TATA LAKSANA
6
Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut
pandang pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.
1 3 3
2 3
Keberhasilan komunikasi antar dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu
kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Epmpati dapat diraih melalui kecukupan
dokter akan listening skills dan training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua tahap yang penting :
1) Tahap pengumpulan informasi dimulai dengan tahap penggalian informasi
yang terdiri dari :
a. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien
b. Menggali riwayat pasien
2) Tahap penyampaian informasi
Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka dokter
masuk ketahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat ditahap
7
pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak
beralasan.
Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus dperhatikan agar efektif
dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
a. Materi informasi apa yang disampaikan
Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman / sakit saat pemeriksaan)
Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping/komplikasi)
Hasil dan interpretasi tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis
Diagnosis jenis atau tipe
Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara)
Prognosis
Dukungan (support) yang tersedia
b. Siapa yang diberi informasi
Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan
Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien
Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan
untuk berkomunikasi sendiri secara langsung
c. Berapa banyak atau sejauh mana
Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu
dengan memperhatikan kesiapan mental pasien
Untuk keluarga : sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak
yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya
d. Kapan penyampaian informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan
e. Dimana penyampaiannya
Di ruang praktik dokter
Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat
Di ruang diskusi
Ditempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan
dokter
a. Bahasa
8
Bahasa yang digunakan di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Palangka
Raya dalam memberikan informasi dan pendidikan kepada pasien adalah
menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Banjar, dan bahasa Dayak. Namun
apabila pasien tidak bisa berbahasa Indonesia, bahasa Banjar, dan bahasa
Dayak, maka digunakan bahasa yang dapat dipahami pasien. Oleh karena itu
pemberi informasi dan edukasi harus memahami assessment pasien. Untuk
pasien-pasien dengan bahasa khusus diperlukan penerjemah untuk membantu
proses komunikasi agar dapat berjalan lancar.
b. Media Informasi
Media atau sarana informasi perlu dipilih dengan cermat dan memperhatikan
sasaran atau penerima informasi. Media yang dipilih di Rumah Sakit Islam
PKU Muhammadiyah Palangka Raya adalah menggunakan :
1. Leaflet/Materi edukasi
2. Media elektronik : TV kabel, audiovisual RS
Sedangkan untuk materi pendidikan kepada pasien/ keluarga yang
disampaikan secara berkelompok dalam suatu ruangan, menggunakan sarana
dan prasarana:
1. LCD
2. DVD
3. Laptop
4. Lembar Balik
9
Data dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan
dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat
memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative
rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan
makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan
yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat
merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu masalah psikologis.
10
3. Tahap verifikasi
Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai
kejelasan dan pemahaman materi edukasi yang diberikan.
a. Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan
senang maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan.
b. Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasinya dapat
dilakukan dengan cara menanyakan kepada keluarganya dengan
pertanyaan yang sama, yaitu Apakah Bapak/Ibu bisa memahami materi
edukasi yang kami berikan?
c. Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi)
maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien
mengenai sejauh mana pasien telah mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan ini bisa melalui telepon atau
datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
d. Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan
komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh
pasien. Apabila pasien mengikuti semua arahan dari rumah sakit,
diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
11
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini. Misalnya : menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk melakukan pemerikasaan penunjang, dll.
Situation/Situasi
Mengidentifikasi diri dan tempat penelpon
Mengidentifikasi nama pasien dan alasan untuk melapor
Jelaskan masalah yang ingin disampaikan
Pertama, terangkan secara spesifik tentang diri anda, nama pasien,
konsultan, lokasi pasien dan tanda-tanda vital.
Contohnya sebagai berikut :
Ini adalah L, seorang perawat di lantai 3 RS X. alasan saya menelpon
adalah bahwa Ny. T (32 tahun) di kamar 206 tiba-tiba sesak nafas,
saturasi oksigennya turun menjadi 88% pada udara ruangan,
respirasinya 24 x/menit, frekuensi nadi 110 x/menit, dan tekanan
darahnya 85/50, suhunya 36,5. Kami telah memberikan 6 liter oksigen
dan saturasinya menjadi 93%, frekuensi pernafasan menjadi 22 x/menit.
Background/Latar Belakang
Memberikan alasan pasien dirawat
Jelaskan riwayat medis yang signifikan
Penelpon kemudian menginformasikan konsultan latar belakang
pasien : diagnosis, tanggal masuk, prosedur sebelumnya, obat-obatan
saat ini, alergi, hasil laboratorium terkait dan hasil diagnostik yang
relevan. Untuk ini, penelpon harus telah mengumpulkan informasi
dari grafik pasien, flow sheet dan catatan perkembangan pasien.
Sebagai contohnya :
Ny. S (69 tahun), dengan burst fraktur pada T5, komplikasi pasien
adalah hemothorax ditempat pemasangan chest tube. Chest tube itu
dilepas lima hari yang lalu dengan rontgen thoraxnya telah menunjukan
peningkatan yang signifikan. Pasien sudah mobilisasi dengan fisioterapi
dan menunjukan perbaikan. Hemoglobinnya adalah 100 gm/L dan telah
mendapatkan Enoxaparin untuk profilaksis DVT profilaksis dan
oxycodone untuk mengurangi nyerinya.
Asessment/Penilaian
Tanda-tanda vital
Pola penyakit
Gambaran klinis, kekhawatiran
Kita perlu berfikir kritis ketika menginformasikan penilaian tentang
keadaan pasien pada konsulen. Ini berarti bahwa kita telah
mempertimbangkan apa yang mungkin menjadi alasan yang mendasari
kondisi pasien. Tidak hanya dari penilaian kita namun juga dengan
indicator objektif lainnya, seperti hasil laboratorium.
12
Jika tidak memiliki penilaian, Anda dapat berkata :
Saya pikir dia mungkin memiliki emboli paru.
Saya tidak yakin apa masalahnya, tapi saya khawatir.
Recommendation/Rekomendasi
Jelaskan apa yang Anda butuhkan secara spesifik tentang
permintaan dan waktunya
Memberikan saran seperti : Pasien dapat di transfer ke ICU/ HCU,
Dok?
Memperjelas yang diharapkan : Dokter dapat melihat pasien
sekarang?
Akhirnya sampaikan apa yang menjadi rekomendasi kita.
Perintah yang diberikan ditelepon perlu diulang kembali untuk
memastikan akurasi.
Apakah dokter ingin saya melakukan rontgen thorax/pemasangan IV
line?
Dapatkah saya mulai melakukan CT Scan?
Memasukan SBAR mungkin tampak sederhana, tetapi membutuhkan
banyak pelatihan. Disarankan untuk berlatih antar sesama teman
perawat untuk memberikan informasi pada konsulen dalam bentuk
SBAR.
Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan
proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan cepat, baca
kembali dan konfirmasi ulang (CABAK), yaitu :
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau dapat melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata
yang digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak besar tidak kecil), jelas,
singkat, dan padat.
2. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (CATAT)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan. (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan
tersebut kepada pemberi pesan agar tidak tejadi kesalahan dan pesan dapat
diterima dengan baik.
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada penerima pesan.
(KONFIRMASI)
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima
pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang
atau salah.
13
komunikan Isi pesan Ditulis Dibicarakan Komunikan
Penelpon
1. Jawab salam dan sebutkan nama dan unit kerja (EX Waalaikum salam,
Dengan petugas A dari ruangan A).
2. Beritahukan keprluan menelpon dengan kata-kata yang jelas, sopan dan
mudah dimengerti oleh penerima telepon.
3. Berikan konfirmasi terkait informasi yang disampaikan.
4. Jika semua sudah selesai tutup pembicaraan telepon dengan ucapkan salam.
14
sosial. Orientasinya bukan dari organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara
individual.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada
peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam
mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang
dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa
yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan
suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis
organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan
situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Robert Bonnigton dalam buku Modern Business: A System Approach,
(1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut :
1. Fungsi informative
Organisasi dapat dipandang sebagi suatu sistem pemrosesan informasi.
Maksudnya, seluruh anggota dalam organisasi berharap dapat memperoleh
informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang
didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen
membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun
guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan
(bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di
samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan
kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
2. Fungsi regulative
Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen,
yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua
informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau instruksi supaya
perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana mestinya.
b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi
pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi persuasive
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini,
maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya
daripada member perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela
oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding
kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi integrative
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua
saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi
tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.
15
b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama
masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata.
Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk
berpatisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Komunikasi atasan bawahan dalam sebuah organisasi memiliki pengertian
yaitu informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang
berotoritas lebih rendah (Pace & Faules,2000). Komunikasi ke bawah
menunjukan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pemimpin
kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke bawahan digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan pengarahan, tujuan, disiplin,
perintah, pertanyaan dan kebijakan umum.
Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk
merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang
timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang
informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan (Muhammad, 2004).
Jenis informasi yang dikomunikasikan ke bawah Menurut Katz dan Kahn
dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas ke bawah mempunyai lima tujuan
pokok, yaitu:
a. Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini
memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana
melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan,
penjelasan dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan
informasi jenis ini.
b. Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. Tipe
informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan
mereka berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya dalam organisasi
dan mengapa mereka melakukan pekerjaanya. Dengan kata lain, tipe
informasi ini membantu karyawan mengetahui bagaiman pekerjaan mereka
membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.
c. Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional. Karyawan
diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program pensiun,
asuransi kesehatan, liburan dan ijin cuti, program insentif, penalti dan
hukuman.
d. Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan. Informasi
mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam mempertahankan
operasional perusahaan. Karyawan sering mengeluh, seperti mereka tidak tahu
bagaimana atasan melihat performans mereka.
e. Menyajikan informasi mengenai aspek ideology dalam membantu organisasi
menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.
Bentuk komunikasi yang digunakan dalam komunikasi ke bawah
(Muhammad, 2004) :
1. Bentuk lisan : rapat, diskusi, interview, telepon, sistem interkom, kontak
interpersonal, laporan lisan, ceramah.
2. Bentuk tulisan : surat, memo, telegram, majalah, surat kabar, deskripsi
pekerjaan, panduan pelaksanaan pekerjaan, laporan tertulis, pedoman
kebijaksanaan.
3. Bentuk gambar : grafik, poster, peta, film, slide.
16
Bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan di Rumah Sakit Islam PKU
Muhammadiyah, diantaranya adalah:
1. Bentuk Lisan
Koordinasi antar bagian dibentuk melalui kegiatan-kegiatan :
a. Morning Report
Morning report adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi anatar
sejawat dokter, didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil pemberian
pelayanan medis, transfer of knowledge, dan fungsi koordinasi sesama
sejawat dokter untuk meningkatkan mutu pelayanan medis.
b. Rapat Koordinasi Keperawatan (Selasaan)
Rapat koordinasi keperawatan adalah sebuah bentuk komunikasi dan
koordinasi antar bagian keperawatandengan Kepala Ruangan (Karu),
didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil pemberian pelayanan
keperawatan, transfer of knowledge, dan fungsi koordinasi sesama
perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
c. Rapat Koordinasi Raboan
Rapat koordinasi raboan adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi
antar Direksi dengan staf dibawahnya yang dilaksanakan setiap 1 minggu
sekali, didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil pemberian pelayanan
rumah sakit, dan fungsi koordinasi antar bagian meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit yang didapat selama kurun waktu 1 minggu.
d. Rapat Pejabat Struktural (Bulanan)
Rapat pejabat structural adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi
dan koordinasi antar Direksi dengan staf dibawahnya yang dilaksanakan
setiap 1 bulan sekali, didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil
pemberian pelayanan rumah sakit, dan fungsi koordinasi antar bagian
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit selama kurun waktu 1 bulan.
2. Bentuk Tulisan
Sedangkan bentuk tulisan yang digunakan adalah dengan : surat, memo intern,
uraian tugas, panduan, laporan kegiatan, dan pedoman kebijakan.
17
wewenang bagi setiap tingkatan pada jabatan tertentu akan membuat pesan
tidak sampai keseluruh bagian yang ada dalam organisasi tersebut. Spesialisasi
artinya prinsip organisasi, tetapi juga menimbulkan masalah-masalah
komunikasi, apalagi mereka yang berbeda keahlian bekerja saling berdekatan.
Perbedaan fungsi dan kepentingan dan istilah-istilah dalam pekerjaan mereka
masing-masing dapat menghambat, dan membuat kesulitan dalam memahami,
sehingga akan timbul salah pengertian dan sebagainya.
Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas
kesehatan, yakni :
(1) role stress
(2) lack of interprofesional understanding
(3) autonomy struggles
Konflik antar petugas kesehatan sangat penting karena pada gilirannya akan
mempengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien.
Menghadapi pasien setiap hari bukanlah suatu hal yang mudah. Petugas
kesehatan hamper setiap hari harus menjelaskan hal-hal berkaitan dengan nyawa
seseorang, misalnya menetukan diagnosis penyakit fatal, menjelaskan pengobatan
yang kadang-kadang tidak menjanjikan kesembuhan, menginformasikan
prognosis yang tidak baik atau harus memberikan obat yang harganya sulit
dijangkau oleh pasien. Hal-hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi suasana
hati dokter dan dapat mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbalnya
dengan sesama petugas. Pengendalian emosi dan sters sangat dibutuhkan dalam
pekerjaan sehari-hari tenaga medis di rumah sakit.
Kita mengharapkan semua petugas kesehatan memahami perannya
masing-masing dalam lingkungan kerjanya. Dalam praktiknya, ternyata tidak
demikian. Walaupun telah ada kemajuan dalam memahami peran petugas lainnya,
kebingungan atau kesalahtafsiran tentang peran dari masing-masing petugas
masih sering terjadi. Itulah yang disebut dengan Lack of interprofessional
understanding.
Faktor ketiga adalah masalah otonomi, yakni the freedom to be self-
governing or self-directing. Pentingnya otonomi digaris bawahi oleh Conway,
yang menyatakan bahwa kapasitas untuk melakukan otonomi sangat penting agar
petugas dapat memenuhi peran profesinya. Tingginya professional automony
berhubungan dengan membaiknya job morale dan job performance. Perbedaan
tingkat ekonomi pada petugas kesehatan dapat memacu ketegangan interpersonal.
Perawat misalnya sering menyatakan kekesalannya karena rendahnya otoritas
mereka untuk pengambilan keputusan yang sederhana tetapi penting bagi
keamanan atau kenyamanan pasien. Didalam menghadapi tantangan globalisasi,
setiap petugas kesehatan memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan
kewajibannya masing-masing.
Masalah komunikasi merupakan penyebab yang paling umum dalam
terjadinya medical error. Diantaranya adalah kegagalan komunikasi baik verbal
ataupun tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shift, informasi tidak
didokumentasikan dengan baik atau hilang, masalah komunikasi dalam satu
lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim layanan dengan pekerja non klinis dan
antar staf dengan pasien.
Arus informasi yang tidak adekuat juga merupakan masalah yang umum
terjadi, misalnya ketersediaan informasi yang terbatas saat akan merumuskan
18
keputusan penting, komunikasi yang tidak tepat waktu saat pemberian hasil
pemeriksaan yang kritis, kurangnya koordinasi instruksi obat saat transfer antara
unit, informasi penting yang tidak disertakan saat pasien ditransfer ke unit lain
atau dirujuk ke rumah sakit lain.
Setiap komunikasi yang terjalin wajib dicatat dalam berkas rekam medis
pasien, baik komunikasi antar petugas kesehatan (dokter dengan dokter, dokter
dengan perawat, dokter dengan tenaga medis lainnya, perawat dengan perawat,
perawat dengan tenaga medis lain) ataupun komunikasi antar petugas kesehatan
dengan pasien atau keluarga pasien (dokter dengan pasien atau keluarga pasien,
perawat dengan pasien atau keluarga pasien).
a. Masalah Komunikasi Dokter dengan Pasien
Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam hukum
kedokteran. Dari keduanya akan terbentuk suatu hubungan, baik hubungan medik
maupun hubungan hukum. Hubungan medik dan hubungan hukum antara dokter
dan pasien adalah suatu hubungan yang obyeknya adalah pemeliharaan kesehatan
(rehabilitative) dan pelayanan kesehatan khususnya kuratif. Peran dokter dalam
pelayanan medik adalah sebagai pelaksanaan suatu profesi medik dengan
pemberian pertolongan medik berdasarkan keahlian, keterampilan, dan ketelitian
terhadap pasien.
Hubungan dokter dan pasien dilihat dari aspek hukum, adalah hubungan
antara subyek hukum dengan subyek hukum. Dilihat dari hukumnya, antara
dokter dan pasien terbentuklah apa yang dikenal sebagai perikatan (verbintenis).
Menurut C. Assers, perikatan diartikan sebagai hubungan hukum kekayaan/harta
benda antara dua orang atau lebih berdasarkan dimana orang yang satu terhadap
orang yang lainnya berhak atas suatu penuaian/prestasi dan orang lain ini terhadap
orang itu berkewajiban atas penuaian/prestasi itu. Ciri khas perikatan ini menurut
C. Assers adalah bahwa perikatan merupakan hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan.
Doktrin ilmu hukum mengenal dua macam perikatan, yaitu perikatan
ikhtiar (inspanning verbintenis) dan perikatan hasil (resultaat verbintenis). Pada
perikatan ikhtiar maka prestasi yang diberikan dokter kepada pasien adalah berupa
upaya semaksimal mungkin, sedangkan pada perikatan hasil, prestasi yang harus
diberikan dokter adalah berupa hasil tertentu.
Dasar dari perikatan antara dokter dan pasien dikenal dengan istilah
perjanjian atau transaksi terapeutik. Perjanjian atau transaksi terapeutik antara
dokter dan pasien ini adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, yakni antara
dokter dan pasien bebas menentukan isi dari perjanjian/kontrak yang mereka
sepakati bersama, dengan syarat tidak bertentangan dengan undang-undang,
kepatutan, kepantasan dan ketertiban. Di dalam transaksi terapeutik terdapat dua
pihak yaitu dokter sebagai pemberi pelayanan medik dan pasien sebagai penerima
pelayananan medik. Hak dokter disatu pihak dan kewajiban pasien lain pihak
secara timbal balik, serta prestasi yang harus dilaksanakan oleh masing-masing
pihak. Oleh karena itu dalam transaksi terapeutik antara dokter-pasien, dapat
dijumpai hak-hak pasien disatu pihak dan pada pihak lain terdapat kewajiban-
kewajiban dari dokter, dan demikian pula sebaliknya.
Obyek dari hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam perjanjian
atau transaksi terapeutik ini dalah berbuat sesuatu yakni berupa upaya kesehatan
(kuratif) atau terapi untuk penyembuhan pasien. Jadi isi perjanjian atau transaksi
19
terapeutik adalah suatu transaksi untuk menentukan upaya untuk mencari terapi
yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter. Dengan demikian,
obyek perjanjian dalam transaksi terapeutik adalah mencari upaya kesehatan
(kuratif) yang tepat bagi kesembuhan pasien. Jadi dokter tidak menjanjikan
kesembuhan bagi diri pasien, tetapi dokter berupaya semaksimal mungkin untuk
menyembuhkan pasien (perikatan ikhtiar).
Walaupun hubungan dokter-pasien merupakan suatu perjanjian upaya
(inspanning verbintenis), tetapi upaya tersebut harus dilakukan oleh dokter
dengan hati-hati dan usaha keras. Ada standar profesi medis dan kode etik profesi
medis serta itikad baik yang harus dijadikan acuan oleh dokter dalam usaha
melakukan penyembuhan pasien, yang bilamana hasil pengobatan tidak sesuai
dengan harapan pasien, maka dokter akan mendapat perlindungan hukum dan
terhindar dari tuduhan malpraktik.
Kurangnya komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien menjadi
pemicu munculnya pengaduan malpraktik yang dilakukan dokter. Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) mengakui komunikasi
yang gagal telah menjadi masalah tersendiri. Akibatnya, walaupun dokter sudah
menjalankan tugas sesuai prosedur, namun pasien tetap merasa dirugikan karena
hasil terapi tidak sesuai harapan karena kurangnya komunikasi (Lack of
Information).
Sampai dengan bulan Maret 2011, MKDKI telah melayani 127 pengaduan
kasus pelanggaran disipiln yang dilakukan dokter atau dokter gigi. Dari angka
tersebut, sekitar 80 persen dipicu karena kurangnya komunikasi.
Keterampilan dokter dalam menyampaikan informasi menjadi kunci dalam
situasi semacam ini. Jika dokter tidak cakap berkomunikasi, maka yang terjadi
adalah kesalahpahaman yang berbuntut pada pengaduan oleh pasien baik ke
MKDKI ataupun langsung ke meja hijau.
Komunikasi yang telah dirasakan baik oleh dokter belum tentu member
kepuassan kepada pasien dan keluarga pasien. Banyak faktor yang menyebabkan
kegagalan komunikasi dokter dan pasien diantaranya dokter menjelaskan keadaan
medis pasien kepada banyak orang atau keluarga pasien, dalam hal ini informasi
yang diterima dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat penangkapan informasi
karena dokter menjelaskan dengan bahasa kedokteran sehingga sering
menimbulkan kesalahpahaman.
Pola hubungan dokter dan pasien telah mengalami pergeseran dari zaman
ke zaman. Terdapat suatu pergeseran paradigma, dimana dokter bukan lagi
dianggap sebagai dewa atau orang suci tetapi telah menjadi figur manusia biasa.
Hubungan antara dokter dan pasien yang dulunya menganut pola paternalistik
berubah menjadi hubungan yang bersifat kontraktual. Kondisi dan situasi saat ini
telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi yaitu sebagai
layanan jasa. Sehingga, apabila jasa yang diberikan tidak memuaskan pasien,
maka pasien pun berhak untuk menyampaikan keluhan bahkan sampai pada
tuntutan hukum ke pengadilan.
Dalam hubungan dokter dan pasien ini tidak lepas dari komunikasi. Sejak
pasien datang untuk berobat kepada dokter telah terjadi jalinan komunikasi.
Pasien menjelaskan tentang penyakitnya, dokter memberikan penjelasan dan
informasi tentang penyakit pasien. Komunikasi dokter-pasien yang efektif adalah
terciptanya rasa nyaman dengan terapi yang diberikan dokter pada pasien. Faktor
20
perilaku dokter terhadap pasiennya, kemampuan dokter untuk mendapatkan dan
menghormati perhatian pasien, tersedianya informasi yang tepat dan timbulnya
empati serta membangun kepercayaan pasien ternyata merupakn kunci yang
menentukan dalam kenyamanan yang baik dengan terapi pada pasien. Sikap
empati yang ditunjukan oleh dokter kepada pasien akan menumbuhkan rasa
kepercayaan pasien kepada dokternya yang kemudian dapat menimbulkan
kepuasan dan kepatuhan pasien pada pengobatan.
Komunikasi kepada pasien atau keluarga pasien dapat mencakup keadaan
kesehatan pasien, rencana pelayanan medik, persetujuan tindakan medik
(Informed Consent) dan edukasi terkait penyakitnya. Informed consent
merupakan bagian dari bentuk komunikasi antara dokter dan pasien.
Informant Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenal tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut. Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi
yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan.
Informed consent juga merupakan bagian dari komunikasi yang berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang
diperlukannya sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian
dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan
psikis pada pasien.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien dan mencegah dari tuntutan malpraktik akibat komunikasi
yang kurang baik. Tinjauan yang dilakukan oleh Levinson (1999) menyimpulkan
bahwa sebenarnya tuntutan-tuntutan malpraktek tersebut dapat dicegah dengan
komunikasi dokter-pasien yang adekuat. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
maraknya tuntutan malpraktek di masyarakat adalah cerminan suatu kondisi
komunikasi yang kurang baik antara masyarakat dengan profesi kesehatan, lebih
spesifik lagi antara pasien dengan dokter.
Dalam mencapai tujuan keselamatan pasien, yang tertuang dalam 7
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit, pada langkah nomor 5 yaitu
libatkan berkomunikasi dengan pasien, prinsipnya adalah pasien merupakan orang
yang paling ahli dalam penyakitnya, sehingga setiap pasien menginginkan dirinya
diperlukan sebagai partner dalam pengobatan, pasien menginginkan keterbukaan
tentang apa yang telah terjadi dan membicarakan masalahnya dengan segera dan
empati serta membantu pasien mengatasi permasalahannya dengan lebih baik bila
sesuatu yang tidak diharapkan telah terjadi.
Dalam hal berkomunikasi, pasien juga diajarkan untuk melakukan SPEAK
UP:
S Speak up if you any questions or concerns and if you dont understand.
P Pay attention to the care you are receiving and make sure you are receiving
the right treatment and medication.
E Educate yourself about your diagnosis.
A Ask a trusted family member or friend to be your advocate.
K Know what medicines you are taking and why.
U Understand more about your local NHS organization.
21
P Participate in all decisions around your treatment.
Keterbukaan dan kejujuran dari rumah sakit, dokter dan tenaga medis
lainnya dapat membantu mencegah insiden menjadi keluhan resmi dan litigasi
atau tuntutan hukum. Kunci dari keterbukaan adalah kumunikasi yang efektif
antara pasien dan tenaga kesehatan.
Dalam teknik berkomunikasi, dikenal dengan HEART Steps:
H HEAR / LISTEN to the patient and his or her concerns
E EMPATHIZE with the patient and acknowledge his or her concerns and
emotions
A APOLOGIZE to the patient for the situation
R RESPOND to the patients concerns
T THANK the patient for voicing his or her concerns
22
atau perawat/bidan untuk melaksanakan pengobatan atau pemeriksaan penunjang.
Pada dasarnya penulisan rekam medik merupakan sumber informasi tentang
pasien yang dibuat bukan hanya untuk penulis tetapi juga bagi semua pihak yang
terlibat dalam penanganan pasien pada saat tersebut atau di masa mendatang.
Beberapa contoh masalah komunikasi antara dokter dan perawat, antara lain :
1. Masalah kewenangan klinis perawat sebagai penerima instruksi dokter (SPK,
Akper/D3, Perawat level tertantu, S1)
2. Kesalahan penerimaan instruksi (obat dan tindakan), misalnya :
Salah dengar nama obat,
Salah dengar dosis obat
Salah dengar cara pemakaian obat
Salah dengar waktu pemberian obat/tindakan
Salah baca instruksi dokter karena tulisan tidak jelas
3. Pada saat perawat mengikuti visit dokter, seringkali instruksi dokter ada yang
terlewat untuk dilakaukan.
Salah satu masalah komunikasi yang sering timbul adalah tulisan atau
instruksi dokter yang sulit dibaca oleh perawat, bahkan kadang-kadang penulis
sendiri pada kesempatan berikutnya tidak dapat membaca kembali tulisannnya.
Penulisan yang tidak jelas membuat proses kerja menjadi terganggu. Tidak jarang
klarifikasi melalui telepon perlu dilakukan, padahal pembicaraan melalui telepon
terkadang tidak mudah dilakukan karena koneksi yang buruk atau dokter tidak
mengaktifkan pesawat teleponnya. Bila tidak dapat berkomunikasi dengan
pemberi instruksi, sebagian petugas akan menunda pekerjaan tersebut, atau
menduga-duga instruksi apa yang harus dilaksanakan. Instruksi yang kurang jelas
dan tidak diklarifikasi dapat berakibat fatal bagi pasien.
Kerugian lain yang dapat ditimbulkan adalah, dokter lain tidak dapat
memahami situasi pasien dengan baik sehingga tidak dapat melanjutkan
perawatan dengan baik. Perawat juga tidak dapat membaca instruksi yang
seharusnya dilakukan sehingga pasien akan terlambat mendapatkan penanganan.
Dalam keadaan kurangnya tenaga, dalam hal ini terutama kurangnya
tenaga perawat, masalah akan sering bermunculan, hal ini harus diantisipasi oleh
setiap kordinator atau manajer. Pasien komplain karena perhatian kurang di rawat
inap, respon perawat lambat dan permintaan lama dipenuhi, bahkan yang
parahnya dapat menyebabkan kejadian yang tidak diharapkan yang dapat
menyebabkan cedera pada pasien. Untuk mengatasi role overload atau kurangnya
tenaga, perlu dilakukan pengaturan jumlah tenaga perawat dengan baik,
memperjelas uraian hak, tugas dan kordinasi masing-masing petugas. Peran, hak
dan tugas petugas lain juga harus diketahui masing-masing petugas.
Masalah komunikasi lain yang sering terjadi adalah ketika instruksi
diberikan melalui telepon. Pemberian instruksi dokter lewat telepon tidak dapat
dihindari dalam pelayanan di rumah sakit, hal ini dikarenakan keberadaan dokter
yang tidak 24 jam di rumah sakit, adanya perubahan kondisi pasien yang
memerlukan terapi tambahan atau tindakan medis, dan pada keadaan emergency
atau gawat darurat. Banyak pada yang menyebabkan kesalahan pada proses
pemberian instruksi dokter lewat telepo, yaitu antara lain karena gangguan
koneksi telepon sehingga suara dokter tidak jelas, dokter terburu-buru dalam
memberikan instruksi, kompetensi dan pengetahuan perawat masih kurang atau
level kompetensi perawat penerima instruksi tidak memenuhi syarat, perawat
23
penerima instruksi adalah perawat baru atau perawat magang, prosedur read back-
repeat back tidak dijalankan.
Untuk menghindari kesalahan penerimaan instruksi atau kegagalan
komunikasi, telah diatur beberapa kebijakan untuk menghindari kejadian tidak
diharapkan pada pasien. Dalam sasaran keselamatan pasien yang kedua, yaitu
peningkatan kominikasi yang efektif, telah diatur teknik-teknik komuniksai,
antara lain teknik sbar (situation-Background-Assesment-Recommendation)serta
teknik Read back-Repeat back, dimana penerima instruksi seharusnya setelah
menulis instruksi dalam rekam medis pasien wajib membacakan kembali
instruksi, dalam hal ini adalah dokter juga harus mengulang kembali instruksinya
dan bila perlu mengeja nama obat atau tindakannya, apalagi bila obat tersebut
tergolong obat kewaspadaan tinggi (high alert medication), contohnya pemberian
elektrolit pekat.
24
bawah. Pimpinan mau memberikan komunikasi bila mereka bila mereka
merasa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila pesan tidak
relevan dengan tugas pesan tersebut tetap dipegangnya. Misalnya seorang
pimpinan akan mengirimkan pesan untuk memotivasi karyawan guna
menyempurnakan produksi, tetapi tidak mau mendiskusikan kebijaksanaan
baru dalam mengatasi masalah-masalah organisasi.
b. Kepercayaan pada pesan tulisan
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode
difusi yang menggunakan alat-alat elektronik daripada pesan yang
disampaikan seacara lisan dan tatap muka. Hal ini menjadikan pimpinan lebih
banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, booklet, dan film
sebagai pengganti kontak personal secara tatap muka antara atasan dn
bawahan.
c. Pesan yang berlebihan
Banyaknya pesan-pesan yang dikirimkan seacara tertulis maka karyawan
dibebani dengan memo, buletin, surat pengumuman, majalah dan pernyataan
kebijaksanaan sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh
karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung tidak
membacanya. Banyak karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang
dianggap penting bagi dirinya dan yang dibiarkan saja tidak dibaca.
d. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah.
Pimpinan hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman
pesan dan dampak yang potensial kepada tingkah laku karyawan. Pesan
seharusnya dikirimkan kebawah pada saat saling menguntungkan kepada dua
belah pihak yaitu pimpinan dan karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan
tersebut tidak pada saat dibutuhkan oleh karyawan maka mungkin akan
mempengaruhi pada efektifitasnya.
e. Penyaringan
Pesan-pesan yang dikirimkan pada bawahan tidaklah semua diterima mereka,
tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan. Penyaringan pesan ini dapat
disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya perbedaan persepsi di
antara karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan
kurang percaya kepada seorang supervisor.
Persoalan utama dalam komunikasi atasan bawahan adalah sejauh mana
komunikasi atasan dan bawahan dapat berjalan dengan efektif atau tidak. Apabila
hasil yang didapat sama dengan tujuan yang diharapkan maka hasil komunikasi
dinyatakan efektif, jika hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang
diharapkan maka komunikasi dapat dikatakan sangat efektif, tetapi bila hasil yang
didapatkan lebih kecil dari tujuan yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa
komunikasi tidak atau kurang efektif. Komunikasi disebut efektif apabila
penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan
oleh pengirim (Thoha, 2005).
25
BAB IV
DOKUMENTASI
26
BAB V
PENUTUP
Direktur,
RS Islam PKU Muhammadiyah Palangka Raya
27
Lampiran :
A Alpha N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X X-ray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
28