Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

Oleh:

PUTU INDAH PRAPTIKA SUCI


P07120216002
DIV KEPERAWATAN 3.A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1) PENGERTIAN
Secara definisi, gagal ginjal kronis juga disebut sebagai Chronic Kidney Disease
(CKD). Berdasarkan Mc Clellan (2006) yang dikutip dari Andi Eka Pranata (2014)
dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang
persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan glomerular
filtration rate (GFR)≤ 60ml/menit/1.73 m2.
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif
dan ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau
azotemia (peningkatan BUN dan kreatinin serum (Brunner & Suddarth, 2000).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit
ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala.
CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.

2) TAHAPAN PENYAKIT CKD


Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat ditunjukan
dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
a. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90
ml/menit/1,73 m2.
b. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60 - 89
ml/menit/1,73 m2.
c. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59
ml/menit/1,73 m2.
d. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-29
ml/menit/1,73 m2.
e. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.

3) KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronis dibagi 3 stadium:
1. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, ditandai dengan kehilangan fungsi nefron
40 – 75%. Pasien biasanya tidak mempunyai gejala, karena sisa nefron yang ada
dapat membawa fungsi-fungsi normal ginjal.
2. Stadium 2: insufisiensi ginjal, kehilangan fungsi ginjal 75 – 90%. Pada tingkat ini
terjadi kreatinin serum dan nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mengembangkan urin pekat dan azotemia. Pasien mungkin melaporkan
poliuri dan nokturia.
3. Stadium 3: gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Tingkat renal dari gagal ginjal
kronis yaitu sisa nefron yang berfungsi < 10%. Pada keadaan ini kreatinin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap
GFR (Glomerular Filtration Rate) yang mengalami penurunan sehingga terjadi
ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan
untuk dialysis.

Pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG:


Stage Deskripsi GFR
(ml/menit/1.73m2)
1 Kidney damage with normal ≥ 90 ml/menit/1,73m2
or increase of GFR
2 Kidney damage with mild 60-89 ml/menit/1,73
decrease of GFR m2
3 Moderate decrease of GFR 30-59 ml/menit/1,73
m2
4 Severe decrease of GFR 15-29 ml/menit/1,73
m2
5 Kidney failure < 15 ml/menit/1,73 m2
or dialysis
Sumber: Mc Clellan (2006), Clinical Managemen of Chronic Kidney Disease. Dikutip
dari Andi Eka Pranata (2014), Buku ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.

4) ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Menurut Sylvia Anderson
(2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat
infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala
umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau
memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga
menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun
setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria
(darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering
menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir
dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki
prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,
Stenosis arteria renalis
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal
yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam
ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal. Stenosis
arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah
(arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk
mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja.
RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan
tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus
eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem
yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal
6. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
7. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).

5) PATHOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan
kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin
meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus atau
akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum
akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini
diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal
tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi
seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu
untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal
tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang
meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air
dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik terjadi akibat
ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik
lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun
dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak
adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari saluran gastrointestinal
sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal
yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel
darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada
CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan
berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut
Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan
darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi
ini.
6) PATHWAY KEPERAWATAN
7) MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi
yang banyak, sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala
yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis (Robinson, 2013; Judith, 2006).
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi penurunan
kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan
kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan.
Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik.
Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urin output dengan sedimentasi yang
tinggi.

2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effusi
pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema
periorbital dan edema perifer.
3. Sistem respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, efusi pleura, crackles, sputum
yang kental, uremic pleuritic dan uremic lung, dan sesak napas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan
juga disertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus
halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti
seperti anoreksia, nausea, dan vomiting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu,
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea
pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan neuropati perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori
menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari
hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic encephalophaty.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi
aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada
system hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
9. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur patologis, dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).

8) KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis :
1. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam H+ yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi amonia (NH3) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3). (Brunner &
Suddarth).
2. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik: jika satunya meningkat, yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada
gagal ginjal, tubuh tidak berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan
pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25-
dihidrokolekalsiferol) yang dibuat di ginjal juga menurun akibat berkembangnya gagal
ginjal. (Brunner & Suddarth)
3. Penyakit tulang
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat, dan kesimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi
ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, sekresi protein dalam urine, dan adanya hipertensi.
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur patologis.
4. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
5. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% penderita gagal ginjal kronik. Anemia pada gagal
ginjal kronik disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan
terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, hematuria), masa
hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun
kronik. (Ketut Suwitra, 2009)
6. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan
dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.

9) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000) adalah :
1) Urine
a. Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak
ada (anuria).
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
a. BUN dan serum kreatinin digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal
dan menilai perkembangan kerusakan ginjal. Nilai BUN 20-50 mg/dl
menandakan azotemia ringan; level lebih besar dari 100 mg/dl
mengindikasikan kerusakan ginjal berat; level BUN berkisar ≥200
mg/dl menjadi gejala uremia. Nilai serum kreatinin ≥ 4 mg/dl
mengindikasikan kerusakan ginjal serius. (Bauldoft, 2011).

Nilai dan rujukan kadar ureum


Spesimen Nilai rujukan

Plasma atau serum 6-20 mg/dl 2,1-7,1 mmol urea/hari


Urine 24 jam 12-20 g/hari 0,43-0,71 mmol urea/hari
Nilai rujukan kadar kreatinin
Populasi Sampel Metode Jaffe Metode
Enzimatik

Pria dewasa Plasma atau 0,9-1,3 mg/dL 0,6-1,1 mg/dL


serum (80-115 µmol/L) (55-96 µmol/L)

Wanita dewasa Plasma atau 0,6-1,1 mg/dL 0,5-0,8 mg/dL


serum (53-97 µmol/L) (40-66 µmol/L)

Anak Plasma atau 0,3-0,7 mg/dL 0,0-0,6 mg/dL


serum (27-62 µmol/L) (0-52 µmol/L)

Pria dewasa Urin 24 jam 800-2000


mg/hari (7,1-
17,7 mmol/hari)
Wanita dewasa Utin 24 jam 600-1.800
mg/hari (5,3-
15,9 mmol/hari)

Sumber :Jurnal Artikel oleh Verdiansah ( 2016 ), Pemeriksaan Fungsi


Ginjal
b. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia
c. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
d. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia
atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2
menurun.
e. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
f. Magnesium fosfat meningkat
g. Kalsium menurun
h. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
i. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.

3) Pemeriksaan radiologi
a. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan
adanya obstruksi (batu).
b. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
c. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
d. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e. Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis hostologis.
f. Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g. Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
i. Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
j. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn
tumor).
k. Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal.
10) PENATALAKSANAAN MEDIS
Adapun penatalaksanaan medis yang diberikan pada penderita gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut:
a. Dialisis (cuci darah)
b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid (membantu berkemih)
c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
d. Transfusi darah
e. Transplantasi ginjal

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa
/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit
parah.Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter.Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung
kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air
naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
4) Aktifitas dan latian
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak
dapat menolong diri sendiri.Tandanya adalah aktifitas dibantu.
5) Pola istirahat dan tidur
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata.Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
6) Pola persepsi dan koknitif
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang.Tandanya adalah penurunan kesadaran
seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai
terjadinya HDR (Harga Diri Rendah).Tandanya lebih menyendiri, tertutup,
komunikasi tidak jelas.
8) Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan
dalam hubungan.Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan,
penurunan kualitas hubungan.
9) Pola persepsi diri
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi.Tandanya kaki menjadi edema, citra
diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya
diri.
10) Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil.Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan
tepat, mudah terpancing emosi.
11) Pola kepercayaan
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama.Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan
agama seperti biasanya.
d. Pengkajian fisik
 Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
 Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
 Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
 Leher dan tenggorok
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
 Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
 Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
 Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
 Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.
 Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oedema paru, penurunan curah
jantung, penurunan perifer yang menyebabkan asidosis laktat
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan air, penurunan haliaran
urine, dan diet berlebih
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan uremia dan pengeluaran cairan dan
elektrolit berlebih
4) Retensi urine
5) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah,
penurunan suolai O2
7) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O2 kejaringan
menurun
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.


Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2012-2014. Penerbit
buku kedokteran.Jakarrta:EGC
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.
Nuratif, A.H.,Kusuma,H. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:Mediaction Publishing.
Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. Dkk. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner dan Suddarth
Edisi 8 Volume 2.Jakarta : EGC.
Suddarth,Brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta:
ECG.
Sudoyo.2006.Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.Jakarta : FKUI
Denpasar, …………………….2018
Mengetahui
Pembimbing Klinik/ CI Mahasiswa

(.........................................................) (.........................................................)
NIP: NIM:

Clinical Teacher/CT

(.........................................................)
NIP:

Anda mungkin juga menyukai