PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan
komunikasi.Sehingga sekarang ilmu komunikasi berkembang pesat. Salah satu
kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan yang merupakan
hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa
sekarang dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi
profesional dalam programprogram yang bertujuan memperbaiki derajat
kesehatan melaui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan timbal balik
melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan
meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Kenyataaanya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian
integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehariharinya selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama
teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya. Maka komunikasi sangatlah
penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat
melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
Komunikasi pada lansia harus dilakukan dengan baik dan bersifat
traupetik, mengingat sifat lansia yang lambat laun kembali seperti anak kecil
lagi.
Proses komunikasi pada umumnya adalah kompleks dan jauh lebih
rumit karena faktor usia. Salah satu dari problem besar dokter adalah ketika
berhubungan dengan pasien lanjut usia, dimana mereka lebih heterogen
dibanding orang-orang yang lebih muda. Luasnya pengalaman hidup dan latar
belakang budaya sering mempengaruhi persepsi mereka tentang penyakitnya,
kepatuhan untuk mengikuti aturan-aturan medis dan kemampuan untuk
berkomunikasi efektif dengan penyedia layanan kesehatan. Komunikasi dapat
terganggu/terhambat karena proses penuan normal dan komunikasi yang tidak
jelas dapat menyebabkan keseluruhan pengobatan menjadi gagal sehingga
komunikasi yang efektif dengan pasien lanjut usia sangat diperlukan.
Komunikasi yang efektif dapat terjadi jika sebelumnya kita mengetahui latar
belakang dan kondisi pasien lansia tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut : Bagaimanakah komunikasi yang efektif pada lansia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum mahasiswa mampu mengetahui komunikasi
1.3.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Komunikasi
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik,
psikologi, (lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan
dimaksud oleh
6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang
dikirim.
7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan
informasi indrawi menjadi dimengerti dan bermakna.
8. Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima,
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masa lalu.
9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada
penerima (pesan lisan dan pesan nonverbal).
2.3 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif,
kebutuhan,
kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di
carikan solusinya karena rill dan mudah di observasi
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama.
Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor,
advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai
penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrap
bagi klien.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan ini di lakukan untuk menikatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi
dengan sesama lisan maupun dengan petugas kesehatan.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.
2.4 Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia,
selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas
pendengaran,
gunanya
untuk
merangsang
stimulus,
terhadap
yang
intruksi yang kita berikan. Untuk memperoleh hal tersebut ada beberapa hal
yang harus kita perhatikan dan kita lakukan yaitu:
1. Alokasikan waktu lebih untuk pasien lanjut usia
Penelitian menunjukkan bahwa pasien tua kurang menangkap
informasi
dibandingkan
kemungkinan
karena
dengan
gugup
pasien
atau
yang
lebih
berkurangnya
muda
fokus.
Hal
yang
ini
proses
memperoleh
sumber
informasi
atau
data
klien
dan
mandi.
Periksa suhu air.
Pasang pengaman/pegangan.
Coba mandikan dengan shower
Pakai spon
Jaga privasinya.
Beri tahukan apa yang akan anda lakukan.
Bila lansia menolak mandi coba tawarkan lagi beberapa
waktu kemudian.
(i) Izinkan lansia melakukan tindakan tanpa bantuan.
(j) Pertahankan tentang keselamatan.
c) Berpakaian dan berhias
(a) Susun pakaian yang akan dipakai sesuai urutan.
(b) Gunakan pakaian yang nyaman dan dapat dicuci.
(c) Pilih pakaian yang mudah dipakai (hindari menggunakan
kancing), lebih baik yang menggunakan karet.
(d) Sebaiknya pakaian berkancing belakang bila pasien sering
membuka pakaiannya.
d) Eliminasi
(a) Kesulitan defekasi harus di konsultasikan ke dokter.
(b) Buat jadwal teratur ke toilet (mis: 3 jam sekali, sesudah
makan, sebelum makan).
(c) Perhatikan tanda yang menunjukkan adanya keinginan ke
toilet (mis: mondar-mandir atau menarik-narik retsluiting).
(d) Pastikan ia cukup mendapat cairan karena dehidrasi dapat
menyebabkan gejala demensia Alzheimer menjadi lebih
buruk dan mencegah konstipasi.
(e) Kurangi zat cai dan makanan bergas sesudah makan malam
(f) Pastikan makanan mengandung serat (sayuran dan buahbuahan).
(g) Tandai pintu toilet dengan tulisan yang menyolok dengan
huruf besar atau gambar/simbol.
(h) Biarkan toilet terbuka sehingga mudah ditemukan.
(i) Usahakan lantai kamar mandi di cat warna yang berbeda.
perhatiannya
dengan
kegiatan
yang
lain,
misalnya
dapat
mengembangkan
membantu
perasaan
mengurangi
gembira
bagi
kegelisahan
penderita
dan
demensia
Alzheimer.
e. Beri penentraman hati dan pujian yang akan meningkatkan harga diri
dan memperkuat perilakunya.
f. Hindari berdebat dengan pasien demensia.
b. Dimensi tindakan
Dimensi ini termasuk didalamnya konfrontasi, kesegeraan
dalam memberikan bantuan kepada lanjut usia, pembukaan dan
bermain peran. Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks
kehangatan, penerimaan dan pengertian dalam bentuk dimensi
responsif.
2.10 Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik memiliki tahapan yang meliputi tahap prainteraksi, pengenalan, tahap kerja dan terminal.
1. Tahap I ( pra-interaksi)
Pada tahap ini perawat sudah memiliki beberapa informasi tentang
klien lansia, seperti nama, alamat, umur, jenis kelamin, riwayat kesehatan,
dan lain-lain. Pertemuan pertama dengan lansia dapat membuat cemas
perawat yang belum mempunyai pengalaman. Ada baiknya apabila
perawat menyadari perasaan ini.
2. Tahap II (pengenalan)
Perawat dan klien lansia saling mengenal dan mencoba
menumbuhkan rasa percaya satu sama lain. Pada tahap pertemuan ini
perawat mengusahakan untuk membuat klien lansia merasa nyaman
dengan beberapa interaksi sosial seperti membicarakan tentang cuaca. Ada
c. Genuiness
Perawat
sebagai
pemberi
asuhan
keperawatan
disebut
genuiness bila :
1) Tidak bersembunyi dalam peran, status, tingkat pendidikannya, dan
sebagainya.
2) Bersikap spontan
3) Tidak defensif, menerima, dan menanggapi kritikan dari lansia
tanpa membalas atau mencari alasan untuk membernarkan diri.
4) Konsisten dengan ekspresi wajah, nada suara, dan sikap tubuh
sesuai dengan apa yang dirasakannya.
5) Mampu membuka diri dan membagi pengalaman bila perlu.
d. Konkret/ spesifik
Perawat perlu terampil dalam member pertanyaan terbuka.
Melalui pertanyaan terbuka, perawat dapat membantu lansia yang
cenderung berbicara secara umum menjadi lebih konkret dan spesifik.
e. Konfrontasi
Konfirmasi bila perlu dipakai dengan hati-hati dan penuh
pengertoan. Konfrontasi akan lebih mudah diterima lansia bila ia
merasa bahwa ia dihargai dan diterima oleh perawat. Dengan
konfrontasi, perawat menunjukkan kepada lansia ketidakcocokkan
antara pikiran, kata-kata atau perbuatannya. Ketidakcocokan ini akan
menghambat pemeriksaaan dan penyadaran diri. Penyangkalan
terhadap perasaan dapat membuat lansia tidak mampu mengatur
tingkah lakunya.
4. Tahap IV (terminal)
Tahap ini dapat disertai bermacam-macam perasaan. Mungkin
lansia merasa kehilangan sesuatu, measa bimbang tentang kemampuannya
tanpa bantuan dari perawat, merasa ditinggalkan, dan lain sebagainya.
Pada tahap ini, perawat perlu mengungkapkan kesediannya membantu
bila diperlukan agar klien lansia merasa aman.
2.11 Jenis-jenis Komunikasi
Secara bahasa ada dua yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
1. Komunikasi verbal
Secara formal digunakan untuk menunjukkan maksud dan tujuan
tertentu. Secara informal untuk bersosialisasi. Komunikasi efektif harus
diawali dengan bahasa verbal yang tepat, seperti memanggil nama.
Teknik komunikasi verbal :
a. Teknik informing
Bahasa singkat dan jelas, mudah dimengerti. Pada teknik ini perawat
bersifat aktif dan pasien pasif, akan tetapi metode ini tidak efektif.
b. Bertanya
Bertanya langsung membantu untuk mendapat informasi spesifik. Jika
berlebihan dapat menyebabkan lansia defensif. (menggunakan
pertanyaan tertutup ya/tidak). Bertanya terbuka-tertutup : meliputi
pertanyaan reflektif, klarifikasi, parafrase, ex : anda sedang sedih,
mengapa?
c. Berhadapan langsung (confronting)
Ketika respon verbal dan non verbal pada lansia tidak sama, teknik ini
dapat dilakukan. Tidak dianjurkan pada klien lansia yang sedang
gelisah atau bingung.
d. Social communication
Tujuannya untuk lebih membina hubungan saling percaya dengan
lansia. untuk memperoleh informasi lain diluar info kesehatan lansia.
2. Komunikasi non verbal
1. Simbol, contohnya
cara
berpakaian
menentukan
identitas
pribadi
seseorang.
2. Nada
suara
(tone
voice), bisa
menunjukkan
emosi
seseorang,
tinnitus, dan vertigo (Miller 2012; Stanley & Beare, 2002; Touhy & Jett,
2010).
Pengkajian gangguan pendengaran umumnya berfokus pada masalahmasalah yang dapat muncul karena gangguan pendengaran seperti gangguan
fungsi dan peran di sosial, gangguan komunikasi, depresi, resiko jatuh, harga
diri rendah, gangguan keamanan, dan gangguan kognitif.
1. Pengkajian mata
Peralatan yang digunakan :
a. Kartu snellen
b. Pena senter
c. Optalmoskop, dll.
Pelaksanaan :
a. Kaji ketajaman penglihatan
Teknik :
1) Tempatkan kartu snellen 20 kaki dari klien pada cahaya terang
2) Tes setiap mata, minta klien utk menutup satu mata dg kartu buram
3) Mita klien utk membaca hurup pada lajur yg dapat dibaca klien
paling baik. Tentukan lajur paling kecil yang bisa dibaca.
4) Catat ketajaman pada lahur tesebut
5) Ulangi dengan dan tanpa kaca mata
Normal : 20/20 sampai 20/30 ou dengan lensa korektif .
Penyimpangan : adanya lajur diatas lajur 20/30 pada kartu.
b. Kaji reflek cahaya cornea
1) Teknik : minta klien menatap lurus ke depan saat pemeriksa
menyalakan pena senter pada jarak 12 15 inci.
2) Normal : sinar direfleksikan secara simetris dari kedua pupil
3) Penyimpangan : refleksi sinar asimetris pada masing-masing mata.
c. Ukur penglihatan dekat
d. Kaji lapangan pandang
e. Kaji otot ekstraokuler
f. Inspeksi alis mata : kuantitas, kondisi, distribusi rambut, gerakan
g. Inspeksi sklera dan konjungtiva : warna, pola vaskuler, lesi, edema
h. Pemeriksaan oftalmoskopik
2. Gangguan pada mata
Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan
gangguan pengelihatan, seperti :
1. Gangguan pengelihatan yang dimaksud meliputi presbiop.
2. Kelainan lensa mata ( refleksi lensa mata kurang)
3. Kekeruhan pada lensa (katarak)
4. Tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma)
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Komunikasi adalah Sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu
sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang
dimaksud oleh
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
serta menambahkan informasi tentang bagaimana suatu komunikasi efektif
pada lansia.
Perawat atau pemberi asuhan harus mampu melakukan teknik
komunikasi secara baik dan efektif pada lansia. Komunikasi yang dijalin harus
bersifat terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
Gail Wiscart Stuart, Sandra J. Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa,
Edisi 3. Jakarta: EGC
Herawaty, Netty. (1999). Materi Kuliah Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: FIK
Keliat, Budi Anna dan Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas
Kelompok. Jakarta: EGC
Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998). Teaching and Learning
Communication Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press
Nasir, abdul, dkk. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Teori Dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, wahyudi. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC
Robinson, TE. White, GL,. Houchins, JC, 2006. Improving Communication With
Older Patien: Tips from Literature. American Academi of Family
Physician
Miller, Carol A. (2012). Nursing for wellness in older adult Ed 6th. Lippincott:
Williams & Wilkins
Stanley, Mickey & Beare, Patricia G. (2002). Buku Ajar keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC
Touhy & Jett. (2010). Gerontological nursing & healthy aging. Elseiver Mosby:
St. Louis.