Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA SEPENJANG

TENTANG KEHIDUPANPADA LANSIA

DI SUSU OLEH

LEDIYA SLARMANAT

SRI BUARLELY

MAGDALENA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA


MAKASSAR

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas


kasih dan Rhamat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat pada waktu yang ditentulan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata


sempurna untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang
membangun sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.

Sungguminasa,15 Juni 2020

Penulis

DAFTAR ISI
Chover………………………………………………………………………
Kata pengantar………………………………………………………………
Daftar isi…………………………………………………………………….

BAB I pendahuluan
Latar belakang………………………………………………………………
Tujuan……………………………………………………………………….
Rumus masalah……………………………………………………………...
BAB II pembahasan
Pengertian mental…………………………………………………………...
Aspek mental………………………………………………………………..
Aspek-aspek yang mempengaruhi perubahan fungsi mental pada manusia..
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental………………………
Masalah dibidang psikogeratri……………………………………………...
Pendekatan perewatan lanjut usia…………………………………………...
Asuhan keperawatan………………………………………………………...
BAB III penutup
Kesimpulan………………………………………………………………….
Saran…………………………………………………………………….......
.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan


jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam
menghadapi usia senja. Sejalan dengan semakin baiknya status kesehatan
masyarakat, usia harapan hidup masyarakat Indonesia juga semakin tinggi,
sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin bertambah.
Saat ini, jumlah lansia yang ada di Indonesia berdasarkan data
Badan Pusat Statistik mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari jumlah
penduduk Indonesia. Jumlah ini akan menjadikan Indonesia menempati
urutan ke-4 terbanyak negara berpolulasi lansia setelah Cina, India dan
Amerika. Berdasarkan Survei Kesehatan Depkes RI, menyatakan,
gangguan mental pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang
berusia di atas 65 tahun 12,3%. Angka ini diperkirakan akan semakin
meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Karenanya pengenalan masalah
mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga beberapa
gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau
dipulihkan.
Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut
dapat mengalami perburukan dan membutuhkan penanganan yang
kompleks. Kepandaian menyiasati dapat menjadikan masa tua yang
menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus merasa tua dan tidak
berdaya.
Dengan penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas
gangguan fungsi mental pada lansia lebih lanjut. Kami sebagai calon
perawat tertarik untuk membahas tentang asuhan keperawatan gangguan
fungsi mental pada lansia.

B.      Tujuan

1.      Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tanggung jawab kita sebagai mahasiswa yaitu memenuhi tugas
yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kulia KPJ.
2.      Tujuan Khusus
 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian mental
 Mahasiswa dapat mengetahui aspek apa saja pada mental
 Mahasiswa dapat mengetahui aspek aspek yang
mempengaruhi perubahan fungsi mental pada lansia
 Mahasiswa dapat mengetahui factor-faktor yang
mempengaruhi perubahan mental
 Mahasiswa dapat mengetahui masalah dibidang
psikogeratri
 Mahasiswa dapat mengetahui pendekatan apa saja
perawatan lanjut usia
 Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan
sehat jiwa sepanjang tentang kehidupan pada lansia.
3. Rumus masalah
 Apa pengertian mental
 Apa saja aspek pada mental
 Apa saja aspek-aspek yang mempengaruhi perubahan
fungsi mental pada manusia
 Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi perubahan
mental
 Apa saja masalah dibidang psikogetri
 Apa saja pendekatan perawatan lanjut usia
 Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang
tentang kehidupan pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mental

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun


ke atas) pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansi ini akan terjadi
suatu proses yang disebut aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya:
jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan
dalam kamus psikologi Kartini Kartono, (1987:278) mengemukakan:
mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah. Dalam
pengertian aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau ingatan.
Sedangkan sekarang ini digunakan untuk menunjukkan penyesuaian
organisme terhadap lingkungan dan secara khusus menunjuk penyesuaian
yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari oleh individu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647)
adalah“Berkenaan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat
badan atau tenaga, Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya
pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga pembangunan
batin dan watak”.
Mental secara istilah dapat diartikan dengan “semangat jiwa yang
tegar, yang aktif, yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan
manusia” (Mawardi Labay El- Sulthani, 2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang
berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku,
watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya.

B. Aspek-aspek Mental

Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu


ingin kembali pada kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia
mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang bisa mempengaruhi segala sikap dan
tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan maka aspek-aspek
manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang
ada dalam diri manusia adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-
usaha, dan perasaan.
 Keinginan : perihal yang diinginkan
  Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.
  Tujuan : arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
   Usaha : kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau
badan
untuk mencapai suata maksud.
   Perasaan : hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera.
Rasa/keadaan batin dalam menghadapi sesuatu.

2. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada


dalam diri manusia adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
 Kehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
   Sikap : posisi mental (perasaan terhadap bahasa
sendiri/bahasa
orang lain).
  Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang
Dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.

3.  Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek


mental yang ada dalam diri manusia adalah segala sesuatu yang
menentukan sifat dan karakter manusia.
 Sifat : rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah
   Karakter : sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang
membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai
kepribadian.
  Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang
ada dalam diri manusia adalah kesadaran diri, amarah, dan
keinginan.
 Kesadaran diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri
  Amarah : sangat tidak senang
   Keinginan : perihal yang diinginkan.
4.  Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada
dalam diri manusia adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang
mengenal.
 Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh)
indra
(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan)
5.  Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek
mental yang ada dalam diri manusia adalah berpikir, berkehendak,
merasa, dan berangan-angan.
 Berpikir : menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.
  Berkehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
   Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai
(menyentuh)
indra (seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).
   Berangan-angan : mempunyai angan-angan
(pikiran/ingatan).

C. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada


Lansia
Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu
fisik, psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa
emosi tidak labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan,
kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia
dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami gangguan psikiatrik
seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan
obat. Pada umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah
penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari
keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan)
menjadi kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang
dan menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek
psikologis ini lebih menonjol daripada aspek materiil dalam kehidupan
seorang lansia. Pada umumnya, lansia mengharapkan: panjang umur,
semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati, mempertahankan hak
dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan diterima
di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah
merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan
harapan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian
pasangan hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu
menjadi seorang kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak
karena sudah harus memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang
dianggap sebagai teman untuk dimintai pendapat dan pertolongan,
perubahan peran dari seorang pekerja menjadi pensiunan yang sebagian
besar waktunya dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam
masyarakat sebagai seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena
hidupnya tergantung dari tunjangan pensiunan. Kondisi-kondisi khas
yang berupa penurunan kemampuan ini akan memunculkan gejala umum
pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati
hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.
Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari
model kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap mental individu
dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang menerima,
ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan
hari tua dan ada juga yang seolah-olah pasrah terhadap pensiun.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada


pada diri manusia adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan
karakteristik manusia itu sendiri. Perbuatan dan tingkah laku manusia
sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang merupaka motor
penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental tersebut
bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.

D. Factor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental


1.  Perubahan fisik,
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan
tubuh menurun, dan cairan interseluler menurun
b. Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku,
kemampuan memompa darah menurun (menurunnya
kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat
c.  Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga
fungsinya menurun serta lambat dalam merespon
dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan
mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya
respon motorik dan reflek
d.  Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga
terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang
pendengaran mengalami kekakuan.
e.  Penglihatan: respon terhadap sinar menurun,
adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, katarak
f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada
tetapi relatif menurun. Memori menurun karena
proses encoding menurun
g.  Intelegensi: secara umum tidak berubah

2.  Kesehatan umum

Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung


pada orang lain. Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia,
seperti pada bagian kepala dengan rambut yang menipis dan berubah
menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang membungkuk dan tampak
mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan menjadi kendur
dan terasa berat,
sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi
pancaindera terjadi perubahan seperti ada penurunan dalam
kemampuan melihat objek, kehilangan kemampuan mendengar bunyi
dengan nada yang sangat tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil
pengecap (terutama terhadap rasa manis dan asin), penciuman
menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan mengeras
menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan
yang paling nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian
depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat
merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan dalam bergerak
dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu
yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.

3.      Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman.
Lansia tidak jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika
keluarganya tidak ada yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada
lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan pada lansia kapan ia
akan meninggal.

E. Masalah Di Bidang Psikogeratri

1. Kecemasan
a. Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan
panik, fobia, gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan
umum, gangguan stress akut, gangguan stress pasca traumatic
b. Gejala kecemasan
       Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap
kejadian yang akan terjadi,Sulit tidur sepanjang malam,Rasa
tegang dan cepat marah. Sering mengeluh akan gejala yang
ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat,
misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak
dideritanya, Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
dan Merasa panic terhadap masalah yang ringan.
c. Tindakan untuk mengatasi kecemasan
       Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan
rasa kasih saying,Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah
untuk menentukan penyebab mendasar (dengan memandang lansia
secara holistic).
       Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa
aman dengan penuh empati. Bila penyebabnya tidak jelas dan
mendasar, berikan alasan-alasan yang dapat diterima olehnya
dan Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat
ditentukan atau bila telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala
menetap.

2.      Depresi
a.       Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi
dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa
tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk
penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan
Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia
dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji
kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia.
Memang, depresi sering disalahartikan sebagai demensia.
Kemampuan mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan
pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.

b.      Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan
deprsesi endogen.
       Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal
dalam hidupnya. Individu dengan depresi endogen betul-betul
dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami delusi, dan
sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman
yang biasa pada lansia, terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua
ancaman ini harus ditangani dengan serius.
        Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan
yang cukup pada stuasi depresi, seperti setelah berduka karena
kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang
dapat dilakukan sesuatu terhadap penyebab depresi yang dialami
lansia yang ketakutan untuk kembali ke rumah setelah tinggal
dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
memastikan bahwa mereka mendapat cukup dukungan di rumah.

c.       Penyebab depresi pada lansia:


 Penyakit fisik
 Penuaan
 Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
 Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
      Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena
cukup banyak lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak
menyenangkan atau cukup berat
Serotonin dan norepinephrine
      Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang.
Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang membantu
komunikasi antar sel-sel otak.

d.      Factor pencetus depresi pada lansia:


       Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan
struktural otak, faktor risiko vaskular, kelemahan fisik.
       Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi
interpersonal, peristiwa kehidupan seperti berduka, kehilangan
orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi, stres
kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.

e.       Gejala depresi pada lansia:


       Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup
ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak
rnemberikan kesenangan.
       Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
 Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami
depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara
berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah
seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.
 Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala).
  Berat badan berubah drastic
  Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai
macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi
sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami
depresi justru terlalu banyak tidur.
 Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir
dengan jernih dan untuk mernecahkan masalah secara
efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan
untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah
untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering
terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
 Keluarnya keringat yang berlebihan.
 Sesak napas.
 Kejang usus atau kolik.
 Muntah.
  Diare.
 Berdebar-debar.
 Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang
yang mengalami depresi mungkin akan mencoba
melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha
untuk mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang
lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang
letih dan lemah.

 Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung


untuk mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah lelah"
atau "saya capai".
      Secara biologik dipacu dengan perubahan
neurotransmitter, penyakit sistemik dan penyakit
degeneratif.

      Secara psikologik gejalanya:


 Kehilangan harga diri/ martabat.
   Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi.
 Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya:
penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-obat
lainnya, makan berlebihan, terutama kalau seseorang
mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi
gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga
diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri
sendiri secara tidak langsung.
 Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa
seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak
efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri.
Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan hidup saya" atau
“saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan", seringkali
terjadi.
  Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri.
 Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak
punya tempat tinggal.

 3. Insomnia

a.      Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal
serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur
sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga
lansia melakukan kegiatannya pada malam hari.

b.      Penyebab insomnia pada lansia


Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga
mereka masih semangat sepanjang malam,Tertidur sebentar-sebentar
sepanjang hari,Gangguan cemas dan depresi,Tempat tidur dan
suasana kamar kurang nyaman,Sering berkemih pada waktu malam
karena banyak minum pada malam hari,Infeksi saluran kemih

4. Paranoid
a.       Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang
miliknya

b.      Gejala Paranoid
       Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-
teman, atau orang-orang di sekelilingnya
       Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian
menuduh orang-orang di sekelilingnya mencuri atau
menyembunyikan barang miliknya
        Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain,
seperti depresi dan rasa marah yang ditahan
       Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan
paranoid adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa
curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap
kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.

5.Demensia
a.       Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama
intelegensi, disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak
dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995). Demensia
adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan
berat pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku
(Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia adalah suatu
kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif secara
global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.
b.      Jenis demensia:
1.      Demensia jenis Alzheimer
 Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak
senil atau neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan
neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron.
Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel
saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi
serebral.
       Penyebab
 Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup
untuk memprediksi demensia jenis alzheimer.
Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat
dini (usia 30-40 th) dan bertanggung jawab atas
20% dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit
ini berkaitan denga gen¬gen abnormal dikromosom
1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4)
dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada
penderita demensia jenis alzheimer dibanding
populasi umum.
  Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa
akumulasi alumunium pada otak akibat pajanan alat-
alat dan produk alumunium dapat menyebabkan
demensia jenis alzheimer. Bukti untuk teori ini
masih sedikit.
  Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor :
Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter kolinergik
mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan
kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin
merupakan dasar untuk terapi obat yang disetujui
FDA untuk demensia).

       Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan


 Sulit menyelesaikan tugas
  Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan
 Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan
 aktivitas sehari-hari
 Menarik diri dari aktivitas social yang biasa
 Sering mencari benda-benda
 karena lupa meletakannya;
 dapat menuduh orang lain telah mencurinya
 Cemas
 Depresi
 Frustasi
 Curiga
 Ketakutan
 Kehilangan ingatan tentang
  peristiwa yang baru saja terjadi (lupa akan janji
temu dan percakapan)
  Disorientasi waktu
 Berkurangnya kemampuan konsentrasi
 Sulit mengambil keputusan
  Kemampuan penilaian buruk

       Tahap perilaku afek Sedan


 Perilakunya tidak pantas secara social
   Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting,
berpakaian, berdandan)
  Berkeluyuran atau mondar-mandir
 Senang menimbun barang-barang
 Hiperoralitas
   Mengalami
 gangguan siklus tidur-bangun
 Mood labil Datar
 Apatis
 Agitasi
 Katas tropi Paranoia
 Kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru atau
lama (amnesia) Konfabulasi
 Disprientasi waktu, tempat dan orang
 Sedikit agnosia, apraksia dan afasia

       Tahap perilaku afek Berat


 Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas
motorik lainnya
  Penurunan kemampuan menelan
 Sama sekali tidak bisa mengurus diri (misalnya
membutuhkan perawatan yang konstan)
  Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan
Datar, apatis Reaksi Katastropik occasional dapat
berlanjut. Semua perubahan kognitif berlanjut
sejalan dengan meningkatnya amnesia, agnosia,
aprasia dan afasia.
2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala
demensia pada tahun pertama terjadinya gejala neurologik fokal.
Klien diketahui mengalami faktor resiko penyakit vaskuler (misalnya
hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).
3.  Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum,
seperti penyakit parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan
penyakit Creutzfeldt-jakob. Demensia yang disebabkan kondisi-
kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya yang spesifik.
c.       Gejala demensia
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan
berbicara memburuk dan klien sulit "menemukan" kata-
kata.
2.   Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas
motorik sekalipun fungsi sensoriknya tidak mengalami
kerusakan.
3.  Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi
objek atau benda urnurn walaupun fungsi sensoriknya tidak
mengalami kerusakan.
4.  Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan
fantasi yang diyakini oleh individu yang terkena.
5. Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam
hari.
6.  Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi
kuat inenyakiti diri sendiri atau orang lain.
7. Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi
mengulangi kata-kata orang lain.
8. Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah
benda-benda yang cukup kecil untuk dimasukkan ke mulut.
9.  Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori
tentang hal-hal yang baru terjadi, dan akhirnya gangguan
ingatan masa lalu.
10.  Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau
mempelajari materi baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai
kewaspadaan lingkungan tentang keamanan dan
keselamatan.

d.      Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan.
Bila kondisi akut yang menyebabkan delirium tidak atau tidak
dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan
menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2.  Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan
aterosklerosis dapat menyebabkan stroke.
3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien
ini.
4.  Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi
penyakit Creutzfeldt-jakob).
6.  lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang
Sistem saraf pusat (SSP), menyebabkan ensefalopati HIV atau
kompleks demensia AIDS
7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal,
hidrocephalus dan cidera akibat trauma kepala.

F. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia


sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik,
psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu
aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia
yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan
inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut
pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju
pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial
dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah
pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.

1.      Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah
terjadinya cedera sehingga diharapkan melakukan pendekatan
fisik, seperti berdiri disamping klien, menghilangkan sumber
bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan sentuhan, bantu
klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya,
memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.

2.      Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk
mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat
dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena
bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini
meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk
peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau
keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur
dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan
pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari
masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau
memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus
diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan
mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara
perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung
mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu
diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3.      Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan
batin dalam hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang
dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari
oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul
lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam
menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam
mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul
diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi
ditinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka.
Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

4.      Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita
merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social.
Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama
klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang
yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan
rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak
sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut
usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan
hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

 ASUHAN KEPERAWATAN

A.     Pengkajian
1.      Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2.      Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi,
meliputi :
Mini Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
 ORIENTASI
 tanyakan hari ini tanggal berapa?
  Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya
sekarang ini musim apa?

 REGISTRASI
 Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji
daya ingatnya (memori).
  Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata
seperti BOLA, BENDERA, POHON. Dengan jarak
per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk
mengulanginya. Jawaban pertama menentukan
skornya, tetapi mintalah pasien untuk mencoba
terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini
kurang bermakna.

 PERHATIAN DAN PERHITUNGAN


 Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100
dengan selisi 7. Berhenti setelah 5 jawaban.
Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.
  Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan
padanya untuk mengeja suatu kata dari arah
belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R),
beri skor satu untuk setiap huruf yang ditempatkan
benar. Catatlah jawaban pasien
 DAYA INGAT
 Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata
yang ditanyakan kepadanya diatas tadi.
 BAHASA
 Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil
menanyakan : “apa ini?”
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu
untuk setiap jawaban yang benar
  Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi :
‘bukan, itu bukan……………!, tetapi itu ………
dan………! Beri skor 1 point bila pengulangan
benar.
  Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas
kosong dan katakana : “ambil kertas ini dengan
tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar

3.      DATA DEMOGRAFI
a.       Ras dan suku apa ?
b.      Jenis kelamin laki…… perempuan……
c.       Pernah sekolah sampai ?
d.      Strata 2
e.       strata 1
f.       Program diploma
g.       SMA/ Sederajat
h.      SMA (tidak tamat)
i.        SMP ke bawah

B. Diagnosa Keperawat
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,
degenerasi neuron irreversible.
3.  Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis
daan kognitif.
4.  Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologist).
5.  Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau
psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan
dengan pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses
penyakit
C.     Intervensi Keperawatan
1.      Gangguan pola tidur b.d ansietas.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan
klien memiliki pola tidur yang teratur.
 Kriteria Hasil:
a. Klien mampu memahami factor penyebab
gangguan pola tidur
b.  Klien mampu menentukan penyebab tidur
inadekuat.
c. Klien mampu memahami rencana khusus untuk
menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak
adekuat.
d. Klien mampu menciptakan pola tidur yang
adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun).
e.  Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat
yang cukup.
         Intervensi
a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang
apabila berakibat efek negative terhadap tidur
pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun)
yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang
yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu
tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila
terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik
perubahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur
malam dengan kebiasaan klien (member susu
hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa
dari asupan makan klien pada malam hari
terbukti mengganggu tidur
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk
meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi
retikuler akan berkurang selama tidur,
meningkatkan respon otomatik, karenanya
respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat
selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan
waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan
seringnya tidur dan mengganggu pemulihan
sehubungan dengan gangguan psikologis dan
fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat,
mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan
perasaan mengantuk.
g. Putarkan music yang lembut atau “suara yang
jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan
menghambat suara lain dari lingkungan sekitar
yang akan menggaggu tidur.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia
atau depresi menigkatkan kemampuan untuk
ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan
bingung, memperburuk kognitif an efek samping
hipertensi ortostatik.

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,


degenerasi neuron irreversible.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
kunjungan klien dapat berpikir rasional.
  Kriteria hasil :
a. Klien mampu memperlihatkan kemampuan
kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian
yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran
tentang diri
b.  Klien mampu mengembangkan strategi untuk
mengatasi anggapan diri yang negative
c. Klien mampu mengenali perubahan dalam
berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
d. Klien mampu memperlihatkan penurunan
tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman,
dan kebingungan.
         Intervensi:
a. Kembangkan lingkungan yang mendukung
dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan
emosional, seperti kemarahan,
meningkatkan pengembanagan evaluasi diri
yang positif dan mengurangi konflik
psikologis.
b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti
perubahan orientasi, rentang perhatian,
kemampuan berfikir. Bicarakan dengan
keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan
yang akan datang dan memengaruhi rencana
intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar
berulang dapat meningkatkan risiko yang
negative atau tingkat frustasi.
c. Pertahankan lingkungan yang
menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori
berlebihan yang meningkatkan gangguan
neuron
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara
dengan klien
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama
pada klien dengan gangguan perceptual.
e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang
kejadian yang sebenarnya saat klien
mengungkapkan ide yang salah, jika tidak
meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam
meningkatkan disorientasi. Orientasi pada
realita meningkatkan perasaan realita klien,
penghargaan diri dan kemuliaan
(kebahagiaan personal).
f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan
secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif
pantas mendapatkan penghormatan,
penghargaan, dan kebahagiaan.
g. Bantu klien menemukan hal yang salah
dalam penempatannya. Berikan label
gambar atau hal yang diinginkan klien.
Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien
menyadari kesalahan. Membantah klien
tidak akan mengubah kepercayaan dan
menimbulkan kemarahan.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti,
siklandelat.
Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis
dan kognitif.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
kunjungan klien tidak mengalami cedera.
  Kriteria hasil :
a. Klien mampu meningkatkan tingkat
aktivitas.
b. Klien dapat beradaptasi dengan
lingkungan untuk mengurangi risiko
trauma atau cedera
c.  Klien tidak mengalami trauma atau
cedera
d. Keluarga mampu mengenali potensial di
lingkungan dan mengidentifikasi tahap-
tahap untuk memperbaikinya.

         Intervensi:
a. Kaji derajat gangguan kemampuan,
tingkah laku impulsive dan penurunan
persepsi visual. Bantu keluarga
mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya
yang mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di
lingkungan dan mempertinggi kesadaran
perawat akan bahaya. Klien dengan
tingkah laku impulsive berisiko trauma
karena kurang mampu mengendalikan
perilaku. Penurunan persepsi visual
berisiko terjatuh
b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan
kognitif, gangguan persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak bertanggung
jawab terhadap kebutuhan keamanan
dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku
teragitasi atau berbahaya, seperti
memanjat pagar tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan
dengan menghindari konfrontasi yang
meningkatkan risiko terjadinya trauma.
d. Gunakan pakaian sesuai dengan
lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses
metabolism mengakibatkan hipotermia.
Hipotalamus dipengaruhi proses
penyakit yang menyebabkan rasa
kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna
(tanda ekstrapiramidal, hipotensi
ortostatik, gangguan penglihatan,
gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala obat dapat
menimbulkan kadar tolsisitas pada
lansia. Ukuran dosis/penggantian obat
diperlukan untuk mengurangi gangguan.
f. Hindari penggunaan restrain terus-
menerus. Berikan kesempatan keluarga
tinggal bersama klien selama periode
agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan timbul risiko
fraktur pada klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium tulang).

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan


persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis ).
 Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan
kunjungan tidak terjadi penurunan lebih lanjut pada
persepsi sensori klien.
  Kriteria hasil :
a. Klien mengalami penurunan halusinasi.
b. Klien mampu mengembangkan strategi
psikososial untuk mengurangi stress
atau mengatur perilaku.
c.  Klien mampu mendemonstrasikan
respon yang sesuai stimulasi.
         Intervensi:
a. Kaji derajat sensori atau gangguan
persepsi dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk
penurunan penglihatan atau
pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak
memperlihatkan masalah yang bersifat
asimetris menyebabkan klien kehilangan
kemampuan pada salah satu sisi tubuh.
Klien tidak dapat mengenali rasa lapar
atau haus.
b. Anjurkan memakai kacamata atau alat
bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan
sensori, membatasi atau menurunkan
kesalahan intepretasi stimulasi.
c. Pertahankan hubungan orientasi realita.
Memberikan petunjuk pada orientasi
realita dengan kalender, jam, atau
catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan
mental dan meningkatkan koping
terhadap frustasi karena salah persepsi
dan disorientasi. Klien menjadi
kehilangan kemampuan mengenali
keadaan sekitar.
d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan
halusinasi
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi
dengan keadaan tertentu, seperti satu ke
satu pengunjung, kelompok sosialisasi
pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan
terhadap stimulasi partisipasi dengan
orang lain.

5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting


berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau
psikologis.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan  kunjungan klien mampu melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan.
 Kriteria hasil :
a.  Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan
sumber pribadi atau komunitas yang dapat
memberikan bantuan.
         Intervensi:
a.  Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/
perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang
mempengaruhi intervensi. Masalah dapat
diminimalkan dengan menyesuaikan atau
memerlukan konsultasi dari ahli.
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan
berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit
kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan. 
c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan
untuk melakukan sendiri sesuai kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika
kehilangan kemandirian.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah
sekarang menjadi terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan kognitif.
e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.

6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan


dengan pengaruh penyimpngan jangka panjang dari proses
penyakit.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x
kunjungan koping keluarga efektif.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan
sendiri untuk mengatasi keadaan.
b. Keluarga mampu menerima kondisi orang yang
dicintai dan mendemonstrasikan tingkah laku koping
positif dalam mengatasi keadaan.
c. Klien mampu menggunakan system pendukung yang
ada secara efektif.
         Intervensi:
a.  Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya
tentang mekanisme koping yang digunakan.
Rasional: keluarga dengan keterbatasan
pemahaman tentang strategi koping memerlukan
informasi akibat konflik.
b. Libatkan keluarga dalam pendidikan dan
perencanaan perawatan dirumah.
Rasional: memudahkan beban terhadap
penanganan dan adaptasi dirumah.
c. Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan
yang terjadai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti
perkembangan yang tidak menentu
d. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua
permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti
harapan yang keliru.
e. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar
dari realitas, terbebas dari kesepian.
f. Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan
lansia, pelayanan dirumah, berhubungan dengan
asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada
tempat perawatan, mengurangi kejenuhan dan
resiko terjadinya isolasi social dan mencegah
kemarahan keluarga.
BAB IV
PENUTUP

A.     Simpulan
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun
ke atas) pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Mental dapat diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh
(fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat
manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya. Pada lansia
bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja,
tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia seperti
perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering
muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi
mental seperti kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan
hidup lansia sehingga penting bagi perawat untuk menanganinya.
Berdasarkan masalah diatas dapat muncul beberapa diagnose
keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d ansietas; gangguan proses
pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible; risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi
fisiologis daan kognitif; perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologist); kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Berdasarkan diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat
seperti memberikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur;
pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang; hilangkan
sumber bahaya lingkungan; kaji derajat sensori atau gangguan persepsi;
identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan.

C. Saran
1. Kepada teman-teman yang membaca makalah ini dapat menambah
pengetahuan terkait gangguan fungsi mental pada lansia dan dapat
mengimplementasikannya.
2.  Diharapkan teman-teman dapat mengembangkan fungsi mental dan
mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah gangguan pada lansia
dengan gangguan fungsi mental.
DAFTAR PUSTAKA

Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.


Jakarta:  Salemba Medika
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba  Medika
Nugroho, Wahjudi. 1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing
Fifth Edition. United State of America : Mosby.
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”,
Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000.
Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta
2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC,
Jakarta, 1997.
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.

Anda mungkin juga menyukai