DI SUSU OLEH
LEDIYA SLARMANAT
SRI BUARLELY
MAGDALENA
2020/2021
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Chover………………………………………………………………………
Kata pengantar………………………………………………………………
Daftar isi…………………………………………………………………….
BAB I pendahuluan
Latar belakang………………………………………………………………
Tujuan……………………………………………………………………….
Rumus masalah……………………………………………………………...
BAB II pembahasan
Pengertian mental…………………………………………………………...
Aspek mental………………………………………………………………..
Aspek-aspek yang mempengaruhi perubahan fungsi mental pada manusia..
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental………………………
Masalah dibidang psikogeratri……………………………………………...
Pendekatan perewatan lanjut usia…………………………………………...
Asuhan keperawatan………………………………………………………...
BAB III penutup
Kesimpulan………………………………………………………………….
Saran…………………………………………………………………….......
.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tanggung jawab kita sebagai mahasiswa yaitu memenuhi tugas
yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kulia KPJ.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui pengertian mental
Mahasiswa dapat mengetahui aspek apa saja pada mental
Mahasiswa dapat mengetahui aspek aspek yang
mempengaruhi perubahan fungsi mental pada lansia
Mahasiswa dapat mengetahui factor-faktor yang
mempengaruhi perubahan mental
Mahasiswa dapat mengetahui masalah dibidang
psikogeratri
Mahasiswa dapat mengetahui pendekatan apa saja
perawatan lanjut usia
Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan
sehat jiwa sepanjang tentang kehidupan pada lansia.
3. Rumus masalah
Apa pengertian mental
Apa saja aspek pada mental
Apa saja aspek-aspek yang mempengaruhi perubahan
fungsi mental pada manusia
Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi perubahan
mental
Apa saja masalah dibidang psikogetri
Apa saja pendekatan perawatan lanjut usia
Bagaimana asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang
tentang kehidupan pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mental
B. Aspek-aspek Mental
2. Kesehatan umum
3. Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman.
Lansia tidak jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika
keluarganya tidak ada yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada
lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan pada lansia kapan ia
akan meninggal.
1. Kecemasan
a. Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan
panik, fobia, gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan
umum, gangguan stress akut, gangguan stress pasca traumatic
b. Gejala kecemasan
Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap
kejadian yang akan terjadi,Sulit tidur sepanjang malam,Rasa
tegang dan cepat marah. Sering mengeluh akan gejala yang
ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat,
misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak
dideritanya, Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
dan Merasa panic terhadap masalah yang ringan.
c. Tindakan untuk mengatasi kecemasan
Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan
rasa kasih saying,Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah
untuk menentukan penyebab mendasar (dengan memandang lansia
secara holistic).
Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa
aman dengan penuh empati. Bila penyebabnya tidak jelas dan
mendasar, berikan alasan-alasan yang dapat diterima olehnya
dan Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat
ditentukan atau bila telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala
menetap.
2. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi
dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa
tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk
penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan
Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia
dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji
kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia.
Memang, depresi sering disalahartikan sebagai demensia.
Kemampuan mental klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan
pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
b. Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan
deprsesi endogen.
Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal
dalam hidupnya. Individu dengan depresi endogen betul-betul
dapat mengalami gangguan mental bahkan mengalami delusi, dan
sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah pengalaman
yang biasa pada lansia, terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua
ancaman ini harus ditangani dengan serius.
Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan
yang cukup pada stuasi depresi, seperti setelah berduka karena
kehilangan atau selama tinggal di rumah sakit. Kadang-kadang
dapat dilakukan sesuatu terhadap penyebab depresi yang dialami
lansia yang ketakutan untuk kembali ke rumah setelah tinggal
dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan
memastikan bahwa mereka mendapat cukup dukungan di rumah.
3. Insomnia
a. Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal
serumah. Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur
sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga
lansia melakukan kegiatannya pada malam hari.
4. Paranoid
a. Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang
miliknya
b. Gejala Paranoid
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-
teman, atau orang-orang di sekelilingnya
Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian
menuduh orang-orang di sekelilingnya mencuri atau
menyembunyikan barang miliknya
Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain,
seperti depresi dan rasa marah yang ditahan
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan
paranoid adalah memberikan rasa aman dan mengurangi rasa
curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam setiap
kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.
5.Demensia
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama
intelegensi, disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak
dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995). Demensia
adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan
berat pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku
(Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia adalah suatu
kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif secara
global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.
b. Jenis demensia:
1. Demensia jenis Alzheimer
Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak
senil atau neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan
neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron.
Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel
saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi
serebral.
Penyebab
Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup
untuk memprediksi demensia jenis alzheimer.
Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat
dini (usia 30-40 th) dan bertanggung jawab atas
20% dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit
ini berkaitan denga gen¬gen abnormal dikromosom
1, 14 dan 21. Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4)
dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak pada
penderita demensia jenis alzheimer dibanding
populasi umum.
Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa
akumulasi alumunium pada otak akibat pajanan alat-
alat dan produk alumunium dapat menyebabkan
demensia jenis alzheimer. Bukti untuk teori ini
masih sedikit.
Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor :
Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter kolinergik
mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan
kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin
merupakan dasar untuk terapi obat yang disetujui
FDA untuk demensia).
d. Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan.
Bila kondisi akut yang menyebabkan delirium tidak atau tidak
dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan
menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan
aterosklerosis dapat menyebabkan stroke.
3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien
ini.
4. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi
penyakit Creutzfeldt-jakob).
6. lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang
Sistem saraf pusat (SSP), menyebabkan ensefalopati HIV atau
kompleks demensia AIDS
7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal,
hidrocephalus dan cidera akibat trauma kepala.
1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah
terjadinya cedera sehingga diharapkan melakukan pendekatan
fisik, seperti berdiri disamping klien, menghilangkan sumber
bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan sentuhan, bantu
klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya,
memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.
2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk
mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat
dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk
keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena
bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini
meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk
peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau
keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur
dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan
pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari
masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau
memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus
diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan
mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara
perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung
mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu
diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan
batin dalam hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang
dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari
oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul
lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam
menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan
reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam
mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul
diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi
ditinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka.
Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita
merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social.
Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama
klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang
yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain. Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan
rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak
sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya,
biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut
usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan
hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi,
meliputi :
Mini Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
ORIENTASI
tanyakan hari ini tanggal berapa?
Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya
sekarang ini musim apa?
REGISTRASI
Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji
daya ingatnya (memori).
Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata
seperti BOLA, BENDERA, POHON. Dengan jarak
per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk
mengulanginya. Jawaban pertama menentukan
skornya, tetapi mintalah pasien untuk mencoba
terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini
kurang bermakna.
3. DATA DEMOGRAFI
a. Ras dan suku apa ?
b. Jenis kelamin laki…… perempuan……
c. Pernah sekolah sampai ?
d. Strata 2
e. strata 1
f. Program diploma
g. SMA/ Sederajat
h. SMA (tidak tamat)
i. SMP ke bawah
B. Diagnosa Keperawat
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,
degenerasi neuron irreversible.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis
daan kognitif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau
psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan
dengan pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses
penyakit
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan
klien memiliki pola tidur yang teratur.
Kriteria Hasil:
a. Klien mampu memahami factor penyebab
gangguan pola tidur
b. Klien mampu menentukan penyebab tidur
inadekuat.
c. Klien mampu memahami rencana khusus untuk
menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak
adekuat.
d. Klien mampu menciptakan pola tidur yang
adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun).
e. Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat
yang cukup.
Intervensi
a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang
apabila berakibat efek negative terhadap tidur
pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun)
yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang
yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu
tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila
terdapat penggunaan kortikosteroid termasuik
perubahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur
malam dengan kebiasaan klien (member susu
hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa
dari asupan makan klien pada malam hari
terbukti mengganggu tidur
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk
meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi
retikuler akan berkurang selama tidur,
meningkatkan respon otomatik, karenanya
respon kardiovaskuler terhadap suara meningkat
selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan
waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan
seringnya tidur dan mengganggu pemulihan
sehubungan dengan gangguan psikologis dan
fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu.
f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat,
mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan
perasaan mengantuk.
g. Putarkan music yang lembut atau “suara yang
jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan
menghambat suara lain dari lingkungan sekitar
yang akan menggaggu tidur.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia
atau depresi menigkatkan kemampuan untuk
ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan
bingung, memperburuk kognitif an efek samping
hipertensi ortostatik.
Intervensi:
a. Kaji derajat gangguan kemampuan,
tingkah laku impulsive dan penurunan
persepsi visual. Bantu keluarga
mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya
yang mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di
lingkungan dan mempertinggi kesadaran
perawat akan bahaya. Klien dengan
tingkah laku impulsive berisiko trauma
karena kurang mampu mengendalikan
perilaku. Penurunan persepsi visual
berisiko terjatuh
b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan
kognitif, gangguan persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak bertanggung
jawab terhadap kebutuhan keamanan
dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku
teragitasi atau berbahaya, seperti
memanjat pagar tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan
dengan menghindari konfrontasi yang
meningkatkan risiko terjadinya trauma.
d. Gunakan pakaian sesuai dengan
lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses
metabolism mengakibatkan hipotermia.
Hipotalamus dipengaruhi proses
penyakit yang menyebabkan rasa
kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna
(tanda ekstrapiramidal, hipotensi
ortostatik, gangguan penglihatan,
gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala obat dapat
menimbulkan kadar tolsisitas pada
lansia. Ukuran dosis/penggantian obat
diperlukan untuk mengurangi gangguan.
f. Hindari penggunaan restrain terus-
menerus. Berikan kesempatan keluarga
tinggal bersama klien selama periode
agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan timbul risiko
fraktur pada klien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium tulang).
A. Simpulan
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun
ke atas) pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Mental dapat diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh
(fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat
manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya. Pada lansia
bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja,
tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia seperti
perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering
muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi
mental seperti kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan
hidup lansia sehingga penting bagi perawat untuk menanganinya.
Berdasarkan masalah diatas dapat muncul beberapa diagnose
keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d ansietas; gangguan proses
pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible; risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi
fisiologis daan kognitif; perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologist); kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting
berhubungan dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Berdasarkan diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat
seperti memberikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur;
pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang; hilangkan
sumber bahaya lingkungan; kaji derajat sensori atau gangguan persepsi;
identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
C. Saran
1. Kepada teman-teman yang membaca makalah ini dapat menambah
pengetahuan terkait gangguan fungsi mental pada lansia dan dapat
mengimplementasikannya.
2. Diharapkan teman-teman dapat mengembangkan fungsi mental dan
mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah gangguan pada lansia
dengan gangguan fungsi mental.
DAFTAR PUSTAKA