Anda di halaman 1dari 13

Skenario 2

Komunikasi Dokter dan Pasien

Chelsea, seorang Ibu muda yang sedang hamil tua dan diantar suaminya ke
puskesmas. Setelah sampai di puskesmas Ibu Chelsea tidak langsung ditangani oleh Dokter.
Alasan perawatnya, Dokternya suruh menunggu. Ibu Chelsea sempat menunggu hingga 1 jam
akhirnya dokternya datang. Dokter yang bersangkutan tampak tidak ramah dan terlihat
terburu-buru. Dari hasil pemeriksaan kehamilan dokter mendiagnosis Ibu Chelsea dengan
kehamilan aterm, janin letak lintang. Dokter mengatakan bahwa pasien tersebut harus dirujuk
ke rumah sakit. Si Ibu tampak bingung dan merasa khawatir.

Dokter kurang memahami kondisi ibu tersebut dan menunjukkan sikap kurang empati
dengan memberikan informasi yang kurang jelas tentang kondisi kehamilan Chelsea. Ibu
Chelsea terlihat kurang puas dengan penjelasan tersebut. Dokter tidak menjelaskan dengan
jelas alasan Ibu Chelsea harus dirujuk dan dioperasi sehingga ibu Chelsea dan keluarga
besarnya merasa kurang mendapat pelayanan yang baik dari dokter tersebut

Dalam kebingungan, Ibu Chelsea mengambil keputusan pindah ke dokter lain di RS


yang berbeda untuk mendapatkan pendapat dokter yang lain. Di RS yang ini Ibu Chelsea
diperiksa dengan baik oleh dokter dan menjelaskan secara rinci alasan kehamilan Ibu Chelsea
harus dioperasi, sehingga Ibu Chelsea dan keluarga besarnya setuju untuk tindakan yang
selanjutnya dengan menandatangani surat persetujuan tindakan medik (pertindik).

Bagaimana anda menjelaaskan cara seorang dokter berkomunikasi efektif dengan


pasien dalam menjelaskan tugasnya sehari-hari?

TERMINOLOGI ASING
1. Puskesmas
Poliklinik di tingkat kecamatan tempat rakyat menerima pelayanan Kesehatan.
(KBBI).
2. Kehamilan
Proses selama 9 bulan diman wanita membawa embrion dan janin yang sedang
berkembang di janinya. (Kamus Dorland).
3. Diagnosis
Penentuan sifat penyakit atau membedakan suatu penyakit dngan yang lainya.
(KBBI).
4. Kehamilan Aterm
Kehamilan yang di anggap normal, matang,dan penuh berdasarkan durasi waktu
kehamilan. (LABCITU).
5. Janin Letak Lintang
Janin menyilang sumbu memanjang ibu secara tegak lurus, mendekati 90 derjat.
(Jurnal Kesehatan Unislam).
6. Rujukan
Keterangan lanjutan mengenai suatu hal. (KBBI).
7. Rumah Sakit
Gedung yang menyediakan dan meberikan pelayanan kesehatan yang meliputi
masalah Kesehatan. (KBBI).
8. Empati
Keaadan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentiikasi dirinya dalam
keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang lain. (KBBI).
9. Operasi
Tindakan yang di lakukan dengan instrumen atau dengan tangan ahli bedah. (Kamus
Dorland).
10. Surat Persetujuan Tindakan Medik/Informed Consent
Persetujuan yang di berikan oleh pasien atas upaya medis yang dilakukan tenaga
medis terhadap dirinya, setelah informasi dan tenaga medis mengenai upaya medis
yang dapat diakukan untuk menolong dirinya berserta informasi mengenai resiko
yang mungkin terjadi. (Jurnal UNSRA).

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sistem pelayanan yang berkualitas?
2. Mengapa pasien terlambat mendapatkan pelayanan dari tenaga medis?
3. Apakah yang mempengaruhi seorang dokter terburu-buru dalam memberikan
pelayanan kepada pasien?
4. Bagaiamna seorang dokter dapat mendiagnosis seorang ibu hamil dengan kondisi
kehamilan anterm dan janin lintang?
5. Mengapa dokter merujuk pasien ke rumah sakit?
6. Bagaimana dampak dari gagalnya komunikasi antara dokter dan pasien?
7. Mengapa pasien merasa bingung dan khawatir tentang diagnosis dokter, dan langkah
apa yang harus di lakukan oleh dokter?
8. Mengapa seorang dokter menunjukan sikap kurang empati dengan memberikan
informasi yang kurang jelas kepada pasien?
9. Apa dampak yang terjaadi jika dokter kurang memahami kondisi pasien?
10. Mengapa dokter tidak menjelaskan dengan jelas alasan ibu chelse harus di rujuk dan
di operasi?
11. Mengapa pasien terlihat kurang puas dengan penjelasan dokter?
12. Mengapa dokter dapat bekerja di puskesmas sedangkan dokter pertama yang
menangani buk chese tidak mencapai standar kompetensi yang baik dan area
kompetensi yang benar?
13. Mengapa saat pasien harus di beri tindakan medis harus menandatangaini surat
pesetujuan dari keluarga besar
14. Apa faktor yang mempengaruhi pasien memilih keputusan pindah pelayanan
kesehatan yang lain?

HIPOTESIS

1. Pelayanan kesehatan dikatakan berkualitas apabila pemberi layanan mampu


memenuhi kebutuhan pasiennya terlaksana kebijakan pasien dan dapat di harapakan
memenuhi kebutuhan rasa aman pasien serta menghindarai kejadian tidak di inginkan.
2. Karena keterlambatan dokter dalam memberikan pelayanan membuat kepuasan pasien
menurun.
3. Kesibukan seorang dokter dapat dipengaruhi dengan seberapa banyak pasien yang di
tangani dan seberapa parah kondisi pasien.
4. Kondisi kehamilan seorang pasien dapat didiagnosis dengan tanda-tanda kondisi yang
dialami oleh pasien sehingga dapat diidentifikasi kondisinya dan posisi janin, jika
pasien belum dalam keadaan anterm maka janin lintang dapat diatasi dengan posisi
sujud yang bertujuan untuk mengembalikan posisi bayi dalam janin. untuk penangan
terhadap kasus ibu dalam kehamilan anterm maka harus dilakukan SC. lintang dapat
di ketahui dengan palpasi (meraba) pada bagian kanan ( hypocondriac dextra) dan
kiri perut atas(hypocondriac sinistra) lalu dapat dipastikan memlalui pengidentifikasi
dengan USG.
5. Pasien membutuhkan perawatan lebih komplek dan peralatan fasilitas klinik belum
memadai.
6. Kegagalan berkomunikasi antara dokter dan pasien dapat memiliki berbagai
konsekuensi seperti masalah keselamatan pasien dan dugaan malpraktik.
7. Pasien merasa khawatir dan bingung karena dokter memberikan pelayanan kepada
pasien terburu-buru, tidak ramah, dan memberikan informasi yang kurang jelas
padahal seharusnya seorang dokter memberikan penjelasan secara rinci dan
pemeriksaan yang baik.
8. Seseorang memiliki rasa empati karena terkadang seseorang mengalami kelelahan
emosional dan stres yang berkepanjangan.
9. Kurangnya komunikasi tersebut dapat membuat pasien memiliki persepsi yang kurang
baik dengan pengalaman mereka di rumah sakit.
10. Karena dokter tidak memahami kondisi pasien dan menunjukan sikap kurang empati
dengan memberikan informasi yang kurang jelas.
11. Karena dari awal dokter tidak menunjukan sikap yang baik dalam memberikan
pelayanan dan terkesan kurang memahami kondisi pasien yang akhirnya membuat
pasien memiliki rasa ragu pada dokter tersebut.
12. Kemampuan seorang dokter harus dapat seimbang dengan perkembangan zaman, jadi
seorang dokter harus selalu ikut perkembangan ilmu kesehatan, kemungkinan dokter
tersebut tidak terlalu memahami kondisi pasien karna ilmu yang sudah jarang di
kembangkan dan juga dipengaruhi faktor kesibukan seorang dokter itu sendiri.
13. Karena setiap pasien berhak mengetahui manfaat dan resiko dari tindakan medis yang
akan di jalani.
14. Rasa tidak puasnya pasien terhadap layanan suatu instansi dan ketidak lengkapan
fasilitas instansi kesehatan (Rumah Sakit, Puskemas, dan Klinik).

SKEMA

Empati Membangun
Kepercayaan Setara

Memberikan
Pendekatan Komuniksi Kesempatan
Definisi

Merupakan sebuah komunikasi


Komunikasi Dokter dan intrapersonal dimana terjalin
Pasien komunikasi intens antara pasien
Instansi
dan dokter yang baik.
Kesehatan

1. Rumah Sakit Kepuasan Pasien


2. Klinik
3. Puskesmas
Komunikasi
Efektif

Metode Dalam
Kejelasan Dalam
Penyampaian Komunikasi
Penyampaian
Terapeutik
Masalah

LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai komunikasi
efektif.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai cara
menyampaikan berita baik & buruk kepada pasien.
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai perasaan
pasien & memiliki rasa empati.
4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mengenai surat
persetujuan wali pasien.
5. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang pendekatan
dalam komunikasi dokter dan pasien.

PEMBAHASAN

1. Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua
pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa mengembangkan
komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter, tampaknya harus
diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang
efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Dokter dapat
mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya
sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan
pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga
akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang
dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut
dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil
mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayanan
medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi
yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.

Namun disadari bahwa dokter di Indonesia belum disiapkan untuk melakukannya.


Dalam kurikulum kedokteran dan kedokteran gigi, membangun komunikasi efektif
dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan
pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien
dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam
pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam
hubungan dokter-pasien.

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi
keduanya.
Hasil Komunikasi Efektif: ̇ Pasien merasa dokter menjelaskan keadaannya sesuai
tujuannya berobat. Berdasarkan pengetahuannya tentang kondisi kesehatannya, pasien
pun mengerti anjuran dokter, misalnya perlu mengatur diet, minum atau
menggunakan obat secara teratur, melakukan pemeriksaan (laboratorium,
foto/rontgen, scan) dan memeriksakan diri sesuai jadwal, memperhatikan kegiatan
(menghindari kerja berat, istirahat cukup, dan sebagainya). ̇ Pasien memahami
dampak yang menjadi konsekuensi dari penyakit yang dideritanya (membatasi diri,
biaya pengobatan), sesuai penjelasan dokter.

Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi pada sesi penggalian informasi
telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model
yang sangat sederhana dan aplikatif.

1 3
2 3
 Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang
dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question
by the doctor)
 Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead
through closed question by the doctor).
 Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan
negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).

Keterampilan berkomunikasi berlandaskan empat unsur yang merupakan inti


komunikasi:

 Sumber (yang menyampaikan informasi). Siapa dia? Seberapa luas/dalam


pengetahuannya tentang informasi yang disampaikannya?
 Isi pesan (apa yang disampaikan). Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu
disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
 Media yang digunakan. Apakah hanya berbicara? Apakah percakapan
dilakukan secara tatap muka atau melalui telepon, menggunakan lembar lipat,
buklet, vcd, peraga).
 Penerima (yang diberi informasi). Bagaimana karakternya? Apa
kepentingannya? (langsung, tidak langsung).

Keempat unsur ini masih perlu dilengkapi dengan umpan balik. Dokter sebagai
sumber atau pengirim pesan harus mencari tahu hasil komunikasinya (apa yang
dimengerti pasien?). Sejalan dengan keterampilan yang termuat dalam empat unsur
ditambah umpan balik tersebut, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut:

 Cara berbicara, termasuk cara bertanya (kapan menggunakan pertanyaan


tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan, klarifikasi,
parafrase, intonasi.
 Mendengar, termasuk memotong kalimat.
 Cara mengamati (observasi) agar dapat memahami yang tersirat di balik yang
tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak tubuh).
 Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan pasien (bahasa tubuh) agar tidak
mengganggu komunikasi, misalnya karena pasien keliru mengartikan gerak
tubuh, raut muka dan sikap dokter.
Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat penting dan
wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang dilakukan dokter dalam
pengobatan pasiennya. Keberhasilan dari upaya tersebut dianggap tergantung dari
keberhasilan seorang dokter untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang
riwayat penyakit pasien dan penyampaian informasi mengenai penatalaksanaan
pengobatan yang diberikan dokter. Melihat pentingnya komunikasi timbal balik yang
berisi informasi ini, maka secara jelas dan tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2), (3), Paragraf
6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52 huruf (a), (b), dan Pasal 53 huruf (a).

Efektif atau tidaknya komunikasi yang berlangsung akan menentukan sikap pasien
dalam menerima diagnosis yang ditetapkan dokter, menjalani pengobatan, melakukan
perawatan diri dan memerhatikan atau mematuhi anjuran/nasihat 25 dokter.
Komunikasi tersebut juga mempengaruhi kelangsungan terapi, apakah akan berlanjut
atau terjadi pemutusan hubungan secara sepihak. Reaksi pasien ketika masih berada
dalam ruang praktik, sikap pasien pada kunjungan ulang, cara pasien melaksanakan
pengobatan adalah umpan balik bagi dokter, untuk mengetahui hasil komunikasinya.

2. Penyampaian Berita Baik & Buruk Kepada Pasien.


Kesulitan-kesulitan dalam menyampaikan berita :
1. Bagaimana cara yang tepat untuk bisa jujur pada pasien tanpa mengurangi
harapan mereka?
2. Bagaimana cara menghadapi dan menangani emosi pasien saat mereka mendengar
berita buruk mengenai dirinya. Apakah saya sanggup ?
3. Kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikan berita buruk pada pasien ?
4. Bagaimana memilih metode komunikasi yang tepat bagi pasien sesuai dengan
latar belakang dan kepribadiannya?

Protokol enam langkah untuk menyampaikan berita :

1. Persiapan
- Pilih ruangan yang menjamin privacy, dan usahakan baik dokter
maupun pasien bisa duduk dalam posisi yang nyaman.
- Tanyakan pada pasien apakah dia menghendaki ada orang lain yang
menemaninya, apakah suami / istri, anak, atau keluarga lainnya.
Biarlah pasien sendiri yang memutuskan.
- Mulailah dengan memberikan pertanyaan seperti: “Bagaimana
perasaan anda sekarang ?“. (Pertanyaan ini untuk mulai melibatkan
pasien dan menunjukkan percakapan dua arah. Pasien tidak hanya
mendengarkan dokter bicara).
2. Mencari tahu sebanyak apa informasi yang sudah dimiliki pasien
Mulailah mengajukan pertanyaan untuk menggali informasi dari pasien supaya
dapat mulai memahami.
- Apakah pasien sudah tahu mengenai penyakitnya/ situasinya. Contoh :
"Saya menderita kanker paru-paru, dan saya memerlukan
pembedahan".
- Seberapa banyak dia tahu ? Darimana dia tahu ? ("dokter A
mengatakan ada sesuatu kelainan yang ditemukan di foto roentgen
dada saya")
- Tingkat pengetahuan pasien ("Dok, saya terkena Adenocarcinoma
T2N0")
- Situasi emosional pasien ("Saya takut jangan – jangan saya terkena
kanker, Dok … sampai – sampai seminggu ini saya jadi susah tidur").
Terkadang pasien atau keluarga pasien (orang tua pada pasien anak)
mungkin tidak bisa menjawab atau merespon pertanyaan anda, dan
mungkin memang tidak mengetahui sama sekali mengenai penyakit
mereka. Pada kasus – kasus seperti itu , teknik yang bisa digunakan
untuk menstimulasi diskusi adalah dengan menanyakan kembali
tentang hal – hal yang sudah mereka ketahui seperti riwayat penyakit
dan hasil pemeriksaan atau hasil test yang telah dilakukan sebelumnya.
3. Mencari tahu seberapa banyakkah informasi yang ingin diketahui pasien
- Penting untuk menanyakan pada pasien seberapa detil informasi yang
ingin didengarnya. Apakah sangat detil, atau hanya gambaran besarnya
saja ?
- Perlu diperhatikan bagaimana cara bertanya, dan kemungkinan reaksi
pasien. (Setiap pasien tidak akan sama , bahkan pada pasien yang sama
kemungkinan akan berubah permintaannya selama dalam satu sesi
percakapan). Beberapa pertanyaan yang sering digunakan pada tahap
ini misalnya :
- Bapak/ ibu, bila nanti situasi atau kondisi/ hasil test menunjukkan
sesuatu yang serius, apakah saya bisa memberitahukan pada anda
mengenai masalah tersebut ?
- Apakah bapak / ibu ingin saya menjelaskan secara rinci atau hanya
garis besar dari kondisi bapak / ibu sekarang ?
- Bapak / Ibu, hasil test anda sudah keluar. Apakah saya bisa
menjelaskan pada bapak / ibu, atau bapak / ibu ingin agar saya
menjelaskan kondisi anda pada keluarga ?
4. Berbagi informasi
- Penting untuk mempersiapkan segala data sebelum anda bertemu
dengan pasien.
- Topik pada tahap ini biasanya adalah mengenai diagnosis, terapi /
penanganan, prognosis, serta dukungan / fasilitas apa saja yang bisa
diperoleh oleh pasien dan keluarganya.
- Berikan informasi dalam potongan kecil, dan pastikan untuk berhenti
menjelaskan (beri jeda di antara potongan – potongan informasi itu)
untuk memastikan bahwa pasien paham dengan yang kita jelaskan.
- Ingatlah untuk menerjemahkan istilah medis ke dalam bahasa
Indonesia, dan jangan mencoba untuk mengajar patofisiologi (jelaskan
dengan lebih sederhana). Beberapa contoh bahasa yang bisa digunakan
untuk menyampaikan berita buruk :
- Pak Harun, saya khawatir bahwa kabar yang akan saya sampaikan ini
adalah kabar yang kurang baik. Hasil test anda ternyata menunjukkan
bahwa anda positif terkena HIV.
- Bu Siti, mohon maaf saya terpaksa menyampaikan kabar ini. Hasil
biopsi benjolan pada payudara ibu menunjukkan bahwa ibu terkena
kanker payudara.  Bu Dinar, hasil test putri anda sudah keluar, dan
ternyata hasilnya tidak seperti yang kita harapkan. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa putri anda terkena leukemia.
5. Menanggapi perasaan pasien
Jika anda tidak memberikan tanggapan terhadap emosi yang muncul pada pasien,
anda sama saja seperti “meninggalkan urusan sebelum urusan tersebut selesai ..”.
Selain itu bisa juga dianggap sebagai seorang dokter yang tidak memiliki
kepedulian pada pasien. Kalimat – kalimat yang bisa digunakan pada tahap ini :
- Saya tahu bahwa hasil ini adalah hasil yang tidak kita harapkan
- Saya tahu bahwa kabar ini adalah kabar yang tidak mengenakkan
- Setelah mengetahui hasilnya, kira –kira hal apakah yang bisa saya
bantu?

6. Perencanaan dan tindak lanjut


- Pada titik ini Anda perlu mensintesis rasa kekhawatiran pasien dan isu-
isu medis ke dalam rencana konkret yang dapat dilakukan dalam
rencana perawatan pasien.
- Buatlah rencana langkah – demi langkah dan Berikan penjelasan yang
lengkap pada pasien tentang apa saja yang harus dilakukannya pada
tiap langkah, dan apa saja yang mungkin terjadi, dan apa saja yang bisa
membantu mengatasinya bila ternyata muncul hal yang tidak
diinginkan.

Berikut adalah mengenai penjelasan prognosis;

- Ada baiknya dokter mencari tahu tentang harapan pasien, ataupun


alasan pertanyaan mereka.
- Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan.

Berikut adalah contoh – contoh kalimat ataupun pertanyaan yang biasa


digunakan :

- Jadi, apa sebenarnya yang menjadi kekhawatiran bapak mengenai


pengobatan ?
- Jadi situasinya memang demikian, Ibu... Tetapi mungkin masih ada
sesuatu yang bisa saya bantu untuk ibu ?...
- Jadi ibu ingin mengetahui tentang berapa persen kemungkinan putra
ibu bisa bertahan?

Hal yang penting diperhatikan dalam menyampaikan berita kepada pasien, yaitu:

A. Materi Informasi apa yang disampaikan


a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan).
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek
samping/komplikasi.
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
e. Diagnosis, jenis atau tipe. (??)
f. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara).
g. Prognosis.
h. Dukungan (support) yang tersedia.
B. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan
untuk berkomunikasi sendiri secara langsung
C. Berapa banyak atau sejauh mana
a. Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu
untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.
b. Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak
yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
D. Kapan menyampaikan informasi
a. Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
E. Di mana menyampaikannya
a. Di ruang praktik dokter.
b. Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
c. Di ruang diskusi.
d. Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan
dokter.
F. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, faksimile, sms, internet.
b. Persiapan meliputi:
- materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim);
- ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang
lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon;
- waktu yang cukup;
- mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir
sebaiknya lebih dari satu orang).
c. Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan.
d. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan
dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan
diberikan.

3. Perasaan Pasien & Memiliki Rasa Empati.


Empati adalah kemampuan untuk mengerti dan membagi perasaan orang lain.
Masyarakat sering bingung membedakan kata empati dan simpati. Empati berarti
kemampuan untuk mengerti dan membagi perasaan orang lain sedangkan simpati
berarti perasaan kasihan dan iba kepada seseorang untuk ketidakberuntungannya.
Pelayanan kesehatan tanpa perasaan iba bukan sepenuhnya menjalankan praktik
berbasis patient-centered.

Perasaan iba terletak di antara empati (memahamai perhatian pasien) dan simpati
(merasakan emosi pasien), menggabungkan respon terhadap penderitaan orang lain
dan keinginan untuk meringankan penderitaannya. Perawatan penuh dengan kasih
sayang (compassionate care) dibutuhkan untuk membina hubungan dan didasarkan
pada mendengarkan dengan penuh perhatian dan keinginan untuk memahami
perspektif dan konteks pasien.

Berdasarkan hasil penelitian neuropsikologi, terdapat dua sistem yang terlibat dalam
empati. Sistem pertama adalah sistem emosional, sedangkan sistem kedua adalah
sistem kognitif. Sistem emosional terdiri atas persepsi dan pengakuan emosi.
Mekanisme neurokimia diperankan oleh neuromodulator oksitosin. Sedangkan sistem
kognitif termasuk kapasitas mental untuk mengerti dan memahami keadaan mental
orang lain. Mekanisme neurokimia diperankan oleh neurotransmitter dopamin. Untuk
pelayanan kesehatan profesional, empati merupakan elemen penting dalam
menyediakan kualitas pelayanan kesehatan.

Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang


dikodekan dalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS)
Levels). Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:

 Level 0:
- Dokter menolak sudut pandang pasien
- Mengacuhkan pendapat pasien
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti
“Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik
operasi saja sekarang.”
 Level 1:
Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu “A ha”, tapi dokter
mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan, menyiapkan alat, dan
lain-lain
 Level 2:
Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit
- Pasien, “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja”
- Dokter, “Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?
 Level 3:
Dokter menghargai pendapat pasien “Anda bilang Anda sangat stres datang ke
sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?”
 Level 4:
Dokter mengkonfirmasi kepada pasien “Anda sepertinya sangat sibuk, saya
mengerti seberapa besar usaha Anda untuk menyempatkan berolah raga”

 Level 5:
Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience)
dengan pasien.
- “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua.
Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah
kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir”

Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandang
pasien tentang penyakitnya, secara eksplisit. Empati berhubungan langsung dengan
terapi, dengan cara mengurangi kecemasan pada pasien. Saat pasien merasa dokter
tersebut mengerti kondisi dan kekhawatirannya, dia akan lebih nyaman dalam
mempercayai sang dokter.

Efek positif hubungan yang berlandaskan empati terdapat pada kedua belah pihak,
baik dokter maupun pasien. Empati dapat meningkatkan kepuasan pasien,
kepercayaan, coping skills, dan sejalan dengan terapi, serta memperkaya pengalaman
dokterpasien. Menghabiskan waktu untuk mendengarkan pasien adalah layak
dilakukan, bahkan saat dokter sedang sibuk. Empati tidak menghabiskan waktu dari
pekerjaan klinis rutin karena diwujudkan dalam sikp dokter saat berhadapan dengan
pasien. Mengingat bahwa seorang dokter jelas tidak dapat mengikuti setiap kejadian
penting pasiennya, kondisi inti dari empati adalah berbagi perjalanan klinis mereka
dan memanfaatkan petunjuk yang ditawarkan selama pemeriksaan

4. a. Informed consent mutlak diperoleh terutama dalam tindakan medis yang


dikategorikan sebagai extraordinary means, sebagai ungkapan hormat akan otonomi
dan integritas pribadi pasien.
b. Informed consent diperoleh dari pasien sendiri, tetapi bila pasien tidak kompeten,
maka dapat diperoleh dari keluarga atau wali sah yang mampu memberikan
persetujuan rasional. Jika keluarga dan/atau wali hadir namun tidak kompeten juga,
maka tenaga medis dapat memutuskan sendiri untuk bertindak sesuai kondisi pasien
demi kepentingan terbaik pasien (prinsip beneficentia).
c. Berdasarkan informasi yang diberikan tenaga medis, pasien dan atau keluarga dapat
saja menolak memberikan persetujuan atas tindakan medis tertentu (informed refusal).
Menghadapi hal sedemikian tenaga medis harus bersikap rasional sebagai seorang
medikus sekaligus etikus-moralis, dengan mempertimbangkan kompetensi penolakan
tersebut dan kondisi pasien yakni entah tindakan medis masih bermanfaat baginya
ataukah sudah menjadi sia-sia belaka.
d. Informed consent tidak dibutuhkan dalam kasus darurat (emergency) atau kritis di
mana tindakan medis harus segera diambil demi keselamatan pasien. Tindakan ini
diambil atas dasar prinsip beneficentia.
e. Informed consent dan the professional practice standard sangat penting
diperhatikan, karena setiap kelalaian atau kesalahan tindakan medis akan membawa
konsekuensi hukum yuridis.
f. Dalam pelayanan kesehatan di Indonesia untuk dilakukannya suatu operasi
misalnya, informasi disampaikan kepada keluarga dan keluarga yang menandatangani
surat persetujuan, bukan oleh pasien sendiri walaupun ia kompeten, maka hal ini
hanya merupakan perbedaan budaya saja yang umum berlaku di Asia.

5. Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yang
digunakan:
a. Centered communication style atau doctor centered communication style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
b. Illness centered communication style atau patient centered communication style.
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang
secara individu merupakan pengalaman unik. Keberhasilan komunikasi antara
dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan
bagi kedua belah pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Broto Wasisto, G. S. (2006). Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
Larasati, T. (2019). Komunikasi Dokter-Pasien Berfokus Pasien pada Pelayanan Kesehatan
Primer. Patient Centered Communication pada Pelayanan Kesehatan Primer.
Muhammad Tegar Nurachman1, *. I. (2022). Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Jurnal Cerebellum.

Anda mungkin juga menyukai