Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA THORAX
1. Definisi
Trauma Thorax adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system
pernafasan (Long, 2016).

2. Anatomi Fisiologi
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum,
kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada
tepi bawah sternu. Perluasan rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen
penting untuk dievaluasi pada luka tusuk (Price Sylvia, 2014).

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax.
Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk
lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor
membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak
dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea
dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik dan sebagai
membrane pembungkus paru-paru. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,
menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif,
pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis,
yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap
arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta,
dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk
tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi
sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru
selama respirasi biasa / tenang sekitar 75% .

3. Etiologi
a. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa
trauma tumpul dinding thorax.
b. Dapat juga disebabkan oleh karena Trauma tajam melalui dinding thorax.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita Trauma Thorax;
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
5. Kelainan Akibat Trauma Thorax
a. Dinding Dada :
1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :
 Merupakan jenis yang paling sering.
 Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri
waktu nafas dan atau sesak.
2. Flailchest :
 Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.
 Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian
tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan rongga
mediastinum goncangan gerak ( flailing ) yang dapat menyebabkan insertion vena cava
inferior terdesak dan terjepit.
 Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya
tanda-tanda syok.
b. Rongga Pleura :
1. Pneumotorak :
 Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa
pneumotorak yang tertutup dan terbuka atau menegang (“tension pneumotorak”).
Kurang lebih 75 % trauma tusuk pneumotorak disertai hemotorak.
 Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang
menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas progressif
sampai sianosis dengan gejala syok.
2. Hemotoraks :
 Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah
darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan
hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml.
 Gejal utamanya adalah syok hipovolemik .
3. Kerusakan paru:
 75 % disebabkan oleh trauma thorak ledakan. (“blast injury”) . Perdarahan yang terjadi
umumnya terperangkap dalam parenkim paru
 Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan kemampuan
ventilasi. Perdarahan yang timbul akan membawa akibat terjadinya hipotensi dan gejala
syok.
4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.
 Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah
dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis.
 Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma thorak tumpul di daerah sternum.
 Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding dada.
Sesak nafas sering menyertai dan dapat timbul tension pneumotorak.
5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.
 Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok
obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong
adanya tamponade ini. Juga akan nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi
pada waktu inspirasi, yang menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium
yang tertutup.
 Penyebab tersering adalah trauma thorak tajam di daerah parasternal II – V yang
menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh
himpitan sternum pada trauma tumpul thorak.
 Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat bertujuan diagnostik
sekaligus langkah pengobatan dengan membuat dekompressi terhadap tamponadenya.
6. Kerusakan pada esofagus.
 Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam beberapa
jam timbul febris. Muntah darah / hematemesis, suara serak, disfagia atau distress
nafas.
 Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok dan keadaan
umum pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda “Hamman” yang berupa
suara seperti mengunyah di daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan auskultasi.
Diagnosis dapat dibantu dengan melakukan esofagoram dengan menelan kontras.
7. Kerusakan Ductus torasikus:
 Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle dalam
rongga dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini relatif
jarang dan memerlukan pengelolaan yang lama dan cermat.
8. Kerusakan pada Diafragma :
 Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus tajam
kearah torakoabdominal.
 Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan kiri.
 Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda yang khas. Sesak
nafas sering nampak dan disertai tanda-tanda pneumotoraks atau gejala hemotoraks.

6. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
 Miring pasien pada daerah yang terkena.
 Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
 Gejala contusio paru
 Syok atau cedera kepala berat.
 Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
 Umur diatas 65 tahun.
 Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.
i. Oksigen tambahan.

7. Komplikasi
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda
– tanda :
1. Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi
dypsnea.
2. Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3. Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4. Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

8. Pengkajian Kegawatdaruratan
1. Data Subjektif
 Riwayat Penyakit Pasien
- Pasien mengeluh sesak
- Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dan sternum)
- Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
- Pasien mengeluh lemas, lemah
- Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk di bagian dada
 Riwayat Kesehatan Pasien
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat pengobatan sebelumnya
- Adanya alergi
2. Data Objektif
 Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah darah,
krekels (+), jalan nafas tidak paten.
 Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension
pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas pendek,
napas dangkal.
 Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis, takikardi
 Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)
9. Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
Berdasarkan prioritas kegawatdaruratan, diagnosa yang diangkat adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas akibat sekret
darah
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan pertukaran O2 dan CO2
4. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan gagal jantung
5. Gangguan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan gangguan transport O2
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik, luka pada dada
7. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan laserasi paru
8. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kebutuhan O2 tubuh tidak adekuat
9. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh)

10. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Bersihan jalan Setelah diberikan Mandiri a) bunyi ronchi menandakan


nafas tidak askep selama 3 x 24 terdapat penumpukan sekret
efektif jam, klien diharapkan a) Airway Management atau sekret berlebih di jalan
berhubungan bersihan jalan nafas (manajemen jalan nafas.
dengan kembali efektif nafas): b) posisi memaksimalkan
obstruksi jalan dengan kriteria hasil: a) Auskultasi bunyi ekspansi paru dan
nafas akibat nafas tambahan; menurunkan upaya
sekret darah Respiratory status: airway ronchi, wheezing. pernapasan. Ventilasi
patency (status maksimal membuka area
pernapasan: atelektasis dan meningkatkan
kepatenan jalan napas) b) Berikan posisi yang
nyaman untuk gerakan sekret ke jalan nafas
besar untuk dikeluarkan.
 Frekuensi mengurangi
dispnea. c) mencegah obstruksi atau
pernapasan
aspirasi. Penghisapan dapat
dalam batas
diperlukan bia klien tak
normal (16-
mampu mengeluarkan sekret
20x/mnt) (skala
sendiri.
5 = no deviation c) Bersihkan sekret d) memaksimalkan pengeluaran
from normal range) dari mulut dan sputum.
 Irama pernapasn trakea; lakukan e) membantu mempermudah
normal (skala 5 = penghisapan sesuai pengeluaran sekret.
no deviation from keperluan. f) mengoptimalkan
normal range) d) Bantu klien untuk keseimbangan cairan dan
 Kedalaman batuk dan nafas membantu mengencerkan
pernapasan dalam. sekret sehingga mudah
normal (skala 5 = e) Ajarkan batuk dikeluarkan.
no deviation from efektif.
normal range)
 Klien mampu f) Anjurkan asupan g) meringankan kerja paru
mengeluarkan cairan adekuat. untuk memenuhi kebutuhan
sputum secara
oksigen.
efektif (skala 5 =
no deviation from h) broncodilator meningkatkan
normal range) ukuran lumen percabangan
Kolaborasi
Tidak ada akumulasi trakeobronkial sehingga
sputum (skala 5 = menurunkan tahanan
none) terhadap aliran udara.
g) Kolaborasi
pemberian oksigen
h) Kolaborasi
pemberian
broncodilator
sesuai indikasi.
NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

2. Pola Nafas Setelah diberikan  Monitoring a. Monitoring respirasi


tidak efektif askep selama …x24 respirasi 1. Ketidakefektifan pola napas
berhubungan jam diharapkan  Pantau RR, irama dapat dilihat dari
dengan pola napas klien dan kedalaman peningkatan atau
penurunan efektif dengan pernapasan klien penurunan RR, serta
ekspansi paru kriteria hasil:  Pantau adanya perubahan dalam irama dan
penggunaan otot kedalaman pernapasan
Status
bantu pernapasan 2. Penggunaan otot bantu
pernapasan:
dan retraksi pernapasan dan retraksi
ventilasi
dinding dada dinding dada menunjukkan
- Kedalaman pada klien terjadi gangguan ekspansi
pernapasan  Memfasilitasi paru
normal (skala 5 ventilasi b. Memfasilitasi ventilasi
= no deviation 1. Berikan posisi 1. Posisi semifowler dapat
from normal semifowler pada membantu meningkatkan
range) klien toleransi tubuh untuk
- Tidak tampak 2. Pantau status inspirasi dan ekspirasi
penggunaan pernapasan dan 2. Kelainan status pernapasan
otot bantu oksigen klien dan perubahan saturasi O2
pernapasan 3. Berikan dan dapat menentukan indikasi
(skala 5 = no pertahankan terapi untuk klien
deviation from masukan 3. Pemberian oksigen sesuai
normal range) oksigen pada indikasi diperlukan untuk
- Tidak tampak klien sesuai mempertahankan masukan
retraksi indikasi O2 saat klien mengalami
dinding dada perubahan status respirasi
(skala 5 = no
deviation from
normal range)
Tanda-tanda vital

- Frekuensi
pernapasan
dalam batas
normal (16-
20x/mnt)
(skala 5 = no
deviation from
normal range)

NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

3. Kerusakan Setelah diberikan Airway Management Airway Management


Pertukaran asuhan keperawatan
a. Buka jalan nafas, a. untuk memperlancar jalan
Gas selama ... x 30menit
gunakan teknik chin napas klien.
berhubungan diharapkan
lift atau jaw thrust b. memaksimalkan ventilasi klien.
dengan gangguan
bila perlu. c. menghilangkan obstruksi jalan
gangguan pertukaran gas
b. Posisikan pasien napas klien.
pertukaran O2 dapat diatasi dengan
untuk
dan CO2 kriteria hasil: d. memantau kondisi jalan napas
memaksimalkan
klien.
- Mendemonstras ventilasi.
ikan c. Keluarkan sekret
Respiratory Monitoring
peningkatan dengan batuk atau
ventilasi dan suction. a. mengetahui karakteristik
oksigenasi yang d. Auskultasi suara napas klien
adekuat nafas, catat adanya
b. penggunaan otot bantu
- Tidak ada suara tambahan.
pernapasan menandakan
sianosis dan
perburukan kondisi klien.
dyspneu Respiratory Monitoring
(mampu a. Monitor rata – rata,
bernafas dengan kedalaman, irama
mudah) dan usaha respirasi.
- RR= 16-20 b. Catat pergerakan
x/menit dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal

NO DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

4. PK Setelah diberikan Askep Bleeding Bleeding Reduction


Perdarahan selama … x 24 jam Reduction
a. Untuk mencegah adanya trauma
diharapkan perdarahan
a. Identifikasi sekunder akibat penyebab
dapat berkurang bahkan
penyebab perdarahan
berhenti.
perdarahan b. Meminimalisir terjadinya
b. Berikan perdarahan hebat dan membatasi
penekanan perdarahan
pada area c. Perdarahan dengan volume besar
perdarahan dapat meningkatkan risiko
c. Identifikasi terjadinya syok hipovolemik
jumlah d. Penurunan status kesadaran dan
perdarahan kondisi TTV klien dapat
dan warna mengindikasikan klien
darah mengalami perburukkan kondisi
d. Perhatikan e. Penurunan asupan oksigen ke
kondisi TTV jaringan dapat meningkatkan
dan status
kesadaran risiko terjadinya shock pada
klien pasien
e. Perhatikan f. Meningkatnya pergerakan
asupan oksigen berisiko terhadap perdarahan
ke jaringan : yang lebih hebat dan
cek CRT klien meningkatkan terjadinya ruptur
f. Anjurkan klien
Kolaborasi :
untuk
mengurangi a. Adanya perubahan jumlah
aktivitas atau komponen darah dapat
pergerakan membantu dalam menentukan
intervensi lanjutan
Kolaborasi :
b. Membantu mengganti cairan
a. Lakukan dan elektrolit yang telah hilang
pemerikasaan akibat perdarahan
komponen c. Membantu mengganti darah
darah yang telah banyak hilang akibat
b. Pemasangan perdarahan
infus
c. Pemberian
tranfusi
(sesuai
indikasi)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall – Moyet. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilyn E, et all. 2016. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and Documenting Patient Care,
Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Long, Barbara C. 2016. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung.
Smeltzer, Suzanne C. (2015). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 . Jakarta :
EGC.
Price,Sylvia Anderson. (2014). Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Pathway Trauma Thorax

Anda mungkin juga menyukai