Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga
komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara terus-menerus. Dalam berkomunikasi dengan
klien, perawat harus menggunakan tehnik pendekatan khusus agar tercapai pengertian dan
perubahan prilaku klien.
Kondisi lansia yang telah mengalami penurunan dalam struktur anatomis maupun fungsi dari
organ tubuhnya menuntut pemahaman dan kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan selama
memberikan pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi baik secara fisik, psikis/emosi,
interaksi social maupun spiritual dari lansia membutuhkan pendekatan dan tehnik tersendiri.
Untuk interaksi dalam berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat perlu memahami
tentang karakteristik lansia, penggunaan tehnik komunikasi yang tepat, dan model-model
komunikasi yang memungkinkan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi klien.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana karakteristik lansia?
2. Bagaimana pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi?
3. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia?
4. Apa hambatan komunikasi pada lansia?
5. Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan?
6. Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia?
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1. Untuk mengetahui karakteristik lansia
2. Untuk mengetahui pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi
3. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia
4. Untuk mengetahui hambatan komunikasi pada lansia
5. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan
6. Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia

D. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1. Metode Kepustakaan
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku atau
refrensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.
2. Metode Media Informatika
Adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi dengan Lansia


1. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi
empat macam, meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60 sampai 70 tahun.
c. Usia lanjut usai (old), kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia tua (veryold), kelompok usia diatas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat diindentifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologis & sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan & interpretasi terhadap
maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia,
kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a. Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan
petugas kesehatan
b. Mengubah keterangan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
c. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
d. Menolak ikutserta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang
langsung mengikutsertakan dirinya
e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien
2. Pendekatan Keperawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan fisik
organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta penyakit yang
dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksansakan dan dicarikan
solusinya karena riil dan mudah diobservasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk meaksanakan pendekatan ini, perawat berperan
sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai
penampung masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan berinteraksi dengan lingkungan.
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan
sesame lansia maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama
yang dianutnya terutama bila klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Pendekatan
spiritual ini cukup efektif terutama bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar
belakang keagamaan yang baik.
3. Tehnik Komunikasi pada Lansia
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti, asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat
ini? Apa yang bisa saya bantu?”. Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu permintaan
bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi
klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang diinginkan.
Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi yang diinginkan, maka
perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk
kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga
kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien termotivasi untuk
mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil
dan moril, petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini
dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung
dengan lancer. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan
lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima
dan dipersepsikan sama oleh klien.
f. Sabar dan ikhlas
Klien lansia mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-
kanakan, bila perubahan ini tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan
jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, solutif, namun dapat
berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.
4. Hambatan Komunkiasi pada Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada
sikap agresif dan sikap nonasresif
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku di bawah ini :
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri
5) Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan
b. Nonasertif
Tanda-tanda dari sikap nonasertif ini adalah :
1) Menarik diri bila diajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkapkan keyakinan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan
menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga kesehatan professional,
perawat dituntut mampu mengatasi hambatan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atau tip-
tip tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain :
a. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien.
b. Kerakan suara anda jika perlu.
c. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga ia dapat melihat
mulut anda.
d. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai patner yang tugasnya memfasilitasi klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek dengan
bahasa yang sederhana.
h. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i. Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil
tes yang diinginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya
dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang mengembirakan (mislanya dengan
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l. Biarkan ia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
untuk menyelesaikan kalimat.
m. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya.
n. Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.
o. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
5. Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata atau sesuatu yang
merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan
yang terjadi pada dirinya.
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin
komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Adanya beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi
penolakan, antara lain:
a. Kenali segala reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkungannya,
kemudian lakukan langkah-langkah berikut:
1) Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara mengobservasi klien
bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2) Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara perlahan-lahan dimulai dari
kenyataan yang merisaukan.
3) Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien
dan bicarakan sesering mungkin bersamanya jangan sampai menolak.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan
yang akan dilakukan serta upaya untuk memandirikan klien, dengan jalan sebagai berikut:
1) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya perencanaan waktu, tempat dan macam
perawatan.
2) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
3) Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya dengan
mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan waktu bersamanya.
c. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana/tindakan dapat terealisasikan dengan baik
dan cepat. Upaya ini dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan
perasaan-perasaannya.
2) Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa
yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka
membantu.
3) Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.
4) Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila
klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.
6. Penerapan Model Komunikasi pada Lansia
a. Model komunikasi Shanon Weaver
Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah adanya perubahan perilaku lansia
dari penolakan menjadi kooperatif. Dalam komunikasi ini diperlukan keterlibatan anggota
keluarga sebagai transmitter untuk mengenal lebih jauh tentang klien.
Kelebihan dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang lain yang berpengaruh.
Kekurangan model komunikasi ini memerlukan waktu yang cukup lama karena klien dalam reaksi
penolakan. Tidak dapat melakukan evaluasi sejauhmana perubahan perilaku yang terjadi pada
klien, karena tidak ada feed back (umpan balik)
b. Model SMCR
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang berarti sumber
atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan dari Channel yang
berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang berarti penerima atau
komunikan
Kelebihan model ini adalah proses komunikasi yang terjadi relatif simple. Model ini akan efektif
bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak mengalami penurunan baik aspek fisik maupun
psikis. Kekurangan model ini klien tidak memenuhi syarat seperti yang diterapkan mempunyai
keterampilan, pengetahuan, sikap, sistim social dan kultur; karena penolakannya. Memerlukan
proses yang lama dan tergantung kondisi klien lansia.
c. Model Leary
Model ini antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi, dimana respon seseorang
dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan. Oleh karena itu dalam berkomunikasi
dengan lansia harus hati-hati, jangan sampai menyinggung perasaannya. Dalam berkomunikasi
dengan klien lansia seseorang perawat diharapkan pada rentang love yang banyak karena sifat
social perawat sangat dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan perhatian yang lebih dalam
berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya. Diharapkan perawat harus lebih banyak
mendengar apa yang diungkapkan.
Kelebihan model ini adalah terjadinya interaksi atau hubungan relationship; hubungan perawat-
klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesaikan. Dan kelemahan model ini perawat
lebih dominan dank lien lansia patuh
d. Model terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati, meghargai dan
harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati, kesesuaian dan penghargaan. Lansia dengan
penolakan sulit bagi kita melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyokong penolakan tetapi
berikan perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan sampai menolak.
Kelebihan model ini lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan; kopingnya lebih efektif.
Sedangkan kelemahan model ini kondisi empati kurang cocok diterapkan oleh perawat lansia
dengan reaksi penolakan.
e. Model keyakinan kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit, merasakan adanya
ancaman/manfaat untuk mempertahankan kesehatannya. Padahal lansia dengan reaksi
penolakan, tidak mersakan adanya ancaman kesehatan, sehingga dalam berkomunikasi dengan
lansia dengan reaksi penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan model komunikasi ini lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan akan dapat
bermanfaat dan sebagai barrier dalam melaksanakan tindakan pencegahan penyakit. Sedangkan
kelemahannya tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
f. Model komunikasi kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara professional kesehatan-klien yang sesuai dengan
permasalahab kesehatan klien. Pandangan system komunikasi lebih luas yang mencangkup tiga
faktor mayor yaitu:
1) Relationship
Perawat professional mengadakan komunikasi dengan klien lansia haruslah menggunakan ilmu
psikososial dan teknik komunikasi dimana perawat haruslah ramah, rapi, bertanggung jawab,
tidak sembarangan mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan klien lansia
sehingga terjalin hubungan saling percaya. Dalam mengadakan hubungan transaksi hendaknya
seorang perawat professional mengetahui permasalahan yang dihadapi klien lansia tersebut.
Kemudian bersama-sama menyelesaikan masalah.
2) Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati untuk menyelesaikan masalah klien
bukan untuk hal lain. Pada lansia dengan reaksi penolakan harus hati-hati mencari informasi dari
klien, memberikan feed back baik verbal maupun non verbal dan hendaknya secara
berkesinambungan.
3) Konteks
Perawat professional harus mengetahui situasi dan permasalahan yang dihadapi klien. Apabila
masalah bersifat individu haruslah diselesaikan secara individu dengan tidak mengabaikan
tempat/ruangan dan jenis pelayanan apa yang digunakan. Apabila masalah bersifat
umum/kelompok harus diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan: dapat menyelesaikan masalah klien lansia dengan tuntas. Klien lansia merasa sangat
dekat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. Kelemahan: membutuhkan waktu yang
lama untuk menyelesaikan permasalahan; fasilitas dalam memberikan pelayanan harus lengkap.
g. Model interaksi King
Kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien lansia. Perawat harus mempunyai
persepsi secara ilmiah tentang hal-hal yang akan dikomunikasikan. Persepsi ini kemudian
disepakati dengan klien sehingga dapat terjadi suatu aksi yang menyebabkan terjadinya reaksi-
interaksi dan transaksi. Kelebihan model ini dimana komunikasi dapat sesuai dengan tujuan jika
lansia sudah kooperatif. Sedangkan kelemahan model ini klien lansia dengan reaksi penolakan
akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model ini, karena tidak kooperatif.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Tehnik komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan harus disertai pengetahuan perawatan
lansia baik fisik, psikologis, biologis dan spiritual. Klien lansia dengan reaksi penolakan tidak
menyadari adanya ancaman pada kesehatannya, karena itu model komunikasi yang sesuai adalah
model Leary.
B. Saran
Dalam tehnik komunikasi model Leary terdapat dua dimensi yang bertentangan, diharapkan
perawat dapat menyesuaikan situasi bagaimana seharusnya dia bertindak. Jika klien dalam
puncak penolakan maka perawat harus mengobservasi pikiran-pikiran klien, jika klien lansia
kooperatif maka perawat dapat berfungsi sebagai teman dan guru serta tempat mencurahkan
perasaan klien.

C. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia


1. Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat
juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
2. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat
dan respon pada pertanyaan seseorang.
3. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
Gangguan sensoris dalam pendengarannya
6. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
7. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang
berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
8. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada
rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
9. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan
dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan
kontak dengan realita.
10. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak
informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya,
perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes
7. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada reaksi
penolakan.
a. teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada konteks komunikasi
1. Pendekatan fisik
Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang di alami, perubahan
fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit
yang dapat di cegah progresifitasnya.
2. Pendekatan psikologis
Pendekatan ini bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat sebagai
konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai pena,pung masalah pribadi
dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan ini di laksanakan meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan.
Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas
kesehatan,
4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agama
yang di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian.
b. teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada reaksi penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keiinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian – kejadian nyata sesuatu yang
merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.

Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan penolakan
antara lain :
1. Penolakan segera reaksi penolakan klien.
Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah – langkah
yang dapat di lakukan sebagai berikut :
a. Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien bila sedang
mengalami puncak reaksinya.
b. Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara perlahan di mulai dari kenyataan yang
merisaukan.
c. Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien
dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak.

2. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri.


Langkah ini bertujuan mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di
lakukan serta upaya untuk memandikan klien, antara lain :
a. Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu, tempat dan
macam, perawatan.
b. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
c. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan atau perasaan sedihnya dengan
mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan menluangkan waktu bersamanya.
3. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat.
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperolah sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana atau tindakan dapat terealisasi dengan
baik dan cepat. Upaya ini dapat di laksanakan dengan cara – cara sebagai berikut :
a. Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan
perasaannya.
b. Meliangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang
sedang terjadi pada klien lansia serta hal – hal yang dapat di lakukan dalam rangka membantu.
c. Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.
d. Menyadarkan pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila klien lansia
mempergunakan penolakan atau denial.

8. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia.


a. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan
lama wawancara
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal.
3 Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir
abstrak
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress
yang ada
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan
tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain
yang sangat mengenal pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
b. Prinsip Gerontologis untuk komunikasi
• Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
• Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
• Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
• Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
• Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat
mendengar dengan lebih baik.
• Berdiri di depan klien.
• Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
• Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
• Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan
rohani.
• Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
• Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian
9. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah:
• Empati :istilah empati menyangkut pengertian :“simpati atas dasar pengertian yang
mendalam”.Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang seorang
lansia yang sakit dengan pengertian,kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami
oleh penderita tersebut.Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar,tidak berlebihan,
sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan.Oleh karena itu semua petugas
geriatric harus memahami proses fisiologi dan patologik dari penderita lansia.
• Yang harus dan “jangan”: prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan
beneficence,pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik
untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm) bagi
penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan membuat seseorang
menderita“).Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari
ras nyeri,pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup,pengucapan kata-
kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungfkin mudah dan praktis untuk
dikerjakan.
• Otonomi :yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri.Tentu sekali saja hak tersebut mempunyai
batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan,apakah penderita
dapat membuat putusan secara mendiri/bebas.
• Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua
penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik tersendiri untuk melakukan
komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya :
1. Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
2. Tehknik untuk wawancara.
3. Kendala dan hambatan dalam komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai