NIM : 2121921039
Judul Buku : Nouwen, Henri with Michael J. Christensen and Rebecca J. Laird.
Spiritual Direction: Wisdom for the Long Walk of Faith. New York, NY: Harper One, 2006.
Buku Spiritual Direction: Wisdom for the Long Walk of Faith ini ditulis oleh Michael
J. Christensen dan Rebecca J. Laird, yang bermula dari pengalaman sederhana mereka, ketika
membaca tulisan dan mendapatkan pengaruh langsung dari Hendri Nouwen. Rebecca yang
mengalami depresi akibat ketidaksuburan. Namun, ketika ia membaca buku-buku dari Hendri
Nouwen, Rebbeca mendapat banyak pencerahan. Di sisi lain, Michael yang juga sempat
mendapatkan bimbingan spiritual dari Hendri Nouwen ketika di seminari di Yale Devinity
School merasa sangat tertolong. Dari pengalaman inilah mereka memulai. Berawal dari
catatan kuliah yang mereka dapat ketika diajar oleh Hendri Nouwen, lalu mengumpulkan
arsip-arsip tulisan Hendri Nouwen yang ada di St. Michael’s College di Toronto dan mereka
bekerjasama dengan Hendri Nouwen Literary Trust, demi menyajikan pendekatan Hendri
ini dapat menolong para pembaca untuk mendapatkan bimbingan dan latihan spiritual
bersama Hendri Nouwen dengan kumpulan pemikiran dan tulisan Hendri Nouwen. Dan
buku ini juga dibuat untuk menjadi alat bagi para pembimbing spiritual dan bagi orang yang
Buku ini dirancang setidaknya untuk dibaca dengan dua cara, pertama dibaca dengan
cepat dan yang kedua dibaca dengan perlahan dalam meditasi. Lalu buku ini juga bisa dibaca
1
dalam kesendirian atau bersama dengan komunitas tergantung dari pertanyaan yang diajukan
dan kebutuhan sesuai dengan bab. Buku ini juga dirancang dengan sepuluh pertanyaan yang
RINGKASAN BUKU
Buku ini ditulis dalam 9 bab, dan dibagi dalam 3 bagian besar. Bagian yang pertama
penulis mengajak pembaca untuk pertama-tama melihat ke dalam hati. Dengan kata lain
adalah tentang disiplin dalam hati. Yaitu tentang bagaimana mengintropeksi diri di dalam doa
kentemplatif dengan tujuan untuk merasakan dan melihat Tuhan di dalam hati dan kehidupan
para pembaca. Dengan latihan disiplin hati ini, mau mendorong setiap pembaca untuk
mengizinkan Tuhan masuk ke dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga setiap pembaca
Bagian pertama ini di urai dalam 4 bab awal, yaitu bab 1 hingga bab ke 4. Keempat
bab dalam buku ini berisi pertanyaan di dalam hati berupa pertanyaan akan identitas diri. Bab
pertama, siapakah yang akan menjawab saya? Bagian ini berbicara tentang bagaimana kita
mengajukan pertanyaan yang ada di dalam diri setiap orang untuk mencari kebenaran.
Namun seringkali pertanyaan ini tertutupi oleh penderitaan dan rasa takut, sehingga kita
seringkali merasa lebih membutuhkan jawaban daripada pertanyaan. Sebab itu, kita perlu
dengan berani untuk melakukan pencarian akan pertanyaan makna kehidupan tersebut.
Pencarian ini akan membuat semakin frustasi dan membingungkan karena pada akhirnya
akan mengarah kepada pertanyaan yang baru, namun disinilah keterbukaan diperlukan,
hingga mampu melihat rasa sakit dan kebingungan ini dalam sebuah perjalanan yang
membawa kita bertumbuh dalam perjalanan iman. Dan yang terpenting membawa
pertanyaan tersebut kepada Tuhan. Bab dua, di mana saya memulai? Di tengah banyak suara
dan kebisingan dalam dunia, kadangkala kita bingung untuk memulai. Bahkan dunia
2
berusaha membuat telnga kita menjadi tuli dan sulit untuk mendengar dalam keheningan.
Bagian ini mengajak kita untuk melihat bagaimana kita harus memulai. Untuk memulai kita
harus belajar mendengar suara Tuhan, dan menjalani kehidupan yang taat yaitu selalu
memberikan perhatian akan kehadiran Tuhan dan mengizinkan Tuhan menjadi sumber tujuan
dari semua pikiran, perkataan dan tindakan. Hal ini membutuhkan latihan, sebab terkadang
ketaatan kepada Tuhan terkadang membawa kita kepada hal-hal yang tidak nyaman. Pada
saat kita mampu melihat semua ini kita akan mampu menyadari bahkan melihat kebesaran
Tuhan dalam hidup kita, mata kita terbuka dan kita mampu menlajani kehidupan yang taat.
Di sisi lain, kita memerlukan disiplin dan praktek yang ketat dan menyerahkan semuanya
kepada Tuhan sebagai pendahulu. Dan yang teramat penting adalah, kita memerlukan
oranglain yang lebih bijak seroang pembimbing rohani dan sahabat rohani. Kita membuthkan
orang lain untuk membedakan mana suara Tuhan atau suara yang lain yang dapat
membingungkan.
Bab tiga, siapa saya? Pertanyaan mendasar tentang siapa saya akan terus muncul
dalam sepanjang hidup. Melihat dan menempatkan tentang betapa besar kasih Tuhan dalam
hidup kita merupakan hal yang penting untuk menajdi identitas kita dalam perjalanan
spiritual. Namun persoalannya adalah kita menghadapi begitu bayak cobaan di dalam dunia
ini tentang identitas diri. Ada yang akan mengatakan, saya adalah apa yang saya lakukan,
saya adalah apa yang orang lain katakan, saya dalah apa yang saya miliki. Kehidupan yang
tergantung pada identitas seperti ini akan membawa kita menjadi orang yang mengalami naik
turun di dalam kehidupan, hidup di dalam ketidak amanan dan ketidak pastianDi sisi lain,
pencobaan ini juga mencoba untuk membawa kita untuk meraguka diri. . Sebab itu, kita
musti melihat dan menolong baik diri kita atau orang yang kita bombing untuk menyadari
mereka adalah orang yang dikasi oleh Tuhan, dan itu jauh lebih penting, dan kita musti
belajar untuk membiarkan kebenaran itu menjadi utuh dalam kehidupan kita, baik pikiran,
3
perkataan dan tindakan kita. Dan hal ini membutuhkan proses Panjang ditambah dengan
displin doa.
Bab keempat. Kemana saya akan pergi? Bab ini berbicara status kita adalah milik
Tuhan, dan kita diciptakan bukan untuk tinggal di dalam dunia ini, tetapi untuk kekekalan.
Ada dua suara yang seringkali kita dengar dalam kehidupan ini sebagai umat Tuhan, yang
pertama adalah sebuah suara yang menuntut kita untuk terus menjadi berguna, efektif dan
menghasilkan sesuatu. Tetapi di sisi kedua adalah bagaimana kita bisa menjadi dampak bagi
dunia dan memiliki hati yang dekat dengan Yesus dan cinta akan Tuhan. Jika kita terjebak
pada suara yang salah maka kita bisa tersesat. Hendri dalam bagian ini menjelaskan
bagaimana Tuhan berbicara padanya melalui Adam. Hendri menemukan beberpa kebenaran:
1), kita berharga bukanlah karena melakukan banyak hal. 2), hati lebih penting daripada
pikiran. Apayang membuat manusia menjadi manusia adalah hati yang dengannya seseorang
dapat memberi dan menerima cinta. 3), kehidupan komunitas. Melakukan sesuatu bersama
lebih penting daripada melakukan sendiri. Kisah ini mengungkapkan tentang kelemahan,
kerentanan dan ketergantungan tetapi juga tetang kekuatan, keaslian dan bakat. Sebab itu,
kita perlu melihat sejarah dalam hidup yang sementara ini, dengan begitu kita akan dibantu
menyadari di mana kita pernah ada dan kemana kita akan pergi.
Dalam bagian kedua buku ini, penulis mengajak untuk melihat Tuhan di dalam
Alkitab. Ini adalah satu disiplin membaca firman Tuhan secara teratur dan melakukan
meditasi pada teks Alkitab dan mengarah pada doa. Meditasi artinya adalah mengizinkan
firman untuk masuk ke dalam hati dan pikiran. Sampai pada akhirnya firman itu bisa kita
taati dan lakukan dalam kehidupan. Atau dengan kata lain, kita melakukan satu praktek lectio
divina, dengan membaca firman dan mendoakannya, seiring waktu ini akan menolong kita
untuk menemukan identitas sejati kita dan pada akhirnya mengubah hidup dan tingkah laku
kita. Dalam bagian kedua buku ini di urai dalam bab berikutnya, yaitu bab 5 hingga bab 7.
4
Bab kelima, apakah doa itu? Doa adalah sebuah ekspresi khusus, dari pujian dan
ucapan syukur, pegakuan dan permohonan serta syafaat. Firman Tuhan mengingatkan agar
kita terus menerus berdoa, artinya di dalam doa harus ada komitmen. Apa artinya doa yang
tak henti-henti? Ini adalah sebuah proses dimana kita pertama-tama berseru pada Tuhan
dengan semua kebutuhan kita dan permintaan kita. Kemudian kita mengubah pikiran kita
menjadi percakapan yang tak henti-hentinya menjadi percakapan yang berkelanjutan dengan
Tuhan dan akhirnya, kita belajar mendengar Tuhan di dalam hati kita melalui disiplin
meditasi harian dan latihan kontemplatif. Doa bisa dilihat dari beberapa hal : Pertama, Doa
sebagai tangisan dihadapan Tuhan. Ini adalah doa yang berisi seruan dan keluhan kepada
Tuhan atas ketakutan dan penderitaan didalam hidup. Kedua, doa sebagai percakapan
bersama Tuhan. Jadi kita juga bisa melakukan satu dialog bersama Tuhan dengan sederhana
namun intim. Misalnya menggunakan kitab mazmur. Ketiga, doa kotemplasi. Doa tidak
hanya soal berseru dan meminta kepada Tuhan atau berbicara dengan Tuhan melalui pikiran
kita, tetapi doa juga adalah bagaimana kita mendengarkan Tuhan di dalam diam. Keempat,
disiplin dalam doa. Doa membutuhkan disiplin dan komitmen. Sebab itu, kita perlu
Bab keenam, siapakah Tuhan bagi saya? Ada 4 hal yang dijelaskan tentang Tuhan
dalam bab ini. pertama, Tuhan yang menyertai. Tuhan bukanlah Tuhan yang jauh, Alkitab
menyebut dengan istilah Imanuel, ini memberi arti bahwa Tuhan rela hidup bersama kita
berbagi duka dan suka dengan kita, membela, melindungi bahkan menderita bersama kita.
Dan ini mau menunjukkan bahwa Tuhan itu dekat (yoh. 1:14). Cara Tuhan menyertai kita
ditunjukkan melalui firman yang menjadi daging yaitu Yesus, yang berjalan bersama kita
dengan kasih dan pengertian. Kedua, Tuhan adalah Pribadi. Perjanjian baru menggambarkan
Tuhan sebagai Bapa, ayah yang baik dalam kisah anak yang hilang. Ini. memberi arti bahwa
di dalam Tuhan adalah keamanan, ketenangan, kepercayaan diri, kepemilikikan dan yang
5
terpenting adalah keintiman. Selain itu Abba juga menyiratkan kasih yang merangkul dan
pemeliharaan. Memanggil Tuhan sebagai Bapa, bearti memasuki hubungan yang intim, tak
kenal takut, penuh percaya dan hal ini hanya diberikan kepada kita di dalam Yesus Kristus,
yang memungkinkan kita berseru Abba Bapa. Ketiga, aspek ketiga adalah yang sangat suulit
diterima, yaitu Tuhan itu tersembunyi. Ini adalah satu fakta yang harus di sadari bahwa pada
akhirnya Tuhan tidak dapat dipahami oleh pikiran manusia. Maka dari itu kita membutuhkan
disiplin dan kepekaan untuk dengan rendah hati mencari. Keempat, Tuhan mencari kita. Kita
tidak akan pernah menemukan kita, tetapi Tuhanlah yang menemukan kita.
Bab ketujuh, bagaimana saya mendengar firman? Mendengar firman melalui alkitab
adalah cara yang paling utama untuk bisa bertemu dengan Yesus. Sebab itu ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan ketika kita melakukannya. Pertama, mendengar perkataan Tuhan
yang hidup. Mendengar adalah sikap inti dari orang yang memiliki hati yang terbuka akan
Tuhan. Kedua, membaca firman. Cara kedua untuk bertemu Tuhan adalah dengan membaca
firmannya yang hidup yang tertulis. Bacaan spiritual adalah makanan bagi jiwa kita.
Membaca firman Tuhan harus membawa kita pada kontemplasi dan meditasi. Saat kita
membaca firman, kita membuka hati untuk suara Tuhan. Ketiga, berbicara dengan Firman
secara hening. Cara ketiga untuk bertemu Tuhan adalah dengan mengucapkan firman
(rhema), yanglahir dalam keheningan. Ini adalah pembicaraan yang muncul karena cinta
kepada Tuhan. Dan yang keempat adalah menulis firman tersebut. Menulis adalah salah satu
cara ampuh dalam membangun kehidupan spiritual. Menulis dapat menolong kita untuk
mengungkapkan suara dan firman Tuhan bagi diri kita atau bagi orang lain. Atau dengan kata
lain, kita bisa bertemu firman melalui disiplin mendengar, membaca firman, bercakap dengan
Dalam bagian ketiga buku ini ditutup dengan melihat sesama di dalam komunitas.
Bagian ketiga ini menuntut kita untuk hidup dalam hubungan dengan umat Tuhan,
6
menyaksikan kehadiran Tuhan dalam sejarah dan komunitas. Di mana pada bagian ini di
Bab kedelapan, darimana saya berasal? Ketika kita melakukan perjalanan spiritual,
seharusnya itu menggerakkan kita pada suatu komunitas. Misalnya Tuhan Yesus dalam
Lukas 6:12-19. Pada waktu Yesus berdoa sendiri tetapi kemudian ketika selesai berdoa ia
kemudian turun dan membentuk komunitas. Ada 3 disiplin yang perlu kita lakukan dalam
perjalanan spiritual kita: pertama, persekutuan dengan Tuhan dalam kesendirian. Untuk
melakukan hal ini, kita menyediakan waktu yang teratur untuk menenangkan diri secara fisik
dan spiritual. Mulailah dengan beberapa menit sehari — mungkin di pagi hari ketika panas
dan terang hari belum tiba, atau di sore hari ketika sudah mulai menghilang. Ini adalah waktu
untuk doa tanpa kata atau doa terfokus melalui jurnal, diikuti dengan ruang terbuka untuk
mendengarkan suara Tuhan atau merasakan kehadiran Tuhan atau panggilan untuk
menunggu. Waktu fajar atau senja adalah waktu yang ideal untuk menyendiri dan berdoa,
yang akan mendasari kita di dalam Tuhan dan mempersiapkan memulai hari bersama dan
mencintai orang lain. Persekutuan dengan Tuhan adalah tempat komunitas spiritual dimulai.
Bab kesembilan, bagaimana saya melayani? Dalam melayani kita perlu belajar dan
melihat bagaimana Yesus melayani. Ketika Yesus melayani, Ia melakukan semuanya atas
dasar cinta dan taat kepada kehendak Bapa. Hal tersebut adalah hasil dari hubungan yang
intim antara Yesus dengan Bapa, sehingga sehingga terpancar kekuatan untuk melayani orang
lain. Pelayanan bukanlah hal yang dilakukan dalam waktu-waktu tertentu, pelayanan
dilakukan kapanpun. Pelayanan adalah ungkapan cinta kita kepada Tuhan dan kepada
sesama. Sebab itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melayani: pertama,
melayani bersama. Melayani orang lain akan lebih mudah jika kita tidak melakukannya
sendiri, tetapi bersama orang lain. Yesus mengutus murid-murid-Nya berdua-berdua bukan
sendiri (luk. 9 dan 10). Kedua, pelayanan adalah tentang syukur dan belas kasihan. Hal ini
7
harus menjadi karakteristik utama dalam pelayanan. Kita bersyukur atas anugrah Tuhan
dengan melayani orang lain, sementara belas kasihan adlah suatu keberanian dari kita untuk
menderita bersama orang lain, bukan karena kita mampu atau bisa menghilangkan
penderitaan, tetapi karena kita percaya Tuhan sudah mati menderita bagi kita.
REVIEW BUKU:
KEKUATAN
Buku ini ditulis dengan penuh hasrat hingga menolong sekali untuk larut kedalam
setiap pemikiran. Selian itu, format dari buku ini juga terfokus kepada disiplin rohani yang
tidak haanya disampaikan melalui teori dan informasi, tetapi juga buku ini memberikan
banyak sekali pertanyaan dan panduan, sehingga buku ini dapat menolong setia pembacanya
untuk langsung mempraktekkan setiap teori dan inormasi yang ada. Lalu, dalam tiap bagian
buku ini juga sangat unik karena selalu disampaikan dengan sebuah cerita yang reflektif,
sehingga bisa menolong setiap pembaca untuk larut dalam pemikiran dan pertanyaan kepada
diri sendiri, dan setiap cerita sangat relevan dengan tema yang dibawakan di dalam buku ini
yaitu tentang spiritalitas. Ada banyak model yang dipakai, misalnya buku ini menyediakan
penjelasan berupa cerita, kesaksian hidup atau pertanyaan reflektif serta menghayati
kebenaran firman Tuhan. Selain itu, yang paling menarik dari buku ini adalah Michael dan
Rebbeca berhasil menyatukan pemikiran Hendri Nouwen sehingga menjadi sebuah buku
KELEMAHAN
Dalam penjelasan Nouwen tentang Tuhan yang personal dalam bab ke enam,
memberikan poin yang baik sekali untuk menunjukkan betapa personalnya Tuhan melalui
penggambaran anak yang hilang. Dia menjelaskan bahwa Allah seperti Bapa yang
8
merangkul, mengasihi, dan menerima kembali anak-Nya yang telah hilang. Hubungan yang
intim Antara Bapa dan anak digambarkan sangat dalam dan kuat. Namun dalam hal ini ada
poin yang saya pikir membingungkan atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut, yaitu
mengenai penggambaran Allah tidak hanya sebagai Bapa, tetap juga sebagai ibu.1
Saya menyadari bahwa maksud yang ingin disampaikan ialah untuk menunjukkan
Allah seperti orangtua yang mengasihi anakNya. Namun penggunaan kata “she” nampaknya
tidak sesuai dengan konteks dalam kisah alkitab, dimana alkitab menggunakan kata Bapa
sebagai bentuk otoritas dalam budaya masa itu, dll. Dengan demikian, akan lebih baik jika
poin ini dijelaskan dengan lebih rinci demi meniadakan kesalah pahaman.
1
The mystery, indeed, is that God in her infinite compassion has linked herself for eternity with the life
of her children. She has freely chosen to become dependent on her creatures, whom she has gifted with freedom.
This choice causes her grief when they leave; this choice brings her gladness when they return. But her joy will
not be complete until all who have received life from her have returned home and gathered together around the
table prepared for them. Nouwen, Henri with Michael J. Christensen and Rebecca J. Laird. Spiritual Direction:
Wisdom for the Long Walk of Faith. New York, NY: Harper One, 2006. Hal 141-145.