Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga
intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun
pembuluh darah paru. Pada trauma, yang tersering perdarahan berasal dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna.
Mengukur frekuensi hemotoraks pada populasi umum sulit dilakukan.
Hemotoraks yang sangat sedikit dapat dikaitkan dengan fraktur iga single dan
dapat tidak terdeteksi atau tidak membutuhkan pengobatan. Karena kebanyakan
hemotoraks berkaitan dengan trauma, perkiraan kasar kejadiannya dapat diukur
dari statistic trauma. Sekitar 150.000 kematian terjadi karena trauma tiap tahunnya
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang terlihat pada foto
toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut
akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam
memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hematotoraks, status
fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama.
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2
sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi
bedah harus dipertimbangkan.
Hemotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :

 Hemotoraks Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 %


pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300
ml.

 Hemotoraks Sedang : 15 – 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen,


perkusi pekak sampai iga VI.jumlah darah sampai 800 ml
 Hemotoraks Besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai 
cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tentang
penyebab, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan pasien hematototraks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI
a) Anatomi Toraks
Rongga toraks dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian
belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka
rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri
dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang.
Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh
sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung
pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di
atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.

Gambar 1 . (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari dinding
toraks
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding
anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan
musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior
dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor
membentuk lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi organ vital yaitu
paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding
dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar
sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah
dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,
menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru
dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum
bersama ± sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam
thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah
dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang
potensial yang ada.

b) Fisiologi Pernapasan
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik
otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai
penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir
pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur
dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan dengan uap
air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam
alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.

Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni:

a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan


diekspirasikan pada setiap pernapasan normal.
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi.
d.Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paru-
paru setelah melakukan ekspirasi kuat

Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru, juga


diperlukan kapasitas paru-paru yaitu:
1. Kapasitas inspirasi.
2. Kapasitas residual fungsional.
3. Kapasitas vital paksa.
4. Kapasitas total paru-paru.

Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut


akan menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat
kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu
trauma pada thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding
thoraks menyebabkan terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi,
kelainan-kelainan dalam rongga thoraks, terutama kelainan jaringan paru,
selain menyebabkan berkurangnya elastisitas paru, juga dapat
menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi pernapasan
tersebut.

Defenisi
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada
rongga thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks
biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya
sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian
mengalirkan darahnya ke rongga pleura.

Etiologi
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal
penyebab hematothoraks antara lain :

1. Penetrasi pada dada


2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria internal

Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang ter!adi akibat trauma dapat ringan sampai
berattergantung besar kecilnya gaya penyebab ter!adinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simple.
sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple
dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang
lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma langsung
pada jantung. Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya
dapat menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernapasan dan sistem
kardiovaskuler. gangguan sistem pernapasan dan kardiovaskuler ada yang ringan
sampai berat tergantung kerusakan anatominya. gangguan faal pernapasan dapat
berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik alat
pernapasan. salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan
faal jantung dan pembuluh darah

Gambar2. Skema Patofisiologi Trauma Toraks

Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.


mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga
pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang
pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang
signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan
gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya.
Hematoraks Traumatik
Darah dapat memasuki rongga pleura dari cedera pada didinding dada, diafragma,
paru-paru, pembuluh darah, atau mediastinum. Pada saat memasuki rongga
pleura, darah menggumpal dengan cepat, tetapi, karena agitasi fisik yang
dihasilkan oleh jantung dan paru-paru, yang menghancurkan fibrin factor
pembekuan darah

Anda mungkin juga menyukai