menunjukkan secara konsisten
bahwa diet pembatasan natrium menurunkan tekanan darah dalam jumlah banyak (tetapi
tidak semua) terhadap pasien. Mekanisme yang menyebabkan kelebihan natrium pada
hipertensi tidak diketahui. Namun, hal ini mungkin berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi hormon natriuretik, yang akan menghambat intraselular transportasi natrium,
menyebabkan peningkatan reaktivitas vaskular dan meningkatnya tekanan darah.

DAFTAR PUSTAKA

Elfira. Cindy, .2019. Modul Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar.Jakarta:


Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan Kita”.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku. Kedokteran EGC.
Muttaqin,Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. Jakarta.
Penerbit: Salemba Medika
Potter, P. 1996. Pocket Guide to Basic Sklills and Procedures. St. Louise: Mosby Company
Syaifuddin,Haji.2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta. Penerbit:EKG
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta. Penerbit:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai