Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN HYPERTENSION HEART FAILURE


(HHF) dan DECOMPENSATIO CORDIS FUNCTIONAL
CLASS(DCFC) III & IV DI RUANG RAWAT INAP ADENIUM
RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

oleh
Devintania Kurniasti N.H., S.Kep.
NIM 112311101017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

1
A. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi dan Fisologi Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri
darijantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan
danmengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di
perlukandalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan
banyakmekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons
aktivitastubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar
aktivitasjaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih
banyakdi arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang
berfungsimemlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri (Muttaqin,
2009).

Gambar 1. Jantung pusat Kardiovaskuler

Gambar 2. Sistem Kardiovaskuler

2
Komponen Sistem Kardiovaskuler
Menurut Muttaqin (2009) dan Sloane (2003) Sistem Kardiovaskuler
merupakan suatu sistem transpor tertutup yang terdiri atas:
a. Jantung, sebagai organ pemompa untuk menggerakkan darah
b. Komponen darah, sebagai pembawa materi oksigen dan nutisi. Jarak
semua sel tubuh dari sumber nutrisi ini tidak pernah lebih dari satu
milimeter.
c. Pembuluh darah, sebagai media yang mengalirkan komponen darah
terbagi atas arteri, kapilar, dan vena.
Ketiga komponen tersebut harus berfungsi dengan baik agar seluruh jaringan
dan organ tubuh menerima suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat. Otot jantung,
pembuluh darah, sistem konduksi, suplai darah, dan mekanisme saraf jantung
harus bekerja bersama-sama dan mempengaruhi denyutan dan volume pompa
darah untuk menyuplai aliran darah ke seluruh jaringan sesuai kebutuhan yang
diperlukan oleh tubuh.

2. Anatomi dan Fisologi Jantung

Jantung terletak di rongga dada, di ruang antara paru-paru, terletak lebih ke


arah kiri daripada kanan dengan bagian apex di bagian bawah dan base di bagian
atas (Sloane, 2003). Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida
terbalik denganapeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis (
anterior-inferior ICS V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang
nadi paru, pembuluhbalik atas dan bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai
pusat sistem
kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang
terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum (Muttaqin, 2009).
Jantung merupakan organ muskuler yang dapat berkontraksi secara ritmis,dan
berfungsi memompa darah dalam sistem sirkulasi. Secara struktural menurrut
Sloane (2003) dindingjantung terdiri atas 3 lapisan (tunika) yaitu,
1. Endokardium terletak pada lapisan subendotel. Sebelah dalam dibatasi
oleh endotel. Endokardium tersusun atas jaringan penyambung jarang dan

3
banyak mengandung vena, syaraf (nervus), dan cabang-cabang sistem
penghantar impuls.
2. Miokardium terdiri atas sel-sel otot jantung. Sel-sel otot jantung dibagi
dalam 2 kelompok; sel-sel kontraktil dan sel-sel yang menimbulkan dan
menghantarkan impuls sehingga mengakibatkan denyut jantung.
3. Epikardium merupakan membran serosa jantung, membentuk batas viseral
perikardium. Sebelah luar diliputi oleh epitel selapis gepeng (mesotel).
Jaringan adiposa yang umumnya meliputi jantung terkumpul dalam
lapisan ini.
G
a
m
b
a
r

3
.
Lapisan Jantung

Bagian- bagian dari jantung


a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan denganpembuluh
darah besar dan dibnetuk oleh atrium sinistra dan sebagian olehatrium
dekstra.
b. Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul
(Sloane, 2003).
Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu:
a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan berbatasan dengan
dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan
sedikit ventrikel sinistra.

4
b. Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang berbentuk
segiempat berbatas dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding
atrium sinistra, sebgain atrium sinistra dan sebgain kecil dinding ventrikel
sinistra.
c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang bebatas
dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh dinding ventrikel sinistra
dan sebagian kecil ventrikel dekstra (Sloane, 2003).

Tepi jantung (margo kordis) yaitu:


a. Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai dari vena
kavasuperior sampai ke apeks kordis
b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari
bawahmuara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis
(Sloane, 2003).
Alur permukaan jantung:
a. Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis kordis
b. Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis dengan
aurikulasinistra berjalan kebawah menuju apeks kordis.
c. Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah kanan muara
vena cava inferior menuju apeks kordis (Sloane, 2003).
Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang menurut Muttaqin (2009) dan Guyton (2007)
yaitu:
1. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar,
bagiandalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
a. Muara atrium kanan terdiri dari:
1) Vena cava superior
2) Vena cava inferior
3) Sinus koronarius
4) Osteum atrioventrikuler dekstra
b. Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis

5
2. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui
osteumatrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui
osteumpulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium
kananterdiri dari:
a. Valvula triskuspidal
b. Valvula pulmonalis
3. Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
4. Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui
osteumatrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta terdiri
dari:
a. Valvula mitralis

b. Valvula semilunaris aorta

6
Katup-katup jantung terdiri atas bagian sentral yang terdiri atas
jaringanfibrosa padat menyerupai aponeurosis yang pada kedua permukaannya
dibatasi olehlapisan endotel. Katup-katup jantung terdiri dari:
1. Katup Arterioventrikular yang terdapat diantara atrium dan ventrikel, katup
tersebut dibagi lagi menjadi:
a. Katup Trikuspidalis (kanan)
b. Katup Mitral (kiri)
2. Katup Semilunaris yang memisahkan aliran darah dari jantung ke seluruh
tubuh dan paru-paru, katup tersebut dibagi lagi menjadi:
a. Katup pulmonari
b. Katup aorta

7
Persyarafan jantung tersusun atas sistem yang menimbulkan dan
menghantarkan impuls pada jantung. Sistem yang menimbulkan
danmenghantarkan impuls dari jantung terdiri atas beberapa struktur
yangmemungkinkan bagi atrium dan ventrikel untuk berdenyut secara berurutan
danmemungkinkan jantung berfungsi sebagai pompa yang efisien. Sistem ini
terdiriatas:
1. Simpul sinoatrial (dari Keith dan Flack) sebagai alat pacu (pace maker)
jantung.
2. Simpul atrioventrikuler (dari Tawara).

8
3. Juga terdapat berkas atrioventrikuler (berkas His) yang berasal dari
simpulatrioventrikuler dan berjalan ke ventrikel, bercabang dan
mengirimkan cabang-cabangke kedua ventrikel.
Otot jantung mempunyai kemampuan autostimulasi, tidak tergantung
dariimpuls syaraf. Sel-sel otot jantung yang telah diisolasi dapat berdenyut
denganiramanya sendiri. Pada otot jantung, sel-sel ini sangat erat berhubungan
dan terjadi
pertukaran informasi dengan adanya gap junction pada discus interkalaris.
Bagian parasimpatis dan simpatis sistem autonom mempersyarafi
jantungmembentuk pleksus-pleksus yang tersebar luas pada basis jantung. Pada
daerah-daerahyang dekat dengan simpul sinoatrial dan atrioventrikuler, terdapat
sel-sel syaraf ganglion dan serabut-serabut syaraf. Syaraf-syaraf ini
mempengaruhi iramajantung, dimana perangsangan bagian parasimpatis (nervus
vagus) menimbulkanperlambatan denyut jantung, sedangkan perangsangan syaraf
simpatis mempercepatirama pace maker.

Peredaran darah jantung


Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atriumdekstra
yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa darah dariventrikel

9
dekstra masuk ke paru-paru(pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteripulmonalis
terdapat katup vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalismembawa
darah dari paru-paru masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh darahterbesar)
membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah
katupvalvulasemilunaris aorta.
Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:
1. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan
kedepanantara trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan cabang-
cabangke atriumdekstra dan ventrikel kanan.
2. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
3. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke
atriumkanan melalui sinus koronarius yang terletak dibagian belakang
sulkusatrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena (Muttaqin, 2009).
Fisiologi Jantung
Fungsi umum otot jantung yaitu:
1. Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa
adanyarangsangan dari luar.
2. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai
ambangrangsang otot jantung maka seluruh jantung akan
berkontraksimaksimal.
3. Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot (Muttaqin, 2009).
Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia untuk
berkontraksi. Energy terutama berasal dari metabolism asamlemak dalam jumlah
yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutamalaktat dan glukosa. Proses
metabolism jantung adalah aerobic yangmembutuhkan oksigen (Muttaqin, 2009).
Pengaruh Ion Pada Jantung
1. Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkanjantung
dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.

10
2. Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan
jantungberkontraksi spastis.
3. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung (Muttaqin, 2009).
Elektrofisiologi Sel Otot jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitasmembrane sel.
Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensialaksi yang disebabkan
oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis.Lima fase aksi potensial
yaitu:
1. Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative(polarisasi) danbagian luar
bermuatan positif.
2. Fase depolarisasi(cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitasmembrane
terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar kedalam.
3. Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikitperubahan akibat
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatanpositih dalam sel menjadi
berkurang.
4. Fase plato(keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabilagak lama
sesuai masa refraktor absolute miokard(Muttaqin, 2009).
5. Fase repolarisasi(cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur
tidakmengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat
Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
1. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada didalam
dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
2. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septumatrium
dekat muara sinus koronari.
3. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan padatepi
posterior dan tepi bawah pars membranasea septuminterventrikulare.
4. Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada
padaendokardium menyebar pada kedua ventrikel(Muttaqin, 2009).

11
Curah jantung
Menurut Muttaqin (2009) normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri
dan kanan samabesarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu
menitdisebut curah jantung (cardiac output).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
1. Beban awal
2. Kontraktilitas
3. Beban akhir
4. Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1. Periode systole
2. Periode diastole
3. Periode istirahat
MIKROSIRKULASI
Tempat pertukaran zat CIS dan CES (interstitial) adalah kapiler. Dan dipengaruhi
oleh kecuali dinding kapiler, arteriole, venolus karena dapat mengatu rjumlah dan
kecepatan aliran darah. Ketiga rangkaian tersebut disebut
denganmikrosirkulasi(Muttaqin, 2009).

TEKANAN DARAH
Selisih diastolic dan sistolik disebut pulse pressure. Misalnya tekanansistolik 120
mmHg dan diastolic 80 mmHg maka tekanan nadi sama denga 40mmHg. Tekanan
darah tidak selalu sesuai karena salah satu factor yangmempengaruhinya adalah
keadaan kesehatan dan aktivitas (Guyton, 2007).
Pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah yaitu:
1. Sistem saraf
a. Presoreseptor dan kemoreseptor: serabut saraf aferen yang menujupusat
vasomotor berasal dari baroreseptor arteri dan kemoreseptoraortadan
karotis dari korteks serebri.

12
b. Hipotalamus: Berperan dalam mengatur emosi dan tingkah laku
yangberhubungan dengan pengaturan kardiovaskuler
c. Serebrum: Mempengaruhi tekanan dari karena penurunan responstekanan,
vasodilatasi, dan respons depressor meningkat.
d. Reseptor nyeri: bergantung pada intensitas dan lokasi stimulus
e. Reflex pulmonal: inflasi paru menimbulkan vasodilatasi sistemik
danpenurunan tekanan darah arteri dan sebaliknya kolaps
parumenimbulkan vasokonstriksi sistemik
2. Sistem humoral atau kimia: berlangsung local atau sistemik, misalnyarennin-
angiotensin, vasopressin, epineprin, asetikolin, serotonin,adenosine, kalsium,
magnesium, hydrogen dan kalium.
3. Sistem hemodinamik: lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah,susunan
kapiler, perubahan tekanan osmotic, dan hidrostatik bagianluar, dan dalam
sistem vaskuler.
4. Sistem limfatik: komposisi sistem limfatik hampir sama dengankomposisi
kimia plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosityang mengalir
sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam alirandarah.

13
B. Hypertension Heart Failure
Menurut American Journal of Hypertension (2003) gagal jantung (heart
failure) adalah hasil akhir dari tahap-tahap penyakit kardiovaskuler. Penyebab
tersering gagal jantung adalah hipertensi kronik dan infark miokard akut. Penyakit
kardiovaskuler biasanya dimulai dengan faktor resiko klasik seperti hipertensi,
obesitas, diabetes melitus, merokok, dan dislipidemia. Hubungan tersebut
digambarkan dalam figure 1 dibawah ini.

Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalahsuatu keadaan dimana tekanan darah arterial tinggi
(meningkat) atau tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg
dan tekanan diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg (Chobanian,
2003).
2. Klasifikasi
a. Hipertensi Berdasarkan Etiologinya
1. Hipertensi primer atau essensial adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui(Brown, 2006). Hipertensi primer
sekitar 90-95% (Katzung, 2008).

14
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh
adanya penyakit lain (Brown, 2006 dan August, 2003) .
b. Hipertensi Berdasarkan Derajatnya
Hipertensi diklasifikasikan menurut Klasifikasi tekanan darah menurut
American Heart Association (2014) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Derajat 1 140-159 90-99
Derajat 2 160 atau lebih tinggi 100 atau lebih tinggi
Derajat 3 180 110
Sumber: American Heart Association (2014)

3. Faktor Resiko
Faktor-faktor risiko hipertensi menurut Tan (2010) dan Katzung (2008),
antara lain:
a. Usia (>60 tahun)
b. Faktor genetik
c. Jenis kelamin
d. Stress
e. Asupan garam
f. Obesitas
g. Gaya hidup yang kurang sehat:
1) Kebiasaan merokok
2) Minum minuman beralkohol

4. Patofisiologi
Di dalam tubuh, terdapat empat sistem yang mengendalikan tekanan
darah, yaitu baroreseptor, pengaruh volume cairan tubuh, sistem renin-
angiotensin, dan autoregulasi pembuluh darah. Menurut persamaan
hidrolik, tekanan darah arterial (BP) adalah berbanding langsung dengan
hasil perkalian antara aliran darah (curah jantung, CO) dan tahanan

15
lewatnya darah melalui arteriol prekapiler (tahanan vaskular perifer, PVR)
(Katzung, 2008).

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG X TAHANAN PERIFER8

Hipertensi akan terjadi apabila ada perubahan pada persamaan tekanan


darah karena adanya perubahan salah satu faktor yaitu resistensi pembuluh
darah perifer (tahanan perifer) maupun curah jantung. Beberapa faktor
penting yang dapat mempengaruhi perubahan dua hal tersebut, antara lain
faktor genetik, stres, asupan garam yang berlebihan, obesitas, nefron yang
berkurang dan bahan-bahan yang berasal dari endotel (Kaplan, 2006).
5. Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan pengukuran tekanan darah
secara berulang-ulang. Tekanan darah diukur saat seorang duduk selama 5
menit, dengan kaki berada di lantai dan lengan setinggi posisi jantung
(Chobanian, 2003). Setelah dilakukan 2 kali pengukuran tekanan darah
pada waktu yang berbeda (berselang minimal 1 minggu)(Tan, 2002),
didapatkan nilai tekanan darah rata-rata 140/90 mmHg, maka diagnosis
hipertensi dapat ditegakkan.
6. Terapi yang dilakukan
Tujuan pengobatan penderita hipertensi essensial adalah untuk mencapai
tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg (ODonnell, 2006 dan
Chobanian, 2003) dan mengendalikan setiap faktor risiko kardiovaskular
melalui perubahan gaya hidup(ODonnell, 2006; Chobanian, 2003; dan
Rahmouni, 2005). Langkah-langkah yang termasuk perubahan gaya hidup,
antara lain:

a. Penderita hipertensi yang memiliki berat badan berlebihan dianjurkan


untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal (Body Mass
Index (BMI) 18,5-24,9 kg/m2) (Chobanian, 2003)
b. Mengadopsi DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
eating plan (Chobanian, 2003)

16
c. Mengurangi garam dalam diet. Konsumsi garam harus dibatasi sampai
kurang dari 2,4 gram natrium atau 6 gram natrium klorida sehari (Tan,
2002 dan Pimenta et al, 2009). Berhenti merokok (Tan, 2002).
d. Membatasi minum kopi sampai maksimum 3 cangkir sehari (Tan,
2002).
e. Membatasi minum alkohol tidak lebih dari 2 konsumsi untuk laki-laki
dan 1 konsumsi untuk wanita (Tan, 2002).
f. Cukup istirahat dan tidur adalah penting, karena selama periode itu
tekanan darah menurun (Tan, 2002).
g. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah yang tinggi
(Chobanian, 2003 dan Tan, 2002).
Terapi Farmakologis
Berikut ini macam-macam golongan obat antihipertensi yang dapat
langsung diberikan secara sendiri-sendiri maupun kombinasi :
a. Diuretika
Diuretika menurunkan tekanan darah dengan cara mengosongkan
simpanan natrium tubuh (Katzung, 2008)
b. Beta Blocker
Beta Blocker memblokade reseptor 1 di jantung (juga di Sistem saraf
pusat (SSP) dan ginjal) sehingga menyebabkan melemahnya daya
kontraksi jantung, penurunan frekuensi jantung, dan penurunan
volume-menitnya. Beta Blocker juga memblokade reseptor 2 di
bronkus yang menyebabkan vasokontriksi bronkus (Tan, 2002)
c. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor menurunkan tekanan darah dengan jalan mengurangi
daya tahan pembuluh perifer dan vasodilatasi tanpa menimbulkan
refleks takikardia atau retensi garam (Tan, 2002)
d. Angiotensin II Antagonist / Angiotensin II Receptor Blocker
Angiotensin II Antagonist menghalangi penempelan zat angiotensin II
pada reseptornya sehingga tidak terjadi vasokonstriksi dan tidak
terjadi retensi air dan garam (Katzung, 2008 dan Tan, 2002).

17
e. Calsium Channel Blocker
Calsium Channel Blocker melebarkan arteriol perifer dan mengurangi
tekanan darah. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat infulks
kalsium ke dalam sel otot polos arteri sehingga dapat mengurangi
penyaluran impuls dan kontraksi miokard serta dinding pembuluh
darah(Katzung, 2008 dan Tan, 2002). Contoh obatnya yaitu nifedipin,
diltiazem dan verapamil(Katzung, 2008).
7. Komplikasi
Pada penderita hipertensi yang tidak diobati akan terjadi peningkatan
morbiditas dan mortalitas. Komplikasi komplikasi hipertensi, antara lain:
a. Penyakit jantung : 1) Hipertrofi ventrikel kiri, 2) Angina, 3) Infark
miokardium, 4) Gagal jantung, 5) Penyakit jantung koroner
(Odonnell, 2006 dan Chobanian, 2003). Jumlah kematian akibat
hipertensi yang disebabkan oleh infark miokardium dan gagal jantung
sebesar 50 %.
b. Stroke atau transient ischemic attack.
c. Gagal ginjal.
d. Peripheral arterial disease(Odonnell, 2006).
e. Retinopathy(Chobanian, 2003).

Penyakit Jantung Hipertensi (Hypertension Heart Disease)


1. Definisi
Penyakit jantung hipertensi adalahpenyakit jantung yang disebabkan oleh
tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang
ditandai adanya hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung
dari tingginya tekanan darah tersebut (Yogiantoro, 2006).
2. Etiologi
Sebab utama penyakit jantung hipertensi adalah tekanan darah yang
meningkat dan berlangsung kronik. Tekanan darah tinggi meningkatkan
beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat
menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah

18
melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah, ventrikel kiri
membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya
(cardiac output) berkurang (Brown, 2006).
3. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi berjalan cukup kompleks,
karena berhubungan dengan berbagai faktor, seperti hemodinamik,
struktural, neuroendokrin, selular, dan molekular. Di satu sisi, faktor-
faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat
memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah
menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara
langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui
neurohormonal dan perubahan vaskular terkait (Brown, 2006 dan Berk et
al, 2007).
4. Komplikasi penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Abnormalitas atrium kiri
c. Penyakit katup jantung
d. Penyakit jantung koroner
e. Gagal jantung (Brown, 2006).
5. Diagnosis
Diagnosispenyakit jantung hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesisnya sesuai
dengan anamnesis riwayat penyakitnya sekarang dan adanya riwayat
penyakit hipertensi yang tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik
kemungkinan didapatkan:
a. Batas-batas jantung melebar
b. Impuls apeks prominen
c. Bunyi jantung S2 meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta
d. Kadang-kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta

19
e. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat
peninggian tekanan atrium kiri
f. Bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri
g. Suara napas tambahan seperti ronkhi basah atau kering
h. Pemeriksaan perut untuk pembesaran hati, limpa, ginjal, dan ascites
(Yogiantoro, 2006; Berk et al, 2007; dan Fisher, 2005).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis penyakit jantung hipertensi, antara lain:
a. Pemeriksaan laboratorium awal (pemeriksaan darah dan urinalisa)
b. Analisis gas darah
c. Elektrokardiografi untuk menemukan adanya hipertrofi ventrikel kiri
jantung
d. Foto thorax untuk menemukan adanya pembesaran jantung atau tanda-
tanda bendungan paru
e. Echocardiography, dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih
dini dan lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%) (Yogiantoro,
2006; Berk et al, 2007; dan Fisher, 2005).

Gagal Jantung Kongestif(Congestive Heart Failure)


1. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi
akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya (ODonnell,
2006).
2. Epidemiologi
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari
penduduk usia 50 tahun, sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau
lebih, dan 25% dari mereka yang berusia 85 tahun atau lebih.Di Amerika

20
Serikat, hampir 5 juta orang telah didiagnosis gagal jantung dan ada sekitar
550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini lebih sering pada
penduduk Amerika Afrika daripada penduduk kulit putih (American Heart
Association, 2004).
3. Etiologi
a. Kelainan mekanik
1) Peningkatan beban tekanan
a) Sentral (stenosis aorta, dll)
b) Perifer (hipertensi sistemik, dll)
2) Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau, peningkatan
beban awal, dll )
3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau
trikuspidal)
4) Tamponade perikardium
5) Pembatasan miokardium atau endokardium
6) Aneurisma ventrikel
7) Dissinergi ventrikel(American Heart Association, 2004).
b. Kelainan miokardium (otot)
1) Primer
a) Kardiomiopati
b) Miokarditis
c) Kelainan metabolik
d) Toksisitas (alkohol, kobalt)
e) Pesbikardia(American Heart Association, 2004).
2) Kelainan disdinamik sekunder (akibat kelainan mekanik)
a) Deprivasi oksigen (penyakit jantung koroner)
b) Kelainan metabolik
c) Peradangan
d) Penyakit sistemik
e) Penyakit Paru Obstruksi Kronis(American Heart Association,
2004).

21
c. Perubahan irama jantung atau urutan hantaran
1) Tenang
2) Fibrilasi
3) Takikardia atau bradikardia ekstrim
4) Asinkronitas listrik, gangguan konduksi(American Heart
Association, 2004).
4. Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif
Sindrom gagal jantung kongestif timbul sebagai konsekuensi dari adanya
abnormalitas struktur, fungsi, irama, ataupun konduksi jantung. Di negara-
negara maju, disfungsi ventrikel merupakan penyebab mayor dari kasus ini
(ODonnell, 2006 dan Figueroa, 2006).
Faktor-faktor komorbid menyebabkan mekanisme kompensasi sehingga
terjadi gagal jantung. Mekanisme kompensasi yang dapat terjadi antara
lain adalah mekanisme kompensasi pada jantung, syaraf otonom, dan
hormon. Pada jantung, dapat terjadi mekanisme Frank Starling, hipertrofi
dan dilatasi ventrikel, dan takikardi. Pada syaraf otonom, terjadi
peningkatan aktifitas syaraf simpatis. Sedangkan pada mekanisme
kompensasi yang terjadi pada hormon adalah berupa sistem renin-
angiotensi-aldosteron, vasopressin, dan natriuretik peptida(ODonnell,
2006 dan Figueroa, 2006).
5. Mekanisme Kompensasi pada Jantung
Secara keseluruhan, perubahan yang terjadi pada fungsi jantung yang
berhubungan dengan gagal jantung dapat menurunkan daya kontraktilitas.
Ketika terjadi penurunan daya kontraktilitas, jantung berkompensasi
dengan adanya kontraksi paksaan yang kemudian dapat meningkatkan
cardiac output. Pada gagal jantung kongestif, kompensasi ini gagal terjadi
sehingga kontraksi jantung menjadi kurang efisien. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan stroke volume yang kemudian menyebabkan
peningkatan denyut jantung untuk dapat mempertahankan cardiac output.
Peningkatan denyut jantung ini lama-kelamaan berkompensasi dengan
terjadinya hipertrofi miokardium, yang disebabkan peningkatan

22
diferensiasi serat otot jantung untuk mempertahankan kontaktilitas
jantung. Jika dengan hipertrofi miokardium, jantung masih belum dapat
mencapai stroke volume yang cukup bagi tubuh, terjadi suatu kompensasi
terminal berupa peningkatan volume ventrikel (ODonnell, 2006 dan
Figueroa, 2006).
Preload seringkali menunjukkan adanya suatu tekanan diastolik akhir atau
volume pada ventrikel kiri dan secara klinis dinilai dengan mengukur
tekanan atrium kanan. Walaupun demikian, preload tidak hanya
tergantung pada volume intravaskular, tetapi juga dipengaruhi oleh
keterbatasan pengisian ventrikel. Pompa otot jantung akan memberikan
respon pada volume output. Jika volume meningkat, maka jumlah darah
yang mampu dipompa oleh otot jantung secara fisiologis juga akan
meningkat, hubungan ini sesuai dengan hukum Frank-Starling
(ODonnell, 2006 dan Figueroa, 2006).
Tolak ukur akhir pada stroke volume adalah afterload. Afterload adalah
volume darah yang dipompa oleh otot jantung, yang biasanya dapat dilihat
dari tekanan arteri rata-rata. Afterload tidak hanya menunjukkan resistensi
vaskular tetapi juga menunjukkan tekanan dinding thoraks dan intrathoraks
yang harus dilawan oleh miokardium. Ketiga variabel ini terganggu pada
pasien gagal jantung kongestif. Gagalnya jantung pada gagal jantung
kongestif dapat dievaluasi dengan menilai ketiga variabel tersebut. Jika
cardiac output turun, maka denyut jantung dan stroke volume akan
berubah untuk mempertahankan perfusi jaringan. Jika stroke volume tidak
dapat dipertahankan, denyut jantung ditingkatkan untuk mempertahankan
cardiac output(ODonnell, 2006 dan Figueroa, 2006).
6. Mekanisme Kompensasi pada Syaraf Otonom dan Hormon
Respon neurohormonal meliputi aktivasi syaraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin, dan peningkatan pelepasan hormon antidiuretik (vasopressin)
dan peptida natriuretik atrium (ODonnell, 2006 dan Figueroa, 2006).
Sistem syaraf simpatis dan renin-angiotensin adalah respon mayor yang
dapat terjadi. Secara bersamaan, kedua sistem ini menyebabkan

23
vasokonstriksi sistemik, takikardi, meningkatkan kontraktilitas
miokardium, dan retensi air dan garam untuk mempertahankan tekanan
darah sehingga perfusi jaringan menjadi lebih adekuat. Namun jika
berlangsung lama, hal ini dapat menurunkan cardiac output dengan
meningkatkan resistensi vaskular sistemik. Peningkatan denyut jantung
dan kontraktilitas miokardium dapat meningkatkan konsumsi oksigen.
Retensi air dan garam dapat menyebabkan kongesti vena (Figueroa, 2006).
Selain itu, faktor neurohormonal lain yang berperan dalam gagal jantung
kongestif adalah sistem renin-angiotensin. Penurunan tekanan perfusi
ginjal dideteksi oleh reseptor sensorik pada arteriol ginjal sehingga terjadi
pelepasan renin dari ginjal. Hal ini dapat meningkatkan tekanan filtrasi
hidraulik glomerulus yang disebabkan oleh penurunan tekanan perfusi
pada ginjal. Angiotensin II akan menstimulasi sintesis aldosteron, yang
akan menyebabkan retensi air dan garam pada ginjal. Awalnya,
kompensasi ini merupakan usaha tubuh untuk mempertahankan perfusi
sistemik dan ginjal. Namun, aktivasi yang lama pada sistem ini dapat
menyebabkan edema, peningkatan tekanan vena pulmonal, dan
peningkatan afterload. Hal ini dapat memperberat kondisi gagal jantung
(Figueroa, 2006).
Mediator sistemik lainnya yang dapat dikenali adalah peningkatan
konsentrasi endothelin sistemik yang dapat menyebabkan vasokonstriksi
perifer dan kemudian menyebabkan hipertrofi miosit dan terjadilah
remodelling. Peptida natriuretik pada atrium dan otak yang dilepaskan dari
atrium dapat menyebabkan peningkatan tekanan atrium. Peningkatan ini
berkorelasi positif dengan tingginya angka mortalitas dan aritmia
ventrikel, walaupun korelasi ini tidak sekuat korelasi yang ditimbulkan
oleh peningkatan level norepinephrin plasma (Figueroa, 2006).
Efek respon neurohormonal ini menyebabkan adanya vasokonstriksi
(untuk mempertahankan tekanan arteri), kontraksi vena (untuk
meningkatkan tekanan vena), dan meningkatkan volume darah. Umumnya,
respon neurohormonal ini dapat dilihat dari mekanisme kompensasi, tetapi

24
dapat juga meningkatkan afterload pada ventrikel (yang menurunkan
stroke volume) dan meningkatkan preload sehingga menyebabkan edema
dan kongesti pulmonal ataupun sistemik. Ada juga teori yang menyatakan
bahwa faktor lain yang dapat terjadi pada gagal jantung kongestif ini
adalah nitrit oksida dan endotelin (keduanya dapat meningkat pada kondisi
gagal jantung) yang juga berperan dalam patogenesis gagal jantung
(Figueroa, 2006).

7. Klasifikasi Gagal Jantung


Menurut Mansjoer (2001), berdasarkan bagian jantung yang mengalami
kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,
gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri
terjadi dyspneu deffort, fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal,
batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap
S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternans, ronkhi
dan kongesti vena pulmonalis (Yugiantoro, 2006 dan Brown, 2006).
Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia,dan
kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,
heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda
penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2
mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali,
dan pitting edema. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi
gabungan gagal jantung kiri dan kanan (Yugiantoro, 2006 dan Brown,
2006).
New York Heart Association (NYHA), Mansjoer (2001) membuat
klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
1. Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2. Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari hari tanpa keluhan
3. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa
keluhan.

25
4. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas
apapun dan harus tirah baring (Yugiantoro, 2006 dan Brown, 2006).
8. Kriteria Diagnosis Gagal Jantung Kongestif
Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung
kongestif. Kriteria diagnosis ini meliputi kriteria mayor dan minor.
Kriteria mayor terdiri dari beberapa tanda klinis, antara lain:
a. Paroksismal nokturnal dispnea
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peningkatan tekanan vena jugularis (>16 cmH2O)
h. Refluks hepatojugular positif
Kriteria minor terdiri dari beberapa gejala, antara lain:
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea deffort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (lebih dari 120 kali per menit)
Kriteria mayor atau minor, antara lain penurunan berat badan 4,5 kg
selama 5 hari pemberian terapi.
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor(Tanpa Nama, 2008).
9. Penegakkan Diagnosis Gagal Jantung Kongestif
a. Anamnesis lengkap mengenai riwayat kardiopulmonal
b. Pemeriksaan fisik: hasil temuan berupa tanda klinis yang ada di
criteria Framingham

26
c. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik,
elektrolit, urinalisis, hormon stimulasi tiroid, dan BUN)
d. Rontgen Thoraks: kardiomegali, edema paru
e. Elektrokardiografi: sesuai dengan hasil elektrokardiografi penyakit
penyebab
10. Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Jika tidak terdapat faktor penyebab yang dapat diobati,
penatalaksanaan medis adalah dengan mengubah gaya hidup dan
pengobatan medis. Perubahan gaya hidup ditujukan untuk kesehatan
penderita dan untuk mengurangi gejalanya, memperlambat
progresifitas gagal jantung kongestif, dan memperbaiki kualitas hidup
penderita. Hal ini berdasarkan rekomendasi American Heart
Association dan organisasi jantung lainnya (Tanpa Nama, 2008).
1) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
kardiomiopati khususnya pada laki-laki dan usia 40 ke atas.
Walaupun jumlah alkohol yang dapat menyebabkan
kardiomiopati tidak dapat ditegaskan, namun konsumsi alkohol
lebih dari 11 unit per hari lebih dari 5 tahun dapat menjadi faktor
risiko terjadinya kardiomiopati. Semua penderita gagal jantung
kongestif harus diberikan masukan untuk menghindari konsumsi
alkohol (Tanpa Nama, 2008).
2) Merokok
Tidak ada penelitian prospektif yang menunjukkan adanya efek
merokok terhadap gagal jantung kongestif. Namun, merokok dapat
memperburuk keadaan gagal jantung kongestif pada beberapa
kasus. Dengan demikian, penderita dengan gagal jantung kongestif
harus menghindari rokok (Tanpa Nama, 2008).
3) Aktifitas fisik

27
Pada salah satu penelitian, dibuktikan bahwa penderita gagal
jantung kongestif yang melakukan aktifitas fisik memberikan
outcome yang lebih baik daripada penderita gagal jantung kongestif
yang hanya ditatalaksana seperti biasa. Penderita gagal jantung
kongestif yang sudah stabil perlu dilakukan motivasi untuk dapat
melakukan aktifitas fisik dengan intensitas yang rendah secara
teratur (Tanpa Nama, 2008).
4) Pengaturan diet
a) Membatasi konsumsi garam dan cairan
Pembatasan konsumsi garam pada penderita gagal jantung
kongestif memiliki efek baik terhadap tekanan darah. Penderita
gagal jantung kongestif harus membatasi garam yang
dikonsumsi tidak boleh lebih dari 6 gram per hari (Tanpa
Nama, 2008).
b) Monitor berat badan per hari
Belum ada percobaan klinis yang membuktikan adanya
keterkaitan antara monitor berat badan per hari dan
penatalaksanaan gagal jantung kongestif. Namun, monitor
terhadap berat badan ini perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi perolehan berat badan atau kehilangan berat
badan per hari pada penderita gagal jantung kongestif (Tanpa
Nama, 2008).
b. Penatalaksanaan Farmakologis
1) Diuretik

28
Diuretik digunakan untuk mengobati kelebihan cairan yang
biasanya terjadi pada gagal jantung kongestif. Diuretik
menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan garam dan air dari
aliran darah sehingga mengurangi jumlah volume darah dalam
sirkulasi. Dengan volume darah yang rendah, jantung tidak akan
bekerja keras. Dalam hal ini, jumlah sel darah merah dan sel darah
putih tidak berubah (ODonnell, 2006).
Diuretik dimulai dengan dosis awal yang rendah, kemudian dosis
perlahan-lahan ditingkatkan sampai output urine meningkat dan
berat badan menurun, biasanya 0.5 hingga 1 kg per hari. Dosis
pemeliharaan diuretik digunakan untuk mempertahankan diuresis
dan penurunan berat badan. Penggunaan diuretik ini perlu
dikombinasikan dengan pembatasan konsumsi natrium (ODonnell,
2006 dan Katzung, 2008).
Diuretik yang biasanya digunakan pada gagal jantung meliputi
furosemid, bumetanid, hidroklortiazid, spironolakton, torsemid,
atau metolazon, atau kombinasi agen-agen tersebut. Spironolakton
dan eplerenon tidak hanya merupakan diuretik ringan jika
dibandingkan dengan diuretik kuat seperti furosemid, tetapi juga
jika digunakan dalam dosis kecil dan dikombinasikan dengan ACE
Inhibitor akan memperpanjang harapan hidup. Hal ini disebabkan
karena kombinasi obat ini mampu mencegah progresifitas
kekakuan dan pembesaran jantung (ODonnell, 2006 dan Katzung,
2008).
2) Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
ACE Inhibitordapat memperbaiki kondisi penderita gagal jantung
kongestif, penyakit jantung koroner, dan penyakit vaskular
aterosklerosis, maupun nefropati diabetikum. ACE Inhibitortidak
hanya akan mempengaruhi sistem renin-angiotensin, tetapi juga
akan meningkatkan aksi kinin dan produksi prostaglandin.
Keuntungan penggunaan ACE Inhibitor ini berupa mengurangi

29
gejala, memperbaiki status klinis, dan menurunkan resiko kematian
pada penderita gagal jantung kongestif ringan, sedang, maupun
berat, dengan atau tanpa penyakit jantung koroner (ODonnell,
2006 dan Katzung, 2008).
3) Inotropik
Inotropik bersifat simultan, seperti dobutamin dan milrinon, yang
dapat meningkatkan kemampuan pompa jantung. Hal ini digunakan
sebagai pengobatan pada kasus dimana ventrikel kiri sangat lemah
dan tidak berespon terhadap pengobatan standar gagal jantung
kongestif. Salah satu contohnya adalah digoksin. Obat ini
digunakan untuk memperbaiki kemampuan jantung dalam
memompakan darah. Karena obat ini menyebabkan pompa paksa
pada jantung, maka obat ini disebut sebagai inotropik positif.
Namun demikian, digoksin merupakan inotropik yang sangat lemah
dan hanya digunakan untuk terapi tambahan selain ACE Inhibitor
dan beta blocker(ODonnell, 2006 dan Katzung, 2008).
4) Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB)
Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB) bekerja dengan mencegah
efek angiotensin II di jaringan. Obat-obat ARB, misalnya antara
lain candesartan, irbesartan, olmesartan, losartan, valsartan,
telmisartan, dan eprosartan. Obat-obatan ini biasanya digunakan
pada penderita gagal jantung kongestif yang tidak dapat
menggunakan ACE Inhibitor karena efek sampingnya. Keduanya
efektif, namun ACE Inhibitor dapat digunakan lebih lama dengan
jumlah yang lebih banyakdigunakan pada data percobaan klinis dan
informasi pasien (ODonnell, 2006 dan Katzung, 2008).
5) Beta Blocker
Beta Blocker dapat menurunkan frekuensi denyut jantung,
menurunkan tekanan darah, dan memiliki efek langsung terhadap
otot jantung sehingga menurunkan beban kerja jantung. Reseptor
beta terdapat di otot jantung dan di dalam dinding arteri. Sistem

30
syaraf simpatis memproduksi zat kimia yang disebut sebagai
norepinefrin yang bersifat toksik terhadap otot jantung jika
digunakan dalam waktu lama dan dengan dosis yang tinggi
(ODonnell, 2006 dan Katzung, 2008).
6) Hidralazin
Hidralazin merupakan vasodilator yang dapat digunakan pada penderita
gagal jantung kongestif namun tidak memiliki efek yang sedikit terhadap
tonus vena dan tekanan pengisian jantung. Namun efek pemberian
hidralazin tunggal tanpa kombinasi dengan obat lain terhadap gagal
jantung kongestif belum dapat dibuktikan secara klinis.Pemberian
hidralazin dan isosorbid dinitrat dapat menurunkan angka kematian
penderita gagal jantung kongestif (ODonnell, 2006 dan Katzung,
2008).

11. Prognosis Gagal Jantung Kongestif


Secara umum, mortalitas pasien gagal jantung rawat inap sebesar 5-20%
dan pada pasien rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama setelah
diagnosis. Angka ini dapat meningkat sampai 50% setelah 5 tahun pasca
diagnosis. Mortalitas pasien gagal jantung dengan NYHA kelas IV,
ACC/AHA tingkat D sebasar lebih dari 50% pada tahun pertama (Dumitu,
2011).

31
Clinical Pathway
Elastisitas Menurun
Umur Ateroklerosis Jenis Kelamin Gaya Hidup obesitas

Penurunan cairan Penurunan tekanann perfusi Penurunan


ekstraselular ginjal NA+tubuh

Peregangan afferent arteri


glomerulus

Stimulus juxtaglomerulus

Renin

Angiotensinogen Angiotensin I

Angitensin II

Hipertensi Pembuluh darah

Hipertropi ventrikel Beban tekanan Beban Peningkatan Beban volume


kiri (LVH) berlebihan sistolik kebutuhan berlebihan
berlebihan metabolisme
Disfungsi Miokard Beban sistole
(AMI) Miokarditis meningkat
Preload
meningkat
Kontraktilitas Kontraktilitas
menurun menurun

Hambatan
pengosongan ventrikel

COP menurun

Beban jantung
meningkat

32
Congestive Heart Gagal jantung
Failure (CHF) kanan

Gagal pompa Gagal pompa


Ventrikel kiri ventrikel kanan

Sinyal mencapai Tekanan diastol meningkat


Sistem Saraf Pusat

Backward failure Bendungan atrium kanan


Forward failure

LVED naik Bendungan sistemik


Suplai darah ke Suplai O2otak Renal flow
jaringan menurun menurun menurun
Tek. Vena pulmonalis
meningkat Lien Hepar
Metabolisme sinkop RAA
anaerob meningkat
Tek. Kapiler paru Splenomegali Hepatomegali
Penurunan ADH meningkat
Penimbunan As. Laktat perfusi
& ATP menurun meningkat
jaringan
Edema paru Beban ventrikel kanan Mendesak diafragma
Retensi Na meningkat
Fatigue + H2O
Ronkhi basah Sesak Nafas Nyeri akut
Hipertrofi ventrikel
Kelebihan Penumpukan sekret kanan
volume cairan Pola nafas tidak
vaskuler efektif
Gangguan Peneyempitan lumen
Pertukaran Gas
33
1. Asuhan Keperawatan
Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada usia
lanjut dan memiliki penyakit degeneratif
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: dapat terjadi pada semua pekerjaan.
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: Hypertension Heart Failure (HHF)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: biasanya klien masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak nafas.
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran.
Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-
kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk.
e. Riwayat penyakit dahulu: penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),
diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),
ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi).

34
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya :
1. Kebiasaan minum alkohol
2. Kebiasaan merokok
3. Menggunakan obat-obatan
4. Aktifitas atau olahraga
5. Stress

Pengkajian Fisik (B1-B6)


Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien gagal jantung biasanya didapatkan sesak nafas, kelemahan,
peningkatan suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC. Keadaan ini
biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi alveoli yang sudah
menggangu pusat pengatur suhu tubuh (Muttaqin, 2008).

B1 Breathing
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering
didapatkan pada pasien gagal jantung. Palpasi adanya ketidaksimetrisan
pernapasan pada klien. Perkusi seluruh dada dan lapang paru untuk
menentukan letak gangguan di paru sebelah mana. Auskultasi bunyi napas
tambahan yaitu stridor maupun ronkhi pada pasien gagal jantung.
B2 Blood

35
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun. Berhubungan dengan adanya agen asing yang masuk di dalam
tubuh.
B3 Brain
Pada klien dengan gagal jantung pada fase akut dapat terjadi penurunan GCS,
refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau bakteri di
dalam paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem saraf pusat.
B4 Bladder
Pada gagal jantung produksi menurun oliguri maupun anuria. Observasi
adanya penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah atau
syok hipovolemik.
B5 Bowel
Gagal jantung kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses normal
atau dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan anoreksia.
B6 Bone
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2ke jaringan juga
menurun mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit nampak
pucat, sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta kemerahan.

Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnu pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : gelisah, perubahan status mental, misalnya letargi, tanda vital
berubah pada saat aktivitas
Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, IM (Infark Miokard) baru/akut, episode GJK
(Gagal Jantung Kongestif) sebelumya, penyskit jsntung, bedah jantung,
endokarditis, SLE (Sistemik Lupus Eritematosus), anemia, syok septic,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : Tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan) ; normal (gagal
jantung kongestif ringan atau kronis) ; atau tinggi (kelebihan beban cairan/
peningkatan tahanan vakuler sistemik). Tekanan nadi, mungkin sempit

36
menunjukan penurnan volume sekuncup, frekuensi jantung : disritmia,
misalnya fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel premature / takikardia, blok
jantung. Nadi apical : titik denyut jantung maksimal mungkin menyebar dan
berubah posisi secara inferior kekiri. Bunyi jantung S3(gallop) adalah
diagnostik ; S4 dapat terjadi ; S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik
dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi. Nadi
: nadi perifer berkurang, kekuatan dalam denyutan dapat terjadi : nadi sentral
mungkin kuat misalnya : nadi jugularis, karotis, abdominal terlihat . warna
kulit ; pucat, kebiruan, abu-abu, sianotik. Punggung kuku ; pucat atau sianotik
dengan pengisian kapiler lambat. Hepar ; pembesaran dapat teraba, reflex
hepatojugularis. Bunyi napas ; krekels, ronkhi. Edema mungkin dependen,
umum atau pitting, khusunya pada ekstremitas ; DVJ (Distensi Vena
Jugularis)
Integritas ego
Gejala : ansietas, kuatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan
penyakit atu keprihatinan financial (pekerjaan atau biaya perawatan medis)
Tanda : berbagai manifestasi perilaku, misalnya ansietas, marah, ketakutan,
mudah tersinggung.
Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari
(Nokturia), diare/konstipasi.
Makanan dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaina/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/ makan yang telah dip roses lemak, gula dan kafein.
Penggunan diur etik.
Tanda : penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites); edema
(umum, dependen, tekanan, pitting)
Hygiene
Gejala : keletihan/kelemahan, kelelahan selama kativitas perawatan diri.
Tanda : penampilan menandakan kelainan perawatan personal

37
Neorosensori
Gejal : kelemahan, pening, episode pingsan
Tanda : letargi, kusut piker, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
(AkaA), sakit pada otot
Tanda : tidak tenang, gelisah, focus menyempit (menarik diri), perilaku
melindungi diri.
Pernapasan
Gejala : dispnu saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengan / tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit paru
kronis, pengguanaan bantuan pernapasan, misalnya oksigen atau medikasi.
Tanda : pernapasan : takipnu, napas dangkal pernapasan labored;
penggunaan otot aksesori pernapasan, nasal faring. Batuk :
kering/nyaring/nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dengan atau
tanpa pembentukan sputum. Sputum: mungkin bersemuh darah, merah
mudah/berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas : mungkin tidak terdengar
dengan krekels basilar dan mengi. Fungsi mental : mungkin menurun, letargi,
kegelisahan, warna kulit: pucat atau sianosis.
Keamanan
Gejala : perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan / tonus otot.
Interaksi sosial
Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
Pembelajaran dan pengajaran
Gejala : menggunakan atau lupa menggunakan obat-obat jantung
Tanda : bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

Diagnosis Keperawatan

38
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan berhubungan dengan penurunan suplai
O2
2. Nyeri akut berhubungan dengan bendungan sistemik
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2akibat
edema paru
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hepatomegali, splenomegali
5. Kelebihan volume cairan vaskulerberhubungan dengan retensi Na dan H2O
6. Fatigue berhubungan dengan metabolisme anaerob

39
Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC:
Jaringan berhubungan
dengan penurunan saturasi - Circulation Status Circulation Status
O2 (NANDA: 237) - Fluid Management 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi 1. Mengetahui tanda-tanda
DS: - Vital Signs perifer (nadi perifer, edema, kapillary gangguan perifer

Klien sesak nafas Setelah dilakukan tindakan refill, warna dan temperatur 2. Mengetahui tanda-tanda
keperawatan selama 3 x 24 jam gangguan perifer
DO: pasien menunjukkan keefektifan ekstremitas)
jalan nafas dibuktikan dengan 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 3. Agar luka ditangani darin infeksi
- Nadi lemah
kriteria hasil : karena beresiko mengalami delay
- Perubahann 3. Inpseksi kulit adanya luka
a. Tekanan darah sistolik dbn healing
karakteristik kulit 4. Kaji tingkat nyeri
b. Tekanan darah diastolik dbn
(misal: warna, 5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau 4. Mengetahui tingkat nyeri klien
c. Kekuatan nadi dbn
elastisitas, kelembapan lebih tinggi dari jantung untuk 5. Meningkatkan venous return
d. Rata-rata tekanan darah dbn 6. Meminimalkan dekubitus
rambut, kuku, sensasi, meningkatkan venous return
e. Nadi dbn
temperatur) 6. Ubah posisi klien minimal setiap 2 7. Mengontrol volume yang masuk
f. Tekanan vena sentral dbn ke dalam jantung dan paru
- CRT > 3 detik jam sekali
g. Tidak ada bunyi hipo jantung
- Penurunan tekanan 7. Monitor status cairan masuk dan 8. Memudahkan mengatur posisi
abnormal klien
darah pada ekstremitas keluar
h. Tidak ada angina 9. Meminimalkan kelemahan
- Edema 8. Gunakan therapeutic bed
i. AGD dbn ekstremitas pasca bedrest
- Nyeri ekstremitas 9. Dorong latihan ROM selama bedrest
j. Kesimbangan intake dan output 10. Meminimalkan kelemahan

40
- Parastesia 24 jam 10. Dorong pasien latihan sesuai ekstremitas pasca bedrest
- Keterlambatan k. Perfusi jaringan perifer kemampuan 11. mencegah peningkatan viskositas
penyembuhan luka l. Kekuatan pulsasi perifer 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk darah
m. Tidak ada pelebaran vena mencegah peningkatan viskositas 12. mencegah koagulasi darah
n. Tidak ada distensi vena darah 13. memantau keadaan darah
jugularis 12. Kolaborasi pemberian antiplatelet atau
o. Tidak ada edema perifer antikoagulan
p. Tidak ada asites 13. Monitor laboratorium Hb, Hematokrit
q. Pengisian kapiler
1. menghitung balance cairan
Fluid Management
r. Warna kulit normal
2. mengetahui kebutuhan cairan
s. Kekuatan fungsi otot 1. Catat intake dan output cairan
3. mengetahui status klien
t. Kekuatan kulit 2. Monitor status hidrasi
4. mengontol nutrisi
u. Suhu kulit hangat 3. Monitor tanda-tanda vital

v. Tidak ada nyeri ekstremitas 4. Monitor status nutrisi

3 Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC :


berhubungan dengan a. Respiratory Status : Gas 1. Posisikan pasien untuk 1. Memaksimalkan ventilasi
penurunan difusi O2 exchange (NOC: 433b) memaksimalkan ventilasi
(NANDA: 204) b. Electrolyte & Acid/Base 2. Pasang mayo bila perlu 2. Membuka jalan nafas
1. DS: Balance(NOC: 209-210b) 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. Membantu mengeluarkan sekret
a. sakit kepala ketika c. Respiratory Status: 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau 4. Membantu mengeluarkan sekret

41
bangun ventilation(NOC: 434b) suction
b. Dyspnoe d. Vital Sign Status(NOC: 550b) 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya 5. Mnengetahui keadaan paru-paru
c. Gangguan penglihatan Setelah dilakukan tindakan suara tambahan
2. DO: keperawatan selama 1 x 24 6. Berikan bronkodilator ; 6. Membuka jalan nafas melebarkan

a. Penurunan CO2 jamGangguan pertukaran pasien 7. Barikan pelembab udara bronkus

b. Takikardi teratasi dengan kriteria hasi: 8. Atur intake untuk cairan 7. Melembapkan saluran napas
c. Hiperkapnia - Mendemonstrasikan mengoptimalkan keseimbangan. 8. mengoptimalkan keseimbangan

d. Keletihan peningkatan ventilasi dan 9. Monitor respirasi dan status O2 9. memantau respirasi dan status O2

e. Iritabilitas oksigenasi yang adekuat 10. Catat pergerakan dada,amati 10. melihat respon non verbal
f. Hypoxia - Memelihara kebersihan paru kesimetrisan, penggunaan otot
g. kebingungan paru dan bebas dari tanda tanda tambahan, retraksi otot
h. sianosis distress pernafasan supraclavicular dan intercostal 11. memantau adanya obstruksi jalan

i. warna kulit abnormal - Mendemonstrasikan batuk 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur nafas jatuhnya napas

(pucat, kehitaman) efektif dan suara nafas yang 12. Monitor pola nafas : bradipena, 12. mengetahui frekuensi nafas
j. Hipoksemia bersih, tidak ada sianosis dan takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
k. hiperkarbia dyspneu (mampu mengeluarkan cheyne stokes, biot
l. AGD abnormal sputum, mampu bernafas 13. Auskultasi suara nafas, catat area 13. mengetahui suara nafas
m. pH arteri abnormal dengan mudah, tidak ada penurunan / tidak adanya ventilasi dan
3. frekuensi dan pursed lips) suara tambahan
kedalaman nafas - Tanda tanda vital dalam rentang 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan 14. mengetahui keadaan fisiologis
paru-paru tanda-tanda adanya

42
abnormal normal ststus mental perubahan
- AGD dalam batas normal 15. Observasi sianosis khususnya 15. tanda-tanda kekurangan O2
- Status neurologis dalam batas membran mukosa jaringan
normal 16. Jelaskan pada pasien dan keluarga 16. mengurangi kecemasan pada
tentang persiapan tindakan dan tujuan keluarga
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi) 17. mengetahui keadaan jantung
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
2. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC:
dengan bendungan - Pain Level, Pain Management

sistemik - pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui gambaran klinis

DS: - comfort level komprehensif termasuk lokasi, nyeri yang dirasakan

- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi,

DO: keperawatan selama 2 x 24 kualitas dan faktor presipitasi

- Posisi untuk menahan jamPasien tidak mengalami nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Memvalidasi ketidaknyamanan

nyeri dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan klien melalui subjektif dan

- Tingkah laku berhati-hati a. Mampu mengontrol nyeri (tahu objektif

- Gangguan tidur (mata penyebab nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 3. Dukungan untuk kesembuhan

sayu, tampak capek, sulit menggunakan tehnik mencari dan menemukan dukungan klien

43
atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang dapat 4. Memberikan kenyamanan klien
menyeringai) mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti suhu agar tidak fokus pada nyeri
- Terfokus pada diri bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
sendiri b. Melaporkan bahwa nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 5. Menghindari timbulnya nyeri
- Fokus menyempit berkurang dengan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri 6. Untuk menentukan intervensi
(penurunan persepsi menggunakan manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non 7. Memberikan kenyamanan klien
waktu, kerusakan proses c. Mampu mengenali nyeri (skala, farmakologi: napas dada, relaksasi, agar tidak fokus pada nyeri
berpikir, penurunan intensitas, frekuensi dan tanda distraksi, kompres hangat/ dingin
interaksi dengan orang nyeri) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi 8. Bantuan farmakologis dasar
dan lingkungan) d. Menyatakan rasa nyaman nyeri: ...
- Tingkah laku distraksi, setelah nyeri berkurang 9. Tingkatkan istirahat 9. Mengurangi timbulnya nyeri

contoh : jalan-jalan, e. Tanda vital dalam rentang 10. Berikan informasi tentang nyeri 10. Meningkatkan koping diri klien
menemui orang lain normal seperti penyebab nyeri, berapa lama
dan/atau aktivitas, f. Tidak mengalami gangguan nyeri akan berkurang dan antisipasi
aktivitas berulang-ulang) tidur ketidaknyamanan dari prosedur
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)

44
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
6. Fatigue berhubungan NOC : NIC :
dengan metabolisme - Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien 1. Mengurangi pengeluaran energi
anaerob - Konservasi eneergi dalam melakukan aktivitas yang tidak perlu
DS: Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji adanya faktor yang 2. Mengurangi penyebab kelelahan
- Melaporkan secara keperawatan selama 8 x 24 jam menyebabkan kelelahan 3. Meningkatkan energi dengan cara
verbal adanya bertoleransi terhadap aktivitas 3. Monitor nutrisi dan sumber energi meningkatkan nutrisi
kelelahan atau dengan yang adekuat 4. Monitor respon kardivaskuler
kelemahan. Kriteria Hasil : 4. Monitor pasien akan adanya terhadap aktivitas (takikardi,
- Adanya dyspneu atau a. Berpartisipasi dalam aktivitas kelelahan fisik dan emosi secara disritmia, sesak nafas, diaporesis,

45
ketidaknyamanan saat fisik tanpa disertai peningkatan berlebihan pucat, perubahan hemodinamik)
beraktivitas. tekanan darah, nadi dan RR 5. Monitor respon kardivaskuler 5. Monitor pola tidur dan lamanya
DO : b. Mampu melakukan aktivitas terhadap aktivitas (takikardi, tidur/istirahat pasien
- Respon abnormal dari sehari hari (ADLs) secara disritmia, sesak nafas, diaporesis, 6. Kolaborasikan dengan Tenaga
tekanan darah atau mandiri pucat, perubahan hemodinamik) Rehabilitasi Medik dalam
nadi terhadap aktifitas c. Keseimbangan aktivitas dan 6. Monitor pola tidur dan lamanya merencanakan progran terapi
- Perubahan ECG : istirahat tidur/istirahat pasien yang tepat.
aritmia, iskemia 7. Kolaborasikan dengan Tenaga 7. Bantu klien untuk
Rehabilitasi Medik dalam mengidentifikasi aktivitas yang
merencanakan progran terapi yang mampu dilakukan
tepat. 8. Bantu untuk memilih aktivitas
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi konsisten yang sesuai dengan
aktivitas yang mampu dilakukan kemampuan fisik, psikologi dan
9. Bantu untuk memilih aktivitas sosial
konsisten yang sesuai dengan 9. Bantu untuk mengidentifikasi dan
kemampuan fisik, psikologi dan mendapatkan sumber yang
sosial diperlukan untuk aktivitas yang
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan diinginkan
mendapatkan sumber yang 10. Bantu untuk mendpatkan alat
diperlukan untuk aktivitas yang bantuan aktivitas seperti kursi

46
diinginkan roda, krek
11. Bantu untuk mendpatkan alat 11. untuk mengidentifikasi aktivitas
bantuan aktivitas seperti kursi roda, yang disukai
krek 12. Bantu klien untuk membuat
12. Bantu untuk mengidentifikasi jadwal latihan diwaktu luang
aktivitas yang disukai 13. Bantu pasien/keluarga untuk
13. Bantu klien untuk membuat jadwal mengidentifikasi kekurangan
latihan diwaktu luang dalam beraktivitas
14. Bantu pasien/keluarga untuk 14. Sediakan penguatan positif bagi
mengidentifikasi kekurangan dalam yang aktif beraktivitas
beraktivitas 15. Bantu pasien untuk
15. Sediakan penguatan positif bagi mengembangkan motivasi diri
yang aktif beraktivitas dan penguatan
16. Bantu pasien untuk mengembangkan 16. Monitor respon fisik, emosi,
motivasi diri dan penguatan sosial dan spiritual
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

47
Discharge Planning(NIC: 150)
a. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan
lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu
hindari penyebab kambuhnya pneumonia, cara penularan, dan
pencegahan kekambuhan, melakukan gaya hidup sehat.
e. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

DAFTAR PUSTAKA

AHA. 2004.Heart Disease And Stroke Statistics 2004 Update. Dallas: American
Heart Association.

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Berk BC., et al. 2007.ECM Remodelling in Hypertensive Heart Disease. [serial


online] http://www.jci.org/articles/view/31044[14 November 2015].

Brown CT. 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. In: Price SA, Wilson LM,
editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Volume 1.
Edisi VI.Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United


Sates of America: Elsevier.

Chobanian AV. 2003. The Seventh Report of The Joint National Committee on
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA.

Dumitru I. 2011. Heart Failure. [serial online]


http://emedicine.medscape.com/article/163062-
overview#aw2aab6b2b5aa[14 November 2015].

48
Figueroa, M.S. 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology,
herapy, and Implications for Respiratory Care. San Antonio: University of
Texas Health Science.

Katzung BG. 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi VI. Jakarta: EGC.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

ODonnell MM. 2006. Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi . In :


Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. Volume 1. Edisi VI.Jakarta: EGC.

Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC.

Tan HT. 2002. Obat Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek
Sampingnya. Edisi V. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Yogiantoro M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I: Hipertensi Esensial.
Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.

49

Anda mungkin juga menyukai