Dosen Pengampu :
Ns. Diah Tika Anggraeni, S,Kep,. M.Kep
Disusun Oleh :
1. Anisa Amelia 1910701033
2. Annisa Fara Dibba 1910701034
3. Roosmalinda Rezki Amalia 1910701035
4. Dewy Indarty Putry 1910701036
5. Ade Rahmawati 1910701037
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi
a) Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga, berotot yang terletak ditengah thorax,
dan menempati rongga antara paru dan diafragma. Letak spesifik jantung
ini didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastrinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diagrafma dan
pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari
dibawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung
yang disebut iktus kordis. Ukurannya kurang lebih sebesar gengaman
tangan dan beratnya kira-kira 250-300 gram, meskipun begitu beratnya
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan
kebiasaan fisik.
b) Fisiologi Jantung
1) Hemodinamika Jantung
Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak
karbondioksida (darah kotor) dari seluruh tubuh mengalir melalui
dua vena terbesar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan.
Setelah atrium kanan terisi darah , ia akan mendorong darah ke
dalam ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Darah dari
ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner kedalam
arteri pulmonalis menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui
pembuluh yang sangat kecil (pembuluh kapiler) yang mengelilingi
kantong udara diparu-paru, menyerap oksigen, melepaskan karbon
dioksida dan selanjutnya dialirkan kembali ke jantung.
Darah yang kaya akan oksigen akan mengalir didalam vena
pulmonalis menuju ke atrium kiri. Peredaran darah di Antara bagian
kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pilmoner
karena darah dialirkan ke paru-paru. Darah dalam atrium kiri akan
didorong menuju ventrikel kiri melalui katup bikuspidalis/mitral,
yang selanjutnya akan memompa darah bersih ini melewati katup
aorta masuk kedalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya
oksigen ini disirkulasikan ke seluruh tubuh, kecuali paru-paru.
2) Siklus Jantung
Secara umum, siklus jantung dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu :
a. Sistole atau kontraksi jantung.
b. Diastole atau relaksasi atau ekspansi jantung
Secara spesifik, siklus jantung dibagi menjadi 5 fase yaitu :
a. Fase Ventrikel Filling.
b. Fase Atrial Contraction.
c. Fase Isovolumeric Contraction
d. Fase Ejection.
e. Fase Isovolumetric Relaxation.
Perlu anda ingat bahwa siklus jantung berjalan secara bersamaan
antara jantung kanan dan jantung kiri, dimana satu siklus jantung =
1 denyut jantung = 1 beat EKG (P,Q,R,S,T) hanya membutuhkan
waktu kurang dari 0,5 detik
a. Fase Ventrikal Filling
Sesaat setelah kedua atrium menerima darah dari masing-masing
cabangnya, dengan demikian akan meyebabkan tekanan di
kedua atrium naik melebihi tekanan dikedua ventrikel. Keadaan
ini akan menyebabkan terbukanya katup atrioventrikular,
sehingga darah secara pasif mengalir kekedua ventrikel secara
cepat karena pada saat ini kedua ventrikel dalam keadaan
relaksasi/diastolic sampai dengan aliran darah pelan seiring
dengan bertambahnya tekanan dikedua ventrikel. Proses ini
dinamakan dengan pengisian ventrikel atau ventrikel filling.
Perlu anda ketahui bahwa 60% sampai 90% total volume darah
dikedua ventrikel berasal dari pengisian ventrikel secara pasif.
Dan 10% sampai 40% berasal dari kontraksi kedua atrium.
b. Fase Atrial Contraction
Seiring dengan aktifitas listrik jantung yang menyebabkan
kontaksi kedua atrium, dimana setelah terjadi pengisian
ventrikel secara pasif, disusul pengisian ventrikel secara aktif
yaitu dengan adanya kontraksi atrium yang memompakan darah
keventrikel atau yang kita kenal dengan “atrial kick”. Dalam
grafik EKG akan terekam gelombang P. Proses pengisisan
ventrikel secara keseluruhan tidak mengerluarkan suara, kecuali
terjadi patologi pada jantung yaitu bunyi jantung 3 atau cardiac
murmur.
c. Fase Isovolumetric Contraction
Pada fase ini, tekanan di kedua ventrikel berada pada puncak
tertinggi tekanan yang melebihi tekanan dikedua atrium dan
sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal. Bersamaan
dengan kejadian ini, terjadi aktivitas listrik jantung di ventrikel
yang terekam pada EKG yaitu komple QRS atau depolarisasi
ventrikel.
Keadaan kedua ventrikel ini akan menyebabkan darah mengalir
balik ke atrium yang menyebabkan penutupan katup
atrioventrikuler untuk mencegah aloran balik darah tersebut.
Penutupan katup atrioventrikuler akan mengerluarkan bunyi
jantung satu (S1) atau sistolik. Periode waktu antara penutupan
katup AV sampai sebelum pembukaan katup seminular dimana
volume darah di kedua ventrikel tidak berubah dan semnua
katup dalam keadaan tertutup, proses ini dinamakan dengan fase
isovolumetrik contraction.
d. Fase Ejection
Seiring dengan besarnya tekanan diventrikel dan prose
depolarisasi ventrikel akan menyebabkan kontraksi kedua
ventrikel membuka katup seminular dan memompa darah
dengan cepat melalui cabangnya masing-masing. Pembukaan
katup seminular tidak mengeluarkan bunyi. Bersamaan dengan
kontraksi ventrikel, kedua atrium akan di isi oleh masing-masing
cabangnya.
e. Fase Isovolumetric Relaxation
Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka tekanan di
kedua ventrikel menurun atau relaksai sementara tekanan di
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal meningkat. Keadaan
ini akan menyebabkan aliran darah balik kekedua ventrikel,
untuk itu katup seminular akan menutup untuk mencegah aliran
darah balik ke ventrikel. Penutupan katup seminular akan
mengeluarkan bunyi Jantung dua (S2) atau diastolik. Proses
relaksasi vertikel akan terekam dalam EKG dengan gelombang
T, pada saat ini juga aliran darah ke arteri koroner terjadi. Aliran
balik dari sirkulasi sistemik dan pulmonal ke ventrikel juga di
tandai dengan adanya “dicrotic notch”.
Total volume darah yang terisi setelah fase pengisian
ventrikel secara pasif maupun aktif (fase ventrikel filling dan
fase atrial contraction) disebut dengan End Diastolic Volume
(EDV)
Total EDV di ventrikel kiri (LVEDV) sekitar 120 ml
Total sisa volumedarah di ventrikel kiri setelah
kontraksi/sistolik disebut End Systolic Volume (ESV) sekitar
50 ml
Perbedaan volume darah di ventrikel kiri antara EDV dengan
ESV adalah 70 ml atau yang dikenal dengan stroke volume.
(EDV-ESV=Stroke Volume) (120-50=70)
3) Sistem Listrik Jantung
Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial
aksi yang ditimbulkannya sendiri. Hal ini disebabkan karena jantung
memiliki mekanisme aliran listrik sendiri guna berkontraksi atau
memompa dan berelaksasi. Potensial aksi ini dicetuskan oleh nodus-
nodus pacemaker yang terdapat di jantung dan dipengaruhi oleh
beberapa jenis elektrolit seperti K +,Na+, dan Ca+. Gangguan
terhadap kadar elektrolit tersebut di dalam tubuh dapat mengganggu
mekanisme aliran listrik jantung adalah SA Node (Nodus Sinoatrial).
Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung menyebar ke jaringan
di sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan-cairan tubuh.
Sebagian kecil aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh dan
dapat dideteksi menggunakan alat khusus. Rekaman aliran listrik
jantung disebut dengan elektrokardiogram atau EKG. EKG adalah
rekaman mengenai aktivitas listrik di cairan tubuh yang dirangsang
oleh aliran listrik jantung yang mencapai permukaan tubuh. Berbagai
komponen pada rekaman EKG dapat dikorelasikan dengan berbagai
proses spesifik di jantung. EKG dapat digunakan untuk mendiagosis
kecepatan denyut jantung yang abnormal, gangguan irama jantung,
serta kerusakan otot jantung. Hal ini disebabkan karena aktivitas
listrik akan memicu aktivitas mekanis sehingga kelainan pola listrik
biasanya akan disertai dengan kelainan mekanis atau otot jantung
sendiri.
4) Curah Jantung
Cardiac Output adalah volume darah yang dipompa oleh tiap-tiap
ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh
jantung). Selama setiap periode tertentu, volume darah yang
mengalir melalui sirkulasi paru ekuivalen dengan volume yang
mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah jantung
dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun
apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi
minor. Dua faktor yang mempengaruhi kardiak output adalah
kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup
(volume darah yang dipompa per denyut).
Curah jantung merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan
dalam sirkulasi, karena curah jantung mempunyai peranan penting
dalam transportasi darah yang memasok berbagai nutrisi. Curah
jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh ventirkel selama
satu menit. Nilai normal pada orang dewasa adalah 5 L/menit.
CO = SV x HR
2. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kasus kegawatan dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang terjadi karena proses penyempitan pembuluh
darah sehingga aliran darah koroner berkurang secara mendadak. Sindrom
Koroner Akut mengakibatkan jumlah kematian yang tinggi dan meningkat
setiap tahunnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen pada jantung dan aliran darah.
Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark
miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pektoris tidak
stabil. Walaupun presentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan
patofisiologi. Keluhan utama adalah nyeri dada dan klasifikasi berdasarkan
gambaran elektrokardiogram (EKG) terdiri dari :
Pasien dengan nyeri dada khas disertai elevasi segmen ST: terjadi oklusi
total akut arteri koroner sehingga tujuan utama pengobatan adalah
reperfusi secara cepat dan komplit dengan fibrinolitik atau angioplasti
primer.
Pasien dengan nyeri dada khas tanpa elevasi segmen ST: gambaran EKG
berupa depresi segmen ST persisten atau transien, gelombang T yang
inversi atau mendatar atau EKG normal.
Sindrom Koroner Akut adalah kondisi jantung yang berat dan tiba-tiba.
Kondisi ini memerlukan penanganan yang cepat (agresif) agar tidak
berkembang menjadi serangan jantung. Sindrom Koronr Akut terdiri dari :
Pada dasarnya SKA berawal dari proses patologis yang sama. Berdasarkan
anamnesa, pemeriksa EKG, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Sindrom Koroner Akut terbagi dalam 3 jenis:
3. Etiologi
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak menular
dimana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding arteri
koroner yang dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokardium dan UAP
(Unstable Angina Pectoris) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST
Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct
(STEMI) (Tumade et al., 2014).
Sindrom koroner akut disebabkan oleh aterosklerosis yaitu proses
terbentuknya plak yang berdampak pada intima dari arteri, yang
mengakibatkan terbentuknya trombus sehingga membuat lumen menyempit,
yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah sehigga kekuatan
kontraksi otot jantung menurun. Jika thrombus pecah sebelum terjadinya
nekrosis total jaringan distal, maka terjadilah infark pada miokardium (Asikin
M, 2016)
Terjadinya sindrom koroner akut dihubungkan oleh beberapa faktor risiko
meliputi faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin,
keturunan, dan faktor yang dapat dimodifikasi seperti merokok, hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, dan obesitas (Ghani et al., 2016; Indrawati,
2014).
Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya SKA ini telah dijelaskan dalam
Frammingham Heart Study dan studi-studi lainnya. Studi-studi ini
menjelaskan bahwa faktor resiko yang dapat dimodifikasilah yang
berpengaruh kuat terjadinya sindrom koroner akut (Torry et al., 2014)
4. Patofisiologi
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau dikenal dengan Sindrom Koroner
Akut (SKA) sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi
plak dan penipinas tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi
sehingga terbentuk trombus yang kaya trombositt (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat lubang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah
koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia
miokardium. Suplai oksigen yang berhenti selama kurang lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis atau infark miokard.
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. sumbatan total yang disertai vasokonstriksi yang dinamis juga dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung atau
miokard. selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating atau stunning ( setelah iskemia
hilang). Pada pasien, SKA terjadi di karena sumbatan dinamis akibat pasma
lokal arteri koronaria epicardial. penyempitan arteri koronaria tanpa spasme
maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembentukan plak atau
restenosis setelah intervensi koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor
ekstrinsik, Seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardi, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.
5. Manifestasi Klinik
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah
dan abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke
bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaphoresis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor.
h. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan
nyeri epigastrik.
i. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau
hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama
jantung
6. Komplikasi
Sindroma koroner akut dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada organ
jantung sehingga selain dapat menimbulkan kematian, dapat juga
menyebabkan komplikasi seperti :
a. Aritmia
Aritmia adalah gangguan yang terjadi pada irama jantung. Penderita
aritmia bisa merasakan irama jantungnya terlalu cepat, terlalu lambat, atau
tidak teratur.
b. Emboli paru
Emboli paru adalah penyumbatan pada pembuluh darah di paru -paru.
Penyumbatan biasanya disebabkan oleh gumpalan darah yang awalnya
terbentuk di bagian tubuh lain, terutama kaki
c. Gagal jantung
Heart failure atau gagal jantung adalah kondisi saat pompa jantung
melemah, sehingga tidak mampu mengalirkan darah yang cukup ke
seluruh tubuh. Kondisi ini juga dikenal dengan istilah gagal jantung
kongestif. Gagal jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, anemia, dan
penyakit jantung.
d. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Syok kardiogenik
merupakan kondisi yang berbahaya dan perlu mendapatkan penanganan
secepatnya.
e. Kematian mendadak
Kurangnya oksigen yang dikirim ke jantung (iskemia) menimbulkan
gejala angina atau nyeri dada yang sering dialami oleh sebagian besar
pasien selama mengalami Sindrom Koroner Akut (ACS) atau serangan
jantung. Oksigen adalah komponen penting dalam tubuh, sehingga dapat
mempengaruhi banyak kerja organ dalam tubuh.
f. Aneurisma ventrikel
Aneurisma otak adalah pembesaran atau penonjolan pembuluh darah otak
akibat melemahnya dinding pembuluh darah. Penonjolan ini akan terlihat
seperti buah berry yang menggantung.
g. Ruptum septum ventrikuler
Ruptur septum ventrikel merupakan komplikasi mekanik yang sangat
jarang terjadi pada pasien infark miokard akut (IMA) namun memiliki
mortalitas yang tinggi.
h. Ruptum septum papilaris
Disebabkan oleh pembengkakan lokal dinding ventrikular kiri tempat
melekatnya muskulus papilaris sehingga mengakibatkan iskemia dan
mengganggu kontraktilitas muskulus tersebut atau terjadi dilatasi general
ventrikel kiri pada gagal jantung. Keadaan yang jarang dijumpai (< 1%
dari kasus infark miokard) adalah muskulus papilaris mengalami ruptur
sehingga mengganggu kerja korda tendinea dan insufisiensi mitral.
Rupturnya muskulus papilaris sering terjadi 3 hari setelah terjadinya
infark. Hal ini menyebabkan kegagalan akut ventrikel kiri dengan tingkat
mortalitas yang tinggi.
i. Gangguan Hemodinamik
Dasar dari pemantauanhemodinamik adalah perfusi jaringan yang
adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang
dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan
elektro kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik
berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara
cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel (Jevon &
Ewens. (2009). Penyakit dapat mempengaruhi hemodinamik pasien
seperti adanya gangguan pada organ jantung, paru-paru, ginjal dimana
pusat sirkulasi melibatkan ketiga organ tersebut terutama jikaterjadi di
sistem kardiovaskular dan pernafasan.
j. Perikardiatis
Iritasi dan peradangan pada lapisan tipis berbentuk kantong yang melapisi
jantung (perikardium). Perikardium berfungsi untuk menjaga agar jantung
tidak berpindah posisi, serta melindungi jantung dari gesekan atau
penyebaran infeksi dari jaringan lain.
k. Otot Papiler
Fungsi otot papiler adalah, untuk melindungi katup mitral dan katup
trikuspid pada saat berfungsi. Yaitu dengan menjaga atau mencegah
kondisi kebocoran darah kembali ke atrium dari ventrikel.
l. Disfungsi Ventrikuler
Ketika ruang jantung yang mempunyai tanggung jawab untuk menerima
darah dari atria (bilik yang lebih kecil dalam jantung) dan juga
berkontraksi untuk memompa darah yang berada di dalam keluar jantung
dan ke seluruh organ tubuh tidak lagi dapat melakukan fungsinya tersebut.
m. Perluasan IM
Terjadinya perluasan infark miokard, terjadi karena arteri koroner
mengalami penyempitan yang seiring berjalannya waktu akan mengalami
perluasan jikalau masalah serangan jantung tidak segera di tangani dengan
tepat.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Ode Irman dkk, 2020)
a. Pemberian obat-obatan. Obat yang digunakan antara lain:
Obat anti-iskemia (Penyekat Beta / Beta blocker, Nitrat dan Calcium
Channel Blockers). Keuntungan diberikannya penyekat beta yaitu
menurunnya jumlah konsumsi oksigen otot jantung. Keuntungan dari
pemberian nitrat yaitu dilatasi pembuluh darah vena, menurunkan
preload, sehingga jumlah konsumsi oksigen otot jantung pun ikut
turun. Keuntungan pemberian Calcium Channel Blockers yaitu
seimbangnya dilatai arteri koroner
Antiplatelet. Aspirin bekerja dengan mencegah sintesis platelet
tromboksan A2, dimana tromboksan A2 merupakan mediator aktivasi
platelet. Aspirin haus diberikan segera kepada pasien dengan gejalan
SKA tanpa kontra indikasi. Klopidogrel merupakan derivat
tienopiridin yang dapat memblok aktivasi P2Y, reseptor addensine
diphosphate (ADP) pada platelet. Direkomendasikan untuk
menggantikan agen pada pasien dengan alergi terhadap aspirin.
Penggunaan kombinasi antara aspirin dengan klopidogrel lebih baik
dibandingkan dengan pemberian aspirin saja dalam mengurangi
kematian akbiat penyakit kardiobaskular.
Penghambat reseptor glokoprotein llb/lla (Mencegah agregasi
trombosit)
Antikoagulan (ditambahkan secepat mungkin pada pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet)
Kombinasi antikoagulan dan antiplatelet (meningkatkan resiko
pendarahan, maka harus dilakukan pengawasan ketat)
Penghambat reseptor angiontensin dan penghambat angiotensin
coverting enzyme (ACE) (Untuk menurunkan hipertensi atau
mengatasi gangguan fungsi sistolik)
Statin (Menurunkan kadar kolestrol jahat / LDL)
b. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi dapat diberikan dengan Intervensi Koroner Perkutan
(IKP) (ballon/stent) dan Fobrinolitik. Tindakan ini diberikan pada pasien
dengan elevasi segemen ST menetap dan Left Bundle Branch Block
(LBBB) dan keluhan dalam 12 jam. Menentukan pilihan reperfusi
tergantung dari layanan kesehatan sekitar yang menyediakan tinakan
IKP, bila tidak ada, fibrinolitik menjadi pilihan reperfusi. Bila ada,
perhatikan waktu tempuh dari lokasi kejadian ke rumah sakit yang bisa
melakukan IKP, jika waktu tempuh >2jam, maka reperfusi menggunakan
fibrinolitik. Jika memungkinkan setelah reperfusi menggunakan
fibrinolitik, pasien di kirim ke rumah sakit yang menyediakan fasilitas
IKP. Beberapa faktor yang mempengaruhi terapi reperfusi pasien SKA
antara lain:
Tenaga Kesehatan di IGD (dokter dan perawat). Dokter dan perawat
merupakan titik pertama dalam kontak terhadap penderita yang
dicurigai mengalami ifark miokard, harus bisa bertindak dengan cepat
atau membuat persiapan untuk melakukan terapi reperfusi secara
efektif,
Fasilitas. Tersedianya fasilitas di rumah sakit untuk manajemen lebih
lanjut dan penanganan komplikasi infark miokard, atau bila tidak ada
maka harus bekerjasama dengan pusat kesehatan yang lain,
Manajemen. Kebijakan yang mengatur oenatalaksanaan SKA yang
sesuai dengan standar kesiapan rumah sakit dan perbaikan dari sistem
pelayanan seperti pad pasien jaminan karena hal tersebut tanpa
disadari menjadi hambatan pada penanganan pasien SKA.
c. Stratifikasi Risiko
Tidakan statifikai bertujuan untuk menilai perdarahan dan strategi
penanganan selanjutnya baik konservatif dan invasive pada pasien IMA-
NEST. Tindakan ini sangat di perlukan karena angka kematian IMA-
NEST setelah 6 bulan sama dengan IMA-EST dan dalam jangka panjang,
kematian IMA-NEST lebih tinggi.
Parameter Skor
Predictor Skor
Kreatinin (umol/L)
0-34 2
35-70 5
71-105 8
106-140 11
141-176 14
177-353 23
>354 31
Predictor Skor
Prediksi kematian di RS
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri dada restrotesnal seperti diremas-remas,
ditekan, ditusuk, panas atau tertindih barang berat. Nyeritersebut
dirasakan menjalar ke lengan (umumnya ke kiri), bahuleher, rahang,
bahkan kepunggung dan epigastris. Klien biasanyaakan merasakan sesak
nafas dan gelisah.
b. Keluhan utama
Biasanya klien merasakan nyeri dada yang berlangsung 30 menit dan
nyeri tersebut seperti tertindih barang berat, yang menjalarkepunggung
dan epigastris. Pasien biasanya mengeluh sesak nafas.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Biasanya pada pemerikasaan keadaan umum, kesadaran pasien dengan
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST biasanya gelisah,dan tidak sadar.
b. Mata
Biasanya konjungtiva anemis
c. Hidung
Biasanya bernafas dengan cuping hidung, sianosis.
d. Mulut
Biasanya bibir terlihat pucat, kering,bisa sianosis.
e. Wajah
Biasanya wajah terlihat keletihan dan kelelahan sepanjang hari, terlihat
cemas, pucat.
f. Leher
Biasanya adanya pembesaran pada vena jugularis (JVP)
g. Sistem Pernafasan
Biasanya adanya dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal. Orthopnea, Paroximal Nokturnal Dispnea (PND).
Takipnea, SaO2 rendah, Batuk dan / tanpa sputum penggunaan bantuan
pernafasan, Pernafasan takipnea, Adanya krekel atau wheezing, dispnea,
inspirasi mengi, takipnea, pernapasan dangkal
h. Jantung
Inspeksi
Biasanya adanya retraksi dinding dada, klien tampak tidak mampu
menggerakkan bahunya karena menahan sakit.biasanya klien tampak
bernafas cepas atau nafas klien satu-satu.
Palpasi
Biasanya denyut nadi perifer melemah, biasanya iktus kordis tidak
teraba.
Auskultasi
Biasanya bunyi jantung tidak teratur
Perkusi
Biasanya batas jantung tidak bergeser
i. Ekstremitas
Biasanya terdapat edema dan CRT kembali > 3 detik, Adanya edema,
Sianosis perifer akral dingin, berkeringat dingin. (Brunner & Suddarth,
2013)
Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiogram
Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi
segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari
perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q
disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen St disebabkan oleh
injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia.
b. Laboratorium
1) CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4
hari.
2) cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
3) Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam.
4) Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
5) Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada
infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal
dalam 8-14 hari.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin akan muncul berdasarkan NANDA Internasional
(2016) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringann
sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,
kecemasan.
c. Penurunan curah jantung b/d gangguan stroke volume (preload, afterload,
kontraktilitas).
d. Resiko Syok berhubungan dengan ketidakcukupan aliran darah ke
jaringan tubuh ( hipoksemia, hipoksia dan hipoventilasi)
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema paru
f. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen.
g. Ansietas berhubungan dengan nyeri yang diantisipasi dengan kematian
3. Intervensi Keperawatan
Pemberian Analgetik
1. Pertahankan jalan
nafas Paten
2. Atur peralatan
oksigensi
3. Monitor aliran
oksigen
4. Pertahankan posisi
pasien
5. Obsevasi adanya
tanda Hipoventilasi
6. Monitor adanya
kecemasan pasien
Terhadap oksigenasi
Monitoring TTV
Monitoring TTV
Syok Managemen
1. Monitor status
cairan input dan
output
2. Monitor EKG
3. Memantau factor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
4. Memantau tingkat
Karbondioksida
5. Kelebihan volume NOC NIC
cairan berhubungan
dengan edema paru Kesimbangan Cairan Manajemen Cairan
Monitoring Cairan
1. Monitor TTV
2. Monitor serum
albumin dan protein
total
3. Monitor RR, HR
4. Monitor parameter
hemodinamika
infasif
5. Catat secara akurat
intake dan output
6. Monitor adanya
distensi leher,
rinchi, eodem
perifer dan
penambahan berat
badan
7. Monitor tanda dan
gejala Edema
6. Intoleransi aktivitas NOC NIC
b/d
ketidakseimbangan Toleransi Aktifitas Terapi Aktivitas
antara kebutuhan dan 1. Saturasi oksigen 1. Kolaborasi dengan
suplai oksigen. tenaga rehabilitasi
2. Denyut nadi medik dalam
3. Tingkat pernapasan merencanakan
program terapi yang
4. Kemudahan Bernapas tepat.
2. Bantu pasien untuk
mengidentivikasi
Daya Tahan aktivitas yang
mampu dilakukan
1. Aktivitas fisik 3. Bantu untuk
2. Kadar oksigen darah memilih aktivitas
saat beraktivitas konsisten yang
3. Hemoglobin, sesuai dengan
hematokrit, glukosa kemampuan fisik,
darah psikologi dan sosial
4. Kelelahan 5. Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
6. Bantu untuk
mengidentivikasi
aktivitas yang
disukai
7. Bantu pasien/
keluarga untuk
mengidentivikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi kolaborasi merupakan tindakan keperawatan atas dasar
kerjasama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter.
Contohnya dalam pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urine dan
lain-lain. Serta respon pasien setelah pemberian merupakan tanggung jawab
dan menjadi perhatian perawat (Haryanto, 2007). Menurut hasil penelitian
Setyaningsih, Yetti, &Alfayana (2015), implementasi kolaborasi merupakan
dengan dokter pemberian furosemid untuk diuretik. Pemberian analgetik juga
perlu untuk mengurangi nyeri. Furosemid diberikan sebagai upaya untuk
antihipertensi sehingga menurunkan kerja jantung sedangkan analgesik
digunakan untuk mencegah adanya rasa cemas yang ditimbulkan dari rasa
nyeri yang dapat berakibat dalam peningkatan frekuensi detak jantung.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari intervensi keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan
yang dilakukan denganmengevaluasi selama proses perawatan berlangsung
atau menilai dari respon pasien disebut evaluasi proses, dan kegiatan
melakukan evaluasi dangan terget tujuan yang diharapkan disebut sebagai
evaluasi hasil (Hidayat, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, M. 2016. Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Kardiovaskuler. Jakarta :
Erlangga
Indonesian Journal for Health Sciences Vol.3, No.1, Maret 2019, Hal. 6-12
Irman, Ode dkk. 2020. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sindrom
Koroner Akut. Jawa Timur : CV. Penerbit Qiara Media
Juzar, Dafsah Arifah dkk. 2018. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut.
Jakarta : PERKI
Oktavianus & Sari, F,S. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Kardiovaskuler
Dewasa. Yogyakarta : Graha Ilmu
PERKI. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia.
Kosasih A, editor. Jakarta ; 2016. 76-96
Torry et all. 2014. Gambaran faktor risiko penderita sindrom koroner akut yang
dirawat di RSU Bethesda Tomohon periode 1 Januari 2011 – 31 Desember
2014. Jurnal e-Biomedik (eBM), 2(1)
LAPORAN KASUS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
PENYAKIT STEMI ( ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION )
Laporan ini disusun guna memenuhi tugas
Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pengampu :
Ns. Diah Tika Anggraeni, S,Kep,. M.Kep
Disusun Oleh :
1. Anisa Amelia 1910701033
2. Annisa Fara Dibba 1910701034
3. Roosmalinda Rezki Amalia 1910701035
4. Dewy Indarty Putry 1910701036
5. Ade Rahmawati 1910701037
BAB II
TINJAUAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 74 tahun baru dipindahkan dari IGD ke ruang penyakit
dalam. Pasien memiliki keluhan sesak nafas, nyeri dada lebih dari 30 menit, nyeri
dada biasanya timbul di pagi hari, dan tidak hilang saat istirahat. Pasien
mengatakan mual dan muntah dan jantung berdebar-debar. Pasien mengatakan
memiliki Riwayat hipertensi di keluarga. Pasien mengatakan sudah merokok sejak
15 tahun yang lalu. Sehari 1-2 bungkus. Hasil pemeriksaan fisik: Pasien terlihat
pucat dan akral teraba dingin TD: 160/90 mmHg, frekuensi nadi: 90x/menit, suhu:
37°C, frekuensi napas 24x/menit. Hasil pemeriksaan penunjang ST elevasi,
inversi T, troponin T 0,15 mg/dL, CKMB 34 mg/dL.
A. Pengkajian
1) Predisposisi :
a. Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dikeluarga.
b. Pasien mengatakan sudah merokok sejak 15 tahun yang lalu.
2) Presipitasi :
a. Pasien sesak nafas, nyeri dada lebih dari 30 menit, nyeri dada biasanya
timbul di pagi hari dan tidak hilang saat istirahat.
b. Pasien mual dan muntah dan jantung berdebar-debar.
B. Diagnosa Keperawatan
Data Fokus
Analisa Data
Data Objektif :
1. Akral dingin
3. TD : 190/60mmHg
1. Troponin T :
0,15mg/dL
B. CKMB : 34mg/dL
Diagnosa Keperawatan
Domain : 4
Kelas : 4
Halaman : 229
NANDA 2018-2020
Domain : 4
Kelas : 4
Halaman : 236
NANDA 2018-2020
Domain : 12
Kelas : 1
Halaman : 445
NANDA 2018-2020
Terapeutik :
Edukasi :
1. Melaporkan
kenyamanan
2. Melaporkan
Edukasi :
kenyamnan
terkontrol 1. Jelaskan penyebab, periode
3. Melaporkan dan juga pemicu nyeri.
kenyamanan akan 2. Jelaskan strategi meredakan
lingkungan dan nyeri
hubungan social 3. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik