Pengantar
Pernahkah anda merenungkan, “Aku ingin sekali dapat berdoa dengan lebih
baik?” Kalau demikian, buku ini mungkin akan membantu.
Kita sering kali puas dengan deskripsi tentang doa sebagai percakapan atau
wawancara dengan Allah. Akan tetapi, apabila saya menambahkan satu kalimat berikut
pada definisi itu, “ … dan mendengarkan Allah yang sedang bercakap dengan diriku,”
saya memastikan bahwa kalimat itu akan segera menimbulkan kebingungan atau
bahkan keraguan. Akan tetapi “mendengarkan” Allah selalu merupakan bagian doa kita
yang paling dalam dan paling penting. Salah satu tujuan buku ini adalah untuk
membantu mengembangkan kebiasaan ini: mendengarkan.
Buku ini merupakan rangkuman materi yang pernah saya sampaikan dalam
pelbagai macam sessi, untuk pelbagai kelompok, selama lebih dari enam belas tahun.
Masing-masing sessi terdiri dari pembahasan, waktu untuk doa hening, refleksi atas
doa dan berbagi rasa tentang doa hening dalam kelompok kecil. Pembicaraan-
pembicaraan ini merupakan rangkaian program yang berkembang satahap demi
setahap dalam enam belas sessi pertemuan. Rangkuman dari masing-masing
pembicaraan dibagikan kepada setiap peserta dalam setiap sessi pertemuan. Buku ini
ditulis berdasarkan rangkuaman-rangkuman yang ada di tangan para peserta itu.
Seluruh isi buku ini terjadi di Jepang, tempat saya bekerja selama lebih dari
empat puluh tahun di pelbagai macam paroki. Tentu saja, seluruh pembicaraan dan
materi yang tercetak ditulis dalam bahasa Jepang. Sebelum saya meninggalkan negara
itu, dengan bantuan beberapa orang peserta program latihan doa ini, saya cepat-cepat
membukukan seluruh program latihan doa ini. Mula-mula, saya mengharapkan dapat
membantu peserta terdahulu untuk memulai program ini untuk kelompok baru atau
kelompok mereka sendiri atau dengan gereja-gereja lain. Kedua, saya mengharapkan
buku ini mampu membantu peserta meneruskan latihan-latihan doa ini dalam
kelompok, walaupun tanpa kehadiran saya. Terakhir, saya rasa buk ini akan banyak
bermanfaat bagi mereka yang membaca dan menginginkan percobaan dengan isinia.
Saya membayangkan buku ini menjadi semacam pegangan yang bisa dilakukan sendiri
oleh peserta.
Akan tetapi, materi dalam buku ini nampaknya dapat menimbulkan syak
wasangka ketika digunakan dalam kelompok. Saya percaya bahwa mempraktikkan
langkah-langkah yang disarankan dalam semangat persaudaraan dengan orang lain
akan menambah nilai olah rohani yang dilaksanakan.
Sejak beberapa lama lalu saya disarankan untuk menerbitkan buku ini bagi
penutur bahasa Inggris. Saya merasa kesulitan dalam menyesuaikan isi buku ini bagi
mereka, karena saya harus memangkas cita rasa yang terkandung dan latar belakang
dalam bahasa Jepang. Telebih, saya tidak memiliki pengalaman dalam membagikan
pengalaman latihan rohani ini untuk penutur yang tidak berbahasa Jepang. Maka yang
bisa saya sarankan adalah pembaca sebaiknya menyesuaikan diri saja.
Karena penguasaan kosa kata saya dalam bahasa Jepang sangat terbatas, saya
selalu menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana. Saya juga dipaksa untuk
mencari dan menelusuri pengalaman dan praktik pribadi untuk contoh-contok konkrit
dalam menjelaskan apa yang saya pelajari dan temukan tentang doa. Akan tetapi,
semua kesulitan ini tidak pernah saya pandang sebagai kekurangan, tetapi justru
memperkaya pengalaman yang saya bagikan dalam buku ini.
Saya menyebut program yang tersusun di sini “Berdoa sebagai seorang Manusia”
untuk menekankan bahwa seluruh hidup manusia selalu terbuka pada karya Allah, dan
juga bertujuan untuk membuka diri seluas mungkin kepada seluruh umat manusia.
Maka saya tidak akan membahas Kitab Suci atau liturgi. Akan tetapi saya
mempertimbangkan bahwa unsur dasar doa yang disajikan dalam buku ini merupakan
landasan yang paling penting bagi seluruh doa. Tentu saja, saya juga dituntut untuk
mempersiapkan latihan khusus tentang “Doa menurut Kitab Suci” dan “Doa Liturgis”.
Saya hendak mengungkapkan rasa terima kasih kepada semua orang yang merasa
terbantu dengan buku ini. Kebanyakan yang berperan serta dalam program
pengembangan latihan doa ini adalah kaum perempuan dengan keluarga terdekat
mereka. Kebanyakan dari mereka dibaptis ketika dewasa, beberapa bukan pemeluk
agama Katolik dan masih banyak lagi lainnya yang tidak dibaptis. Akan tetapi, sungguh
mengejutkan bahwa beberapa dari mereka yang “tidak pernah masuk dalam kelompok
istimewa” itu sekarang memimpin kelompok doa dan bahkan melakukannya bersama
dengan para suami yang baru-baru ini dibaptis.
Untuk edisi ini saya sungguh berutang budi atas bantuan dari para suster dan
imam Konggregasi Kolumban, para editor majalah Konggregasi Kolumban Far East,
pada keluarga saya dan masih banyak lagi sahabat.
Catatan penerjemah.
Dalam buku berjudul DOA KABAR BAIK, kami menggunakan kata ’Allah’ sebagai
padanan kata ’God’. Di beberapa tempat tempat lain, istilah ’Tuhan’ digunakan sebagai
padanan kata ’Lord’. Kata ini biasanya muncul dalam doa-doa pribadi.
BAB SATU
Pengantar
Saya telah mempraktikkan latihan doa pendek harian selama kira-kira 40 tahun.
Diantara pelbagai macam cara berdoa, saya menemukan cara yang paling mudah, cara
yang paling mmenarik. Cara ini juga telah mempengaruhi seluruh cara saya berdoa.
Dengan pelbagai macam cara, cara doa ini telah mengubah seluruh hidup saya.
Beberapa orang sahabat yang telah mempraktikkan cara berdoa ini selama beberapa
waktu juga menyatakan bahwa cara ini mengubah cara mereka berdoa dan mengubah
hidup mereka.
Lebih tepat, latihan doa seharusnya disebut “Latihan doa untuk Merenungkan
Kabar Gembira Setiap Hari”. Tetapi, lebih baik disingkat menjadi Doa Kabar Gembira.
Pada dasarnya doa ini merupakan permohonan kepada Allah untuk membantu saya
menimbang-nimbang secara lebih jernih segala hal baik yang terus-menerus Ia
anugerahkan untukku. Saya berharap dapat menimbang-nimbang dengan lebih baik.
Saya mengalami bahwa semakin mendalam saya mengenali anugerah itu, semakin saya
mensyukuri reksa Illahi yang diselenggarakannya bagiku, setiap hari. Dan, selanjutnya,
saya merasa makin dengan Allah.
Ketika saya menyebut ‘kabar baik’, yang saya maksudkan adalah hal-hal seperti :
hal-hal yang selama hari berlangsung menyenangkan hatiku, yang membuatku bahagia,
sehingga memberi perasaan atau sikap positif, dan menjadi sumber enegi hidupku.
Berikut adalah beberapa contoh :
Suka cita karena secara tak diharapkan bertemu dengan sesorang yang sangat
saya sayangi;
Suka cita karena menerima surat yang lama saya nanti-nantkan;
Kepuasan karena sesuatu hal yang nampaknya sukar, pada akhirnya, menjadi
keberhasilan, misalnya: berhasil memanggang roti, ujian, rapat yang a lot,
kepakatan bisnis, dan tamasya;
Kegembiraan karena mendapatkan barang dengan harga murah sekali,
mendapatkan keping CD yang sangat saya harapkan;
Kelegaan atas masalah berat yang bersahasil diselesaikan;
Kelegaan dan syukur atas ditemukannya dokumen yang hilang;
Jalan-jalan yang menyenangkan di pantai atau di pegunungan atau di taman;
Perasaan hangat karena seseorang sangat baik terhadap saya, sangat sabar
pada saya dan mau mengampuni kesalahan saya;
Suka cita dan terkejut karena menyadari bahwa ternyata saya memiliki sikap
baik hati, sabat, mudah mengampuni dan lembut pada orang lain;
Menemukan perasaan damai dalam hati, dan luapan gairah untuk melakukan
kebaikan.
Bagaimana saya memohon pada Allah untuk menunjukkan Kabar Gembira itu?
Seringkali sesuatu yang tidak diharapkan muncul dalam kilasan bayangan. Ketika
suatu kabar gembira terjadi dalam perjalanan hidup hari itu, ini nampaknya hanya
merupakan hal sepele dan segera tertelan oleh rangkaian kejadian yang berjejalan
pada hari itu. Kini kabar gembira itu memunculkan dirinya sendiri sebagai anugerah
yang amat bermakna. Kini dengan segenap kesadaran saya merasakan luapan suka cita
atas kabar gembira itu dan sering mampu menangkap makna pesan di balik kabar suka
cita itu.
Saya tidak lagi mengharapkan seluruh peristiwa muncul dalam urutan waktu
dari saat terakhir kali saya mempraktikkan latihan ini. Kabar suka cita itu biasanya
merupakan hal-hal baik yang paling kuat saya rasakan atau hal-hal terbaru yang muncul
pertama kali. Tentu saja, saya biasanya merasa bahwa saya didorong untuk menengok
ke belakang mulai dari peristiwa yang terjadi terakhir kali hingga yang paling awal. Saya
rasakan pengalaman ini sebagai ‘mengengok kebelakang’ atas apaya yang telah terjadi.
Jangan terkejut atas apa yang anda temukan ketika mengalami bahwa, pada
saat yang sangat istimewa untuk hening dan menanti-nantikan Tuhan yang hendak
menyingkapkan kabar gemberia, hal-hal yang pertama muncul dalam benak anda
adalah seluruh kebalikan dari kabar gembira. Kita sebut saja semua itu sebagai ‘kabar
yang tidak baik’.
Nampaknya kita menciptakan kabar yang tidak baik hanya jika, dalam satu hari,
ketika kita mengalami seratus kabar baik dan hanya mengalami satu atau dua kabar
tidak baik, ketika kita mencoba hening dan mengubah pusat perhatian dan perasaan
kita. Yang muncul di hadapan kita bukanlah hal-hal menyenangkan, tetapi ingatan yang
menyedihkan, misalnya, “Hari ini pintu mobil baru tergores paku”, atau “Ini dan itu
menyita perhatian saya”, atau “Aduh, saya lalai tidak menelepon si anu …”. Ingatan-
ingatan yang melintas ini merupakan dorongan yang begitu kejam dan memaksa kita
untuk berhenti berdoa sesegera mungkin dan bergegas menenelpon sebelum lupa.
Saya merasa seolah-olah seluruh diri saya ‘diikat erat di kursi’, sehingga saya tidak
mungkin lari untuk melakukan aktivitas yang biasanya bisa saya lakukan.
Selama beberapa bulan pertama, khususnya, kita akan mengalami kecondongan
hati untuk mengikuti gerak kabar buruk ini. Maka, hingga kita makin berkembang
dalam latihan doa ini, kita harus memusatkan perhatian pada sebagian besar
kesempatan yang kita rencanakan untuk mengatasi kabar-kabar buruk ini. Saya
menyarankan pada para peserta untuk menanti paling kurang hingga setelah Doa Kabar
Gembira selesai. Ketika tiba-tiba saya menyadari bahwa seluruh perhatian saya
terhisap oleh kabar-kabar sedih ini, saya harus mengabaikannya, dan kembali berpaling
kepada Allah seraya bertanya padaNya, “Tidak ada lagikah kabar sedih yang melintas?”
Kemudian saya harus menanti untuk disingkapkan satu kabar baik.
Sungguh sangatlah menggembirakan, ketika kita berkembang dalam kebiasaan
berdoa, kita secara bertahap menemukan bahwa kabar gembira selalu hadir pada kita
jauh lebih cepat dari pada sebelumnya dan dalam jenis yang amat beragam. Kabar
sedih makin lama makin kehilangan daya selama perjalanan waktu.
Berikut kita akan meninjau tentang bagaimana kita juga membicarakan kabar-
kabar sedih ini pada Allah. Kabar-kabar sedih dapat juga menjadi sarana untuk
mendekatkan diri kita pada Allah dan sesama. Akan tetapi, kita harus mencamkan
bahwa prioritas pertama dan utama dalam doa kita adalah bertemu dengan Allah
sebagai “Pemberi anugerah tentang kabar gembira”, sebelum kita berbincang
denganNya tentang kabar-kabar sedih.
Kapan?
Setiap hari kita berdoa pada waktu yang sangat cocok dengan keadaan kita.
Biasanya doa dilakukan sebelum tidur, tetapi bisa juga dilakukan pada kesempatan-
kesempatan lain. Misalnya, jika kita selalu terlalu lelah sebelum tidur, cobalah berdoa
pada siang hari atau sebelum makan malam, atau bahkan sisihkan waktu yang
dianggap tepat setiap kali ada kesempatan pada hari itu. Pastikan bahwa kita berdoa
setiap hari, bahkan selama waktu yang sangat pendek sekalipun.
Pentinglah bagi kita untuk menyadari dan mencamkan bahwa kita harus
menggunakan seluruh waktu yang ditetapkan sebelum kita berdoa, bahkan jika seluruh
waktu nampaknya habis untuk berjuang mengolah kabar-kabar buruk, atau bahkan jika
nampaknya seluruh doa kita pada hari ini terasa sia-sia. Anda akan terkejut ketika
tersadar bahwa pada saat terakhir sesuatu yang baik tiba-tiba muncul, seperti kejutan
yang menyenangkan. Berhentilah pada waktu yang telah ditetapkan.
Tempat
Doa Kabar Gembira ini dapat dilakukan di sembarang tempat, misalnya, ketika
anda sedang berjalan-jalan …. menunggu bus … bekerja di kebun … menyeterika
pakaian … dengan nyaman berdiang di perapian … di tempat tidur … di kamar mandi,
dan sebagainya. Tentu saja tempat-tempat yang dipilih harus sesedikit mungkin
menimbulkan hambatan dalam berdoa. Tempat yang terbaik adalah tempat yang
bersuasana hening, tenang, dan nyaman.
Ketika pertama kali mendengar tentang Doa Kabar Baik, barang kali, anda
menyangka bahwa cara doa ini begitu sederhana dan mudah! Sekarang anda
ditantang : cobalah mempraktikkan dan merasakannya.
Sungguh anda dianjurkan untuk mengalami dan mengatur waktu dan tempat
serta berapa lama waktu yang anda sediakan, agar anda sungguh merasakan buah yang
melimpah dari cara doa ini. Waktu, tempat dan lamanya waktu yang disediakan sangat
berlainan dari seorang dengan orang lain. Masing-masing disesuai dengan situasi dan
karakter pribadi, dan barangkali semua itu akan mengubah situasi hidup seseorang.
Setelah beberapa bulan, amatilah perubahan-perubahan positif yang dialami
dalan doa atau diri anda. Cobalah mempertimbangkan apakah latihan doa ini bernilai
untuk hidup anda.
Seni doa pasif ini merupakan landasan seluruh buku ini, dan seperti Tinjauan
atas Kabar Baik merupakan guru yang terbaik seni doa ini, pastikan bahwa anda
memanfaatkan waktu untuk mempraktikkannya sebelum meneruskan dengan latihan-
latihan doa yang lebih panjang, yang akan dijelaskan dalam bab-bab berikut.
Demikian juga, setelah mempraktikkan dengan setia selama beberapa bulan,
Bab 2 akan dengan mudah dapat dipahami.
Untuk pemakaian buku ini bersama dengan orang lain atau dalam kelompok,
anda disarankan membaca Bab 13 dan 14. Keduanya sangat bermanfaat.
BAB DUA
Ketika anda pertama kali mendengar tentang praktik Doa Kabar Baik ini, anda
barangkali bertanya-tanya, “Apakah doa ini benar-benar doa?” bagi kebanyakan orang,
“berdoa” berarti mengucapkan kata-kata khusus yang dipelajari dari seseorang atau
berasal dari tempat tertentu dan didaraskan dalam suasana tertentu. Biasanya doa
seperti ini didaraskan untuk meminta sesuatu dari Allah atau pun dirasakan sebaga
kewajiban Allah yang harus dipenuhi.
Doa merupakan …
Dalam buku ini kata ‘doa’ memiliki kandungan makna yang jauh lebih luas dan
dalam. Doa berarti segala sesuatu yang membuat kita memiliki relasi dengan Allah
berkembang secara lebih murni, intim, mendalam dan konkrit. Usaha untuk menjalin
relasi dengan Allah tidak terletak pada upaya untuk meraih kedekatan dengan Allah,
tetapi terletak pada semakin kita menyadari bahwa Allah selalu dan sedang mendekati
kita. Maka kita harus mengubah disposisi atau sikap batin sedemikian rupa, sehingga
kita menjadi penerima dan senantiasa menadari kehadiranNya. Inilah makna doa yang
saya maksudkan.
Mendengarkan, menanti-nantikan dan menunjukkan hati kita kepada Allah
merupakan unsur doa terpenting. Memusatkan perhatian kepada karya Allah jauh lebih
utama dari pada memperhatikan seluruh karya kita.
Anda telah mengalami praktik Doa Kabar Gembira. Kita menyebutnya sebagai
suatu latihan doa. Latihan doa ini seperti menyisihkan waktu untuk berolah raga agar
badan tetap sehat dan bugar. Tujuanyang ditetapkan adalah tubuh yang sehat-bugar
sepanjang waktu, bukan hanya pada saat latihan olah raga. Hal yang sama juga berlaku
untuk latihan rohani. Tujuan yang hendak dicapai oleh latihan rohani adalah kebugaran
rohani sepanjang waktu, bukan hanya pada saat melakukan latihan. Diharapkan
latihan-latihan rohani yang dirancang dalam buku ini menghasilkan kebugaran spiritual.
Keadaan spirituan yang bugar akan ditunjukkan melalui kebiasaan yang
mengarah pada disposisi batin untuk ‘senantiasa berdoa tak kunjung putus’. Melalui
kebiasaan doa ini, seseorang , secara lebih sering dan dalam segala macam situasi
hidup sehari-hari, akan berpaling pada Allah dengan spontan dan tanpa direncanakan.
Latihan-latihan doa mengembangkan, melestarikan dan memperdalam kebiasaan ini.
Seperti anda ketahui, ‘Doa Kabar Gembira’ merupakan latihan doa – suatu
latihan doa yang sangat khusus dan mendasar. Doa ini membantu kita untuk
melaksanakan bentuk doa yang lain dengan cara yang lebih baik dan, khususnya, doa
ini mengajarkan kita tentang ‘doa pasif’ sehingga kita perlu melakukan latihan doa yang
lebih panjang.
Doa Kabar Gembira ini dapat juga disebut sebagai ‘tulang punggung’ dari
seluruh rangkaian latihan doa. Sangatlah naif bila kita tidak mampu menangkap makna
bahwa doa ini sangat penting dilakukan setiap hari, bahkan dilakukan dalam jangka
waktu yang sangat pendek.
Saya sarankan anda mencoba dengan sangat serius masing latihan doa yang
panjang ini selama beberapa waktu dan memastikan apakah latihan doa itu sunggung
bermanfaat bagi anda. Mencoba latihan doa ini dalam dua atau tiga kali latihan
tidaklah cukup. Setelah mencoba pelbagai macam latihan selama beberapa saat,
pusatkan perhatian anda hanya pada dua atau tiga macam latihan yang paling
bermanfaat dan praktikkan sesering mungkin.
Setiap orang pasti memiliki kodrat yang berbeda-beda. Sama seperti ketika
seseorang menggenakan baju yang berlainan, demikian juga seseorang menemukan
cara berdoa tertentu dan latihan doa tertentu yang sesuai dengan dirinya. Anda
kemungkinan juga akan menemukan bahwa pilihan atas latihan doa akan berbeda dari
hari satu dengan hari lain, atau panjangnya waktu latihan doa dan tempat akan
berlainan. Maka, pastikan bahwa anda membuka diri untuk mendapatkan buah-buah
latihan doa yang anda lakukan. Tentu saja, ‘kondisi terbaik’ ini dapat berubah, seperti
halnya kita juga mengalami perubahan.
‘Nilailah dari buahnya’ merupakan cara untuk menentukan manfaat latihan doa ini
Kita menilai latihan doa ini dari hasil yang diberikan. Setelah berdoa dengan
cara ini selama beberapa lama – paling tidak lima atau empat bulan – apakah kita
mengamati perubahan yang terjadi di dalam diri kita? Misalnya, apakah latihan doa ini
membantu kita melihat suatu hal dengan cara pandang yang lebih jernih? Apakah kita
berkembang menjadi pribadi yang penuh rasa syukur? Atau kita berkembang menjadi
lebih murah hati, atau sabar atau tenang dan terpercaya? Apakah kita lebih peka pada
Allah yang berkarya dalam suka dan duka sehari-hari? Dan akhirnya, sadarkah kita
bahwa Allah hadir dalam suka dan duka kita, dalam kekuatan dan kerapuhan kita?
Inilah cara yang dilakukan untuk menguji nilai-nilai yang terkandung dalam latihan dan
doa kita.
Menimbang waktu doa, seperti dijelaskan di atas sangatlah berguna dan akan
dijelaskan lebih lengkap pada Bab 6.
Berbagi pengalaman
Nilai yang terkandung dalam berbagai pengalaman doa dengan orang lain
dibahas dalam bab 13.
Di Jepang beberapa peserta kursus doa ini, seperti para guru sekolah Minggu,
memanfaatkan doa Kabar baik untuk murid sekolah dasar; dan berhasil baik. Saya juga
mengajarkan latihan doa ini untuk mereka yang berusia 71 tahun dan beberapa
mampu melakukan dengan sangat mencengangkan. Kebanyakan dari mereka
mendapati bahwa cara berdoa lama tidak bermanfaat, kering dan tidak menjadi
sumber kekuatan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari.
Bagi mereka, latihan doa ini menjadi titik pijak untuk melangkah pada doa yang
lebih mendalam dan menjadikan mereka lebih dekat dengan Allah. Sejauh ada
kehendak untuk berdoa dengan cara yang lebih baik, dan pada saat yang sama ada
hasrat untuk meluangkan waktu dan berusaha mencari cara berdoa yang lebih baik,
buku ini dapat membantu anda.
Seperti yang telah saya singgung dalam pengantar, saya tidak memakai tata
liturgi atau kitab suci dalam buku ini. Saya membatasi diri pada unsure fundamental
yang terkandung dalam seluruh doa. Unsur-unsur itu adalah sebagai berikut:
Berpaling kepada Allah yang berdiam di luar diri kita.
Mengimani Allah yang berkarya dalam hidup tiap manusia dan selalu
mengundang mereka dekat padaNya dan sesama.
Mencakup elemen dasar doa yang saya tekankan di atas-menanti-nantikan Allah
secara pasif, memperhatikan, menanggapi. Maka, dalam buku ini saya hanya
berbicara tentang doa yang memanfaatkan kodrat kita sebagai manusia.
Akan tetapi, unsur-unsur doa dasariah di atas merupakan landasan atau pondasi
seluruh doa dalam tradisi kekristenan. Hal ini terbukti nyata bila kita kembali mengolah
doa liturgis atau berdoa dengan tuntunan kitab suci.
Cara berdoa ini dapat digunakan untuk mempersiapkan suatu pertemuan atau
dilakukan sebelum santap malam keluarga atau acara lain yang serupa. Seluruh hadirin
dapat menggunakan dua atau tiga menit dalam keheningan untuk mengingat-ingat hal-
hal baik yang muncul sejak pertemuan terakhir, perjamuan keluarga dan sebagainya.
Sebagai catatan pribadi, saya sering menggunakannya untuk mempersiapkan
misa atau sakramen Tobat; dan lain-lain.
Memanjatkan permohonan
Peziarahan rohani
Tiap saat, langkah pertama yang saya ambil adalah menentukan untuk berapa
menit saya melakukan latihan doa ini, akan tetapi dari pengalaman, saya belajar
bahwa latihan ini membutuhkan 15 menit untuk “menyadari”-nya.
Langkah kedua yang saya jalani adalah menghadirkan kenangan akan perjalanan
hidup saya lebih panjang dari sehari. Misalnya, selama sebulan terakhir ini, satu
tahun, sepanjang liburan yang baru berakhir, atau semenjak peristiwa penting
yang terjadi dalam hidup saya, sejak terjadi perubahan dalam hidup saya, sejak
saya berjumpa dengan berapa orang yang baru saya kenal atau sejak saya ikut
menjadi anggota suatu kelompok.
Kemudian langkah ketiga adalah memohon Allah menunjukkan pada saya
beberapa kabar baik yang terjadi selama periode waktu itu. Seperti halnya pada
Doa Kabar Baik harian, saya mencoba bersikap santai, dan menanti secara pasif
apa yang akan dimunculkan Allah dalam kurun waktu itu.
Biasanya saya dalam keheningan mengulang-ulang secara perlahan beberapa
kata atau frase yang sama. Biasanya saya mendaraskan, “Tuhan, tunjukkanlah
padaku. Tunjukkanlah padaku.” Atau ungkapan yang searti mengulang-ulang
frase atau kalimat seperti membaca mantra membantu saya dalam
memusatkan perhatian hanya pada karya Allah dan pada kerinduan saya untuk
mengetahui kabar baik yang terjadi dalam hidup.
Tidak tergesa-gesa
Ketika sesuatu muncul dalam fantasi saya, saya akan terus mengamati selama
mungkin. Barangkali ini mengejutkan saya karena saya belum pernah mengolahnya
hingga sekarang. Kemudian saya mengamati perasaan hangat, menyenangkan yang
menyelimuti saya. Barangkali saya menyadari mengulang-ulang, ini kabar baik ini kabar
baik, lalu saya mengamati bahwa kepada saya menghendaki msecara aktif untuk segera
mencari contoh pengalaman yang lebih hebat untuk muncul. Saya harus menahan
dorongan ini. Saya berusaha tetap memperhatikan contoh kecil ini dan mencoba
menyelami sepenuih mungkin perasaan bahagia yang diberikannya. Saya terus
berkanjang hingga kabar baik lain muncul dalam pusat kesadaran atau memori dan
memperhatikan sepenuh hati.
Seperti doa Kabar Baik harian yang pendek, saya sering mengalami pembalikan
kemunculan kabar Kabar baik. Hal-hal yang baru saja terjadi muncul begitu saja pada
awal periode yang mau saya lihat. Dalam hampir seluruh kilasan peristiwa, hal-hal baru
selalu muncul pertama kali. Pada saat lain, peristiwa besar dan berpengaruh kuat
dalam hidup saya muncul dalam ingatan.
Perasaan
Tujuan latihan Doa Kabar Baik adalah tidak untuk membuat daftar kabar baik,
tetapi terlebih untuk memperhatikan dan merasakan perasaan-perasaan yang
membahagiakan. Perasaan ini muncul karena kabar baik yang terjadi dalam hidup saya
dan saya memperhatikan bahwa perasaan ini secara positif mempengaruhi hidup saya.
Kemudian, saya menyadari bahwa perubahan positif dalam hidup saya berasal dan
mengalir dari pengaruh positif perasaan itu.
Menarik diri
Ketika saya menarik diri, saya kembali ke awal dan memohon kepada Allah
untuk menunjukkan kabar-kabar baik lagi. Misalnya, bila tiba-tiba saya merencanakan
untuk membeli laptop baru, atau merencanakan liburan atau menyusun strategi
supaya menang dalam permainan catur. Maka saya pasti sadar bahwa semua hal itu
menyerap seluruh perhatian dan konsentrasi saya, maka saya harus kembali ke titik
awal dan memohon agar Allah berkenan menunjukkan, menunjukkan dan
menunjukkan sekali lagi apa yang Dia anugerahkan pada saya dalam kurun waktu yang
lebih panjang dalam hidup saya.
Kadang-kadang, seperti terjadi dalam latihan Doa Kabar Baik, seluruh perhatian
saya diserap oleh kabar-kabar yang bukan kabar baik. Misalnya, kecemasan, atau
amarah atau ketakutan tertentu amat memenuhi pikiran, perasaan dan menguras
energi. Maka, saya kembali berpaling pada Allah dan mulai memohon, “Tunjukkan
Kabar baik, Tunjukkan…” saya terus menerus mendaraskan doa ini hingga selesai tepat
waktu seperti yang direncanakan.
Saya tekankan sekali lagi: jangan menbiarkan diri dihanyutkan oleh bukan kabar
baik. Abaikan kabar tidak baik dalam latihan doa ini, dan terus menerus memohon agar
Allah menunjukkan kabar baik. Dalam latihan doa yang lebih panjang, terdapat juga
kesempatan ketika kita tidak mungkin tidak memperhatikan kabar tidak baik. Maka,
setelah berusaha keras selama mungkin mengabaikan kabar-kabar itu dalam doa, saya
mengubah permohonan saya. Saya berpaling pada Allah dan mulai bertanya, “Dalam
derita panjang ini, apakah tidak ada sedikit pun kabar baik? Tunjukkanlah itu padaku.”
Saya mengalami bahwa setelah terus-menerus, memohon seperti ini, perlahan-lahan
sesuatu akan muncul dan kemudian saya terus memperhatikan kabar baik kecil ini.
Purna Waktu
Mengapa saya harus menentukan lamanya berdoa? Dan mengapa saya harus
menggunakan waktu sepenuhnya? Banyak orang mengalami hal berikut. Kadang
mereka mengalami bahwa selama mereka berdoa tak terjadi apa-apa. Doa tampak
menjadi sia-sia, sehingga mereka merasa lelah dan putus asa. Maka mereka menyerah
dan memotong waktu doa. Akan tetapi apabila mereka nekat terus bertahan hingga
akhir, pada detik-detik akhir sesuatu yang mengagumkan pasti muncul. Setelah anda
mengalami pengalaman yang membahagiakan seperti ini, anda mulai memahami
mengapa kita harus menunggu hingga akhir waktu doa.
Demikian juga, anda akan memahami, berdasarkan pengalaman latihan olah
raga untuk menjaga kebugaran badan, betapa sangat bermanfaat penggunaan waktu
sepenuh yang telah ditetapkan untuk melaksanakan latihan tertentu. Hal yang sama
berlaku pula dalam latihan-latihan rohani.
Beberapa contoh yang berasal dari beberapa periode penting hidup saya
disajikan sebagai berikut. Semua contoh pasti merupakan latihan doa yang pernah saya
lakukan. Daftar yang saya sajikan ini barangkali merupkan pemicu yang membantu
anda dalam menemukan periode dalam hidup anda sendiri. Setelah beberapa saat,
anda akan menemukan peride hidup mana yang paling berpengaruh bagi kondisi
spiritual anda sekarang ini:
Selama satu bulan yang lalu
Selama perjalanan ke luar kota yang baru saja saya lakukan
Ketika saya duduk di sekolah dasar
Ketika saya bergabung dalam tim … sepak bola
Sejak saya mulai bekerja di … .
Sejak saya menikah … .
Sejak saya pindah ke … .
Sejak saya berjumpa dengan … .
Sejak saya bergabung dengan kelompok musik … .
(hal khusus), sejak saya memulai Doa Kabar Gembira.
Tantangan khusus berikut akan membantu anda memahami latihan doa ini
secara lebih dalam. Selama kira-kira 15 menit setiap hari dalam seminggu, tentukan
suatu periode tertentu dalam hidup anda dan mohonlah pada Allah untuk
menunjukkan kabar baik pada anda. Perhatikan, atau lebih baik anda mencatat, kabar
baik yang anda temukan dan bagaimana kabar baik itu mempengaruhi perasaan anda.
Kemudian pada minggu berikut, ulangilah menijau periode hidup yang sama
dam perhatikan perbedaan-perbedaan yang muncul. Pengulangan latihan pasti
menghasilkan buah yang berbeda! Saya memakai istilah ‘buah’ untuk menunjukkan
manfaat-manfaat khusus yang berasal dari rentang waktu latihan doa.
Ini berarti bahwa periode yang sama dapat digunakan berkali-kali, karena
masing-masing periode doa kita selalu merupakan pengalaman baru yang
menghasilkan buah-buah baru pula. Pengulangan selalu menyediakan gagasan akan
terbukanya kemungkinan yang luas dan memperkaya latihan doa ini. Tentu saja, saya
selalu menyarankan agar anda mengulang periode latihan doa yang sama dengan
harapan anda menghasilkan buah yang lebih baik dalam tiap latihan. Lalu, saya
anjurkan anda memilih dua atau tiga periode yang berbuah termanis dan
menggunakannya lebih sering. Setelah kita kembali pada pelbagai macam periode
hidup kita kita menjadi jauh lebih sadar akan kehadiran Allah yang terus menerus dan
tidak kunjung putus. Ia mereksa hidup kita masing-masing.
Pemeriksaan catatan pribadi yang teratur sungguh memberi buah yang sangat
manis.
Kata ‘buah’ bermakna baik kabar baik yang muncul dan pengaruh baik yang
saya alami darinya. Pada mulanya, benda materal atau barang konkrit akan menjadi
pusat perhatian kita. Akan tetapi, kemudian, hal-hal yang mengalir dari bilik
kepribadian dan tak kasat mata mulai merebut perhatian kita. Misalnya, suatu ketika
saya menyadari seseorang bersikap sangat sabar pada saya. Kemudian, setelah lewat
beberapa hari, saya memperhatikan – dan betapa saya sangat heran – sikap sabar pada
seseorang ternya tumbuh dan berkembang dalam hati saya. Sekarang saya menyadari
bahwa sikap itu juga merupakan kabar baik. Tentu saja, ini menjadi mutiara yng sangat
berharga dalam hidup saya. Akan tetapi, perlu dicamkan bahwa kita membutuhkan
waktu yang panjang dan latihan yang keras untuk mencapai kesadaran seperti ini. Kita
harus bersabar pada diri sendiri. Dan, di atas segalanya, kita harus percaya pada Allah!
Saya selalu menyarankan seluruh latihan yang lebih lama ini menjadi tambahan
untuk pemeriksaan atas kabar baik yang dianugerahkan pada kita setiap hari. Sayang
sungguh berpegang teguh pada keyakinan bahwa peninjauan tiap hari merupakan
tulang punggung kemajuan hidup doa kita. Usaha ini tidak boleh diabaikan, walaupun
seolah-olah waktu kita sangat pendek dan terbatas. Kemudian, latihan-latihan yang
membutuhkan waktu lebih panjang ini menjadi otot-otot yang membungkus tulang
punggung hidup doa kita.
BAB EMPAT
Latihan doa ini membantu saya untuk ‘mendengarkan’ pesan dari Allah yang
mempengaruhi hidup saya sekarang. Melalui penyingkapan berulang-ulang atas
pelbagai macam peristiwa dalam sejarah hidup saya, saya belajar memahami secara
lebih mendalam tentang sikap Allah pada saya. Saya menemukan latihan dengan cara
sebagai berikut.
Suatu pagi ketika saya sedang melakukan latihan Doa Kabar Baik yang lebih
panjang di paroki saya di Jepang, memori yang hendak saya kaitka dengan cara ini tiba-
tiba muncul. Saya memetik buah yang sangat banyak dari cara ini. Memori ini
menyampaikan suatu pesan dari Allah untuk saya dan sangat mempengaruhi hidup
saya sehari-hari ketika saya mengulangi dan mengulangi doa ini. Ketika saya ingin
memahami lebih dalam peristiwa yang kebetulan terjadi dalam hidup saya, untuk
mendengarkan pesan dan dipengaruhi oleh pesan itu, saya mengembangkan latihan
yang baru ini.
Seperti akan anda pahami, saya melakukan latihan dengan cara yang sama
seperti saya lakukan dalam latihan Doa Kabar Baik yang lebih panjang. Ini berarti
bahwa, dalam menentukan periode waktu tertentu dalam hidup saya, saya memohon
Allah menunjukkan pada saya sekali lagi hal tertentu yang mengandung pesan bagi
saya. Dengan sepenuh harap dan kesabaran, saya kemudian menanti secara pasif, agar
peristiwa itu muncul. Peristiwa-peristiwa itu merupakan kejadian yang secara
kebetulan terjadi dalam hidup saya. Peristiwa itu mengajarkan pada saya tentang sikap
Allah pada saya. Demikian juga peristiwa ini menyingkapkan pada saya kejadian
tertentu yang mengarahkan hidup saya untuk berada di sini pada saat ini dan
memungkinkan saya untuk berdoa seperti ini. Berikut disajikan memori yang muncul
selama latihan Doa Kabar Baik yang lebih panjang.
Kejadian
Ingatan saya melayang pada pengalaman yang pernah saya alami ketika terakhir
kali pulang ke rumah di Irlandia. Pada suatu malam yang telah larut, jauh dari rumah
saya, mobil yang saya kendarai mogok. Saya diberitahu tempat tinggal seorang montir
mobil. Dengan perasaan enggan dan berat, saya pergi ke rumahnya untuk minta tolong.
Sungguh sangat mengejutkan, ternyata, ia mengenal saya dan menyambut saya dengan
keramahan yang luar biasa. Dia ternyata berasal dari kota kelahiran saya. Ia juga adik
kelas beberapa tahun di bawah saya di sekolah dasar yang sama. Maka, ia ingat sekali
dengan saya. Dengan suka cita ia membantu saya. Dia pergi ke luar untuk memperbaiki
mobil saya dan, bahkan, istrinya mempersiapkan santap malam yang sungguh lezat
sementara saya menunggu. Dan ia menolak ketika saya membayar ongkos, dan
berkata, “Hubungi saya, kalau lain kali Romo lewat daerah ini.” Saya pergi dari
rumahnya dengan persaan gembira dan penuh rasa syukur. Saya sangat takjub betapa
Allah telah bermurah hati pada saya. Ia bahkan telah mengubah kesukaran hidup
menjadi suka cita.
Kemudian, dalam doa pagi, saya menyadari kebenaran yang lebih lanjut. Saya
berdoa pada Allah, “Sungguh sangatlah mengagumkan mengingat peristiwa yang
terjadi empat puluh tahun lalu. Engkau telah mempersiapkan segalanya untuk mereksa
hidup saya pada malam itu.”
Saya melakukan latihan doa ini dengan cara yang sama seperti yang saya
melakukan latihan Doa Kabar Baik. Ini berarti saya memohon kepada Allah untuk :
Disingkapkan peristiwa-peristiwa yang kebetulan terjadi dan
mempengaruhi langkah saya menuju kondisi hidup yang saya alami
sekarang ini,
Memahami lebih mendalam pesan-pesan yang disampaikan pada saya’
Sehingga memungkinkan saya membiarkan pesan-pesan itu
mempengaruhi hidup saya sekarang ini.
Setiap kali saya akan melakukan latihan ini, saya harus menentukan berapa
lama waktu yang saya butuhkan dan saya setia melaksanakan sesuai dengan keputusan
yang saya ambil. Misalnya, ketika saya mulai belajar bagaimana saya melakukan latihan
ini, saya menentukan kurang lebih 20 menit.
Saya telah sering kali mempraktikkan latihan doa ini. Tiap kali Allah
menyingkapkan atau cara Ia menyingkapkan peritiwa dalam sejarah hidup saya, atau
apa yang sungguh mempengaruhi hidup saya, semuanya dikerjakanNya secara
berbeda-beda dan tak terbayangkan. Kadang-kadang banyak peristiwa disingkapkan
pada saya; lain kali saya hanya memusatkan perhatian pada satu atau dua pengalaman
penting dalam hidup; dan, pada kesempatan lain, saya harus menanti-nantikan dengan
sabar periode gelap ketika tak ada sesuatu pun yang disingkapkan pada saya. Kadang-
kadang peristiwa kebetulan yang menakjubkan muncul. Misalnya, ketika saya melewati
suatu perempatan jalan, sekonyong-konyong saya berjumpa dengan orang yang telah
lama ingin saya temui, tetapi saya tak memiliki kontak satu jalur pun. Bahkan, di
sanalah orang itu tersenyum pada saya. Ini sungguh membahagiakan. Bahkan, jika saya
tiba di tempat itu terlalu cepat 30 detik atau terlambat 30 detik saya pasti tidak pernah
lagi berjumpa dengan orang itu.
Dengan demikian, peristiwa ini mengirimkan pesan bahwa Sang Khalik, Allah
sendiri, mereksa saya. Kadang-kadang selama waktu doa saya saya menyadari pesan
itu; kadang kesadaran itu muncul setelah saya memeriksa batin kesadaran akan
kehadiran Allah yang mereksa saya muncul.
Teka-teki pesan
Ketika saya memperhatikan dua atau tiga peristiwa kebetulan yang terjadi
bersamaan dan saling terkait satu dengan yang lain, sehingga membentuk sebuah foto,
saya diingatkan akan sebuah teka-teki silang. Peristiwa-peristiwa itu menjadi pesan
bahwa Sang Khalik yang berada di luar diri saya sedang menempatkan peristiwa-
peristiwa itu dalam hidup saya dan berpesan, “Engkau bermakna penting bagiKu.”
Bagi saya, di samping latihan Doa Kabar Baik, latihan doa yang saya lakukan
terus menerus sepanjang waktu ini telah berkembang menjadi kebiasaan. Karena
menjadi kebiasaan, saya juga terbiasa untuk secara spontan memperhatikan ‘Pencipta
teka-teki’ yang sedang berkarya dalam hidup saya sehari-hari. Sekarang secara cepat
saya akan memperhatikanNya ketika peristiwa-peristiwa ini terjadi. Misalnya, ketika
bertemu seseorang di eskalator, kereta apa, bandar udara, saya segera mengingat
bahwa Allah, Sang Perencana hidup saya, sedang berkarya.
Sekarang saya berada dalam usia pensiun, akan tetapi saya masih dapat
memperhatikan, misalnya, bagaimana kegemaran masa kanak-kanak masih dapat
menjadi sumber pertolongan hingga sekarang ini. Atau saya berjumpa dengan orang
yang pernah saya temui sekian tahun yang lalu, dan kini mereka kembali hadir dalam
hidup saya. Tentu saja, mereka memiliki peran yang berbeda. Bahkan, beberapa orang
pernah bertengkar dengan saya di masa lalu sekarang menjadi sahabat dekat saya.
Pengalaman yang saya alami melalui peristiwa yang menyakitkan hati, masa-
masa kelam dalam hidup, bahkan kekeliruan atau pengalaman yang memalukan, telah
berkembang menjadi sangat berguna bagi saya sendiri dan orang lain. Ketika saya
memperhatikan pengalaman seperti ini, mau tidak mau, saya harus berkata, “Allah,
Engkau menyertaiku waktu itu dan ternyata aku tidak pernah memperhatikan
penyertaanMu itu,” atau “Engkau ternyata mempersiapkan sebaik mungkin uluran
tanganMu padaku sekarang dan di sini.”
Selama lima atau enam menit saya meninjau apa yang terjadi. Berikut ada
pertanyaan yang saya ajukan untuk diri sendiri. Saya tidak pernah menggunakan
pertanyaan-pertanyaan itu sepanjang waktu.
Apa yang saya peroleh dari waktu untukberdoa; apakah saya merasakan ada
perbedaan antara sekarang dengan waktu saya mulai berdoa?
Apakah saya mendapatkan kejutan-kejutan: misalnya, dalam melihat hubungan
yang baru antara manusia dengan peristiwa yang hampir dilupakan atau
apakah ada peristiwa kebetulan yang mengagumkan?
Perasaan apa yang muncul setelah saya mendapatkan kejutan-kejutan itu?
Apakah saya mampu memahami pesan yang disampaikannya?
Apakah saya ingin melakukan latihan doa ini lagi?
Apakah ada sesuatu yang ingin saya tulis dalam buku catatan saya atau mau
saya ceritakan kepada orang lain?
Saran
Terdapat beberapa orang yang berdoa, namun mereka tidak pernah menyadari
bahwa apa yang mereka lakukan sebenarnya adalah berdoa. ‘Doa Alam’ mungkin
menjadi contoh yang baik dari kebiasaan ini. Saya kira cara terbaik untuk menerangkan
doa seperti ini adalah pertama-tama dengan menceritakan sebuah cerita berikut.
Cerita
Beberapa tahun yang lalu ketika saya sedang mengajar seri doa ini, saya
bertanya pada beberapa orang yang hadir untuk membantu saya membahas tentang
alam sebagai alat bantu untuk berdoa kepada Allah. Saya menganggap bahwa mereka
lebih sering berhubungan dengan alam dari pada saya sendiri. Saya meminta mereka
untuk menceritakan relasi mereka sendiri dengan alam, dan tentang bagaimana alam
membantu mereka dalam berdoa atau merasa lebih dekat dengan Allah dan
mengalami perubahan dalam diri mereka. Salah satu ibu adalah seseorang yang sangat
berbakat tetapi pemalu dan sudah pensiun. Berikut adalah apa yang saya ingat tentang
apa yang dikatakannya. Ceritanya sangat mengesan dan membantu saya. Saya
mencoba mengingat-ingat setiap kata yang diucapkan ibu itu sebagai berikut.
Ketika Allah Bapa menggodaku sekali lagi bahwa waktunya telah tiba untuk
berbincang dengan kelompok ini tentang pengalaman saya bergaul dengan alam,
kali ini saya tidak ragu-ragu, bahkan sedetik sekali pun, dalam menjawab ‘Ya’.
Sebelumnya, saya pasti segera menjawab ‘Tidak’. Ketika saya diminta untuk
berbagi pengalaman kali ini, saya merasakan sesuatu di dalam diriku berseru-seru,
‘Waktunya telah tiba!’. Maka saya menerima permintaan Bapa tanpa merasa ragu-
ragu!
Saya percaya bahwa sikap saya terhadap hidup telah berubah secara dramatis
semenjak saya meluangkan waktu untuk memandang keajaiban bunga-bunga liar
yang tumbuh dalam kesunyian di tepi jalan. Bunga itu disebut sebagai ‘bunga topi’.
Saya telah menyaksikan bunga ini tumbuh dalam gerumbulan semak di hutan dan
di tepi-tepi sungai. Namun, saya belum pernah melihatnya tumbuh hanya
sebatang, yang mekar di tepi jalan yang begitu ramai, dan tumbuh di antara jepitan
beton. Saya memandangi bunga ini selama mungkin, seraya mengagumi darimana
bunga kecil mungil dan ringkih memperoleh daya kekuatan yang sangat
menakjubkan untuk tumbuh dan menembus beton yang begitu kokoh.
Mengagumkan! Ia tumbuh dalam kilauan cahaya.
Kemudian, saya menyadari bahwa saya dahulu dan kini serupa dengan bunga
topi yang biasa-biasa saja. Saya tumbuh dan berkembang di tempat yang nyaman
dan aman di tengah-tengah hiruk pikuk kehidupan dan tidak pernah melakukan
sesuatu yang sangat istimewa. Akan tetapi, melalui bunga kecil ini, Allah
menunjukkan kepada saya bahwa Dia telah menyemaikan kekuatan tertentu juga
dalam diri saya semenjak lama dan sekarang waktunya telah genap bagi saya untuk
menunjukkan anugerah yang telah saya terima itu. Saya merasa memiliki kehendak
yang sangat kuat untuk memecah tempurung saya yang sangat keras dan keluar,
untuk mekar dan menunjukkan buah-buah Roh. Dan semenjak waktu itu,
walaupun agak perlahan, saya mengalami perubahan hidup dengan cara yang
sangat tak terduga.
Kita tidak perlu pergi ke Air Terjun Niagara, Gurun Sahara, Grand Canyon atau
Himalaya untuk menyaksikan keagungan alam. Ketika kita berdiri dari puncak bukit dan
memandang serta terpesona pada ombak raksasa Samudera Atlantik Utara, atau secara
meditatif, menikmati keindahan lilitan perbukitan berwarna ungu, kita sedang
mengalami bahwa kita ditarik lebih dalam ke dalam relung batin dan menjadi makin
dekat dengan alam. Sayang, kita segera melupakan pengaruh positif alam ini tatkala
kita kembali sibuk dengan urusan kita yang tak berujung pangkal.
Kita telah lama dijauhkan dari interaksi dengan tanah atau hewan atau
pepohonan atau tetumbuhan yang kita makan. Kita tak pernah mau meluangkan waktu
sedetik pun naik perahu dalam keheningan hanya untuk mendengarkan alam. Pernah
saya mendaki Gunung Fuji, tetapi, sungguh aneh, saya dikelilingi suara bising dari radio
yang dibawa para pendaki lain! Tentu saja kita meninggalkan pekerjaan kantor kita
untuk berlibur dan memandangi bunga chery yang sedang mekar. Tetapi kita tidak
pernah mendengarkan pesan yang hendak disampaikannya! Biasanya saya menyantap
makanan saya dalam ketergesaan, hampir-hampir tidak pernah mencecapi rasanya. Jika
sendirian, saya mereasa harus segera membaca koran. Saya tidak pernah mencoba
membiarkan rasa berbicara pada saya.
Dewasa ini kita hidup dalam sebuah dunia yang dikelilingi oleh begitu banyak
barang yang kita produksi. Inilah dunia beton, baja dan plastik. Kita dikelilingi oleh
suara mesin, pengeras suara dan lalu lintas kendaraan. Kita mencium bau asap dan zat
kimia dan gas buang. Inilah udara yang kita hirup.
Kita dapat melihat mata hari tenggelam atau pelangi yang indah, seekor kucing
yang sedang bermain dengan anak-anaknya, atau mendengar burung berkicau di hutan
dan tersenyum dan bergegas serta segera melupakannya. Kita tidak pernah
menyisihkan waktu agar semua itu menyentuh jiwa kita. Memandang sekilas dan
menundukkan kepala dari Kereta Peluru merupakan metafora yang cocok daru relasi
kita dengan alam dalam era moderen ini.
Namun demikian, di kedalaman lubuk hati kita, kita menyadari bagaimana alam
mempengaruhi hidup kita. Cobalah mengingat dengan cara yang sedikit berlainan ini:
rasakan pengaruh hari-hari ketika hujan deras mendera pada bulan Januari atau langit
biru cerah pada bulan Mei. Setelah seharian menjelajah perbukitan, setelah berjalan-
jalan di ladang atau pematang sawah atau bahkan setelah mencabuti rumput di kebun,
kita berkembang menjadi pribadi yang berbeda. Oleh sebab itu, kesadaran ini
mendorong kita untuk terus membagi waktu agar semakin dekat dengan alam.
Kita dapat menjadi makin dekat dengan alam melalui rekreasi, misalnya,
berjalan-jalan di atas dedaunan yang baru berguguran dari pepohonan, atau di
sepanjang pantai berpasir atau di sepanjang tepi sungai yang teduh. Atau kita bisa
memberi perhatian kepada alam mana kala kita membuka pintu untuk menikmati
keheningan dan kedamaian hati yang dalam. Dengan cara ini, kita ditarik untuk
berkanjang dalam doa.
Berikut adalah apa yang saya sebut sebagai ‘Doa Alam’. Saya meringkas langkah-
langkah berikut dan menjelaskan secara lebih terinci.
1. Ambilah satu benda dari alam sekitar anda untuk anda perhatikan sungguh-
sungguh.
2. Tentukan berapa lama waktu yang anda gunakan untuk melakukan latihan ini,
kemudian tetaplah berdoa sepanjang waktu itu.
3. Pusatkan perhatian anda secara sungguh-sungguh pada benda itu. Anda bisa
memandangi (atau mendengarkan, atau membaui atau merasakan atau
mencecapnya). Bersikaplah pasif. Biarkan benda itu menarik anda agar dekat
dengannya.
4. Perhatikan apa yang setapak demi setapak terjadi dalam diri anda. Perhatikan
bagaimana anda akan menanggapi benda itu.
Waktu doa
Tentu saja, kita memiliki reaksi negatif dari pengalaman kita dengan alam,
misalnya, ketika kita mengalami badai guruh atau petir, gempa bumi, angin tofan,
gunung meletus, banjir, dan sebagainya. Akan tetapi, alur buku ini disusun dari gagasan
kita belajar berdoa alam melalui aspek positif. Kemudian kita belajar menemukan nilai-
nilai yang terkandung dalam aspek negatif.
BAB 6
Saya terkejut ketika mengikuti loka karya tentang doa, kami disarankan untuk
meninjau ulang latihan-latihan doa kami. Akan tetapi, setelah saya mengikuti saran itu
dan mengalami hasil positif, saya selalu meninjau latihan doa yang jarang sayang saya
tinggalkan. Di ruang ini, saya hendak menjelaskan apa maksud peninjauan doa dan
bagaimana saya mendekatinya.
Perlu dipahami bahwa peninjauan atas doa kita berbeda dengan doa itu sendiri.
Dalam doa, khususnya doa pasif, berpikir mungkin menjadi penghambat; dalam
peninjauan, berpikir merupakan keharusan. Berpikir, pada hakekatnya, merupakan
kegiatan berbicara pada diri sendiri; doa merupakan berbicra dengan dan, yang
terpenting, mendengarkan Allah. Kita akan memutuskan perhatian pada:
1. Tinjauan atas latihan doa yang baru selesai
2. Tinjauan atas kebiasaan doa selama kurun waktu tertentu
Saya kira lima menit diperlukan untuk meninjau latihan doa yang berlangsung
selama dua puluh menit.
Anda disarankan melakukan peninjauan ‘segera setelah ‘latihan doa selesai. Jika
peninjauan dilakukam lama berselang, beberapa hal pasti tidak dapat diingat-ingat
dengan jelas. Namun demikian tidaklah salah bila anda sejenak beristirahat pada saat
jeda antara latihan doa dan peninjauan, masa istirahat bisa diisi dengan berpindah
tempat atau melemaskan otot atau, barangkali, menikmati secangkir teh.
Bagi saya ini pertanyaan yang berguna. Kita harus akui bahwa waktu doa yang
berlalu sangat cepat harus sungguh diperhatikan. Saya barangkali harus berjuang
sangat keras. Mungkin saya harus kembali untuk memulai dari awal beberapa kali dan
bertanya pada diri sendiri untuk apa saya berdoa. Barangkali latihan ini menuntut kita
untuk membanting tulang dan menuntut saya bersikap-penuh perhatian dan waspada.
Apakah saya mengakhiri doa dengan perasaan peka untuk menanggapi sesuatu?
Sering kali saya merasakan bahwa saya harus mengulang doa ini – mungkin
selama beberapa kali. Kadang-kadang pengulangan ini karena doa itu merupakan doa
yang mengasyikkan, berguna dan ketika selesai saya merasa diteguhkan, bersyukur,
kuat atau tertantang. Pada kesempatan lain, mungkin saya merasa bahwa muncul hal
yang sangat penting yang harus saya terima dari doa ini, tetapi pada kenyataannya,
saya belum memperolehnya. Maka, saya ingin mengulang doa ini kembali untuk sekali
lagi mendengarkan Allah.
Apakah terdapat kata rangkuman atau simbol atau perasaan khusus yang muncul?
Kadang-kadang, kata atau simbol khusus yang merangkum buah doa secara
mengagumkan muncul. Kemudian saya mengalami, jika selama saya menghayati hidup
saya sehari-hari saya mengingat kata atau simbol itu, kebanyakan perasaan dan buah
doa saya diperbaharui di dalam diri saya.
Apakah ada sesuatu tentang doa ini yang ingin saya bagikan dengan seseorang?
Kesimpulan
Setelah rentang waktu tertentu, saya memandang kembali kebiasaan doa saya.
Misalnya, saya dapat melakukannya pada hari Minggu terakhir tiap bulan selama kira-
kira 20 menit atau lebih. Saya selalu melakukannya selama saya menjalani retret.
Dalam sebuah kelompok doa, waktu khusus untuk meninjau kebiasaan doa dapat
dijadwalkan.
Saya selalu bertanya pada diri sendiri pertanyaan sebagai berikut.
Beberapa orang bisa berdoa dengan baik pada waktu dini hari; beberapa yang
lain berdoa dengan baik pada malam hari. Beberapa lainnya berdoa dengan baik pada
waktu yang tetap setiap hari; lainnya mengubah waktu untuk menyesuaikan dengan
lingkungan agar bisa berdoa dengan baik. Maka, masing-masing harus bertanya pada
diri sendiri, “Jam berapa biasanya saya berdoa dengan baik?” Saran yang saya ajukan
dalam buku ini adalah: buatlah uji coba dan temukan.
Nampaknya ini harus ditentukan melalui uji coba dengan beberapa rentang
waktu yang berbeda-beda.
Apakah saya harus menemukan dan menggunakan tempat khusus untuk berdoa?
Di mana saya berdoa mempengaruhi doa saya. Tempat yang hening selalu
membantu saya dalam berdoa; tempat yang ramai selalu menjadi penghambat atau
gangguan. Lingkungan yang yaman juga sangat penting. Jika saya berdoa di tempat
yang terlalu hangat atau terlalu dingin, atau dalam posisi yang tidak nyaman, saya tidak
dapat berdoa dengan nyaman seperti di tempat yang nyaman. Tentukan situasi yang
nyaman untuk berdoa dengan uji coba. Demikian juga, misalnya, pengalaman ketika
anda mengantuk mengajarkan sangatlah sulit untuk berdoa secara mendalam,
terkonsentrasi dan berbuah sangat sulit dilakukan. Kantuk biasanya terjadi setelah
anda makan dan kenyang, kemudian duduk di tempat yang hangat dan nyaman.
Apakah saya, setelah mengikuti metode doa ini, menemukan sesuatu hal tentang
Allah? Tentang diri saya sendiri? Tentang relasi dengan Allah? Tentang doa?
Apakah saya pernah terkejut karena apa yang saya temukan selama melakukan
latihan atau doa ini?
Apakah saya mengalami pertumbuhan atau hidup doa saya makin mendalam?
Peninjauan merupakan praktik alamiah
Saya telah menyampaikan di awal bab ini bahwa saya sangat terkejut ketika
mendengar adanya hal yang aneh bagai saya, yaitu: meninjau doa-doa pribadi. Akan
tetapi, ternyata praktik ini sangat berharga. Maka, saya sekarang menyadari
bahwaketerkejutan itu tidak masuk akal. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya apabila kita
ingin menemukan sesuatu sehingga dapat berjalan dengan baik dan kita dapat
mengulanginya; atau kita memukan sesuatu yang menghalangi, sehingga hal itu tidak
berjalan dengan semestinya.
Seorang ibu rumah tangga yang begitu gembira dengan roti yang baru saja
dipanggangnya mungkin tidak menyadari bahwa ia telah meninjau pekerjaannya.
Mungkin ia terkagum-kagum, “Apakah ini aroma baru, apakah ini karena temperatur
oven, atau apakah ini karena waktu memanggang yang berbeda sehingga saya
mendapatkan roti yang lebih baik?” Atau setelah setelah mencetak angka dalam satu
partai tunggal bulu tangkis, olah raga kesukaannya, atau lebih, atau setelah pukulannya
tidak menghasilkan angka, seorang pemain mulai berpikir, “mungkin saya harus mulai
latihan memukul …” dan seterusnya. Maka, ketika seseorang ingin maju, menyisihkan
waktu untuk memperhatikan apa yang sudah berlangsung dengan baik, atau apa yang
seharusnya tidak dilakukan, atau apa yang harus ditingkatkan, bukanlah merupakan hal
yang aneh.
3. BANTUAN-BANTUAN LAIN
Ketenangan tubuh
Ketika otak saya sangat sibuk dan ‘lari’ dari satu hal ke hal lain, saya mengalami
bahwa berjalan pelan-pelan mampu menghemat energi yang saya keluarkan secara sia-
sia. Dan ini membantu saya untuk tetap tenang dan selalu menunggu. Akan tetapi saya
memperhatikan bahwa ketika sesuatu menarik perhatian saya secara mendalam, saya
secara spontan berhenti sejenak atau berhenti sama sekali. Ini membuktikan bahwa
tubuh yang tenang secara alami merupakan posisi terbai untuk doa pasis yang
mendalam.
Bernafas
Kesabaran
Teruslah berlatih
“Apakah saya mempraktikkan apa yang telah saya pelajari selama ini?”
merupakan pertanyaan bagi diri sendiri terus menerus, selama anda menggunakan
buku ini. Bab-bab yang disajikan dalam buku ini bukan sekedar untuk mengurui.
Sangatlah sia-sia apabila seseorang membaca dan kemudia berkata, “Nah, saya
sungguh bahagia karena telah memahami seluruh isi buku ini.” Namun, dia tidak
pernah mempraktikkannya sesering mungkin – jika tidak setiap hari. Tergesa
melangkah ke bab selanjutnya, tanpa mencoba melatih bab yang lebih dulu, sungguh
sama sekali tidak akan membantu perkembangan hidup doa anda. Latihan yang
dilaksanakan dengan tekun dan bantuan Allah akan menunjukkan kapan anda harus
menapaki bab selanjutnya.
Inilah peringatan untuk para pemimpin kelompok doa agar diingat dan
dicamkan dalam hati.
BAB TUJUH
Dalam bab ini saya ingin berbagi pengalaman dengan anda tentang penemuan
yang paling penting selama mempraktikkan Doa Kabar Baik. Saya akn menjelaskan
betapa penemuan ini memegang peran penting dalam perkembangan hidup doa saya.
Penemuan saya
Mantra
Tak lama kemudian saya belajar bahwa perulangan secara ritmis yang telah saya
alami ini, ternyata, dipraktikkan oleh banyak orang dalam praktik doa pasif atau
kontemplatif mereka, untuk menghindarkan pikiran melantur ke arah yang berlainan
dan untuk tetap memusatkan perhatian pada apa yang dinanti-nantikan. Kata-kata
yang diulang secara ritmis ini sering disebut sebagai mantra, yang berasal dari bahasa
Sansekerta, berarti alat yang digunakan oleh otak. Mantra sangat lazim digunakan oleh
pemeluk agama Budha, Hindu dan sebagainya. Saya mengalami bahwa mantra ini
datang secara alamiah dalam doa saya dan membantu dalam berkonsentrasi.
Maka apa yang terjadi pada diri saya adalah bahwa saya menemukan mantra
saya sendiri sehingga membantu saya lebih cepat mengalami sapaan Allah pada saya.
Setahap demi setahap, salah satu ungkapan, “Engkau sadang berkarya dalam diriku!’
menjadi mantra saya. Saya mengamati juga, saya akan secara spontan mengatakan
mantra ini dalam pelbagai macam cara yang berbeda; kadang-kadang saya
menekankan kata ‘Engkau’, pada kesempatan lain kata “sedang berkarya’ mendapatkan
penekanan. Tentu saja, terdapat begitu banyak mantra dengan makna yang begitu
kaya, misalnya : ‘Allah besertaku’, ‘Engkau baik padaku’, dan sebagainya.
Mereka yang selalu terdorong untuk berdoa dengan mantra, mungkin akan
mengalami bahwa cara ini akan muncul dengan sendirinya. Pada awalnya, wajar bila
seseorang menemukan lebih dari satu mantra. Akan tetapi, secara perlahan-lahan,
sebuah mantra khusus akan muncul sebagai mantra favorit Nomor 1. Mantra ini harus
diterima, dengan rasa penuh syukur, sebagai mantra yang menjadi milik pribadi. Barang
kali kemudian mantra ini akan mengalami perubahan, karena anda mengalami
pengalaman-pengalaman baru dalam doa atau situa hidup yang baru, atau mantra
yang terdahulu mungkin muncul kembali dengan daya kekuatan yang lebih besar.
Peninjauan atas doa-doa kita sangat membantu dalam menemukan mantra kita
masing-masing.
Allahku sendiri
Ketika saya menyebut ‘Allahku sendiri’, yang saya maksud adalah Allah yang
bukan sekedar Allah yang diceritakan orang lain pada saya. Dia adalah Allah yang telah
saya jumpai dalam pengalaman hidup saya sehari-hari dan Dia adalah Allah yang
menyingkapkan bahwa saya begitu bermakna bagiNya. Dia mereksa saya dan saya
merasakan bahwa Dia menghendaki untuk semakin dekat dengan saya. Inilah yang saya
maksud sebagai ‘Allahku sendiri’.
Tentu saja ‘doa telepon seluler’ ini bukan untuk memanggil Allah. Ini digunakan
untuk memanggil diriku sendiri! Saya memanggil diri sendiri untuk kembali berada di
hadirat Allah yang telah saya jumpai. Saya memanggil diri sendiri untuk keluar dari
segala kungkungan dan hambatan yang melingkupi saya, dan tetap menjaga saya
bertemu Allah yang sedang berkarya. Budi saya selalu mengatakan bahwa Allah selalu
hadir di sini menanti-nantikan saya; sayalah yang telah pergi jauh dari rengkuhan
tanganNya. Allah tidak pernah mematikan teleponNya. Dia senantiasa mencoba
menyapa saya dengan bisikanNya yang lembut. Sayalah yang sering mematikan telepon
saya. Maka, mantra saya seperti nomor telepon seluler yang diberikan Allah untuk
menghubungiNya dengan cepat. Bayangkanlah Allah, dalam doa, yang menunjukkan
pada saya nomor telepon seluler pribadiNya agar saya bisa menghubunginya secara
pribadi dan lebih baik.
Saya membuktikan bahwa mantra merupakan cara yang tepat untuk memulai
doa,khususnya pada saat saya lelah, jengkel, bingung, marah dan sebagainya. Mantra
menjernihkan pikiran yang kalut, menenteramkan gelegak perasaan dan menciptakan
suasana yang nyaman bagi saya untuk berpaling kepada wajah Allah. Mantra seperti
seseorang yang membantu saya membersihan dan merapikan kamar tamu agar siap
menyambut seorang tamu terhormat.
Demikian juga,ketika pikiran saya kabur dan tidak mampu mengenali dengan
siapa saya bercakap selama waktu doa, mantra membantu saya memusatkan perhatian
dan mengarahkan saya untuk menjalin kembali relasi dengan Allah.
Selama waktu berdoa, jika saya mengalami bahwa saya telah pergi menjauh
dari relasi dengan Allah, dan budi tersesat atau saya merasa ditinggalkan, mantra dapat
memulihkan kembali relasi saya dengan Allah. Saya ‘menelpon’ lagi; artinya, dengan
suka rela, saya mulai mengulangi lagi mantra saya.
Saya menggunakan latihan doa ini sebulum berdoa dengan semua jenis doa lainnya
Nah, saya biasanya menggunakan latihan ini untuk memulai semua jenis doa,
misalnya, persiapan Misa atau Sakramen Pengakuan Dosa. Pasti para pembaca dapat
memahami dengan mudah bagaimana latihan ini membantu sebelum doa syukur atau
doa pujian. Terlebih, mereka mungkin akan heran ketika mendengar bahwa mantra
sangatlah penting sebelum kita memanjatkan doa permohonan.
Keheranan pembaca bertambah bilamana mengetahui bahwa mantra saya
gunakan untuk mengawali doa yang penuh amarah dan keluh kesah. Saya akan
membicarakan jenis doa ini pada bagian belakang.
Hal yang paling saya tekankan di sini adalah bahwa sebelum memohon sesuatu
pada Allah, atau sebelum kita menyampaikan pada Allah tentang perasaan kita, atau
sebelum kita dapat mendengarkanNya, kita harus memiliki kontak atau relasi
denganNya. Kira, pertama-tama, harus hadir di hadirat Allah kita sendiri. Telepon
seluler doa ini, yang terus dinyalakan, merupakan jalan untuk menghubungiNya.
Hingga saat ini saya membicarakan secara panjang lebar latihan doa dan waktu
doa terjadwal. Nah, saya juga mengalami bahwa kebiasaan ini menyebabkan mantra
selalu muncul secara spontan dalam segala aktivitas dan peristiwa hidup saya sehari-
hari, yang begitu beraneka ragam. Jika sesuatu yang menggembirakan atau tak
diharapkan terjadi, saya mengalami Dia sedang mekar. Saya sering mengulang-ulang
mantra dalam keheningan dan tanpa saya sadari, “Engkau sedang berkarya.” Di saat
lain, pada waktu suasana batin saya sedang gembira atau reflektif, saya memperhatikan
dari balik akal budi saya, mantra itu seperti musik latar.
Lalu, pada saat lain, ketika saya bingung, marah, atau pusing, tanpa sada saya
menghidupkan mantra dan mantra itu menjadi saluran kesabaran, harapan dan
keheningan.
Catatan
Dalam tinjauan atas doa saya, saya sampai pada kesadaran bahwa saya lebih
banyak memanggil Allah dengan sebutan, ‘Engkau’, dalam setiap doa saya. Saya
mengatakan, “Engkau berkarya di sana!”, “Engkau hadir dalam setiap anugerah yang
saya terima!”, “Engkau memperlihatkan diriMu padaku!”, dan seterusnya. Saya
bercakap-cakap dengan Allah seperti yang hendak saya lakukan pada mereka yang akan
menjumpai saya. Doa ini bukanlah mengirim doa ke angkasa luar, dengan perasaan
takut kalau-kalau doa kita akan hilang lenyap ditelan kegelapan, seperti yang pernah
saya lakukan sebelumnya. Atau doa itu sekedar buah pikiran tentang apa yang mungkin
akan dilakukan Allah, dan setetusnya. Seperti telah saya kemukakan sebelumnya,
‘memikirkan tentang sesuatu’ bukanlah merupakan doa, walaupun ini dapat juga
menjadi persiapan untuk doa kita. Nah, sekarang saya menyadari bahwa saya secara
spontan telah berpaling pada Allah, saya sedang memanggil Allah ‘Engkau’ dan kini
saya sedang mulai berdoa sungguh-sungguh, yaitu, bercakap-cakap dengan Allah dari
hati ke hati.
Saya ingin membahas tentang doa permohonan dan merenungkan betapa pentingnya
bentuk doa ini, karena melalui doa ini kita bisa menjalin relasi yang lebih dekat dengan Allah
dan sesama.
Dalam setiap doa permohonan kita hadir di hadiratNya dengan membawa seluruh
kebutuhan kita, seluruh hasrat kita, dan kita paham dari pengalaman betapa ‘kebutuhan’
memiliki daya dorong yang besar untuk memanjatkan doa permohonan kepada Allah.
Kebutuhan selalu menyediakan energi agar kita berusaha. Apa yang saya inginkan,m apa yang
sungguh menjadi hasrat hati saya dapat memacu kita dengan kesiap sediaan dan energi luar
biasa. Ini berbeda dengan apa yang harus saya lakukan, karena memang diwajibkan. Ketika
ditanya mengapakita melakukan sesuatu, pada umumnya jawab kita hanya berkisar pada
alasan : “Ini dilakukan karena saya ingin … .”
Dari pihak kita, efektivitas doa permohonan kita terletak pada kesadaran bahwa : 1)
kita menghadap Allah kita sendiri; dan 2) kesadaran yang terus berkembang atas apa yang
betul-betul kita inginkan.
Apa yang telah kita lakukan hingga saat ini seharusnya membantu kita mencapai
kesadaran ini. Kita telah mengetahui nilai yang terkandung dalam mantra. Maka, langkah
pertama yang saya ambil dalam doa permohonan adalah menggunakan mantra saya untuk
menghantar agara saya sampai di hadirat ‘Allahku’ – Allah yang mendatangi saya untuk saya
alami.
Saya mulai menggunakan mantra saya hingga saya merasa bahwa saya telah pulih dan
ingat akan kebaikan Allah pada diri saya. Kemudian saya mengubah untuk mengulangi mantra
saya dan menambah dengan permohonan kepada Allah yang telah saya kenal dan percayai.
Lalu saya menunggu.
Ketika kita ‘hanyut’ pada keinginan kita, waktu terbanyak yang kita miliki terbuang
hingga hingga kita merasa kembali hadir di hadiratNya. Tentu, janganlah terkejut bila, pada
waktu anda mengalami gelegak perasaan yang kuat seperti terluka atau takut atau marah, anda
memutuhkan lebih banyak waktu untuk kembali bertemu dengan Allah. Mungkin anda harus
menggunakan seluruh waktu doa. Penantian mungkin harus terus dilakukan hingga saat
berikutnya, ketika anda melaksanakan latihan doa. Dengan mengabaikan berapa lama waktu
anda melakukan latihan doa, kita harus menanti, agar kita menyadari kehadiran Allah kita
sendiri.
2. KESADARAN YANG TERUS BERKEMBANG TENTANG APA YANG SUNGGUH KITA INGINKAN
Tahap kedua adalah menyampaikan apa yang kita inginkan pada Allah. Semakin
konkrit, jujur dan tepat kita mengungkapkan permohonan kita, doa kita menjadi makin baik.
‘Berdandan’
Pada saat kita merasa bahwa kita harus hadir di hadirat Allah, kita biasanya merasa
harus hadir sepantasnya atau begamana mestinya. Misalnya, kita memiliki kecenderungan
untuk malu menampakkan kemarahan kita pada Allah – khususnya jika kemarahan itu itu
tertuju kepada Allah. Kita menyadari bahwa kita akan menghina Allah karena kita menunjukkan
padaNya sisi buruk hidup kita. Maka kita selalu merasa perlu untuk ‘berdandan’ dahulu
sebelum berdoa. Akan tetapi apa yang kita buat ini ternyata tidak menunjukkan kejujuran kita.
Kita hadir di hadapan Allah tidak seperti ‘apa adanya’. ‘Dandanan’ kita tetap merupakan
penghalang yang selalu menjauhkan jarak antara ktia dengan Allah.
Kecenderungan ini juga merupakan kekeliruan yang lain. Kita merasa adanya dorongan
untuk berusaha keras mengubah diri sendiri sebelum kita hadir di hadirat Allah. Jelaslah bahwa
ini berlawanan dengan apa yang akan kita temukan. Kita tidak memiliki daya kekuatan apa pun
untuk mengubah diri sendiri. Hanya Allah yang mengubah diri kita. Tentu saja, hanyalah melalui
keenganan dan ketidak berdayaan kita, yang kita tunjukkan pada Allah, kita dapat mengalami
bahwa Allah berkenan datang dan mengubah hidup kita. Usaha yang harus kita lakukan adalah
kita hadir dengan segenap kejujuram, keterbukaan hati dan kepercayaan pada daya kekuatan
Allah yang mengubah hidup kita. Kita hadir di hadiratNya seperti ‘apa adanya’, seperti yang kita
lakukan pada tukang cukur, dokter gigi atau dokter bedah, dan menanti serta membiarkan diri
untuk diubah.
Kita dapat saya berkata, ‘Allah telah mengetahui apa yang aku inignkan maka aku tidak
harus menyampaikan padaNya’. Jawaban saya adalah ‘Benar, Allah mengetahui. Tetapi
masalahnya adalah kita barang kali tidak mengetahui sama sekali.’ Dan sikap ini menghambat
pembicaraan kita dengan Allah tentang apa yang sungguh kita inginkan.
Mengenali apa yang sungguh kita inginkan menuntut pengenalan diri yang semakin
dalam. Kita semua memiliki kecenderungan sikap buruk, yaitu: tidak mengenal diri sendiri
secara mendalam. Maka mengenali diri sendiri yang semakin dalam merupakan bagian dari
peziarahan kita menuju pada kesekatan dengan Allah dan sesama. Hal ini akan dibahas lebih
mendalam pada bagian lain.
Seperti pada latihan-latihan doa, dua kesadaran tentang Allahku sendiri dan tentang
keinginan-keinginanku sendiri diperlukan dalam permohonan sederhana bagi diri kita sendiri
dan sesama yang kita mohonkan kepada Allah secara spontan sepanjang hari. Latihan doa juga
mengajarkan pada kita untuk melakukan doa-doa spontan ini.
MEMPERHATIKAN BAGAIMANA ALLAH MENJAWAB PERMOHONAN KITA
Alasan yang paling dapat kita terima untuk percaya bahwa Allah telah mendengarkan
dan menjawab doa permohonan kita adalah ketika kita menerima apa yang kita mohon,
misalnya, penyakit yang kita derita sirna, kecemasan yang melanda kita lenyap, dan
kesempatan untuk memulai sesuatu hal baru.
Pada saat ketika kita tidak menerima apa yang sungguh-sungguh kita mohon, keita
segera menyadari bahwa kita menerima sesuatu yang berkaitan dengan apa yang kita mohon,
tetapi lebih baik. Akian tetapi, kesadaran ini biasanya muncul kelak di kemudian hari.
Kita mungkin dapat memohon apa yang kita kehendaki dan tidak menerimanya.
Namun demikian, kita tiba-tiba menyadari bahwa ketika kita memanjatkan doa permohonan
kita, kita menjadi makin dekat dengan Allah. Anugerah kedekatan dengan Allah ini merupakan
jawaban atas permohonan kita. Kita mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
menyadari Allah yang mendekati kita.
Perubahan di dalam diri kita dapat menjadi suatu temuan yang mengejutkan, tetapi ini
pasti memerlukan waktu. Kita mungkin terus memohon sesuatu dan tidak pernah
dianugerahiNya. Akan tetapi, kita memperhatikan bahwa kita berkembang menjadi semakin
bersyukur, atau sabar, atau murah hati dalam kehidupan kita sehari-hari. Kemudian, kita mulai
mengenali bahwa kita telah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Inilah cara Allah
mengabulkan doa kita. Misalnya, bertahun-tahun lalu, saya biasanya berdoa untuk memohon
kepercayaan, dan, ternyata, Allah tidak mengabulkan seperti yang saya harapkan. Saya
menyadari bahwa saya mengalami perubahan menjadi lebih percaya hanya setelah saya
mempraktikkan Doa Kabar Baik selama bertahun-tahun. Tiba-tiba saya sadar bahwa inilah cara
Allah mengabulkan permohonan saya.
Sampai sejauh ini kita memusatkan perhatian kita pada kabar baik yang
membawa kita semakin dekat pada Allah. Nah, kini kita akan menilik bagaimana
melalui pengalaman yang sangat menyakitkan kalbu kita dapat makin dekat dengan
Allah. Siapa yang tidak pernah mengalami pengalaman yang menyakitkan – fisik,
mental atau emosional dan mengalaminya dalam tingkat intensitas yang beragam? Apa
yang selama ini kita pelajari dengan berdoa melalui kabar baik seharusnya membantu
kita melalui pengalaman yang menyakitkan untuk menerima kedekatan baru dengan
Allah yang kita temukan melalui pengalam menyakitkan kalbu. Lazimnya, kita
menerima kedekatan baru ini melaui proses perjuangan yang melelahkan dan waktu
yang panjang. Akan tetapi, bagi saya pribadi, kesadaran baru ini merupakan
pengalaman pergulatan yang semakin memperkaya dan mempengaruhi hidup saya.
Reaksi yang lazim kita terhadap malam-malam yang menyakitkan dan membuat
kita tak bisa tidur atau hari-hari kita yang tanpa harapan secara spontan memunculkan
seruan kepada Allah untuk meminta kelegaan dan pembebasan. Dalam pengalaman
pahit, misalnya, luka karena tragedi keluarga, kegagalan dalam menangani program,
relasi yang retak, perlakuan tidak adil atau sejenisnya, kita didorong untuk berseru-seru
meminta uluran tangan. Bahkan kita sendiri sering berseru, ‘Mengapa aku?’ atau
‘Mengapa Engkau membiarkan ini terjadi padaku?’
Saya mengalami bahwa, di samping seruan-seruan sponta itu, melakukan
latihan doa tentang kepahitan hidup kita sangat membantu untuk mengalami Allah dan
semakin dekat denganNya. Ini berarti kita harus menentukan rentang waktu khusus
untuk bercakap-cakap dengan Allah tentang kepahitan hidup kita itu. Saya meyakin
bahwa cara kita melakukan latihan doa mengkondisikan saya untuk mampu
mendengarkan suara Allah secara lebih baik. Saya akan menyajikan satu contoh ketika
saya mengawali latihan doa ini dan membuktikan bahwa latihan ini sangat berguna.
Kisah
Suatu kali saya merasa terluka dan marah. Sudah berkali-kali dan pada
kesempatan yang berbeda-beda, seseorang yang saya perjuangkan dengan segenap
daya upaya memperlakukan saya secara tidak adil. Saya berdoa tentang hal ini. Tetapi
saya tidak mampu mengusir atau mengesampaingkan rasa pedih ini dari hati saya.
Suatu kali orang ini melakukan sesuatu yang membuat saya tidak nyaman dan
saya merasa tertohok. Maka untuk meredakan gelegak perasaan, saya memutuskan
untuk menyingkir dan berdoa kira-kira satu jam. Saya pergi ke kapel. Di kapel kadang
saya duduk dan mondar-mandir ketika berdoa. Sementara mondar-mandir, saya terus
mengucapkan mantra saya, ‘Tuhan, saya mengampuninya’. Saya mengulang-ulang
mantra itu karena percaya bahwa saya adalah merasa sebagai seorang Katolik yang baik
dan, sebagai pastor atau imam, saya seharusnya melakukannya. Tetapi, seluruh apa
yang telah saya perbuat baginya tiba-tiba mulai bergolak dalam doa, seperti gelembung
air yang hampir mencapai titik didih. Pengalaman ini berlawanan dengan perasaan
ketika saya diabaikan. Saya terus mencoba menekan perasaan ini, dan selalu kembali ke
mantra saya ‘Tuhan, saya mengampuninya’. Pada saat ini saya merasa dorongan
keinginan akan ketenteraman batin. Maka, saya terus mengulang-ulang ‘Tuhan, saya
mengampuninya’. Saya melakukan doa ini selama kira-kira setengah jam. Saya dapat
mengingat bahwa, walaupun saya berusaha sekeras mungkin, doa ini terasa sebagai
doa yang sangat berat dan sia-sia.
Perubahan
Tiba-tiba sesuatu terjadi dalam diri saya. Saya seolah-olah disadarkan dari
sesuatu. Saya merasakan munculnya energi hidup baru. Saya berhenti di depan altar.
Saya menyadari bahwa amarah sungguh melanda saya. Saya begitu ingin
menghukumnya. Saya menggeleng-gelengkan kepala dan dengan keras berteriak,
‘Tidak, saya tak akan pernah memaafkannya. Setelah doa ini saya akan memanggilnya
dan menghajarnya. Saya sangat marah padanya dan saya marah padaMu, Tuhan,
karena tidak pernah menghentikannya melakukan hal ini padaku.’
Saya terus mondar-mandir di kapel, bahkan dengan energi yang meluap-luap,
untuk mengungkap amarah yang memenuhi dada. Ketika waktu doa terus merangkak
saya mendapati momen-momen tertentu yang membuat hati sedikit lebih damai,
tetapi ketika ingatan akan hati yang pedih mulai muncul dan pergi, saya mulai lagi
bercerita pada Allah, secara lebih terinci, betapa apa yang saya rasakan sekarang ini
begitu menyesakkan jiwa.
Nampaknya Allah mendengarkan dan memahami. Tentu Dia terus mengundang
saya untuk bercerita terus dan terus. Saya merasa bahwa Allah hadir di sana, berjalan
mondar-mandir dengan saya. Dia tidak merasa terganggu atau marah, tetapi, terlebih,
Dia memahami. Tetapi kemudian, nampaknya tak terasa doa saya berubah. Dengan
lembut Allah membangkitkan saya untuk melihat segala sesuatu dari cakrawala yang
lebih luas. Pada saat yang sama saya merasa bahwa Dia menguatkan saya. Perlahan-
lahan saya mulai merasa gelisah.perasaat tidak nyaman bahwa saya harus
mempertimbangkan sesuatu dengan cara yang tidak saya sukai mulai berkecamuk
dalam benak saya.
Pertanyaan-pertanyaan kecil mulai bermunculan. Apakah saya tidak
membangun harapan yang tidak nyata? Apakah saya ingin mengulurkan tangan lebih
banyak dari yang diharapkan orang ini? Mengapa? Apakah bantuan yang saya berikan
itu disebabkan saya ingin dianggap baik? Atau apakah saya selalu mengelola segalanya
seperti yang saya angankan? Apakah bantuan dan ‘perbuatan baik’ saya tidak dipicu
oleh keinginan atau dorongan bawah sadar yang berkecamuk dalam diri saya? Apakah
perlakuan ini adil bagi orang itu? Dengan penuh keterkejutan saya menyadari bahwa
saya tidak pernah menyadari akan motivasi yang bergejolak di dalam diri saya sendiri.
Saya tersentak dengan kesadaran baru ini; sayalah yang membutuhkan pengampunan
darinya. Saya keluar kapel sebagai manusia yang penuh penyesalan dan makin rendah
hati.
Refleksi
Jeda
Sebelum membaca lebih lanjut, pastikan bahwa anda membuat jeda sementar
untuk bertanya pada diri sendiri tentang pelajaran apa yang dapat anda petik dari kisah
ini.
Jeda
Dalam refleksi yang anda lakukan setelah berdoa tentang pengalam anda
sendiri yang paling pahit, apakah anda mengalami pengalaman semakin dekat dengan
Allah?
Saya keluar dari kapel dengan perasaan terpukul, rendah hati, kagum dan
bersyukur. Saya tidak merasa diremukkan karena apa yang telah diperlihatkan Allah
pada saya. Saya merasa sangat tenteram. Saya telah belajar tentang ‘kebenaran sejati’
tentang diri sendiri. Saya sangat menyadari bahwa Allah telah berkarya jauh lebih
banyak dari pada yang saya kira dan saya harus bekrja sama denganNya untuk
menyelesaikan karyaNya dengan cara yang lebih baik lagi. Tentu saja saya harus
menempuh perziarahan yang lebih panjang di masa depan, akan tetapi pada saat yang
sama, saya merasa lebih dekat dengan Allah dan merasa bahwa iman kepercayaan saya
makin kokoh.
Allah telah memperlihatkan pada saya amarah yang membara di dalam hati.
Pada saat ini, saya mengira diri saya adalah seorang pribadi yang ‘lembut’. Menemukan
adanya gelegak amarah dan dendam di dalam diri saya menjadi pengalaman yang
sangat menyentak. Menemukan bahwa saya telah berlaku bodoh pada diri sendiri juga
merupakan sentakan yang lain. Saya selalu menyombongkan diri bahwa saya adalah
pribadi yang jujur, tetapi sekarang, di sini saya menemukan tanda-tanda bahwa saya
yang sejati tidaklah sejujur seperti yang saya bayangkan. Saya tidak pernah menyadari
akan beberapa kebutuhan bawah sadar yang begitu mempengaruhi hidup saya.
Saya sekarang menyadari bahwa saya mampu menerima penyingkapan yang
menenteramkan hati tentang diri saya, karena perasaan bahwa Allah berjalan bersama
diri saya yang sejati dan berkenan menerima saya seperti apa adanya. Penerimaan atas
penyingkapan ini menumbuh kembangkan rasa syukur dan kepercayaan yang
mendorong saya untuk makin dekat dengan Allah. Perasaan ini membuat saya semakin
mau memahami dan berbelarasa pada sesama.
Jeda
Apakah anda memikirkan apa yang anda pelajari tentang diri anda sendiri dari
doa akan pengalaman yang menyakitkan hati? Bagaimana anda menggambarkan
perasaan anda tentang pengalam itu?
Dari pengalaman tentang doa saya dapat memetik pelajaran untuk tidak
‘berdandan’ di hadirat Allah. Seperti talah saya sampaikan sebelumnya, tidak
‘berdandan’ di hadirat Allah tidak berarti berdoa dari ‘saya’ yang seharus, tetapi dari
‘saya’ apa adanya. Doa ini juga menunjukkan perasaan bahwa saya dekat dengan inti
jati diri saya sendiri. Di bagian awal, saya mengalami bahwa, dalam doa, perasaan-
perasaan tidak memainkan peran apa pun. Pengalaman doa dalam kepahitan hidup
memberi pelajaran yang sama sekali bertolak belakang. Maka, beberapa saat
kemudian, ketika saya menghadiri loka karya tentang doa, dan ketika pembimbing
terus menekankan, ‘Anda harus terus menerus mengolah perasaan anda’, saya
memahami dengan mudah apa maksudnya. Saya menyadari bahwa saya seharus telah
memulai doa dengan kata-kata, ‘Saya tidak mampu mengampuni’ atau ‘Saya tidak akan
mengampuni’ dan saya bergantung pada Allah untuk melakukan sesuatu tentang saya
dan, seperti apa yang saya alami, mengubah diri saya menjadi apa adanya di
hadiratNya. Diri saya bukan lagi sebuah khayalan yang tidak pernah ada.
Tentu saja, saya mengerti bahwa Allah mengulurkan tanganNya tepat pada
waktunya dan dengan caraNya sendiri serta tidak bisa kita rancang sebelumnya.
Pengalaman saya akan amarah yang bekecamuk dalam doa merupakan bukti yang
mendukung makna latihan doa yang saya mulai pelajari saat ini. Seperti anda ketahui,
ketika mengalami pengalaman pahit, saya memutuskan untuk berdoa selama satu jam
dan tetap bertahan dalam doa yang seolah-olah sia-sia dan membosankan. Setelah
saya meledakkan amarah, saya terus bertahan. Maka, peristiwa itu merupakan
pengingat akan saat ketika Allah mampu mengatasi pemberontakan saya.
Pengalaman saya juga mengajarkan bahwa kita membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk menyadari bahwa Allah mengubah perasaan kita menjadi perasaan
positif padaNya, setelah kita menumpahkan segala perasaan negatif padaNya.
Perubahan perasaan ini menjadikan saya berharga di hadapanNya. Maka kita harus
ingat untuk selalu menanti, menanti dan menanti.
Pengalaman saya merupakan contoh uang konkrit dan bagus. Melalui
pengalaman ini saya diyakinkan bahwa saya berjumpa dengan Allah. Saya dapat
memanfaatkan keyakinan ini sebelum berdoa pada waktu lain. Sebelum berdoa saya
harus kembali kepada keyakinan bahwa Dia selalu hadir.
Pasti, pengalam doa ini sama sekali tidak memecahkan seluruh masalah
emosional yang saya hadapi. Saya merasa bahwa saya harus lebih banyak lagi kembali
berpaling pada Allah untuk membicarakan perasaan ini. Dan sekarang, saya mampu
melakukannya dengan cara yang lebih baik.
Saya mulai menyadari bahwa doa dalam situasi batin yang pedih karena
kebilangan, ketakutan, kerinduan yang meluap-luap, amarah atau kecamasan
merupakan saat yang istimewa untuk bertemu Allah dan membaharui relasi kita
denganNya.
Dan seperti biasanya, pengalaman dari latihan doa ini sangat mempengaruhi
doa spontan yang saya panjatkan pada Allah
Peristiwa doa ini mengajarkan untuk tidak mengandalkan daya kekuatan diri
sendiri untuk mengampuni. Tetapi, saya harus menyadari keterbatasan saya dan mulai
berdoa dari keterbatasan ini. Peristiwa ini juga mengarahkan saya pada pemahaman
yang lebih mendalam tentang hubungan antara menerima pengampunan dan memberi
pengampunan secara cuma-cuma dan mensyukuri ‘Allah Sang Pengampun’. Saya akan
membahas ini lebih lanjut dalam Bab 12.
Saya menyampaikan sebuah contoh yang berasal dari luapan luka emosional,
amarah yang meluap-luap. Akan tetapi, latihan doa seperti ini juga dapat dimanfaatkan
pada luka batin lainnya, seperti: ketakutan, kecemasan, duka cita atau sakit, dan
sebagainya.
Pertanyaan
Apakah anda memperhatikan perbahan yang anda alami dalam doa anda?
Apakah anda memperhatikan perubahan yang terjadi di dalam diri anda karena
waktu yang anda sisihkan dalam doa?
Apakah anda menemukan hal-hal lainnya?
BAB SEPULUH
Ringkasan
Dalam buku ini saya menunda pembahasan tentang doa permohonan hingga
saat kita mampu membangun pondasi yang kokoh untuk itu. Saya menunjukkan betapa
mudahnya kita melakukan kesalahan, karena kita lebih memperhatikan pada
permohonan kita dari pada Dia yang harus kita mohon untuk mengabulkan doa
permohonan kita. Latihan-latihan doa yang kita laksanakan sebelum Bab 8 seharusnya
membantu kita dalam mengembangkan kebiasan pertama dan utama, yakni: berpaling
kepada Allah secara sadar.
Juga dipaparkan perbedaan antara permohonan yang berasal ‘dari luar dirinya’
dan permohonan yang berasal dari lubuk kedalaman hatinya sendiri. Saya sering
menunjukkan bagaimana kesadaran akan perasaan diri sendiri dapat mengantar kita ke
dalam relung batin kita sendiri. Memperhatikan perasaan kita sangat membantu untuk
mengenali bagian-bagian diri kita yang, sebelumnya, tidak pernah kita perhatikan atau
tidak pernah kita sadari. Pada gilirannya, pengenalan diri yang makin dalam ini akan
mengarahkan kita pada kedekatan yang lebih mendalam dengan Allah. Kedekaan
dengan Allah ini selalu terbuka, artinya, kedekatan ini dapat berkembang makin lama
makin mendalam.
Dalam hal pengenalan diri yang semakin mendalam untuk mengenali diri yang
sejati, kita harus memperhatikan betapa latihan doa sangat mendukung upaya ini.
Latihan-latihan doa memberikan pada kita ruang, waktu, perhatian dan kesediaan
untuk menerima penyingkapan tentang diri sendiri.
Dalam bab ini, saya hendak membahas semakin dalam tentang pengenalan diri
dengan memanfaatkan latihan doa permohonan. Saya memulai dengan mengajukan
sebuah contoh konkrit. Seperti biasanya, saya mengandalkan pengulangan kata untuk
membatu saya tetap memusatkan perhatian, menanti-nantikan dan berbagi
pengalaman dengan Allah.
Maka, misalnya, saya ingin berpaling pada Allah dan memohon pertolongan.
Sementara saya mengulang-ulang mantra dan permohonan saya, setahap demi
setahap saya menyadari bahwa saya memanjatkan doa yang mengungkapkan perasaan
frustrasi. Dengan memperlihatkan perasaan ini pada Allah, saya mulai merasa tidak
enak, sehingga muncul perasaan bahwa Allah tidak menghendaki saya menyelesaikan
cerita tentang perasaan saya. Saya merasakan adanya perlawanan dalam menerima
kemungkinan ini. Saya telah memperhatikan hal ini terlalu banyak. Beberapa orang
mengatakan bahwa hal ini mungkin menjadi suatu cerita yang berguna. Saya tidak
dapat ‘membiarkannya hilang’ dengan sengaja. Saya tetap menunjukkan perasaan saya
pada Allah sejujurnya. Dalam kepala bergema suara, ‘Jika Allah menghendaki cerita
seperti ini, Dia dapat mendapatkannya tanpa saya. Teruskan saja percaya.’ Dalam hati
saya tidak memiliki kehendak yang kuat untuk menerima kebenaran gema suara itu.
Adanya pelawanan seperti ini pada Allah menyebabkan saya semakin menyadari bahwa
saya tidak cukup percaya padaNya. Maka, kemudian, saya mulai menyampaikan
permohonan baru, ‘Tuhan, tambahkanlah imanku padaMu’.
Atau gagasan bahwa mungkin Allah hanya ingin menunda dan lebih banyak
berkarya untuk itu, muncul dengan sendirinya. Saya tetap mengalami perlawanan
untukmenerima gagasan ini. Menceritakan semua yang saya rasakan ini pada Allah
menjadikan saya mulai menyadari bahwa saya mengharapkan kepuasan akan
pemenuhan dan pemerimaan sesuatu dariNya. Hal ini mengarahkan lebih jauh agar
saya memperhatikan bahwa saya mengharapkan untuk dapat menyenangkan hati,
dihargai dan dipandang penting. Saya menunjukkan semua ini pada Allah dan menanti.
Atau perlawanan dengan mengesampaingkan cerita mengarahkan saya pada
penyadaran bahwa saya ingin semua ini selesai sekarang dan melanjutkan permohonan
berikut. Perlahan-lahan saya menyadari diri betapa saya tidak berdaya. Terus menerus
saya diseret oleh arus pemikiran ‘apa lagi yang berikut?’. Semua ini mengarahkan saya
untuk berhenti memohon kesabaran.
Untuk menyebutkan contoh, sangatlah masuk akal bila kita diingatkan akan
gelegak perasaan, misalnya: kecemasan, merasa tak aman, kesepian, ketakutan,
kebencian, cemburu, dan jemu. Gelegak perasaan ini mampu mengarahkan kita pada
kesadaran akan keinginan untuk mengendalikan segala hal, merasa hebat,
mengarapkan rangsangan, selalu merasa di atas kritik, terlalu hati-hati untuk
menerapkan buah pikiran dalam tindakan, dan seterusnya. Kesadaran ini harus mampu
mengarahkan kita pada kebutuhan baru dan mendalam, yaitu: lebih dekat dengan
Allah.
Peninjauan
Dimerdekakan
Ketika anda berdoa dan merasa dipenuhi rasa syukur, tetaplah berkanjang
dengan perasaan itu. Karena ketika ada tetap hadir di hadirat Allah dengan penuh rasa
syukur, anda menyadari akan adanya undangan baru dari Allah. Undangan ini
menunjukkan pada kita akan adanya permohonan yang lebih mendalam di dalam hati
kita. Maka, tunggulah sampai Allah menunjukkan keinginan itu kepada kita. Rasa
terima kasih akan memperkokoh anda untuk menerima apa yang ditunjukkanNya.
Maka hendaklah anda menghargai rasa syukur ini selama dan sepenuh anda mampu.
Pengalaman saya membuktikan bahwa Allah membatu kita untuk memahami
diri kita sendiri yang sejati hanya ketika kita merasa cukup kuat untuk menerima apa
yang Dia tunjukkan pada kita. Allah senantia menanti hingga kita siap.
Salah satu hadil bab ini adalah sebuah tantangan untuk diri sendiri tentang
seberapa lama waktu untuk melakukan latihan doa. Apakah saya menyediakan waktu
yang cukup panjang?
BAB SEBELAS
Saya mengalami situasi ketika saya bekerja, tinggal atau bergaul dengan orang
lain yang membuat saya mengharapkan Allah menjauhkan saya dari orang itu atau
mengubahnya. Saya berdoa dengan sungguh-sungguh untuk permohonan ini. Akan
tetapi, biasanya, doa saya kemudian berubah menjadi usaha mengingat-ingat
kesalahan orang lain dan mengusir perasaan negatif dari hati saya. Saya biasanya
mengakhir doa dengan perasaan tidak enak, tidak lebih baik dari pada ketika saya
memulainya. Temuan yang hendak saya bicarakan telah membantu saya dalam
mengendalikan energi dari perasaan yang menekan dan mengubahnya menjadi
perasaan yang lebih bermanfaat. Dengan cara ini, saya mengalami perubahan
mendalam dalam diri saya. Saya menjadi semakin dekat dengan Allah dan sesama.
Saya membuat latihan bagi diri sendiri yang saya sebut sebagai ‘segitiga’.
Seperti latihan-latihan doa lainnya, kita memulai dengan menentukan berapa lama kita
berdoa, kita berpaling kepada Allah kita sendiri dan memohon padaNya untuk
mengubah orang lain atau situasi, tetapi dengan memulai perubahan dari diri sendiri.
Sudut pertama segitiga adalah membawa diri kita hadir di hadirat Allah kita
sendiri. Kebenaran bahwa Allah menghendaki dan sedang berkarya untuk
menyelamatkan semua manusia mungkin sangat melekat pada ingatan kita. Kita
mungkin mendapati diri sendiri sedang mengulang ‘Engkau sedang berkarya untuk
menyelamatkan manusia.’ Ketika kita melanjutkan mantra itu, cakrawala pandang akan
segala hal mulai terbuka. Kita menjadi semakin sadar bahwa Allah memperhatikan
seluruh situasi, termasuk orang atau situasi itu. Tetapi alasan mengapa kita
menginginkan orang itu diubah dapat merecoki dan mengalihkan perhatian dan energi
kita. Maka, sekarang kita harus beralih ke sudut segitiga ke dua.
Sudut kedua: Relasi Allah dengan orang yang ingin kita ubah
Setiap latihan doa berkembang dengan cara yang berlainan. Misalnya, sudut
ketiga barangkali hanya menjadi ungkapan doa, ‘Tuhan, buatlah aku menjadi lebih … .’
Atau ‘Ubahlah … .’ barangkali mendorong kita untuk mengkontemplasikan Allah yang
menghendaki keselamatan setiap orang dan kemudian, barangkali, menyadarkan kita
sendiri akan kebutuhan untuk mengubah diri sendiri; karena kita tidak pernah
menyadari kebutuhan akan perubahan pribadi itu. Dan dengan demikian perubahan
pribadi itu terus berlangsung.
Nampaknya semakin kuat dorongan emosinal saya untuk perubahan orang lain,
semakin sering saya harus melakukan doa ini. Akan tetapi saya juga menemukan bahwa
dorongan emosional yang sama ini menambah konsentrasi dan stamina saya. Saya
hanya harus mengubah dorongan untuk mengubah orang lain ke arah pemusatan
perhatian kembali kepada diri sendiri dan merasakan gelombang energi baru.
Refleksi
Karena latihan doa ini membantu untuk mengenal diri secara lebih mendalam,
membantu untuk mengubah diri sendiri, mengembangkan kedekatan dengan Allah
dan secara bertahap mengubah sikap saya pada orang lain, saya merasa bahwa Allah
menggunakan pergulatan hidup kita sehari-hari untuk mengubah diri kita, sehingga kita
semakin lama semakin menyerupai DiriNya.
Saya sekarang menjadi semakin sadar bahwa setiap orang harus terus menerus
mengubah diri sendiri hingga akhir hayat. Allah terus-menerus memanggil dan
membantu kita masing-masing untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih ‘istimewa’.
Pertumbuhan pribadi ini sangat mempengaruhi relasi kita dengan sesama – baik relasi
dengan orang yang dekat dengan kita maupun dengan orang yang sulit. Kita selalu
belajar bahwa kita hanya dapat mengubah diri kita sendiri. Akan tetapi ketika kita
berubah, kita mempermudah terjadinya proses perubahan dalam diri sesama kita.
Maka, saya membuktikan bahwa latihan doa ini merupakan latihan doa yang sangat
bernilai tinggi. Inilah salah satu aspek terpenting dari perjumpaan kita dengan Allah
ketika kita menjalin relasi dengan sesama.
BAB DUA BELAS
Dalam setiap buku tentang doa, kita tidak dapat menghindari pertanyaan
tentang pengampunan. Ketika kita melakukan perziarahan yang makin dalam ke dalam
doa dan kedekatan dengan Allah, Dia terus membimbing kita dalam situasi yang selalu
menantang : pengampunan. Situasi inilah yang selalu ingin kita hindari.
Pasti, kita semua mengalami, dengan satu dan lain cara, disakiti hati,
diperlakuan tak adil, diabaikan, dikhianati atau perlakuan lain yang sejenis. Kita merasa
sangat marah, sedih atau takut kalau-kalau pengalaman ini akan terjadi lagi. Kita
bereaksi dengan sangat keras dengan cara menyampaikan keluhan, menghendaki
pelaku dihukum, ditindas, atau paling tidak si pelaku mengubah perilaku buruknya.
Ketika anda membaca ini, barangkali anda sedang mengalami sesuatu yang serupa saat
ini juga. Namun, paling tidak, kita pernah mengalami peristiwa semacam ini di masa
lalu. Bahkan, jika kita merasa bahwa kita telah lupa akan pengalaman pahit itu,
pengalaman itu akan muncul kembali; jika kita memberi kesempatan pada pengalaman
itu untuk muncul kembali dalam memori kita, itu akan muncul segera. Dan sangatlah
mengejutkan bahwa kemunculannya membawa perasaan terluka yang amat pedih dan
reaksi yang sangat keras seperti dulu ketika kita mengalaminya.
Kita menyadari bahwa sebagai manusia kita memiliki naluri untuk melindungi
diri sendiri dari luka batin dan cedera. Pemahaman tentang pengampunan nampaknya
berlawanan dengan naluri kita untuk melindungi diri sendiri. Mengampuni nampaknya
berarti bahwa kita membiarkan sesuatu yang sangat penting hilang dari diri kita sendiri.
Oleh sebab itu, sebaliknya, ‘tidak mengampuni’ nampaknya merupakan hal yang harus
dilakukan. Dan jika hal ini penting, kesediaan untuk tidak mengampuni pasti berasal
dari Allah. Maka, ketika kita tidak mengampuni seharusnya rasa syukur dan damai akan
tumbuh dan berkembang di dalam hari kita. Akan tetapi, apakah pengalaman hidup
kita membuktikan hal ini? Tidak! Pengalaman hidup kita membuktikan bahwa kondisi
ketika kita tidak mengampuni selalu menyebabkan perasaan tertekan, ketidak puasan,
kepahitan dan hati kita makin dingin. Dengan demikian, ketika kita tidak mengampuni,
niat ini pasti bukan berasal dari Allah.
Sebagai pengikut Yesus Kristus, tentu saja, kita tahu bahwa pengampunan
merupakan pusat pengajaran Kristus, dan pusat seluruh karya yang
dipersembahkanNya bagi orang lain. Pengampunan terkait erat dengan
kebangkitanNya, dan, oleh sebab itu, menjadi hidup baru dalam diri kita.
Dalam buku ini saya hanya ingin membicarakan tentang pengalaman saya
pribadi sebagai ‘manusia yang berdoa’. Maka, saya harus menjawab pertanyaan saya
sendiri dengan menggunakan analogi sebagai berikut. Dulu saya biasanya
membayangkan pangampunan itu seperti menutup lobang di dinding dengan kertas.
Setelah ditutup, tak seorang pun dapat melihat melalui lubang itu. Bekas lubang masih
tetap di tempat semula. Pengampunan yang saya bayangkan, ya, seperti ini. Sekarang
saya membadingkan pengampunan dengan membangun kembali seluruh tembok yang
rusak, dan terus membangun kembali setiap kali tembok runtuh.
Dulu, saya kira pengampunan itu berarti saya berusaha keras untuk kembali ke
relasi yang pernah dijalin sebelum saya terluka; dan saya selau memaksa diri sendiri
untuk membayangkan bahwa kerusakan relasi itu tidak pernah terjadi. Sekarang saya
memahami bahwa rusaknya relasi itu, sepenuhnya, terjadi. Dengan tetap mengakui
bahwa saya sakit hati, seakrang sayang menghendaki untuk membangun relasi baru
dengan orang yang telah melukai hati saya. Inilah sebuah sikap, energi atau hidup baru
yang mulai tumbuh dalam diri saya. Pengampunan sejati akan mencakup kehendak
bahwa sesama juga diberkati Tuhan dan ingin bahagia, bahkan jika harapan itu tidak
memberi manfaat secuil pun untuk saya. Maka, pengampunan seperti ini selalu bebas
dari pamrih pribadi, tetapi berpusat pada kebaikan bagi sesama. Mengampuni selalu
sama dengan melahirkan; mengampuni selalu menawarkan hidup baru pada
seseorang. Pengampunan yang sejati selalu merupakan pemberian yang berasal
kemurahan hati. Saya mengharapkan diri saya menjadi sarana untuk menyalurkan
kebaikan pada sesama. Pengampunan ini pasti menghasilkan relasi yang lebih
mendalam dibandingkan dengan relasi yang terjalin sebelum luka batin terjadi. Inilah
inti pengampunan.
Tentu saja, seperti yang akan kita pahami bersama, sebelum kita mampu
mengampuni, kita perlu mengalami anugerah, yaitu: kita diampuni! Maka, ketika kita
mengampuni, kita sekaligus menerima dua anugerah istimewa: diampuni dan
dimampukan untuk mengampuni. Melalui kedua macam pengalaman ini, kita
memperdalam relasi kita dengan Allah dan sesama. Pada saat yang bersamaa, kita
harus mengakui bahwa sangatlah sukar untuk menerima kedua anugerah ini.
Kadang-kadang saya mengami munculnya perasaan seperti ini, ‘Jika saya tidak
mampu mengampuni, saya tak akan pernah melakukannya.’ Rasanya, saya harus
bergulat dengan perasaan yang membandel seperti ini di hadapan Allah dan menunggu
gerak batin tertentu dari dalam diri saya.
Perubahan pertama yang biasa saya alami adakah suatu peristiwa seperti
berikut. Dalam benak perlahan-lahan timbul kenangan akan masa ketika saya merasa
diri bodoh, egoistik, cuek atau suka melukai hati orang lain. Pada kesempatan itulah
saya membutuhkan pengampunan.
Menyadari Allah yang mengampuni saya
Kemudian saya mulai menyadari bahwa saya tidak dihukum atau dipermalukan
karena perasaan-perasaan negatif itu. Tentu saja, pada saat-saat memulai penyadaran
ini, Allah rupanya memberikan anugerah istimewa pada saya, yang pasati sangat
berguna bagi saya dan sesama. Saya mendapatkan anugerah itu bukan karena jasa
saya. Allah menganugerahkannya secara cuma-cuma. Saya mulai menyadari bahwa
Allah sedang menyingkapkan saat ketika Dia mengampuni saya.
Sangatlah sulit untuk percaya ketika saya diyakinkan bahwa Allah telah
mengampuni semenjak saat ketika pertama kali saya melakukan kesalahan. Kesukaran
untuk percaya ini memunculkan pertanyaan dalam hati, ‘lalu, mengapa saya harus
memohon pengampunan?’ Pertanyaan ini saya jawab sendiri dengan mengungkapkan,
‘Ini merupakan bagian dari kesadaran saya mabhwa saya sungguh membutuhkan
pengampunan itu, dan juga penyadaran diri akan kebaikan hati Allah yang melimpah.’
Menyisihkan waktu untuk penyadaran akan kebutuhan ini membuka hati untuk
menerima pengampunan itu dengan rasa syukur dan iman kepercayaan. Keterbukaan
hati ini mengingatkan saya pada mata hari yang bersinar dari balik jendela kamar saya.
Saya baru bisa menikmati curahan sinar hangatnya semenjak saat saya membuka tirai.
Dengan cara yang sama, saya harus membuka hati yang penuh rasa sesal tobat untuk
menerima pengampunan yang telah Allah siapkan untuk dianugerahkan bagi saya.
Dibimbing untuk mengampuni sesama
Seringkali, perubahan yang hidup yang saya temukan dalam doa adalah
munculnya kemungkinan alasan mengapa sesama telah berkembang sedemikian rupa
hingga melakukan perbuatan yang demikian menyakiti hati. Saya tidak akan
melanjutkan mencari jawabab, tetapi saya mengamati pertanyaan-pertanyaan yang
mulai muncul. Pengamatan ini memyebabkan berkurangnya sikap memusuhi dalam
hati saya pada sesama menjadi semakin berkurang. Saya telah mengalami bahwa tiba-
tiba saya diberi kesempatan untuk melakukan sebuah perbuatan baik pada orang yang
melukai hati saya itu dan ternyata saya dapat melakukannya dengan mudah dan tanpa
pikir panjang. Ini sungguh mengejutkan bagi saya sendiri.
Bahkan ketika saya belum bisa mengampuni, saya mengalami bahwa saya
ternyata mampu mendoakan agar orang itu diberkati Allah. Sikap seperti
mengantarkan saya pada doa ‘mulailah dari diri saya sendiri’ yang dijelaskan dalam Bab
11.
Semua yang saya alami di atas menupakan tanda bahwa saya sedang tumbuh
dalam kemampuan baik untuk menerima dan memberi pengampunan. Sebenarnya,
menerima dan memberi pengampunan merupakan proses yang saling terkait erat.
Pertumbuhan pada yang satu akan berpengaruh pada yang lain.
3. PENEMUAN
Saya harus bertekun menempuh proses sekali lagi - dan lagi - dan lagi
Saya mengalami pengalaman berdoa untuk diri sendiri agar dianugerai damai
dan pengampunan. Saya merasa bahwa saya berubah menjadi pribadi yang sama sekali
berbeda. Kemudian saya mengalami bahwa saya telah kehilangan seluruh sikap baik
dalam hidup sehari-hari. Untuk membaharui diri, saya hurus mendaki tangga mulai dari
anak tangga terbawah. Sering saya harus bertekun menempuh proses sekali lagi dan
lagi. Tiap kali memulai proses ini, kita akan memperoleh kekuatan batin baru.
Kita akan selalu menemukan datangnya orang-orang baru yang harus diampuni
dalam seluruh kesadaran hidup kita. Allah menghendaki kita untuk mengalami
cintaNya yang mengampuni dan hidup baru yang yang mengalir dariNya untuk kita dan
dan melalui kita untuk sesama. Saya juga percaya bahwa masing-masing pribadi
memiliki daya kekuatan khusus untuk membantu orang yang sangat melukai hatinya.
Semakin dalam ia menggores hati hingga luka menganga, semakin besar daya kekuatan
harus dikerahkan untuk membantunya. Kita akan mengalami juga bahwa kita dibimbing
untuk menghadapi relasi kira yang sangat lama langsung dan berakar kuat. Relasi ini
menuntut kita untuk memiliki kehendak mengampuni. Misalnya, konflik di antara
anggota keluarga, dan perselisihan dengan sahabat lama. Inilah rupanya yang paling
sukar kita lakukan dan paling berat untuk dihadapi. Walaupun kita ingin menghindari,
kita selalu akan dikembalikan pada situasi ini untuk diatasi. Allah rupanya menghendaki
kita untuk sungguh belajar dalam mengampuni. Dia nampaknya memimbing kita untuk
memiliki kemampuan khusus dalam sikap pengampunan. Kemampuan khusus yang kita
kembangkan ini rupanya sesuai dengan pengalaman kita yang mengalami bahwa
melalui jalan pengampunan Allah membawa kita semakin dekat denganNya dan selalu
mencipta kita agar serupa denganNya, yaitu: Allah yang pengampun.
BAB TIGA BELAS
Pengalaman pribadi dan pengalaman banyak orang yang ambil bagian dalam
latihan doa ini membuktikan bahwa sharing dengan sesama tentang apa pengalaman
mereka dalam doa telah meningkatkan dampak positif dari doa yang mereka
praktikkan. Dalam bab ini, saya hendak membahas tentang sharing, berbagi rasa. Yang
ada dalam gagasan saya adalah dua orang sahabat yang saling berbagi rasa atau satu
kelompok kecil yang sedang melakukan hal yang sama. Sebuah kelompok yang lebih
besar dapat dipecah menjadi pelbagai macam kelompok yang lebih kecil.
Sharing sangatlah berguna. Tentu saja semua yang saya tulis dalam buku ini
berasal dari kumpulan catatan tentang refleksi pribadi setelah berdoa dan hasil sharing
saya dengan beberapa sahabat. Akan tetapi, pertama-tama, saya hendak menjelaskan
apa yang saya maksud dengan kata sharing dalam buku ini.
Kata sharing dapat digunakan untuk pelbagai macam hal yang bebeda, pada
saat yang berbeda-beda, dan pada orang yang berbeda-beda pula. Misalnya, kata ini
dapat berarti berbagi rasa tentang kesulitan seseroang pada seorang sahabat, sehingga
ia mendapatkan simpati atau dukungan atau saran. Apa yang dilakukan orang ini dapat
berguna bagi hidupnya setelah melakukan salah satu jenis sharing. Akan tetapi, bukan
makna ini yang hendak saya bahas dalam buku ini. Inilah yang saya maksud :
Ketika saya menggunakan istilah sharing dalam uku ini, saya ingin menekankan
dua aspek mendasar sebagai berikut: memperhatikan karya Allah, dan refleksi kita
sendiri tentang karya Allah itu. Sharing yang hendak kita lakukan adalah tentang
bagaimana kita masing-masing menemukan Allah, karya apa yang sedang Dia lakukan
dalam hidup kita sehari-hari, dan dalam setiap waktu doa kita masing-masing. Sharing
yang kita lakukan ini juga tentang tanggapan yang kita lakukan terhadap pengalaman
ini dan tentang dampak atau perubahan yang berasal dari penemuan kita akan Allah.
Maka, jelas, kita harus mempersiapkan sharing jenis ini dengan baik melalui refleksi.
Kita harus selalu mencamkan bahwa sharing harus dilakukan secara bebas. Kita
tidak boleh menciptakan situasi di mana seseorang merasa ‘harus berbagi rasa’.
Sharing ini berarti bahwa kita harus menanti munculnya dorongan hati untuk berbagi
rasa. Dengan demikian kita harus rela untuk berusaha keras agar dapat berbagi rasa
pada sesama.
Kita harus menentukan seberapa banyak yang hendak kita bagi-rasakan pada
kesempatan itu. Kita harus selalu menghormati privasi diri kita sendiri juga. Sehatusnya
kita merasa bebas untuk memilih bagian mana dari pengalaman batin kita yang hendak
kita bagikan. Dengan siapa kita berjumpa, sujasana batin saat ini dan sebgainya akan
menentukan keputusan kita.
Kita akan berbagi rasa di sini dan kita, haya bila kita merasa yakin dengan apa
yang hendak kita bagikan. Jika kita belum mampu mengatur gagasan kita tentang apa
yang kita alami atau bagaimana kita akan membagikannya, kita tidak siap berbagi rasa.
Maka, kita harus menanti.
Konfidensialitas/kerahasiaan
Kita harus menghormati privasi orang lain juga, dan sangat berhati-hati dalam
menjaga apa yang di-sharing-kan dalam kelompok.
Ketika saya berbagi rasa tentang perjuangan atau kegagalan atau keputus asaan
dan pengalaman ini saya bagikan pada orang lain, pengalaman pahit ini tidak
menyebabkan krisis hidup atau keterpurukan. Saya sungguh dihibur dan terdukung.
Jika seseorang berbagi rasa tentang kegagalan dalam menanggapi anugerah atau
undangan Allah, pengalaman ini menjadi penghiburan batin saya. Saya merasa lega,
karena mengetahui bahwa saya bukanlah satu-satunya orang yang gagal atau memiliki
kelemahan yang memalukan ini di dalam batin.
Maka dari itu, jenis sharing ini membuat relasi kita lebih intim. Kita menyadari
bahwa kita lemah, dan sedang berjuang, serta menempuh peziarahan bersama.
Namun, kini, kita sedang berusaha melakukan yang terbaik. Sharing ini membantu kita
untuk saling menerima diri kita masing-masing dengan penuh pengertian dan bela
rasa.
Pada mulanya, ketika kita memulai belajar latihan berbagi rasa tentang
pengalaman doa, lebih baik kita mencari dan berbagi tentang hal-hal baik saja, yang
berasal dari dalam hati kita. Walaupun, jika kebaikan itu tampaknya hanya kebaikan
kecil saja, mulailah berbagi tentang hal itu. Seiring dengan pengalaman doa kita,
kebingungan, perjuangan, atau kehampaan pasti datang. Kita akan sangat terbantu
apabila saling berbagi rasa tentang pengalaman ini. Namun, saya tidak menyarankan
anda untuk berbagi rasa hingga seseorang mengalami bahwa berbagi rasa itu tentang
pengalaman baik itu sangat bermanfaat bagi dirinya.
Kita akan memperhatikan bahwa secara bertahap kita mulai berbagi rasa
tentang bagaimana perasaan yang tumbuh berkembang di dalam diri kita, karena telah
menemukan Allah yang berkarya dalam hidup kita, misalnya: suka cita, kejutan atau
rasa syukur. Kita juga akan dimampukan untuk menanggapi perasaan-perasaan itu
dengan kepercayaan, kemurahan hati, keberanian atau harapan. Kemudian, pada
gilirannya, kita akan berbagi rasa tentang perasaan negatif.
Perlu diingat: kita tidak berbagi rasa tentang kesulitan-kesulitan kita. Tetapi, kita
berbagi rasa tentang bagaimana kita berwawan rasa dengan Allah tentang kesulitan
kita.
Pertumbuhan dalam berbagi rasa merupakan bagian peziarahan kita dalam
menjalin intimitas dengan Allah, diri sendiri dan sesama. Sangatlah keliru bila dalam
berbagi rasa kita saling membandingkan diri. Tahap perkembangan seseorang selalu
merupakan proses perkembangan yang unik; tak dapat disamakan dengan orang lain.
Maka, perlu diingat bahwa masing-masing harus berkembang seturut tahapannya
masing-masing. Bahkan, ketika kita mengalami kemajuan, kemajuan itu tidak pernah
melaju pada kecepatan yang tetap. Saya rasa gerak maju kita dapat diumpamakan
dengan seekor katak. Ia mekakukan serangkaian gerak diam, menetap di satu tempat,
kemudian melakukan lompatan maju, jauh ke depan!
Sebelum kita berbagi rasa, kita yang akan berbagi rasa dianjurkan untuk
bersikap hening bersama-sama. Keheningan ini merupakan penyadaran akan kehadiran
masing-masing pribadi anggota kelompok sharing.
Kita juga dapat memetik buah yang manfaat dari sharing kita setelah kita
berbagi rasa. Manfaat itu bisa dipetik ketika kita menutup sharing dengan meninjau
kegiatan ini selama beberapa menit. Masing-masing bertanya pada diri sendiri,
misalnya, ‘Apa yang dapat saya petik dari sharing ini?’, ‘Apakah saya mendengarkan
dengan baik?’, ‘Apakah setiap anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
berbagi rasa?’
Saya selalu mendorong para sahabat saya ‘berkencan’ untuk berbagi rasa.
Bahkan, ketika satu kelompok menggunakan buku ini sebagai penuntun doa bersama
dan berbagi rasa ketika bereka berkumpul, saya masih mendorong masing-masing
anggota untuk berbagi rasa dalam waktu dan cara yang bervariasi. Jika kelompok
mengadakan pertemuan sekali sebulan, waktu tambahan untuk sharing akan sangat
berharga. Cara kita berbagi rasa pun bervariasi. Kita dapat berbagi rasa dengan
bertemu muka di pelbagai macam tempat, misalnya, kafe; atau kita pergi berjalan-jalan
bersama; kita juga bisa saling menilpun; dan sebagainya. Praktik ini bisa berlangsung
lancar apabila ada kesepakatan tentang waktu dan lamanya pertemuan. Kita juga bisa
berbagi rasa melalu e-mail, surat, rekaman di kaset, dan lain-lain.
Doa keluarga
Jenis sharing ini juga menumbuh kembangkan komunitas spiritual yang selalu
berdoa bersama-sama. Komunitas memusatkan perhatian utama pada Allah yang
sedang berkarya bagi, dalam dan melalui masing-masing anggota komunitas. Perhatian
ini mengarahkan masing-masing anggota untuk memandang karya Allah bagi, dalam
dan melalui kelompok.
Sharing ini mengembangkan rasa saling menghormati dan semangat bersama
untuk bersyukur. Kita menyadari bahwa sharing selalu menyatukan – bahkan ketika
dalam komunitas terdapat senjang antar generasi, sosial, kultural dan sebagainya.
Sharing, seperti yang kita sadari, selalu bertolak belakang dengan diskusi, karena
diskusi dapat memicu perselisihan dan pemisahan.
Salah satu hal terpenting yang saya pelajari dan alami dalam menghayati hidup
dan karya sebagai imam adalah bahwa kebiasaan untuk mendengarkan dan berbagi
rasa telah menumbuh kembangkan hidup rohani. Di samping itu, kebiasaan ini telah
menyatukan dan mamampukan saya untuk saling mendukung dalam komunitas.
Perlulah kita menyadari kebutuhan akan pembimbing atau sahabat rohani yang
bersedia mengulurkan tangan untuk membantu perkembangan rohani kita. Dalam
sejarah dan tradisi gereja, para pembimbing rohani selalu dapat kita jumpai. Pada
kurun waktu tertentu jumlah pembimbing rohani lebih banyak dari pada jaman lain.
Cara-cara mereka membantu menumbuh kembangkan hidup rohani pun selalu
berubah dari jaman ke jaman. Dewasa ini kehadiran pembimbing rohani dalam jumlah
banyak sangat dituntut. Syukurlah, jumlah mereka, khususnya, di kalangan kaum
awam, makin melimpah. Demikian juga, cara-cara dalam bimbingan rohani telah
berkembang demikian rupa, sehingga berkembang menjadi seperti cara-cara yang
dilakukan dalam Gereja Perdana waktu itu.
Dewasa ini, layanan gerejawi ditekankan pada upaya membantu menumbuh
kembangkan hidup rohani. Bahkan ketika jaman berkembang sedemikian moderen dan
canggih, orang-orang yang mencari Allah atau ‘peziarah’ selalu mencari tidak bantuan
untuk menemukan ke mana arah dan tujuan panggilan hidup yang selalu memanggil;
tetapi juga dukungan untuk bergerak maju ke arah tujuan panggilan hidup mereka.
Maka, para peziarah ini selalu mengunjungi para pembimbing rohani yang membantu
mereka secara berkala dan teratur. Mereka pertama-tama berbagi rasa tentang kabar
baik yang dialami, sebelum menegaskan bersama-sama apa panggilan baru yang
mengundang untuk tumbuh berkembang dalam hidup sehari-hari dan hidup doa
harian. Para pembimbing rohani ini, yang berperan sebagai pendengar dan cermin,
membantu para peziarah untuk mengenali undangan Allah ini secara lebih jelas, dan
membantu dalam mengambil keputusan. Tanggung jawab untuk memutuskan tetap
ada di tangan para peziarah itu.
Pada awalnya, nampaknya hampir tidak mungkin kita menemukan orang-orang
yang berziarah mencari Allah, khususnya di kalangan para awam. Ketika saya muda,
para pembimbing rohani umumnya berasal para imam. Dewasa ini banyak sekali suster
dari pelbagai macam tarekat dan awam telah mengembangkan diri untuk menjadi
pembimbing rohani yang berkompetensi sangat baik. Dan jumlah mereka semakin
lama semakin banyak. Tentu saja, kebutuhan akan kehadiran para pembimbing rohani
makin besar juga, karena, semakin lama semakin banyak orang menyadari akan arti
penting bantuan mereka dalam pertumbuhan hidup rohani mereka. Saya telah
menikmati indahnya bantuan yang disediakan para pembimbing rohani saya.
Untuk menjadi pembimbing rohani yang baik, syarat-syarat berikut ini harus
dipenuhi:
Memiliki hidup doa yang selalu dikembangkan dengan baik setiap hari.
Memiliki pengalaman yang memadai untuk memacu perkembangan hidup
rohani pribadi di tengah-tengah pergulatan hidup, dalam situasi yang
menguntungkan atau malang.
Memeiliki pengalaman dibimbing dalam hidup rohani secara memadai.
Memiliki kemampuan untuk mendengarkan dengan baik, membuat orang
lain merasa nyaman tinggal di dekatnya, membantu mereka dalam
membicarakan hidup batin mereka, dan membantu dalam menentukan
pilihan-pilihan yang harus diambil.
Memiliki pertimbangan akal sehat yang baik dan seimbang dalam menilai
sesuatu.
Memiliki kemampuan untuk menyadarkan dan memberi saran ketika
seseorang yang lebih berpengalam sangat diperlukan oleh pribadi yang
dibimbingnya.
Memiliki sikap siap sedia untuk pemeriksaan atas pelayanan yang
diberikan.
Memiliki kehendak kuat untuk belajar lebih keras tentang hidup rohani
melalui studi, menghadiri kursus bimbingan rohani, membaca,
mendengarkan ceramah, dan sebagainya.
Saya bermimpi bahwa suatu hari para pembimbing rohani seperti ini selalu
tersedia dan diakui kehadirannya dalam setiap komunitas.
Di bawah tersedia salah satu contoh konkri metode sharing yang telah
dikembangkan dan teruji. Saya sendiri telah menggunakan metode ini selama tiga
tahun bersama tiga orang rekan kerja – seorang suster dan dua orang awam
perempuan. Sebagai kelompok kami memutuskan untuk melakukan sharing dengan
cara ini. Orang lain dapat juga tidak menghendaki cara ini, atau tidak mampu
melakukan dengan cara yang sama. Akan tetapi, perlu diperhatikan rambu-rambu yang
tersaju berikut ini. Cara yang kami kembangkan adalah bentuk ‘pendampingan
kelompok spiritual’.
Tempat pertemuan : Kami berkumpul sebulan sekali, selama dua jam, di tempat
dan jam yang disepakati bersama. Satu dari keempat anggota menjadi pengendali
waktu.
Memulai : Kami memulai pertemuan dengan doa hening selama 5 menit untuk
memohon bimbingan Allah selama berbagi rasa.
Anggota pertama berbagi rasa : Selama kira-kira 7-8 menit, salah satu dari
empat anggota berbagi rasa tentang pengalaman doa selama sebulan yang baru lalu –
kabar baik, perjuangan, keinginan, harapan, dan sebagainya.
Kemudian disediakan waktu 3 menit untuk merenungkan sharing itu. Lalu, tiap
pendengar mengendapkan dan mengamati dampak yang dirasakan padanya.
Setelah itu, dua atau tiga anggota, selama tidak lebih dari 2 menit untuk
masing-masing, dapat berbagi rasa tentang pengaruh sharing itu pada mereka. Bagian
ini bukan merupakan diskusi atau ungkapan saran. Tetapi merupakan sebentuk umpan
balik dan dapat membantu anggota yang berbagi rasa itu untuk merenungkan hal-hal
baru dalam pengalamannya.
Kemudian dilanjutkan dengan hening selama 3 menit, khususnya untuk
mendoakan anggota yang baru saja berbagi rasa.
Anggota kedua berbagi rasa : Anggota lain berbagi rasa selama 7-8 menit dan
mengikuti prosedur hening dan umpan balik yang sama.
Anggota ketiga dan keempat melakukan hal yang sama.
Penutup. Kami biasanya menutup dengan hening selama 4 menit untuk
melakukan refleksi atas buah apa yang dapat dipetik oleh masing-masing anggota
selama pertemuan tada berlangsung.
Pertemuan berikut. Akhirnya, kami harus menyepakati tempat, waktu dan
sebagainya untuk pertemuanberikut.
Seandainya saya tidak dapat hadir. Setiap anggota yang tidak dapat hadir dapat
menyampaikan apa yang hendak dibagikan kepada seluruh anggota melalui surat,
telepon atau memberikan penjelasan singkat kepada anggota yang akan
menghadirinya. Setelah laporan ini disampaikan, kelompok berdoa bagi anggota yang
tidak hadir ini selama 3 menit, tetapi tidak ada sharing tentang dampak yang dirasakan
oleh anggota lainnya.
Pengendali waktu. Kami biasanya saling bergiliran dalam mengendalikan waktu
dan memimpin pertemuan.
Saran. Seperti telah saya sampaikan di atas, barang kali tidak banyak ingin
melakukan pertemuan seperti ini pada tahap awal dari upaya untuk menemukan
hidup doa yang lebih mendalam. Akan tetapi, langkah yang telah dirumus kan di atas
mungkin menjadi saran yang bermanfaat di masa depan. Demikian juga mereka
mungkin dapat menimba kiat atau saran dari langkah di atas untuk meningkatkan
kualitas cara mereka berbagi rasa sekarang ini, misalnya, memperbanya jeda untuk
menikmati keheningan.
Dalam gereja masa depan. Saya berharap bahwa gereja di masa depan waktu
untuk berbagi rasa seperti ini dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas. Dewasa
ini, saya memperhatikan bahwa kelompok untuk berbagi rasa tumbuh subur di
pelbagai macam komunitas.
BAB EMPAT BELAS
UNTUK KELOMPOK
Seperti telah saya sampaikan di muka, pada awalnya isi buki ini merupakan
tulisan yang saya siapkan untuk kelompok dan dipengaruhi oleh hasil sharing pelbagai
macam kelompok. Tujuan pertama buku ini adalah untuk membantu para pemimpin
kelompok. Tujuan kedua adalah untuk menyediakan bantuan yang diperlukan bagi
masing-masing orang yang memiliki kelompok latihan doa ini. Pengalaman
membuktikan bahwa mereka yang mengikuti latihan doa dalam kelompok memetik
manfaat yang lebih besar. Maka dari awal, saya selalu mengingat kelompok semacam
ini.
Akan tetapi, dalam menerbitkan buku ini, saya harus mempertimbangkan hal
berikut. Nampaknya terdapat lebih banyak orang yang membeli buku ini di toko buku
dan mencoba melakukan latihan doa sendirian, menglami latihan doa, dan
merefleksikan latihan-latihan yang telah dijalani. Maka buku ini akan menjadi buku
petunjuk yang dapat dilakukan sendiri dalam jangka panjang.
Maka saya memilih memusatkan perhatian pada pribadi-pribadi seperti saya
sebutkan di atas. Akan tetapi, dengan menambahkan dua bab terakhir tentang sharing
dan kelompok, saya berharap bahwa masing-masing pribadi itu akan memikirkan
tentang keikut sertaan tertentu dalam kelompok. Ketika saya menyebutkan kata
‘kelompok’ yang saya maksudkan adalah sejumlah orang yang yang secara teratur
bertemu bersama untuk berdoa dalam keheningan selama beberapa saat tertentu dan
kemudian meninjau pengalaman, kemudian berbagi rasa tentang pengalaman itu. Saya
menimbang-nimbang tentang terbentuknya kelompok mulai dari dua orang. Maka,
saya berharap bahwa manfaat yang dapat dipetik dari kelompok dapat menjadi makin
nyata.
Kelompok baru
Karena saya percara beberapa anggota kelompok akan merasa terlibat dalam
bekerja sama untuk memulai atau memimpin kelompok-kelompok baru. Maka, di akhir
bab ini, saya ingin mengungkapkan dukungan dan beberapa petunjuk praktis yang,
berdasarkan pengalaman yang telah mengajari saya, mungkin akan berguna. Saya
mengalami bahwa kehadiran tiga atau empat orang anggota dalam kelompok sangatlah
bernilai tinggi. Tim ini berusaha keras untuk mempersiapkan, dan melaksanakan
pertemuan-pertemuan doa. Kerja sama dalam kelompok ini mengurangi beban ketua
kelompok yang bekerja secara suka rela, khususnya ketika harus menghadapi peritiwa
atau tugas kewajiban yang tak diharapkan.
Unsur-unsur pertemuan
Bagi saya, unsur penting dalam pertemuan kelompok meliputi hal berikut ini:
tinjauan pribadi tentang apa yang dialami sejak pertemuan terakhir dan dibuat singkat
dan terbimbing; penjelasan beberapa aspek tentang doa; waktu untuk hening
bersama; tinjauan dan berbagi rasa tentang pengalaman hening ini; saran yang
disampaikan untuk pertemuan berikut.
Frekuensi pertemuan
Kehadiran
Buku ini, lebih dari sekedar menjelaskan tentang doa, bertujuan untuk memicu
praktik doa. Seluruh pembahasan dalam buku ini dapat diumpamakan seperti anak-
anak tangga. Anak tangga di atas ditopang oleh anak tangga di bawahnya. Maka, dalam
setiap kelompok, kehadiran sejak awal pembentukan merupakan tuntutan mutlak.
Demikian juga, kehadiran yang teratur berperan sangat penting. Satu pertemuan yang
terlewatkan harus diganti sebelum pertemuan berikut dilakukan. Penggantian bisa
dilakukan dengan rekaman tape, materi yang dicetak atau bimbingan oleh anggota lain.
Pertemuan yang terlewatkan dan tidak diganti merupakan kerugian tidak hanya bagi
anggota yang tidak hadir, tetapi juga bagi seluruh anggota kelompok. Karena ketidak
hadiran menghambat proses perkembangan yang sedang berlangsung. Maka,
komitmen untuk terus hadir secara teratur menjadi tuntutan mutlak.
Sebelum memulai saya pasti menyampaikan kapan latihan doa akan selesai,
dan libur-libur khusus ditetapkan. Program ini membantu anggota kelompok untuk
mengatur jadwal dan menjamin komitmen untuk hadir dalam pertemuan atau latihan
doa bersama. Setelah latihan doa ini selesai, peserta yang ingin meneruskan latihan
doa ini, hendaknya bergabung dengan atau membentuk kelompok baru. Kemudian,
dalam kelompok ini, mereka mengulang latihan doa ini. Biasanya dari antara peserta
yang mengulang latihan ini muncullah pemimpin kelompok.
Contoh pertemuan
Doa pembukaan oleh pemimpin kelompok atau anggota yang telah diminta
sebelumnya.
5 atau 6 menit tinjauan terbimbing. Biasanya saya mengajukan kira-kira 5
pertanyaan dengan jeda di antara pertanyaan satu dengan yang lainnya.
Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu peserta mengamati karya
penting yang dilakukan Allah dalam hidup mereka sehari-hari, khususnya sejak
pertemuan terakhir atau sejak kelompok itu mulai terbentuk
Pembahasan (kira-kira 20 menit) tentang latihan doa yang baru atau
penjelasan lebih lanjut tentang beberapa aspek doa tertentu.
Doa hening (20 menit) berdasarkan kesepakatan dan pembahasan bersama.
Tinjauan terbimbing tentang waktu doa. (5 menit) Saya biasanya mengajukan
beberapa pertanyaan dengan jeda di antara pertanyaan satu dengan yang lain.
Pertanyaan-pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu peserta
memperhatikan apa yang terjadi dalam doa mereka, misalnya: apakah mereka
merasakan perbedaan perasaan antara ketika memulai dan mengakhir doa,
kejutan yang timbul, hal-hal yang teringat, hal-hal yang ingin dibagi rasakan
oleh peserta (lihat Bab 6).
Sharing. Biasanya dalam kelompok tiga orang peserta. (kira-kira 15 menit) (Bab
13).
Saran : untuk berdoa hingga pertemuan yang akan datang.
Doa penutup oleh anggota atau pemimpinkelompok.
Salah satutujuan buku ini adalah menyediakan tuntunan dan dorongan bagi
para peserta untuk saling membantu dalam berdoa. Karya ini sendiri merupakan
sebuah karya yang luhur. Di samping itu, pengalaman mengajarkan bahwa cara
terbaikuntuk belajar dan mencapai pemahaman penuh adalah mencoba dan
menjelaskannya pada orang lain. Maka, membantu sesama untuk berdoa lebih baik
memberi manfaat bukan hanya bagi si pembantu, tetapi juga bagi orang yang dibantu.
Saya dapat memberikan kesaksian bahwa banyak contoh orang telah memulai karya
membantu sesamanya untuk berdoa. Beberapa dari mereka sekarang menjadi
pemimpin kelompok-kelompok doa baru; yanglain membantu para manula, yang
kesepian, pasien di rumah sakit untuk berdoa dengan cara yang lebih baik; yang lain
lagi memanfaatkan beberapa bagian buku ini untuk mengajar anak-anak usia dini di
Sekolah Minggu, dan sebagainya.
Banyak peserta yang menghadiri retret pribadi terbimbing dan mengunjungi
secara teratur para pembimbing rohani mereka. Saya yakin bahwa di masa depan
banyak kaum awam di gereja kita akan menjadi sahabat rohani bagi banyak orang. Saya
berharap buku ini membantu dalam pengembangan itu.
Dalam seluruh buku ini, saya memanfaatkan cerita yang berasal dari
pengalaman saya sendiri untuk memberikan penjelasan. Saya mendorong para
pemimpin kelompok untuk memanfaatkan cerita dan pengalaman mereka sendiri
untuk memberikan penjelas seperti yang saya lakukan, tetapi dengan cara yang lebih
baik. Saya berharap b uku ini menjadi sebuah contoh bagi beberapa kelompok doa
yang sedang mempersiapkan serangkaian gagasan dan pembicaraan yang berasal dari
pengalaman mereka sendiri. Baru saja saya mendengar dari empat orang perempuan
di Jepang yang menuturkan pengalaman mereka. Mereka adalah mantan peserta
program ini. Mereka sedang bekerja keras mempersiapkan untuk memulai kelompok
doa baru di paroki tetangga. Mereka menceritakan bahwa setelah melalui banyak
refleksi dan diskusi mereka memutuskan untuk memulai latihan doa dengan doa alam.
Saya sangat bersuka cita karena cara mereka mempersiapkan dan keyakinan diri yang
penuh untuk menyesuaikan isi latihan doa mereka sendiri. Saya mendengar bahwa
kelompok baru ini berkembang dengan cara yang sangat mengagumkan.
Terdapat juga begitu banyak latihan atau cara berdoa, misalnya dengan
menggunakan musik, yang tidak saya bahas dalam buku ini. Demikian juga, dalam buku
ini kita tidak menemukan satu gambar pun tentang kitab suci atau liturgi. Peserta
dalam kelompok tertentu mungkin akan lebih khusyuk dan terbantu dalam doa apabila
mereka menggunakan gambar tentang kitab suci atau liturgi, sehingga mereka
terinspirasi untuk berefleksi secar lebih mendalam. Gagasan dan perkembangan baru
ini saya terima dengan tangan terbuka dan hari penuh syukur.
Maka, berbahagialah dan berziarahlah dengan hati penuh syukur bagi mereka
yang ingin bertolak ke tempat yang lebih dalam!
BAB LIMA BELAS
Buku ini merupakan hasil jerih payah banyak orang. Buku yang ada di tangan
anda dan sedang and abaca ini pertama kali terbit dalam bahasa Jepang pada tahun
2005. Buku itu disusun berdasarkan serangkaian kursus latihan doa yang saya berikan
dalam bahasa Jepang yang sederhana, dan bahan tertulis dalam bahasa Inggris yang
kemudian diterjemahkan dalam bahasa Jepang oleh seorang peserta yang dengan suka
rela bekerja sangat keras untuk usaha ini. Banyak mantan peserta mau membantu
dalam menentukan bagian-bagian yang harus dicantumkan dan bagaimana bagian itu
disajikan. Kami juga berdiskusi selama berjam-jam dalam menyunting dan menerbitkan
buku itu. Saya mengungkapkan rasa syukur dant erima kasih serta kekaguman pada
mereka yang bekerja secara luar biasa.
Hampir dua puluh lalu, saya memulai kursus singkat tentang doa bersama
beberapa umat di paroki tempat saya bertugas di Jepang. Saya menyelenggarakan
kursus ini untuk jangka panjang, karena saya dituntut menyelenggarakan program
khusus ini bagi umat yang bru saja dibaptis dan telah dewasa. Terdapat begitu banyak
buku dan program bimbingan sebelum menerima pembaptisan. Akan tetapi, saya tak
menemukan satu buku pun yang membantu para baptisan baru setelah upacara
penerimaan sakramen insiasi ini. Akhirnya, saya memutuskan untuk mulai melakukan
sesuatu. Dan, ternyata, saya menjumpai banyak umat yang telah lama dibaptis
mengikuti kursus ini. Mereka mengharapkan lebih banyak uluran tangan untuk berdoa
dengan cara yang lebih baik.
Saya memulai kursus hanya dengan eman ceramah, yang didasarkan pada
prngalaman pribadi dalam melatih diri agar bisa berdoa dengan lebih baik. Pokok
pembicaraan tentang doa terus berkembang. Akan tetapi, saya hanya terpaku untuk
membahas hanya tentang apa yang telah saya alami dan temukan sendiri dalam doa.
Namun, kini pengalaman saya diperkaya oleh orang lain yang dengan suka rela member
masukan pada saya. Saya terus menyelenggarakan kursus dan loka karya tentang doa.
Saya juga melakukan retret pribadi dan mencari bimbingan rohani. Saya mendengarkan
kaset dan membaca banyak buku tentang doa dan perkembangan hidup rohani. Saya
terus mencoba mempraktikkan apa yang say abaca dan dengarkan. Di samping itu, saya
membahas apa yang telah saya temukan.
Saya mengalami bahwa semakin saya berusaha keras menjelaskan pengalaman
dan berbagir asa tentang temuan saya dalam doa, semakin lama saya diperkaya dan
pemahaman tentang apa yang saya pelajari semakin diperdalam. Demikian pula,
mendengarkan sharing peserta tentang pengalaman mereka dalam berdoa member
saya banyak pelajaran.
Usaha saya yang kedua adalah saya mengumumkan akan mengadakan kursus
tentang doa selama satu tahun apabila ada 21 orang peserta. 63 orang mendaftar.
Maka saya memulai dengan membagi mereka dalam 3 kelompok. Pada akhir tiap sessi,
saya membagikan bahan ceramah dalam bentuk cetakan. Saya juga merekam tiap sessi
yang saya berikan dan menyimpannya di kantor. Setiap orang bisa meminjam atau
menggandakan kaset rekaman itu. Kemudian saya memutuskan untuk membagi kursus
dalam dua bagian: ‘Berdoa sebagai Manusia’ dan ‘Berdoa Kitab Suci’.
Semenjak saat itu, saya telah menyelenggakan kedua kursus itu banyak kali.
Yang lebih sering saya selenggarakan adalah kursus ‘Berdoa sebagai Manusia’.
Kebanyakan peserta meneruskan untuk menghadiri dan mengulang kursus yang sama,
lagi dan lagi. Beberapa bahkan mengajak kawan mereka yang berasal dari gereja lain
dan beberapa dari orang itu memulai memimpin kursus doa yang sama di gereja
mereka sendiri. Bahan yang mereka pakai berasal dari pengalaman mereka sendiri,
cetakan ceramah saya dan rekaman sessi-sessi saya.
Selama kurun waktu 16 tahun saya menyelenggarakan kurus doa ini di Fujisawa,
saya jatuh sakit dua kali selama kurun waktu yang agak panjang. Akan tetapi,
kebanyakan dari peserta itu membentuk kelompok sendiri dan meneruskan kursus doa
ini tanpa kehadiran saya. Saya merasa puas dengan pencapaian ini dan bersyukur pada
Allah.
Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, saya memutuskan untuk
menyelenggarakan kursus ini sekali lagi. Saya memutuskan untuk menyelenggarakan
kursus ‘Berdoa sebagai Manusia’ dua kali dalam sebulan, setiap hari Sabtu. Saya
mengumumkan bahwa saya menyelenggarakan kursus ini dengan harapan beberapa
jemaat laki-laki bersedia hadir, karena jumlah mereka terlalu sedikit pada kursus yang
dilaksanakan sebelumnya. Saya berharap ada 10 atau 12 orang laki-laki yang bersedia
datang. Kemudian, beberapa orang ibu, khususnya mereka yangmengulang, bertanya
apakah mereka diijinkan untuk mengikuti kursus lagi. Dan saya menyetujuinya.
Sungguh ini menjadi kejutan besar bagi saya.Ternyata ada 106 orang pendaftar. Maka
saya membagi dalam dua kelompok besar.
Dari seluruh peserta, terdapat 17 orang laki-laki dan 11 di antaranya mengikuti
kursus bersama istri mereka. Sepasang adalah katekumen, pasangan lain dari
Protestan. Terdapat 3 orang suami non-Kristiani dari antara peserta kursus sebelumnya,
beberapa orang perempuan Protestan dan beberapa lainnya lagi non-Kristiani.
Terdapat juga empat orang Suster dan seorang Novis. Beberapa peserta kursus berasal
dari gereja-gereja di luar Fujisawa. Kira-kira 30 orang telah mengikuti kursus semacam
ini sekali dan mereka sangat membantu dalam mengatur tempat, membagikan materi
cetakan dan daftar nama, mengatur alur sharing agar tetap pada tema pokok,
menyiapkan hidangan, dan seterusnya.
Pada tahun berikut,saya hanya menyelenggarakan satu kursus ‘Berdoa Kitab
Suci’, sementara itu dua kelompok ‘mantan’ peserta kursus mengadakan duak kursus
‘Berdoa sebagai Manusia’. Saya menghadiri kursus-kursus ini sebagai peserta:
mendengarkan, berdoa dan berbagi rasa bersama mereka. Saya kemudian menyadari
bahwa pemimpin kelompok kursus ini memberikan penjelasan dan bimbingan dengan
cara yang lebih baik dari pada cara yang saya lakukan. Pengalaman hidup mereka
sebagai ibu rumah tangga, pengusaha, pekerja kantor, orang tua, dan sebagainya,
dalam budaya dan bahasa mereka sehari-hari, jauh lebih mengena dalam membantu
peserta kursus dibandingkan dengan apa yang pernah saya kerjakan. Mereka
merencanakan kursus dalam jangka waktu yang lebih lama dan bergerak maju secara
lebih perlahan. Mereka memulai pertemuan dengan memanfaatkan catatan-catatan
saya dan pengalaman mereka sendiri dalam berdoa dan pergulatan hidup sehari-hari.
Perlahan-lahan mereka menyampaikan uraian yang digali dari apa pengalaman yang
mereka hayati sendiri. Dua orang pemimpin dari kelompok itu berasal dari kalangan
pengusaha yang baru dibaptis kurang dari sepuluh tahun. Sejak saya meninggalkan
Jepang tahun lalu, kelompok-kelompok baru bermunculan dan memulai kursus doa ini.
Satu kelompok dikelola khusus untuk pasangan suami-istri. Sebuah kelompok doa lain
mulai mekar di paroki tetangga.
Sebelum saya dijadwalkan untuk meninggalkan Jepang, saya memutuskan
untuk mengatur materi kursus saya dalam bundle-bundel arsip khusus bagi para ketua
kelompok doa. Saya meminta umpan balik dari mantan peserta kursus dan kami
akhirnya berdiskusi tentang materi dan umpan balik selama berjam-jam. Hasil yang
dipetik adalah, di samping beberapa bundel arsip, 1,200 eksemplar buku dicetak. 500
eksemplar lagi dicetak, semenjak cetakan pertama itu. Dengan demikian, inilah latar
belakang buku ini, yang karena kebaikan hati dan bantuan begitu banyak budiman dan
budiwati, sekarang tersaji untuk anda.
Cita-cita pribadi saya adalah bahwa buku ini akan semakin lama semakin
membantu banyak orang untuk berdoa. Saya berdoa buku ini akan memicu tumbuhnya
kelompok doa baru, yang belajar dari pengalaman hidup mereka sendiri dan membuat
penyesuaian yang tepat guna, untuk membimbing masing-masing anggota kelompok
dalam berdoa secara lebih baik.
Baru-baru saja, saya menerima catatan dari seorang ibu muda dari Jepang dan
seorang ketua kelompok doa baru. Saya rasa catatannya merangkum begitu banyak isi
buku ini. Beliau menulis, ‘Peziarahan Doa? Saya sedang menemukan bahwa saya
berziarah bersama sesama, bahkan bersama orang yang tidak sempurna seperti saya
sendiri. Akan tetapi, ketidak sempurnaan saya justru menjadi sumber kekuatan saya
dalam berziarah.’