Anda di halaman 1dari 65

Penulis: Yeury Ferreira

Koordinator Proyek: Andrés J. Peralta


Editor: Maria Manderson
Penerjemah: Andrés J. Peralta (Bahasa Inggris)
Penasihat: Abner De los Santos Busi Khumalo, Pako Edson Mokgwane
Desainer: HADGraphic Inc. hadgraphic@gmail.com
Ditinjau oleh: Biblical Research Institute

TIM PENERJEMAH DAN PENYEDIA RENUNGAN


Penerjemah Bahasa Indonesia: Pdt. Fernando Parhusip, Koordinator
Materials Adaptations and Translations KLIP-PA UIKB
Penulis Kesimpulan Kesaksian: Pdtm. Hesky Wauran (Koordinator
Voice of Youth KLIP-PA UIKB), Pdtm. Jeremy Hutauruk (Koordinator
Bible Reading Project KLIP-PA UIKB)
Daftar Isi
Sambutan Direktur PPA UIKB
Sambutan Koordinator GYD UIKB
Baca Ini Terlebih Dahulu
Saran Susunan Acara

Kiat-kiat untuk Pengkhotbah

Tentang Penulis

Khotbah 1: Mengasihi berarti berkorban

Khotbah 2: Mengasihi berarti bersyukur

Khotbah 3: Mengasihi berarti mengampuni

Khotbah 4: Mengasihi berarti memercayai

Khotbah 5: Mengasihi berarti taat

Khotbah 6: Mengasihi berarti menyembah

Khotbah 7: Mengasihi berarti berbagi

Khotbah 8: Mengasihi berarti menanti


Informasi GYD UIKB 2023
Sambutan Direktur Pelayanan Pemuda Advent UIKB
Tahun lalu Global Youth Day dirayakan dengan penuh sukacita mengambil
tema “Mengasihi yang Terlupakan.” Tahun 2023, General Conference
mengingatkan kita terutama anak-anak muda untuk mengaplikasikan
kasih itu tidak hanya dalam kata-kata dan ucapan, tapi dalam bentuk
tindakan.

Kasih harusnya menjadi yang terutama dan pertama. “Jawab Yesus


kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum
yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama
dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
(Matius 22:37-39). Kita diperintahkan oleh Allah untuk mengasihi, karena
“Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi”
(Yohanes 13:34).

Departemen Pelayanan Pemuda Advent Uni Indonesia Kawasan Barat


tidak lupa untuk mengambil bagian dalam program melayani sesama
tahun ini. Yang berbeda kali ini adalah Pdt. Ron Genebago, Direktur PPA
Divisi Asia Pasifik Selatan telah juga mencanangkan pelayanan donor
darah serentak di sela-sela GYD 2023. Walaupun di UIKB kita akan
melaksanakannya dalam beberapa waktu yang berbeda, tapi tindakan ini
jelas telah menunjukkan kepada masyarakat bahwa pemuda-pemudi
Gereja Advent peduli dan mengasihi orang lain tidak saja dengan kata-kata
tapi dalam kegiatan yang nyata.

Terimakasih untuk Tim Global Youth Day KLIP-PA UIKB yang sudah
membantu merencanakan acara, para Direktur PPA Konferens, Daerah,
Wilayah se-UIKB, Koordinator-koordinator di lokasi masing-masing yang
sudah terlibat, dan tentunya kepada orang-orang muda sekalian. Kiranya
Tuhan memberkati pelayanan kita semua dalam GYD 2023 ini membawa
jiwa datang kepadaNya. Amin.

Pdt. Ronny Wenas


Sambutan Koordinator Global Youth Day UIKB
Shalom. Selamat Hari Pemuda Advent sedunia untuk seluruh pemuda se
Uni Indonesia Kawasan Barat. Puji Tuhan, tidak terasa kita sudah lebih
dekat satu tahun bersama Tuhan dan semua orang percaya di dalam
kerajaan Surga.

Minggu ketiga bulan Maret setiap tahunnya adalah waktu dimana orang
muda GMAHK sedunia merayakan “Global Youth Day” dan setiap
tahunnya, perayaan ini diharapkan menjadi satu momentum yang
membangkitkan semangat orang muda untuk melayani.

Tahun ini di dalam memeriahkan “Global Youth Day” orang-orang muda


memilih Tema “Love is a Verb” yang berarti kasih bukan hanya sekedar
kata-kata, tapi tindakan yang dapat dirasakan dan dinikmati.

Orang-orang muda HARUS menjadi pusat pengaruh yang mengeluarkan


dari perbendaharaan Karakternya, kasih yang bukan hanya sekedar klise,
tapi berupa tindakan dari hati yang tulus, sehingga mampu untuk
membuat orang yang menikmatinya terkagum.

Tindakan kasih yang bukan hanya sekedar klise atau lip service, hanya
mungkin menjadi milik orang-orang muda bila kita melakukan apa yang
Tuhan pesankan di dalam memperingati “Global Youth Day” yang terdapat
di dalam Yohanes 14:15 “jikalau kamu mengasihi aku, kamu akan
menuruti segala perintahku.”

Orang-orang muda yang dikasihi dan diberkati Tuhan, mari kita gunakan
momentum perayaan ini, untuk melakukan tindakan kasih yang tulus
kepada semua orang, khususnya kepada yang memerlukan pertolongan.

Tahun ini Departemen Pemuda Advent UIKB akan mengadakan donor


darah serentak dan juga berbagai pelayanan masyarakat yang akan
dilakukan, biarlah dengan tindakan kasih kita, Tuhan dapat terlihat dari
kehidupan kita.

Nama Tuhan saja yang ditinggikan dan dipermuliakan. Amin.

dr. Irhen Situmeang


Baca Ini Terlebih Dahulu
1. Mulailah Perencanaan Anda Sekarang. Mulailah perencanaan
Anda, kembangkan target Anda, kumpulkan tim Anda, dan pastikan
pendeta Anda menjadi bagian dari tim tersebut.
2. Informasi Global Youth Day. Dapatkan informasi tentang proyek
Global Youth Day. Hari ini akan menjadi awal Pekan Doa Pemuda.
Silakan kunjungi situs web kami, youth.adventist.org, atau hubungi
direktur pemuda setempat untuk mengetahui bagaimana Anda
dapat berpartisipasi.
3. Berkomitmenlah sebagai Pejuang Doa. Bentuklah sebuah tim
yang terdiri dari orang-orang dewasa yang berkomitmen untuk
berdoa bagi Anda dan pelayanan Anda secara teratur. Pastikan
kelompok ini adalah kelompok yang dengannya Anda dapat berbagi
kebutuhan doa pribadi dan pelayanan Anda secara rahasia.
4. Pilihlah Lagu Tema. Libatkan paduan suara remaja Anda. Jika
gereja Anda tidak memiliki paduan suara remaja, ini adalah waktu
yang tepat untuk memulai paduan suara remaja. Pilihlah lagu-lagu
yang Anda semua sukai dan sesuai dengan topik setiap malam atau
pilihlah lagu untuk satu minggu penuh.
5. Bentuklah sebuah Tim Pengembangan/Pendalaman Pekan
Doa. Tergantung dari ukuran gereja Anda, kelompok ini dapat terdiri
dari empat sampai delapan orang yang akan membahas kedela-
pan bacaan bersama Anda. Sertakan dalam tim Anda hanya orang
dewasa muda dan pemimpin pelayanan pemuda yang tertarik dan
berkomitmen (Pathfinder, Sekolah Sabat, dll., pendeta Anda); hal ini
penting karena ini akan memberikan rasa memiliki kepada seluruh
kelompok, bukan hanya Anda dan asisten Anda. Mintalah kelompok
untuk berkomitmen untuk bertemu setidaknya selama tiga ming-
gu—setidaknya satu pekan untuk empat pelajaran, dan satu pekan
lagi untuk menyelesaikan semuanya. Pastikan untuk mengenali
tujuan dan arah yang ingin Anda tuju, sebaiknya pada pertemuan
pertama, dan pilihlah seorang anak muda untuk berbicara setiap
harinya.
Integrasikan Global Youth Day (GYD) ke dalam Rencana Pekan
6.
Doa Anda. Idealnya, GYD harus menjadi waktu untuk mengajarkan
orang muda bagaimana berkorban dengan memberikan diri mereka
sendiri melalui memberikan kesempatan di gereja dan masyarakat.
Jika Anda adalah kelompok pemuda yang kecil dan tidak memiliki
sumber daya untuk mengadakan acara GYD untuk masyarakat,
Anda dapat menggunakan kesempatan ini untuk mendobrak ba-
tasan-batasan denominasi di daerah tersebut dengan bermitra dan
mengumpulkan sumber daya serta ide-ide dengan kelompok pemu-
da lain dari gereja lain di daerah Anda.

Saran Susunan Acara

Ucapan Selamat Datang


Lagu dan Doa Buka
Kesaksian Harian (tersedia pada Buku Penuntun ini)
Doa Syafaat
Renungan
Lagu dan Doa Tutup
Kiat-Kiat untuk Berkhotbah kepada Orang Muda
Andres J. Peralta
Sangat menyenangkan untuk berkhotbah kepada orang muda. Mereka
menarik, dinamis, kuat, dan cerdas. Setelah melakukan perjalanan ke
lebih dari 100 negara, berkhotbah kepada jutaan orang, dan berbicara
dengan ribuan orang, saya telah belajar untuk mengasihi dan mema-
hami mereka. Mereka juga telah mengajari saya banyak hal. Dalam
perjalanan saya, ada satu pertanyaan yang selalu saya tanyakan kepada
para pemuda dan para pemimpin mereka: “Menurut Anda, apa yang ha-
rus dipertimbangkan seseorang ketika berkhotbah kepada orang muda?”
Jawabannya beragam, tetapi ada lima yang paling menonjol. Hal itu
adalah
Alkitabiah: Orang muda ingin merasakan bahwa Allah berbicara
langsung kepada mereka dan bahwa pekabaran-Nya berdampak pada
mereka. Hal ini hanya dapat dicapai melalui Firman Allah, yang efektif,
dapat dilihat, dan menjangkau jauh ke dalam jiwa (Ibrani 4: 12), dan
yang mempertobatkan dan menyelamatkan (Yesaya 55: 10-11), me-
nyegarkan, mengenyangkan, dan menyembuhkan (Mazmur 119: 107;
Matius 4: 4; 8: 5-8). Saya senang mengetahui bahwa orang muda meng-
inginkan Firman Allah menjadi pusat dari semua pemberitaan, karena
Firman Allah menjamin perubahan yang menyeluruh.
Relevan: Khotbah yang relevan membahas masalah sehari-hari
dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi
orang muda. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa bahasa dan istilah
berubah seiring waktu dan harus diperbarui dalam berkhotbah. Ketika
Yesus menyampaikan Khotbah di Bukit, orang-orang langsung menge-
nali relevansi-Nya (Matius 5). Relevansi berkaitan dengan “kepentingan”
atau “signifikansi” dari topik dan harus disajikan dengan cara-cara yang
praktis sehingga pendengar dapat “mengenali” dan menemukan jawab-
an melalui kuasa Firman.
Ilustrasi: Ketika orang muda berbicara tentang khotbah ilustrasi,
yang mereka maksudkan adalah menggunakan anekdot, cerita, materi
visual, atau ide-ide yang mendukung Firman Tuhan. Khotbah ilustratif
membantu memperjelas, memperluas, mengidentifikasi pendengar,
menarik dan mempertahankan perhatian mereka, memengaruhi, dan
menciptakan ketertarikan. Ilustrasi bukanlah tujuan akhir, tetapi sebuah
jembatan yang menghubungkan dan membuat khotbah menjadi lebih
relevan.
Humor dalam khotbah: Orang muda berbicara tentang humor
dalam khotbah sebagai kemampuan pengkhotbah untuk membuat
khotbah menjadi lebih menyenangkan dan membuat pendengarnya
santai. Penggunaan humor yang benar dan baik dapat sangat efektif
dalam menjaga perhatian orang muda. Namun, penting untuk diperhati-
kan bahwa humor harus mendukung pekabaran dan tidak mengalihkan
perhatian. Alkitab menekankan pentingnya hati yang gembira sebagai
“obat” bagi tulang (Amsal 17: 22).
Panjang khotbah: Tidak ada waktu khusus untuk durasi khotbah,
tetapi kebanyakan anak muda lebih menyukai khotbah yang singkat, 25
hingga 35 menit. Mereka percaya bahwa Firman Tuhan layak mendapat-
kan perhatian dan penghormatan, tetapi mereka juga percaya bahwa
khotbah yang panjang cenderung melemahkan substansi dan sering kali
tidak sampai pada inti pekabaran.
Minat saya adalah berkhotbah kepada orang muda. Saya percaya
pada orang muda. Saya juga berpikir bahwa jika kita berkhotbah de-
ngan cara-cara yang alkitabiah, relevan, dan ilustratif, ditaburi dengan
momen-momen humor yang sehat dan singkat, kita akan menjadi alat
berkat bagi banyak orang.

Yeury Ferreira ini akan menjadi berkat bagi Anda.


Tentang Penulis

Pr. S. Yeury Ferreira


Seorang pendeta yang diurapi di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, S.
Yeury Ferreira memiliki gelar Master di bidang Kepemimpinan, Teologi Siste-
matika, dan Khotbah Alkitab dan gelar PhD di bidang Penginjilan dari Andrews
University. Beliau telah bekerja sebagai pendeta dan penginjil dan saat ini
menjabat sebagai Koordinator Pelayanan Hispanik untuk Greater New York
Conference, dan sebagai profesor tambahan di Andrews University. Dia adalah
penulis beberapa buku, termasuk Mengkhotbahkan Firman: Panduan Persiapan
Khotbah dan Khotbah, Pengkhotbah dan Khotbah; dan Hidup Tanpa Rasa Takut.
Bukunya, Living Without Fear, terpilih sebagai Buku Terbaik Tahun 2021 Divisi
Amerika Utara. Ia menikah dengan Mariel Ferreira dan merupakan ayah dari
dua orang anak, Ernesto dan Elizabeth Ferreira.
Hari 1
Kesaksian
1
Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata (salam dalam suku
Dayak).

Kesaksian saya mengenai bagaimana saya dan teman-teman menolong kakak


sahabat kami, Nella, di Gereja kami. Kakak Nella yang bernama Helda mengalami
gangguan kejiwaan (ODGJ) dan kami diarahkan untuk segera datang ke rumah
mereka. Saya bersama Pdtm. Febri Tumangger dan dua orang ibu ikut serta yang
akan ditolong adalah seorang wanita.
Tiba di rumah mereka, kami mendapati kondisi Kak Helda sudah tidak karuan
lagi. Upaya untuk membawanya ke RSJ hampir gagal tapi oleh karena
pertolongan Tuhan, akhirnya mau diajak jalan dari rumahnya ke mobil. Kami
bermaksud membawa ke Rumah Sakit tapi perlu rujukan dari Puskesmas.
Walaupun sempat ditolak tapi Tuhan itu baik, pihak Puskesmas mau
mengeluarkan surat rujukan sehingga kami melanjutkan perjalanan kami ke RSJ
Sungai Bangkong, Kota Pontianak. Tiba di sana kami langsung ke IGD dan segera
mendapatkan penanganan.
Setelah lima hari batas waktu perawatan yang ditanggung asuransi di RSJ,
kondisi Kak Helda belum signifikan membaik maka beliau harus melanjutkan
perawatannya ke RSJ Provinsi di Singkawang.

Perjalanan ke Singkawang kurang lebih empat jam, awalnya beliau tidak mau
tetapi dengan doa dan segala upaya, maka dia berkenan dibawa. Puji Tuhan
setelah dirawat sekitar empat bulan, kesehatan dari Kak Helda sudah membaik
dan diizinkan untuk pulang ke rumah, bahkan beliau sudah datang untuk
beribadah ke gereja.

Selepas kesembuhan Kak Helda, kami dikejutkan dengan suatu peristiwa


dukacita dimana ibu dari Kak Helda dan Nella meninggal dunia di rumah mereka
yang sangat sederhana itu. Beberapa anggota gereja bersama Pendeta Lucky
Tinenti menuju ke lokasi. Saya sebagai anggota diakon diarahkan berada di
gereja Setia Budi untuk mempersiapkan keperluan pelepasan jenazah.
Mengingat juga mereka tidak memiliki banyak keluarga di Pontianak, maka kami
beberapa orang muda dan orang tua harus ikut menemani keluarga yang ada
dalam menjaga jenazah di gereja. sepanjang malam menemani Nella dan Helda
sampai pagi.
Keesokan pagi, kami melaksanakan ibadah pelepasan yang dipimpin langsung
oleh Ketua Daerah, selepas ibadah kami langsung mengantarkan jenazah ke
pemakaman di daerah pinggiran Kota Pontianak. Kondisi pemakaman sedang air
pasang, sehingga liang kubur penuh dengan air, dan sulit untuk mengangkat peti
jenazah menuju liang kubur. Ibadah penguburan dilaksakan oleh gembala
jemaat. saya dan teman-teman ikut dalam menurunkan peti ke liang kubur
dengan kondisi berair. Dan akhirnya kubur pun ditutup dan acara penguburan
selesai. Kami kembali ke gereja untuk mengadakan acara penghiburan untuk
keluarga. Kebetulan sebagai Ketua PA Jemaat Setia Budi, saya juga ikut dalam
memberikan kata-kata penghiburan mewakili orang orang muda se-Distrik
Pontianak.

Keluarga ini adalah salah satu hasil dari pelayanan orang muda dan KKR Voice of
Youth Jemaat Setia Budi. Doakan kami orang muda Distrik Pontianak, dimana
kami sedang membuat program kerja penginjilan di Kota Pontianak dengan KPA,
pelayanan masyarakat dan juga menjangkau para mahasiswa Advent yang
berkuliah di Pontianak. Dengan pertolongan Tuhan, kami dapat menjalankan
penginjilan ini dengan baik, serta melibatkan banyak orang muda.
Kasih adalah sebuah tindakan nyata. Untuk mengasihi Tuhan, kita perlu
melakukannya dengan hati, jiwa, dan akal budi yang adalah bagian-bagian
penting dalam diri kita untuk mengadakan hubungan pribadi dengan Tuhan. Dan
jangan lupakan keseriusan yang Yesus nyatakan ketika Ia mengatakan kata
‘segenap’. Ketika kita akan menyatakan kasih kepada Tuhan, mari ajukan
pertanyakan pada diri kita masing-masing, seberapa serius akan saya gunakan
hati, jiwa, dan akal budi saya?
Tuhan Yesus mengatakan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Ketika Yesus mengharapkan kita untuk mengasihi sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri, tentu pesan itu adalah bagian dari diriNya juga, tentu Ia telah
melakukan hal itu juga! Hal itu nyata pada cara Tuhan Yesus Kristus
menyelamatkan umat manusia. Ia memberikan yang terbaik dalam usaha untuk
menolong umat manusia seakan-akan Ia “mengasihi sesama seperti dirimu
sendiri”. Tentu Tuhan Yesus tidak butuh pertolongan. Namun demikian, Ia telah
menyatakan kasih yang paling terbaik untuk umat manusia.

Sahabat orang muda, adakah kasih Tuhan menggerakkan hatimu? Mari,


nyatakanlah kasihmu kepada Tuhan dan sesama! Tuhan memberkati

Rivaldo Pasaribu
Pontianak, Wilayah Kalimantan Barat
Wakil Koordinator Voice of Youth (VOY) KLIP-PA UIKB
Renungan

JUDUL: Mengasihi berarti Berkorban


2 Korintus 8: 9

Pendahuluan
Pernahkah Anda mendengar kisah tentang raja dan petani? Dikisahkan
bahwa seorang raja sangat jatuh cinta pada seorang wanita muda yang rendah
hati yang tinggal di sebuah desa kecil dan miskin di kerajaannya. Raja tersebut
tidak dikenal sebagai raja yang baik hati, bahkan ia terkenal sebagai raja yang
tidak segan-segan mempermalukan siapa pun yang tidak sependapat dengan-
nya. Namun, cinta yang ia rasakan pada gadis yang rendah hati itu memuncul-
kan sisi kemanusiaannya yang paling dalam.
Suatu hari sang raja berpikir untuk menyatakan cintanya pada petani itu, ia
membawanya ke istana, dan memakaikannya pakaian yang indah dan perhias-
an yang bagus. Dia hampir yakin bahwa wanita itu akan senang dan menerima
lamarannya. Bagaimana mungkin dia menolak? Dia adalah raja. Namun, ketika
ia akan melaksanakan rencananya, ia bertanya pada dirinya sendiri, “Tetapi
apakah dia akan mencintaiku?” Dia menyadari bahwa kepergiannya ke istana
karena tugas atau dia membawanya ke istana dengan paksa tidak menjamin
bahwa dia akan mencintainya. Kemudian dia berpikir, mungkin akan lebih baik
untuk pergi ke desa dengan menunggang kuda yang agung, dikelilingi oleh
pengawal kerajaan yang mengesankan. Gadis itu pasti akan takjub dengan
kemuliaan seperti itu! Dia akan membawanya dan menjadikannya kekasihnya,
menjadikannya kekasih seperti dirinya. Tetapi sekali lagi, dia bertanya pada
dirinya sendiri, “Apakah dia akan mencintaiku?”
Akhirnya, sang raja memilih opsi ketiga. Kali ini ia tidak akan meninggikan
derajat gadis itu, dan juga tidak akan menindasnya. Kali ini dia memilih untuk
turun ke status gadis itu, dia akan membuat statusnya setara dengan status-
nya. Dia berpakaian seperti seorang pengemis, menjadi seorang yang berbeda,
dan meninggalkan takhtanya untuk memenangkan cinta gadis yang dicintai-
nya.
Orang muda yang terkasih, kisah ini menggambarkan sebuah kebenaran
Yang agung: Kasih sejati menuntut pengorbanan.
Pengembangan
Rasul Paulus yang agung juga menceritakan kisah tentang seorang raja
yang rela mengorbankan segalanya untuk mendapatkan kembali cinta rakyat-
nya. Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus (baca 2 Korintus 8:
9), ia menceritakan, dalam beberapa kata, kisah kasih dan pengorbanan terbe-
sar yang pernah ditulis: “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita
Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia
kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.”
Teman-teman yang terkasih, ada banyak hal yang dapat kita bicarakan
tentang kisah kasih dan pengorbanan yang luar biasa yang dilakukan oleh
Raja dan Juruselamat kita yang penuh kasih, Yesus Kristus. Namun, kali ini kita
hanya akan membahas dua kebenaran sederhana.
Kebenaran No. 1: Raja kita kaya. Seberapa kayanya raja kita? Setiap ta-
hun majalah Forbes menerbitkan daftar orang-orang terkaya di seluruh dunia.
Pada tahun 2022, majalah ini telah menemukan, secara total, 2.668 miliarder
di seluruh dunia. Tahukah Anda berapa banyak uang yang dikumpulkan oleh
para miliarder ini secara total? Kekayaan mereka secara keseluruhan menca-
pai 12,7 triliun dolar! Ya, Anda tidak salah baca....11 angka nol setelah 12,7...
$12.700.000.000
Namun, siapakah orang terkaya di dunia? Apakah Elon Musk, pemilik merek
mobil Tesla, yang kekayaannya mencapai 219 miliar dolar? Selain sebagai pro-
dusen dan CEO Tesla, Musk adalah pencipta Space X-perusahaan kedirgantaraan
yang membuka pintu bagi perjalanan komersial ke luar angkasa; salah satu
pendiri PayPal; dan dia adalah pemegang saham mayoritas Twitter yang baru.
Juga masuk dalam daftar orang terkaya di dunia adalah Jeff Bezos, pendiri
Amazon, yang kekayaannya mencapai $171 miliar, dan Warren Buffet, yang
dianggap sebagai salah satu investor terbesar di Amerika Serikat—kekayaannya
mencapai $118 miliar. Majalah Forbes juga menyebutkan Bill Gates, pendi-
ri Microsoft, yang kekayaannya mencapai $129 miliar. (Dikutip dari: https: //
as.com/diarioas/2022/04/06/actualidad/1649240532_037348.html )
Namun, meskipun orang-orang yang disebutkan di atas memiliki miliar-
an dolar, kekayaan mereka tidak seberapa dibandingkan dengan kekayaan
yang dimiliki oleh Raja dan Tuhan kita, Yesus Kristus, yang telah menjadi Raja
kita sejak permulaan kekekalan. Orang muda yang terkasih, Yesus, sang raja
surgawi, kaya akan kuasa dan kemuliaan. Perhatikan apa yang Paulus katakan
dalam Kolose 1: 16 ketika berbicara kepada orang-orang kudus di Kolose,
Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga
dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singga-
sana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu
diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
Raja kita adalah pencipta segala sesuatu! Dia menciptakan alam semes-
ta dan semua galaksi! Dia menciptakan matahari, bulan, dan jutaan bintang!
Dia menciptakan laut dan segala jenis ikannya! Segala sesuatu yang kita lihat
bersaksi tentang kuasa dan kemuliaan Allah, Raja kita. Karena itulah, makh-
luk-makhluk surgawi tidak pernah bosan untuk mengatakannya: “ Anak Domba
yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat,
dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!”
Orang muda yang terkasih, Yesus, sang Raja Surgawi, telah, sedang, dan
akan selalu kaya akan kuasa, keagungan, otoritas, dan kemuliaan. Keka-
yaan-Nya tidak terhitung, dan sumber daya-Nya tidak terbatas!
Kebenaran No. 2: Raja kita menjadi miskin. Namun, Raja kita tidak hanya
kaya, ia juga menjadi miskin. Pada tahun 2017, LSM Australian Fund for Peace
membuat daftar 100 orang termiskin di dunia, 100 orang terbawah, sebagai
tanggapan atas peringkat terkenal yang dibuat oleh majalah Forbes setiap
tahun. Peringkat pertama ditempati oleh seorang pengungsi Sudan bernama
Mary Myaluak, yang merupakan seorang ibu tunggal dan tinggal bersama lima
anaknya di sebuah kamp pengungsi, di mana ia hanya bisa menghidupi dirinya
sendiri dengan makanan untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya. Di urutan
kedua dalam daftar adalah Prem Bahadur Lama, seorang warga Nepal berusia
45 tahun yang bekerja 10 jam sehari dengan membawa sekeranjang penuh
batu, dan untuk itu ia menerima upah $4 per hari. Ia tinggal di sebuah gubuk
bersama istri dan tiga anaknya. Satu-satunya barang berharga yang dimilikinya
adalah jam tangan, pakaian, dan keranjang untuk memuat batu.
(Dikutip dari
https: //www.lavanguardia.com/internacional/20170629/423758398310/mary-mya- luak-gai-
refugiada-sudanesa- pobre-mundo.html)

Mendengar tentang kemiskinan yang ekstrem ini membuat hati saya sakit.
Tetapi tahukah Anda bahwa Yesus, Raja kita, lebih miskin daripada Maria
Myaluak dan Prem Bahadur Lama? Seberapa miskinkah Raja kita Yesus? Silakan
baca sendiri dalam surat Paulus kepada jemaat di Filipi pasal 2 ayat 5 sampai 8:
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahan-
kan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa se-
orang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai
mati di kayu salib.
Raja kita menjadi miskin! Ia meninggalkan penyembahan oleh bala tenta-
ra surgawi! Dia meninggalkan sorak-sorai surgawi untuk sebuah palungan di
Betlehem! Dia meninggalkan kuasa dan kemuliaan yang Dia miliki dan menge-
nakan jubah kemiskinan! Dia menukar takhta-Nya dengan kayu salib!

Kesimpulan
Apa yang menggerakkan raja kita untuk melakukan pengorbanan seperti
itu? Mungkinkah itu karena kasih-Nya kepada kita? Ya, sahabat-sahabatku.
Yesus, sang Raja surgawi menjadi miskin bagi kita—yang sesungguhnya me-
rupakan sumber dari cinta kasih—mengorbankan diri-Nya demi kesejahteraan
orang-orang yang Anda kasihi. Dan berkat kemiskinan-Nya, hidup kita menjadi
lebih kaya hari ini. Sekarang, saya bertanya kepada Anda: Bagaimanakah Anda
akan merespons kasih seperti itu? Jawaban terbaik yang dapat Anda berikan
adalah menyerahkan hidup Anda sebagai pengorbanan cinta. Ingatlah bahwa
cinta sejati datang dengan pengorbanan. Dalam menghadapi pengorbanan
besar raja kita, Anda dan saya harus bersedia untuk meninggalkan segala-
nya, mengorbankan segalanya, dan memberikan semuanya karena kasih
kepada-Nya. Hari ini saya mengundang Anda untuk menyerahkan hidup Anda
kepada raja surgawi yang, karena kasih-Nya kepada kita, menjadi miskin na-
mun kaya.

Refleksi dan pertanyaan pembelajaran


1. Kebenaran besar apakah yang ditunjukkan oleh kisah raja dan petani
kepada kita?
2. Apa yang diceritakan oleh Rasul Paulus dalam surat 2 Korintus 8: 9?
3. Jelaskan dengan kata-katamu sendiri betapa kayanya Yesus dan meng-
apa, meskipun kaya, Ia menjadi miskin.
Hari 2
Kesaksian
2
Kasih merupakan perasaan yang dimiliki oleh setiap manusia yang ditujukkan
melalui perbuatan kita terhadap orang disekitar kita. Kasih adalah sebuah kata
yang mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dilakukan. Sangat disayangkan
kalau ada orang-orang yang tidak hidup di dalam kasih Tuhan. Melalui kasih kita
dapat menciptakan sebuah hubungan yang harmonis antara diri sendiri dengan
Tuhan, keluarga, teman dan juga orang disekitar kita. Kasih dinyatakan melalui
perbuatan kita.

Kesempatan untuk mempraktekkan kasih muncul setiap saat. Daerah saya bisa
dibilang perkampungan dan jauh dari Kota Siantar. Saya ingat jelas kejadian yang
tak akan saya lupakan, pada salah hari Jumat di bulan Desember 2021.

Saat itu saya dan teman saya berkendara motor ditugaskan mencari bahan
makanan untuk pelayanan masyarakat pembagian sembako dari gereja kami.
Saya selalu menyanyikan Lagu Sion 457 “Tuhan pimpin s’panjang jalan“ dengan
sukacita tiba-tiba tepat di depan kami terjadi kecelakaan motor dengan truk
pengangkut pasir. Motor kami hentikan dan satu dari perempuan remaja
bersimbah darah dan yang satunya lagi mengalami luka ringan tapi tidak ada
satupun ada respon dari kendaraan lain membantu untuk menolong mereka.

Banyak dari orang-orang yang berkerumunan di sekitar kami hanya


mengeluarkan handphone dan merekam kejadian itu. Saya merasa kasihan karna
salah satu korban tabrakkan itu meminta pertolongan. Pada saat itu saya berdoa
dalam hati apa yang harus saya lakukan Tuhan? Haruskah saya menolong
mereka? Timbul keraguan awalnya, tapi perasaan saya berkata harus menolong
mereka.

Tergeraklah hati kami menolong salah satu dari perempuan yang berdarah dan
masih sadar itu menaiki motor kami dan dengan berboncengan bertiga kami
membawa perempuan itu ke Puskesmas yang lumayan jauh dari lokasi kejadian.
Sepanjang perjalanan saya hanya berdoa kepada Tuhan agar Tuhan memberkati
perjalanan kami untuk sampai ke tujuan. Setelah menempuh perjalanan yang
jauh, kami tiba di Puskesmas dan meminta tolong kepada perawat yang ada di
tempat itu untuk melakukan tindakan pertolongan.
Salah satu perawat itu berkata, “Untung saja kalian sigap menolong adek itu
karena di daerah yang terjadi kecelakaan itu kebanyakan masyarakatnya enggan
untuk menolong orang apalagi kalau terjadi kecelakaan.” Orang tua dan
kakaknya mereka yang lain dihubungi dan datang ke Puskesmas. Saat kami
berpamitan, orangtua mereka berterima kasih dan menanyakan kepada kami
asal dari mana dan sebagainya, akhirnya kami memperkenalkan diri tidak lupa
mengatakan bahwa agama kami adalah Advent.

Beberapa minggu Sonia dan Ayu berangsur pulih, kami pun mengunjungi
rumahnya. Singkat cerita, kami berdiskusi apa saja persamaan mengenai Alkitab
dengan agama yang mereka anut, tidak ada penolakan saat mendoakan keluarga
tersebut. Hingga sekarang pun kami masih berhubungan baik dengan keluarga
Sonia dan Ayu. Menjalin persahabatan adalah langkah pertama yang sangat tepat
untuk mengajak orang lain mengenal Kristus. Selanjutnya biarkan Roh Kudus
bekerja untuk menumbuhkan iman kepada Yesus Kristus dalam diri mereka.

Belajar mandiri itu bukan hanya soal menabung, tapi belajar mendahulukan yang
penting, kurang penting, dan tidak penting. Mencukupkan diri bukanlah hal yang
tidak Alkitabiah karena bahkan Yesus sendiri berkata dalam Doa Bapa Kami
"Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Matius 6:11).
Paulus juga mengatakan bahwa ia belajar mandiri dalam segala keadaan (Filipi
:11). Percaya diri berarti kita belajar untuk selalu mensyukuri nikmat Tuhan.
Percaya diri berarti mampu mengendalikan diri dari segala keinginan daging,
dimana salah satu buah Roh adalah pengendalian diri (Gal 5:22-23).

Dalam Filipi 2:5-11 Paulus juga memberikan kepada kita satu pelajaran penting
bagaimana semangat penyangkalan diri itu datangnya dari sorga. Yesus yang
adalah Tuhan rela meninggalkan statusnya yang tinggi itu dan mengambil rupa
sebagai manusia bahkan dalam keadaan yang paling rendan: hamba. Tujuan-Nya
hanya satu supaya barangsiapa yang percaya pada-Nya tidak binasa melainkan
beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)

“Ketika mereka yang mengetahui kebenaran mempraktekkan penyangkalan diri


yang diperintahkan dalam Firman Allah, pekabaran itu akan berjalan dengan
kuasa. Tuhan akan mendengar doa kita untuk pertobatan jiwa. Umat Allah akan
membiarkan terang mereka bersinar, dan orang-orang yang tidak percaya,
melihat perbuatan baik mereka, akan memuliakan Bapa surgawi kita.

Citra Hutabarat
Pematang Siantar, Daerah Sumatera Kawasan Utara
Koordinator Adventist Youth News Network (AYNN) KLIP-PA UIKB
Renungan
Mengasihi berarti bersyukur
Lukas 7: 36–50

Pendahuluan
Bayangkan Anda jatuh dari pinggir kapal laut dan, karena tidak tahu cara
berenang, Anda mulai tenggelam. Seseorang di geladak kapal melihat Anda,
mengayunkan pelampung dan melemparkan pelampung.
Pelampung itu mendarat tepat di depan Anda dan, tepat sebelum kehilang-
an kesadaran, Anda berpegangan untuk menyelamatkan diri. Mereka menarik
Anda ke atas dek, dan Anda batuk-batuk untuk mengeluarkan air dari paru-
paru Anda. Orang-orang berkumpul di sekitar, bersukacita karena Anda selamat
dan menunggu dengan penuh harap saat Anda sadar kembali.
Setelah Anda akhirnya bisa bernapas, Anda membuka mulut dan berkata:
“Apakah Anda melihat cara saya memegang pelampung itu? Seberapa erat
saya memegangnya? Apakah Anda melihat otot bisep saya yang menonjol dan
ketangkasan pergelangan tangan saya? Saya berada di atas benda itu!” (Contoh
ini berasal dari buku Grace in Addiction (Mockingbird, 2012) karya John Z, yang
diadaptasi dari ceramah Rod Rosenbladt). Tak perlu dikatakan lagi, ini akan
menjadi respons yang membingungkan dan hampir gila—dan yang menyedih-
kan, ini adalah respons yang umum.
Menarik perhatian pada cara Anda bekerja sama dalam upaya penyela-
matan justru merendahkan inti dari apa yang terjadi, yaitu bahwa Anda telah
diselamatkan. Rangkaian kejadian yang jauh lebih mungkin terjadi adalah
Anda akan segera mencari orang yang melemparkan pelampung, dan Anda
akan berterima kasih kepada mereka. Tidak hanya secara basa basi. Anda akan
memeluk mereka, menanyakan nama mereka, mengundang mereka makan
malam, mungkin memberikan kabin Anda kepada mereka! Bersyukur adalah
respons alami terhadap keselamatan. Hal ini tidak membutuhkan paksaan atau
dorongan; sejauh individu memahami apa yang telah terjadi, rasa syukur akan
mengalir secara organik dan berlimpah dari hati mereka. Bentuk yang tepat
akan berbeda setiap saat, tetapi itulah sifat dari buah. (William McDavid, Ethan
Richardson, Paul Zahl. Hukum & Injil Mockingbird Ministries, 2015, 73).
Pengembangan
Khotbah kali ini akan berfokus pada kasih dan rasa syukur. Dalam Lukas 7:
36–50, rasul Lukas memberikan kita wawasan tentang kasih, kesetiaan, dan
rasa syukur. Ada banyak detail dari kisah yang luar biasa ini, tetapi kita hanya
akan berfokus pada tokoh utama yang terlibat dalam cerita ini.
Menurut cerita, seorang pria bernama Simon mengundang Yesus ke ru-
mahnya untuk mengadakan pesta untuk menghormati Yesus. Namun, siapakah
Simon dan mengapa ia ingin menyenangkan hati Yesus? Simon adalah seorang
Farisi. Menurut para ahli Alkitab, orang Farisi adalah pemelihara hukum dan
tradisi Yahudi yang ketat dan menganggap diri mereka lebih baik daripada
orang lain, bahkan menyebut diri mereka “terpisah”, bagian dari elit agama.
Mereka tidak puas hanya dengan mematuhi perintah Tuhan, tetapi juga “me-
nambahkan” aturan dan kebiasaan mereka sendiri ke dalam apa yang Tuhan
perintahkan. Sebagai contoh, Tuhan telah memberikan perintah keempat yang
menuntut pemeliharaan hari Sabat sebagai hari Sabat (Keluaran 20: 8–11);
Perintah ini seharusnya menjadi “kesukaan yang kudus” (Yesaya 58: 13), tetapi
orang-orang Farisi menjadikannya sebagai beban yang tak tertahankan.
Simon adalah seorang Farisi yang dihormati secara sosial, tetapi menga-
pa ia mengundang Yesus ke rumahnya? Tuhan telah menyembuhkannya dari
penyakit kusta yang mengerikan (Matius 26: 6). Sekarang Simon telah meng-
undang Yesus ke sebuah perayaan besar, tetapi apa yang menggerakkan orang
Farisi ini untuk menyediakan pesta ini? Dengan menganalisis secara rinci per-
kembangan cerita ini, kita dapat mengatakan bahwa Simon tidak tergerak oleh
rasa terima kasih, melainkan oleh rasa kewajiban, “tanggung jawab” untuk
membalas budi, karena Yesus telah menyembuhkannya.
Tidak seperti Simon, kita menemukan seorang wanita yang tidak diundang
ke pesta itu, tetapi karena mengetahui bahwa Yesus ada di rumah orang Farisi,
ia memutuskan untuk datang dan memberikan persembahan kepada Tuhan.
Siapakah perempuan ini? Para pemuda dan pemudi yang terkasih, ada banyak
perdebatan tentang identitasnya, tetapi satu hal yang kita tahu adalah bahwa
ia biasanya diidentifikasikan sebagai seorang yang “berdosa” (Lukas 7: 36–39).
Dan tidak seperti Simon, ia tidak dihormati secara sosial, bahkan ia dianggap
sebagai orang buangan.
Beberapa orang percaya bahwa wanita ini tidak lain adalah Maria Mag-
dalena, saudara perempuan Lazarus dan Marta. Ia mendekati Yesus dengan
membawa minyak wangi yang mahal dan “sambil menangis ia pergi berdiri di
belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air mata-
nya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan
meminyakinya dengan minyak wangi itu “ (Lukas 7: 38). (Teolog Maldonado dan
Kornelius á Lapide menegaskan dengan tegas bahwa wanita ini adalah Maria Magdale-
na dan pengurapan yang diceritakan di sini adalah sama dengan yang terjadi di Betania
dan digambarkan oleh Matius, Markus dan Yohanes. Ellen White, dalam bab 62 dari
bukunya The Desire of Ages, memiliki kesimpulan yang sama).

Melihat hal itu, Simon orang Farisi berkata dalam hatinya: “Ketika orang
Farisi yang mengundangnya melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: “ Jika
Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang men-
jamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa”
(Lukas 7: 39).
Tuhan kita membaca pikiran orang Farisi itu dan berkata kepadanya: “Lalu
Yesus berkata kepadanya: ‘Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu.’ Sa-
hut Simon: ‘Katakanlah, Guru.’ “Ada dua orang yang berhutang kepada seorang
pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh.
Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang
kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?’
Jawab Simon: ‘Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya.” Kata
Yesus kepadanya: “Betul pendapatmu itu’ (Lukas 40–43).
Perempuan berdosa itu hanya menerima hawa nafsu atau penghakiman
dari para pria. Kemungkinan besar, semua pria dalam hidupnya akan mengeks-
ploitasi atau mengutuknya, tetapi Yesus tidak. Dia melihat perempuan itu lebih
daripada sekadar “perempuan berdosa”. Dia melihat dia sebagai seorang ma-
nusia, seorang anak perempuan, seorang saudari, seseorang yang membutuh-
kan kasih, penerimaan, dan pengampunan, sama seperti semua orang lainnya.
Menjadi orang yang terbuang secara budaya tidaklah mudah. Maria meng-
erti bahwa Yesus dapat menghapus rasa bersalah dan rasa malunya, mem-
berinya hati yang baru, dan memberinya masa depan. Semakin ia mengingat
dosanya, semakin besar Yesus menampakkan diri. Semakin ia meratapi dosa-
nya, semakin ia bersukacita di dalam Juruselamat. Hidupnya adalah sebuah ke-
saksian akan rasa syukur yang terus menerus karena hatinya dipenuhi dengan
kasih Yesus. Orang muda yang terkasih, kasih harus menggerakkan kita untuk
bersyukur. Kisah Maria adalah kisah tentang kemurahan hati yang luar biasa,
murah hati, dan memalukan. Entah bagaimana, pengampunan dan kasih Yesus
berhasil menembus dan menjangkau hatinya .... di mana hal itu sangat berarti.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa mengasihi berarti memberikan segalanya!
Maria mencurahkan buli-buli pualamnya sebagai tanggapan atas pengam-
punan-Nya atas dosa-dosanya.
Hari ini saya mengundang Anda untuk bersyukur kepada Tuhan atas peng-
ampunan dan kasih-Nya. Seperti Maria, yang telah memberikan segalanya
kepada-Nya. Bawalah kepada-Nya guci pualammu. Ingatlah selalu bahwa
semua orang berdosa memiliki masa depan. Berikanlah dirimu kepada-Nya dan
terimalah pengampunan-Nya. Inilah kasih.
Mari bergabung dengan Pemazmur Daud dalam memuji Tuhan (baca Maz-
mur 103: 1–5)
Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap ba-
tinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!
Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala
penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahko-
tai engkau dengan kasih setia dan rahmat, Dia yang memuaskan hasratmu
dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung
rajawali.
Dia mengungkapkan dengan Daud kata-kata yang berbunyi:

Puji, jiwaku, Tuhan;


Pujilah nama-Nya yang kudus dengan segenap
diriku. Puji, jiwaku, Tuhan,
Dan jangan lupakan apa yang saya dapatkan.
Dia mengampuni semua dosa-dosamu
dan menyembuhkan semua penyakitmu;
Dia menyelamatkan hidupmu dari kubur
dan melingkupimu dengan cinta dan kasih sayang;
Dia mengisi hidup Anda dengan yang baik
dan menyegarkan engkau seperti rajawali. (Mazmur 103: 1–5)
Refleksi dan pertanyaan pembelajaran (Silakan baca
Lukas 7: 36–50)
1. Apa rasa syukur itu bagi Anda dan bagaimana seharusnya rasa syukur
itu mengalir?
2. Apa yang dapat kita pelajari dari Injil Lukas 7 (36–50) mengenai rasa
syukur?
3. Bagaimana Yesus melihatnya dan apa yang terjadi padanya setelah
semua dosa-dosanya diampuni?
Hari 3
Kesaksian
3
“Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan
pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan
kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap
orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” (Lukas
6:35, 26 TB)

Pada setiap libur semester, salah satu kampus selalu membuka kesempatan
kepada para mahasiswa yang tertarik untuk menghabiskan liburan dalam
kelompok-kelompok kecil penginjilan yang akan dikirim untuk pelayanan ke
berbagai daerah, baik kota maupun pedesaan selama satu sampai dua minggu.

Ada empat mahasiswa yang ditunjuk menjadi satu kelompok dan diutus untuk
berangkat ke satu area, sekitar delapan jam perjalanan dari kampus mereka.
Keempat mahasiswa semuanya berasal dari berbagai negara yang berbeda,
Angola, Republik Kongo, Perancis dan Indonesia. Walau berbeda secara fisik
maupun bahasa, para mahasiswa sangat bersemangat untuk membantu apa pun
selama pelayanan tersebut.

Setibanya di tempat pelayanan, mereka diamarkan oleh anggota jemaat sekitar


bahwa belum pernah ada Gereja Advent yang berdiri di area tersebut karena
warga tidak suka jika diadakan acara-acara penginjilan disitu. Saat ini hanya ada
satu restoran kecil milik salah seorang anggota jemaat sekaligus menjadi tempat
mereka bernaung selama waktu pelayanan. Rencananya akan diadakan KKR
selama seminggu penuh di malam hari dan kelas anak-anak pada sore hari.

Hari pertama berjalan di luar harapan. Saat kelas anak-anak berlangsung, crayon
yang disediakan untuk anak-anak hilang. Selama KKR berlangsung, muncul
kepulan asap dari beberapa rumah warga yang memenuhi tenda acara dan
mengganggu para peserta yang hadir. Tentunya asap yang sengaja dibuat agar
acara tidak dilaksanakan di tempat itu.
Tim pelayanan yang terdiri dari para mahasiswa dan beberapa warga lokal
kemudian berembuk, saling menguatkan dan berdoa bersama. Teringat II
Korintus 4:6-9, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami
habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan
sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.” Mereka terimpresi bukan
hanya melakukan pelayanan pada sore dan malam hari, namun juga perlawatan
pada pagi dan siang hari.

Dengan senyum di wajah mereka, dua mahasiswa melakukan perlawatan dan


terapi air kepada beberapa warga sekitar yang sakit. Sisa mahasiswa lain
bersama dengan warga lokal melawat beberapa peserta KKR yang rindu
bertanya tentang pelajaran Alkitab yang mereka dengar pada malam
sebelumnya.

KKR malam kedua pun berlangsung, asap tebal kembali datang bahkan lebih
pekat dari sebelumnya. Pengkhotbah terus berkhotbah dengan berapi-api.
Walaupun para peserta acara berhamburan mencari tempat yang tidak dipenuhi
asap, namun mereka masih kusyuk mendengarkan sampai akhir. Pada saat
panggilan dibuat, ada lima orang yang berdiri dan rindu mengikut Kristus.
Malam-malam selanjutnya, tak ada lagi asap selama acara berlangsung. Pada
sabat hari, sekitar 15 orang akhirnya menyerahkan diri untuk dibaptis.

Walaupun belum ada bangunan gereja yang berdiri, terdapat sekumpulan umat
percaya belajar Alkitab bersama di salah satu beranda rumah warga. Para
mahasiswa bergembira dan memutuskan menghabiskan sisa liburan tahun baru
bersama dengan warga, melawat, berbagi dan belajar Firman bersama.

"Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah


musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat
bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.
Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu
yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil
bajumu” (Lukas 6:27-29).

Ellen Supit
Jakarta, DKI Jakarta
Koordinator Youth Prayer Network KLIP-PA UIKB
Renungan
Mengasihi Berarti Memaafkan
Yohanes 21: 15–17

Pendahuluan
Bill Buckner adalah seorang pemain baseball pertama dan outfielder,
dengan karier 22 tahun yang sukses di liga utama yang meninggal pada tahun
2019 pada usia 69 tahun. Buckner dua kali memimpin liga dan dua kali berada
di posisi 10 besar dalam liga baseball. Dia bahkan merupakan juara Liga Nasio-
nal pada tahun 1980 dan All-Star pada tahun 1981. Namun, mungkin tidak ada
pemain dalam sejarah MLB yang kariernya lebih ditentukan oleh kesalahan,
terlepas dari kelebihannya, daripada Buckner.
Pada musim gugur 1986, Red Sox memimpin 3-2 dalam seri dan memimpin
5-2 atas New York Mets di inning kesepuluh; mereka hanya berjarak tiga pukul-
an lagi untuk memenangkan Fall Classic, tetapi di paruh atas inning kesepuluh
Game Keenam Mookie Wilson, dari Mets, ia memukul bola bergulir ke Buckner
di base pertama, yang menyelinap di antara kedua kakinya dan mencapai
outfield.
Mets membuat skor dalam permainan tersebut untuk memenangkan game
keenam dan kemudian memenangkan pertandingan untuk memenangkan
World Series. Kesalahan Buckner pada saat yang menentukan melambung-
kannya ke puncak daftar kesalahan olahraga terburuk dalam sejarah. Setelah
masa-masa bermainnya, dia bahkan harus pindah dari Boston ke Idaho karena
kemarahan yang meledak-ledak dari orang-orang di sekitarnya.
Kebencian antara Buckner dan para penggemar Boston berlangsung sela-
ma beberapa dekade, tetapi keadaan mulai berubah ketika Red Sox akhirnya
memenangkan World Series pada tahun 2004 dan 2007. Kekuatan memaafkan
itu terlihat pada tahun 2008, ketika Buckner kembali ke Fenway Park untuk
melempar bola pertama pada pertandingan pembuka; Di sana ia menerima
tepuk tangan meriah yang berlangsung hampir dua menit dan membuatnya
menangis. (Kevin Mercer. “Mantan pemain MLB Bill Buckner meninggal dunia,
kini ‘dalam pelukan Tuhan dan Juru Selamatnya, Yesus Kristus’“ Sports Spec-
trum (28-5-19)).
Pengembangan
Seperti Bill Buckner, rasul Petrus melakukan kesalahan yang dapat dima-
sukkan ke dalam daftar kesalahan terburuk dalam sejarah. Selama tiga sete-
ngah tahun, Petrus mengikut Yesus dengan sangat dekat dan menyaksikan
mukjizat-mukjizat besar yang dilakukan oleh Tuhan. Bahkan dia menjadi subjek
dari beberapa mukjizat tersebut. Dikatakan bahwa pada suatu kesempatan, se-
telah ia menghabiskan malam untuk mencoba menjala ikan tanpa hasil, Tuhan
menghampirinya dan berkata, “Dayunglah perahumu ke tempat yang dalam
dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” (Lukas 5: 4, Versi Bahasa
Inggris Kontemporer). Cerita berlanjut bahwa, “Mereka melakukan hal ini dan
menangkap begitu banyak ikan sehingga jala mereka mulai koyak.” Melihat
mukjizat yang luar biasa ini, Alkitab mengatakan bahwa Petrus, “berlutut di
depan Yesus dan berkata, ‘Tuhan, janganlah mendekat kepadaku. Saya adalah
orang berdosa’.”
Pada kesempatan lain, Petrus sedang berada di danau Galilea yang sama
bersama murid-murid yang lain ketika badai besar menghantam mereka
dengan kekuatan yang mengancam untuk menghancurkan perahu, tetapi di te-
ngah-tengah badai itu, Yesus menghampiri para murid yang sedang ketakutan
dan berjalan di atas air. Ketika para murid melihat orang yang berjalan di atas
air yang bergolak, mereka ketakutan dan mengira bahwa itu adalah hantu, dan
mereka berteriak ketakutan. Tetapi Yesus menguatkan mereka dengan berkata,
“Jangan takut! Akulah Yesus. Jangan takut.” Inilah saat ketika Petrus berkata,
“Tuhan, jika itu benar-benar Engkau, suruhlah aku datang kepada-Mu di atas
air.” Yesus menyuruhnya datang dan secara ajaib Petrus berjalan di atas air
Danau Galilea yang bergelora.
Matius mencatat episode epik lainnya bersama Petrus dan Yesus: Lalu Yesus
bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab
Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus ke-
padanya: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang
menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun
berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan
mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya (Matius 16:
15–18)
Kita semua setuju bahwa Petrus adalah pemain yang hebat dalam tim
Yesus, namun pada saat yang menentukan dia membuat kesalahan yang
serius. Tepat sebelum penyaliban-Nya, Yesus berbicara kepada murid-murid-
Nya dengan mengatakan, “Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu
karena Aku ...” Mendengar pernyataan ini, semua orang saling berpandangan.
Kemudian Petrus berkata, “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena
Engkau, aku sekali-kali tidak!” (Matius 26: 31, 33).
Petrus berkali-kali menegaskan bahwa ia tidak akan pernah menyangkal
gurunya! Namun, beberapa jam kemudian ia tidak hanya menyangkal-Nya,
tetapi ia juga mengutuk dan bersumpah bahwa ia tidak mengenal Yesus. (Baca
Matius 26: 70–74)
Ya, Petrus menyangkal gurunya. Dia menyangkal Dia ketika dia seharusnya
membela-Nya. Dengan pengecut ia menyangkal Dia yang telah memanggilnya
dan telah melakukan mukjizat yang luar biasa dalam hidupnya. Menghadapi
tindakan yang keliru seperti itu, Petrus merasa hancur dan malu. Menurut
Anda, apa yang terjadi selanjutnya?
Seperti yang diketahui, Tuhan kita disalibkan. Tubuh-Nya diletakkan di da-
lam kubur, tetapi pada hari ketiga setelah kematian-Nya, Ia dibangkitkan.
Setelah kebangkitan-Nya, Ia bertemu dengan Petrus lagi, di tempat yang
sama di mana beberapa tahun yang lalu Petrus menyaksikan penangkapan
ikan yang ajaib. Mari kita lihat percakapan Tuhan dengan Petrus:
Jika Anda ingin tahu, bacalah pasal 21 Injil Yohanes:
Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yoha-
nes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus
kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata
Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan,
Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembala-
kanlah domba-domba-Ku.”
Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah
engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk
ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya:
“Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Eng-
kau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku. (Yohanes 21:
15–17).
Kesimpulan
Petrus, seperti halnya Bill Buckner, melakukan kesalahan besar yang ter-
catat dalam sejarah, tetapi ia juga menerima anugerah pengampunan. Para
pemuda dan pemudi, kisah Petrus mengajarkan kita bahwa mengasihi berarti
mengampuni. Perhatikan bahwa Yesus mengampuni Petrus meskipun ia telah
melakukan kesalahan dan kegagalan. Dan Dia mengampuninya karena Dia
mengasihinya. Kamu mungkin juga pernah melakukan kesalahan yang serius,
tetapi Yesus yang sama yang mengampuni Petrus juga mengulurkan pengam-
punan-Nya kepadamu.
Di sisi lain, kisah ini juga mengajarkan kita untuk mengampuni, seperti
yang Yesus lakukan. Tuhan memberi Petrus kesempatan kedua meskipun ia te-
lah melakukan kesalahan. Demikian juga, Anda dan saya harus bersedia untuk
mengampuni. Hari ini saya mengundang Anda untuk menerima pengampun-
an, tetapi juga memberikannya. Jangan pernah lupa bahwa mengasihi berarti
mengampuni.

Refleksi dan pertanyaan pembelajaran


1. Bagaimana kisah Bill Buckner mirip dengan kisah Petrus?
2. Apa yang bisa kita pelajari dari kedua cerita tersebut?
3. Jelaskan dengan kata-kata Anda sendiri mengapa mengasihi berarti
memaafkan.
Hari 4
Kesaksian
4
Shalom. Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan atas perlindunganNya
hingga di tahun 2023. Saya rindu untuk dapat menyaksikan kebaikan Tuhan
yang terjadi dalam hidup saya. Saya seorang lulusan Keperawatan UNAI
Bandung, namun berjalannya waktu saya belum juga dapat pekerjaan oleh
karena harus ada Surat Tanda Registrasi (STR) atau lulus ujian konpetensi.
Dengan terus mencoba, saya akhirnya dapat diterima bekerja di salah satu
lembaga/yayasan penyakit kanker.

Saya sangat senang dapat berbagi pelajaran lewat seminar-seminar yang


dilaksanakan, tapi tidak begitu lama saya harus berhenti dan mengikuti ujian
kompetensi. Namun sayang tiga kali kesempatan mengikuti ujian saya belum
berhasil. Di titik ini sebenarnya saya sudah sangat putus asa namun saya
mendapatkan banyak dukungan, support untuk tetap kembali mengikuti lagi.

Dan puji Tuhan saya akhirnya lulus lewat ujian yang dibuat oleh PNI. Hati saya
sangat bersyukur dengan penantian yang panjang ini dan tidak lama, berselang
waktu berjalan saya melamar di salah satu rumah sakit dan diterima bekerja
dengan percobaan waktu selama tiga bulan.

Bahagia rasanya saya bekerja bisa saling sharing, mendapatkan banyak


pengalaman, merawat banyak pasien dengan beragam penyakit, Adakalanya
timbul rasa lelah dan merasa tidak mampu dalam arti melihat pasien yang
datang dengan keadaan kecelakaan, namun saya ingat nasehat-nasehat dari
orang tua untuk mencintai pekerjaan dan mengasihi pasienmu agar mampu dan
bersukacita saat merawat mereka.

Dan benar saya dapat menjalani semuanya dengan baik walau sekalipun lelah
saat pulang dengan shift malam. Dan oleh karena itu sangat saya bersyukur
memuji Tuhan untuk kesempatan berharga ini dan inilah salah satu cerita
bagaimana Tuhan mengasihi saya dan saya pun dimampukan mengasihi orang
lain tanpa rasa takut karena saya percaya sudah ada rencana indah yang Tuhan
siapkan bagi saya.

Ketika Yesus memberikan perintah baru untuk mengasihi dalam Yohanes 13:34,
35, Dia tidak mengubah frasa "perintah yang pertama dan terbesar." Perintah
terpenting dan terbesar masih ada dan berlaku untuk Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, juga untuk orang Israel dan orang Kristen selanjutnya. Kita yang
hidup oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus harus terus mengasihi Tuhan Allah
kita dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi.

Oleh karena itu, perintah untuk mengasihi Tuhan tidak berubah, tetapi kita
sendiri yang berubah. Kelahiran oleh Roh Kudus, kelahiran kembali atau
kelahiran baru. Dilahirkan kembali dalam Roh Kudus membawa perubahan,
antara lain: kepekaan terhadap hal-hal rohani, arah baru dalam hidup,
kepedulian terhadap sesama, dan kemampuan untuk hidup benar. Inilah yang
disebut Yesus sebagai perintah baru. Satu perintah memperhitungkan yang lain.
Sedangkan ukuran perintah yang lama adalah memperhatikan diri sendiri.
Bersatu dengan Kristus, kita dapat mengasihi orang lain pada tingkat yang lebih
tinggi

I Yohanes 2:5-8 memuat konteks di mana kita harus mengasihi sesama kita. Ini
juga isi dari perintah lama dan baru. Namun dalam perintah baru, tingkatan
mengasihi orang lain telah berubah dari mengasihi orang lain "sebagaimana kita
mengasihi diri kita sendiri" menjadi "sebagaimana Yesus mengasihi kita".
Hal ini hanya dapat diwujudkan jikalau kita tinggal di dalam Dia. Seperti fakta
yang dinyatakan dalam Yohanes 15:5; “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan
Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa.”

Persatuan dengan Kristus ini pertama kali terjadi ketika kita mengalami
regenerasi atau kelahiran kembali melalui Roh Kudus. Ketika orang percaya
mengalami kelahiran kembali ini, mereka dapat dengan senang hati melakukan
kehendak Yesus. John Murray pernah berkata, “Tidak ada yang lebih sentral dan
mendasar selain dipersatukan dan dipersekutukan dengan Kristus. Kesatuan
dengan Kristus sungguh-sungguh merupakan pusat dari seluruh doktrin
keselamatan.”

Ketika orang Kristen yang telah mengalami regenerasi atau lahir baru mengasihi
berdasarkan keajaiban kasih karunia Allah yang ada dalam Kristus, mereka akan
melakukan kasih itu lebih dari standar yang ada yaitu mengasihi seperti diri
sendiri melainkan berdasarkan standar Tuhan yaitu mengashii dengan
berkorban. Karena kita sendiri tidak ada kekuatan, hanya jikalau Yesus tinggal di
dalam kita. Karena Dialah yang telah menggenapai seluruh perintah Allah dengan
kasih yang sempurna.

Sherlita Hosana
Kupang, Daerah Nusa Tenggara Timur
Tim Global Youth Day KLIP-PA UIKB
Renungan
Mengasihi Berarti Memercayai
Ibrani 11: 6

Pendahuluan
Pernahkah Anda mendengar kisah tentang pejalan kaki di atas tali yang
menyeberangi Air Terjun Niagara dengan berjalan di atas tali? Setelah mem-
buat orang banyak terpukau dengan keberaniannya, dia bertanya, “Berapa
banyak dari Anda yang berpikir bahwa Anda dapat menyeberangi air terjun lagi
dengan tali, tetapi kali ini dengan mendorong gerobak dorong dengan seseo-
rang yang duduk di atasnya?”
Kerumunan orang bertepuk tangan. Semua orang yakin dia akan mampu
melakukannya, tetapi kemudian si pejalan di atas tali itu menambahkan, “Sia-
pa di antara kalian yang mau menjadi penumpang saya di gerobak dorong?”
Ada keheningan yang mendalam. Kerumunan orang itu baru saja dihadap-
kan pada perbedaan penting antara yakin dan percaya! Percaya bahwa gerobak
itu akan menyeberangi jurang dengan selamat adalah satu hal, tetapi me-
nempatkan nyawa Anda di dalam gerobak dan di atas tali itu adalah hal yang
sangat berbeda. (Morris sell. 1995 Tesis tentang Pembenaran oleh Iman, hal. 47)

Pengembangan
Kita sedang mengalami apa yang disebut sebagai “krisis kepercayaan di
dunia”. Menurut sebuah artikel tahun 2015 yang diterbitkan di The Washington
Post, Generasi Milenial tidak memercayai siapa pun. Ini adalah masalah besar,
survei oleh Institut Politik di Universitas Harvard, menyatakan bahwa di antara
generasi milenial (18–29 tahun) ada kurangnya kepercayaan pada pemerintah,
Mahkamah Agung, dan media. Artikel tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa,
“Kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi tersebut berada pada atau
mendekati rekor terendah.” Namun, apa yang menyebabkan ketidakpercaya-
an ini? “Ada perasaan bahwa jaring pengaman telah hilang.” Penulis artikel
tersebut percaya bahwa “serangan 11 September 2001, memperjelas dengan
cara yang sangat kuat dan menakutkan bahwa mereka yang ditugaskan untuk
melindungi kita mungkin tidak selalu dapat melakukannya.” Keyakinan bahwa
kita aman dan terlindungi sebelum peristiwa 11 September telah lenyap.
Alkitab membahas masalah kepercayaan kepada Tuhan. Sangat mena-
rik untuk mengetahui bahwa ada tiga kata yang menggambarkan hubungan
ketergantungan yang ada antara orang Kristen dengan Tuhan: iman, keyakinan
dan kepercayaan. Tetapi kata kepercayaanlah yang paling tepat menggam-
barkan makna ketergantungan kepada Allah dalam Alkitab. Sebagai contoh, di
mana pun kata percaya atau iman muncul dalam Alkitab, kata tersebut dapat
digantikan dengan istilah kepercayaan. Alkitab berkata, “Percayalah kepada Tu-
han Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu” (Kisah
Para Rasul 16: 31). Tetapi ayat ini juga dapat dibaca, “Percayalah kepada Tuhan
Yesus Kristus dan kamu akan diselamatkan.”
Sekarang, apa itu kepercayaan dan mengapa hal ini sangat penting? Ka-
mus Merriam-Webster.com mendefinisikan kepercayaan sebagai: “Keyakinan
bahwa seseorang atau sesuatu dapat dipercaya.” Alkitab dalam Ibrani 11: 6
mengatakan, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.
Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada,
dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari
Dia.”
Anda mungkin bertanya-tanya sekarang: Apa artinya memercayai Tuhan?
Secara harfiah, ini berarti memiliki pengharapan yang pasti bahwa Dia
adalah seperti yang Dia katakan dan Dia melakukan apa yang Dia katakan akan
Dia lakukan.
Di dalam Alkitab, kita menemukan banyak kisah tentang orang-orang yang
menaruh kepercayaan penuh kepada Tuhan. Salah satu kisah ini dicatat dalam
Matius 8: 5–13. Kisah ini menceritakan bahwa pada suatu kesempatan seorang
perwira tinggi militer Romawi mendekati Yesus dan memohon kepada-Nya:
“Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat mende-
rita.” (ayat 6)
Melihat kepekaan hati prajurit ini, Tuhan menjawabnya: “Aku akan datang
menyembuhkannya.”
Pada saat itulah prajurit ini mengekspresikan tingkat kepercayaan diri yang
belum pernah terlihat sebelumnya. “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di
dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.”
(ayat 8)
Mendengar hal ini, Yesus heran dan berkata, “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di
antara orang Israel!” (ayat 10).
Prajurit Romawi ini memercayai kata-kata Yesus yang penuh kuasa dan se-
cara membabi buta percaya bahwa perkataan sang guru cukup berkuasa untuk
melakukan mukjizat. Hal yang sama juga terjadi pada prajurit yang mengejar
dan menangkap kuda Aleksander Agung. Ketika dia mengembalikan hewan itu
kepada sang jenderal, Aleksander berterima kasih kepadanya dengan berkata,
“Terima kasih, kapten.”
Dengan satu kata, prajurit itu naik pangkat. Ketika sang jenderal mengata-
kannya, prajurit itu percaya: dia menghadap komandan, memilih seragam baru
dan memakainya; dia pergi ke barak perwira dan memilih tempat tidur; dia
pergi ke ruang makan perwira dan makan.
Dia percaya karena sang jenderal menyuruhnya. Anak-anakku, saya berha-
rap kita dapat memiliki keyakinan yang sama seperti yang dimiliki oleh tentara
tersebut dan percaya bahwa firman Tuhan memiliki kuasa untuk melakukan
apa yang dikatakannya. Inilah sebabnya mengapa penting bagi kita untuk
bangkit ketika Allah memerintahkan kita untuk bangkit; ketika Dia mengatakan
bahwa kita telah diampuni, marilah kita membebaskan diri kita dari rasa bersa-
lah. Ketika Dia mengatakan betapa berharganya kita, kita percaya kepada-Nya;
Ketika Dia mengatakan bahwa kita telah diselamatkan, marilah kita mengubur
rasa takut kita. Dan ketika Dia mengatakan bahwa Dia telah menyediakan bagi
kita, marilah kita berhenti khawatir. (Max Lucado. Dia masih menyingkirkan
batu, Editorial Caribe, Nashville, TN: 1994, p.117.)

Kesimpulan
Namun, kita tidak dapat sepenuhnya memercayai Allah dan firman-Nya jika
kita tidak mengasihi-Nya. Untuk mengasihi seseorang, Anda harus dapat me-
mercayainya. Untuk mengasihi Allah, Anda harus mengenal-Nya. Injil Yohanes
berkata, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau,
satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau
utus” (Yohanes 17: 3).
Kepercayaan adalah hasil dari kasih dan kasih tumbuh melalui hubungan
persahabatan dengan Tuhan. Jika Anda ingin kepercayaan Anda kuat di dalam
Tuhan, Anda harus membangun hubungan dengan-Nya. Anda harus berbica-
ra kepada-Nya melalui doa dan mendengarkan suara-Nya setiap hari dengan
membaca Alkitab; hanya dengan cara ini Anda akan memperdalam kasih Anda
kepada-Nya dan hanya dengan demikian Anda akan memercayai pribadi dan
Firman-Nya.

Refleksi dan pertanyaan pembelajaran


1. Apa itu kepercayaan dan mengapa hal ini sangat penting?
2. Mengapa tanpa iman mustahil untuk menyenangkan hati Allah?
3. Apa artinya memercayai Allah dan bagaimana Anda membangun hu-
bungan kepercayaan yang kuat dengan-Nya?
Hari 5
Kesaksian
5
Nama saya Yanti. Saya lahir dan tumbuh di keluarga Advent. Bahkan mulai SD
sampai kuliah saya bersekolah di lembaga pendidikan Advent. Jadi, bisa dibilang
saya seharusnya sudah tidak asing lagi dengan lingkungan Advent.

Tidak seperti gereja Advent lainnya di mana setelah acara kebaktian akan ada
kegiatan-kegiatan kepemudaan, gereja saya tidak demikian. Saya tidak punya
komunitas Advent, tidak aktif dalam kegiatan Advent, saya tidak mengenal
bahkan tidak dikenal oleh banyak orang Advent lainnya. Jadi, meskipun saya
sudah “terlahir Advent” tapi saya tetap merasa asing. Ditambah lagi saat ini saya
bekerja di Jakarta. Kesibukan sehari-hari terkadang membuat saya jauh dari
Tuhan. Saya merasa asing dengan Tuhan dan lingkunganNya.

Suatu saat seorang kerabat menghubungi saya untuk mengajak saya ikut
pelayanan. Saya bertanya pelayanan seperti apa yang dia maksud. Ternyata saya
diajak untuk bergabung dengan tim pelayanan PA UIKB untuk menjadi
koordinator Bible Reading Project. Dalam hati sebenarnya saya sangat senang
diajak pelayanan namun saya masih merasa asing dan tidak layak. Di saat itu
saya merasa asing dan tidak layak karena saya pun tidak terlalu rajin baca
Alkitab, orang yang saya kenal di gereja pun sedikit sekali sehingga membuat
saya berpikir bahwa bukan saya orang yang tepat untuk pelayanan ini, bahkan
saya tidak pernah mengikuti kegiatan-kegiatan kepemudaan sebelumnya
sehingga tidak mengerti apa yang harus saya lakukan. Namun saya berdoa
seketika itu juga dan terngiang kalimat di kuping saya “God does not call the
qualified, God qualifies the called.” Saya yakin itu adalah bisikan Roh Kudus, dan
saya bersedia menerima pelayanan tersebut.

Pelayanan ini membuka pikiran saya. Ketika saya mengajak teman-teman untuk
ikut project ini, ternyata tidak sedikit dari mereka merasakan hal yang sama
dengan saya waktu itu. Perasaan tidak layak. Dengan tuntunan Roh Kudus saya
membagikan pengalaman saya kepada mereka supaya bisa keluar dari perasaan
itu. Dan Puji Tuhan Roh Kudus menggerakan hati mereka juga.

Melalui pelayanan ini ternyata banyak hal baik yang kemudian terjadi dalam
kehidupan saya. Saya bertemu dengan teman-teman baru, saya jadi lebih
semangat baca Alkitab, saya dapat bersaksi bagi orang lain, dan yang lebih
penting lagi saat ini saya merasa bahwa Tuhan mengasihi saya. Dia menuntun
saya dan selalu menerima saya meskipun saya tidak layak sekalipun.
Secara duniawi, kita semua tidak layak dihadapan Tuhan yang Maha Kudus
karena kita adalah orang yang punya banyak kelemahan dan sering jatuh ke
dalam dosa. Namun jalan dan pemikiran Tuhan itu berbeda. Tuhan memanggil
kita bukan karna kecakapan atau kebaikan kita tetapi karna kasih karunia-Nya.
Ketika kita mau menerima panggilan-Nya, Tuhan dapat memakai kita yang biasa-
biasa untuk maksud yang luar biasa.

Mari kita ingat-ingat, adakah Tuhan memanggil kita untuk melakukan sesuatu
bagi-Nya? Kesaksian hari ini kemungkinan besar pernah dialami juga oleh para
pemuda. Roh Kudus Tuhan bekerja untuk meyakinkan hati setiap pemuda bahwa
kasih karunia Tuhan sudah sangat cukup untuk menyelamatkan manusia dan
membawa kebangkitan rohani pada setiap kehidupan manusia. Itu adalah
pekerjaan Tuhan, bukan hasil pekerjaan manusia.

Efesus 2:10 menyatakan bahwa “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam
Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Sebagai ciptaan Tuhan
yang baru, kita semua dipersiapkan oleh Allah untuk melakukan pekerjaan baik.
Setiap orang dipersiapkan untuk membawa dampak positif pada kehidupan
orang lain, meringankan beban sesama, membebaskan dari rasa takut, khawatir,
bahkan depresi sekalipun. Setiap pemuda dapat melakukan aksi mereka dan
membawa dampak yang baik pada kehidupan setiap orang.

Pada saat yang sama, ketika para pemuda bekerja sama dengan kasih,
pengalaman-pengalaman iman dalam setiap lini pelayanan akan
mempertumbuhkan dan menghasilkan buah-buah roh dalam kehidupan pribadi
bahkan akan menular ke kehidupan orang-orang yang dilayani. Rindukah sahabat
pemuda untuk bertumbuh dalam Tuhan? Bukankah sebuah kesempatan yang
luar biasa untuk menjadi dampak yang baik bagi kehidupan sesama kita?

Yesaya 6:8 Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ”Siapakah yang akan
Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: ”Ini aku,
utuslah aku!”

Yanti Simanjuntak
Bandung, Konferens Jawa Barat
Koordinator Bible Reading Project KLIP-PA UIKB
Renungan
Mengasihi Berarti Taat
Markus 10: 17–22

Pendahuluan
Tahukah Anda bahwa ada suatu masa di mana Amerika Serikat tidak
memiliki undang-undang tentang kursi pengaman anak (carseat) dan sistem
pengaman di dalam mobil? Tragisnya, banyak anak kecil yang tidak meng-
gunakan (carseat) atau sabuk pengaman meninggal dalam kecelakaan lalu lintas.
Namun, saat ini, undang- undang melarang anak-anak bepergian de-
ngan kendaraan bermotor apa pun tanpa carseat yang diarahkan ke arah yang
benar dan dipasang dengan benar. Bahkan ibu yang baru melahirkan pun harus
memasang kursi tersebut sebelum membawa pulang anaknya dari rumah sakit.
Dari semua ekspresi kasih manusia, mungkin tidak ada kasih yang lebih
murni dan lebih indah daripada kasih seorang ayah kepada anaknya. Namun,
ketika keselamatan seorang anak dipertaruhkan, tampaknya kasih orang tua
tidak selalu cukup. Orang tua tidak selalu melakukan yang terbaik untuk anak-
anak mereka sehingga banyak orang tua yang membutuhkan hukum atau ba-
tasan untuk memastikan bahwa kasih mereka kepada anak-anak mereka tidak
kurang dari kasih yang sempurna.
Tuhan tahu bahwa hal yang sama juga berlaku untuk kasih dan pengabdian
kita kepada-Nya dan kepada orang lain. Dia tahu bahwa perasaan kita tidaklah
cukup. Kita membutuhkan hukum dan batasan, dalam bentuk perintah-perin-
tah, yang menolong kita untuk mengasihi Dia dan orang lain sepenuhnya.

Pengembangan
Kasih akan selalu bersatu dengan ketaatan, dan meskipun benar bahwa
ketaatan dapat terjadi tanpa kasih, namun tidak akan pernah ada kasih tan-
pa ketaatan. Injil Markus menceritakan sebuah kisah yang dengan sempurna
menggambarkan kebenaran tersebut. Dalam kisah tersebut dikatakan bahwa
pada suatu kesempatan seorang pemuda yang sangat kaya datang kepada
Yesus, dengan rendah hati tersungkur di depan kaki-Nya dan bertanya, “Guru
yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang paling penting dalam hidup dan, ka-
rena itu, kita akan berhenti sejenak untuk menyoroti sebuah kebenaran yang
sederhana namun penting. Orang muda yang datang kepada Yesus itu memiliki
pemahaman yang keliru tentang keselamatan; menurut kepercayaan mereka,
keselamatan adalah hasil dari pekerjaan atau usaha manusia. Baginya, hidup
kekal adalah upah yang Tuhan berikan kepada mereka yang taat. Sayangnya,
banyak anak muda yang terus memercayai kebohongan ini! (Baca Markus 10:
17–22)
Mengapa kita diselamatkan? Alkitab mengajarkan bahwa hidup kekal tidak
dapat dicapai; hidup kekal diterima sebagai sebuah anugerah. Paulus menga-
takan dalam Efesus 2: 8, 9 bahwa, “Sebab karena kasih karunia kamu disela-
matkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan
hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”
Teman-teman terkasih, keselamatan didasarkan pada apa yang telah Allah
lakukan untuk kita, bukan pada apa yang kita lakukan untuk-Nya; jadi orang
muda yang kaya itu perlu mengubah cara pandangnya yang salah tentang ke-
selamatan. Jika saya ingin memiliki hidup yang kekal, saya harus melepaskan
semua yang telah saya pelajari!
Untuk membimbing pemimpin muda yang kaya raya itu ke jalan yang be-
nar, Yesus menjawab pertanyaannya dengan berkata, “Engkau tentu mengeta-
hui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri,
jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah
ayahmu dan ibumu!.”
Ketika orang muda yang kaya itu mendengar jawaban atas pertanyaan-
nya, ia melompat kegirangan dan dengan emosi yang meluap-luap ia berkata,
“Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.” Tetapi Yesus meman-
dang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: “Hanya satu
lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu
kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudi-
an datanglah ke mari dan ikutlah Aku..”
Anda mungkin bertanya-tanya: Apa yang terjadi di sini? Bagaimana mung-
kin seorang pemuda yang telah menaati perintah-perintah masih memiliki se-
suatu yang kurang? Apa yang kurang? Dia kehilangan hal yang paling penting!
Mengenai topik penguasa muda yang kaya, Ellen White menulis bahwa...
Kristus membaca hati sang pangeran. Hanya satu hal yang kurang, tetapi
hal itu adalah sebuah prinsip yang sangat penting. Saya membutuhkan kasih
Allah di dalam jiwa saya. Kesalahan itu saja, jika tidak dipenuhi, akan berakibat
fatal baginya; itu akan merusak seluruh hidupnya. Dengan menoleransi hal itu,
egoisme akan diperkuat. Agar ia dapat menerima kasih Allah, ia harus me-
ninggalkan kasihnya yang tertinggi kepada dirinya sendiri. (E.G. de White, The
Desire of Ages, hlm. 478).
Apa yang tidak dimiliki oleh orang muda yang kaya itu adalah kasih Allah!
Ia tidak memiliki pemahaman bahwa ketaatan tidak boleh dipisahkan dari
kasih! Saya sering mendengar banyak anak muda berkata, “Saya orang yang
baik dan itulah yang terpenting.” Tetapi apakah itu benar? Bayangkan seo-
rang wanita, seorang janda miskin dengan anak tunggal. Ibu ini mengajarkan
anaknya bagaimana ia ingin anaknya hidup: selalu berkata jujur, bekerja keras,
dan membantu orang miskin. Penghasilannya sangat sedikit, namun dengan
tabungannya yang sedikit, ia menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi.
Bayangkan ketika dia lulus, dia hampir tidak akan berbicara dengannya lagi;
dari waktu ke waktu dia akan mengiriminya kartu Natal, tetapi dia tidak akan
mengunjunginya dan bahkan tidak akan menjawab panggilan telepon atau su-
ratnya. Dia tidak akan berbicara dengannya. Tetapi dia akan hidup seperti yang
diajarkannya: jujur, pekerja keras, dan dermawan.
Apakah menurut Anda ini dapat diterima? Tentu saja tidak. Teman-teman,
tidak cukup hanya dengan mengikuti aturan, perintah, dan prinsip, kita perlu
memiliki hubungan yang penuh kasih dengan Allah, yang akan membawa kita
kepada kehidupan yang penuh dengan ketaatan.

(Diadaptasi dari buku Shaped by The Gospel karya Timothy Keller: Melakukan Pelayanan
yang Seimbang dan Berpusat pada Injil di Kota Anda, Zondervan: 2016, hal. 3).

Kesimpulan
Apa yang terjadi pada pemuda dalam cerita kita? Betapa saya ingin me-
ngatakan bahwa orang muda ini akan mengikut Yesus! Akan tetapi, kisah ini
diakhiri dengan mengatakan: “Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa,
lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.”
Teman-teman yang terkasih, mungkin saja ada ketaatan tanpa kasih—se-
perti dalam kasus orang muda yang kaya itu—tetapi tidak akan pernah ada
kasih tanpa ketaatan. Mengasihi berarti taat. Ketika Yesus ditanya tentang
hukum yang paling penting dalam hukum Taurat, Dia dengan tegas mengata-
kan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan
yang pertama.” (Matius 22: 37–38)
Teman-teman, kasih dan hanya kasih yang seharusnya menjadi dasar ke-
taatan Anda, karena seperti yang dikatakan Alkitab, “Kasih adalah kegenapan
hukum Taurat.”

Refleksi dan pertanyaan pembelajaran


1. Mengapa tidak dikatakan bahwa tidak akan ada ketaatan tanpa kasih,
tetapi tidak akan pernah ada kasih tanpa ketaatan?
2. Apa yang Alkitab katakan kepada kita tentang mengapa kita disela-
matkan dan apa yang dibutuhkan oleh pemuda dalam sejarah untuk
mencapai keselamatan?
3. Apakah perintah yang paling penting dalam hukum Taurat dan menga-
pa?
Hari 6
Kesaksian
6
Shalom. Saya rindu membagikan pengalaman saya bagaimana Tuhan yang luar
biasa mendampingi perjalanan hidup kita sepanjang masa. Cerita ini berawal dari
2003, kami mengikuti perkemahan di Ranca Upas, Ciwidey. Saya masih belum
aktif di kegiatan Pathfinder, tapi saya sangat tersentuh dengan pelayanan
Pendeta Simon Siew, saat itu Direktur PA se-Asia Tenggara. Beliau mengajarkan
kepahaman sign language yang begitu mengena buat saya. Saat saya Kembali ke
Surabaya, kami pun dengan semangat menyanyikan lagu-lagu sign language
tersebut berulang-ulang.

Akhir 2016, para pemuda Jemaat Dharmahusada Indah berkomitmen


menyelesaikan Master Guide dan memulai pelayanan konten Youtube pelajaran
Sekolah Sabat dengan nama PADHITV dimana banyak orang yang menyaksikan
dan terberkati. Kemudian tibalah saat mau pelantikan dimana kami ditantang
harus memiliki skill sebagai seorang Master Guide. Saat itu saya bertanya
kepada Tuhan, apa yang Ia mau saya lakukan. Saya teringat sign language yang
dulu pernah dipelajari. Tapi kali ini saya rasa, bukan saja belajar lagu dalam
bahasa isyarat, tapi ingin ini menjadi bermakna dalam pelayanan saya. Tuhan
begitu luar biasa!

Tak lama setelah itu saya dipertemukan kembali oleh almarhum Kak Deicy
Wenas, beliau adalah guru Bahasa inggris saat saya masih SMA, dan sudah lama
sekali kita tidak berkabar. Saya menyampaikan kerinduan belajar Bahasa isyarat,
yang mana beliau sudah mulai pelayanan lewat The Unspoken Ministry. Dan
akhirnya saya bergabung dan mulai belajar langsung pada teman-teman tuli.
Saya pun menghubungi Pastor Simon Siew lewat Facebook dan menceritakan
yang saya kerjakan adalah buah dari mengenal pelayanan yang dulu beliau
pernah ajarkan. Dan dia merasa sangat bahagia.

Pada 2018 itu mau membuat acara perayaan hari bahasa isyarat sedunia yang
dihadiri 700 teman Tulise-Jawa Timur. Kami berusaha untuk menggunakan Balai
Kota Surabaya tapi pengajuan kami lakukan tapi belum ada izin. Mendekat waktu
acara saya bingung tapi saya ingat Pdt. Ronny Wenas mengajarkan doa Tembok
Yeriko. Jadi malam itu sepulang kerja saya menyetir mengelilingi Balai Kota
sambil berdoa. Walaupun tidak tujuh kali karena petugas sepertinya mulai curiga
dengan saya.
Keesokan harinya, Tuhan menjawab lewat petugas Balai Kota bahwa lokasi itu
tidak dapat digunakan. Saya kecewa. Tapi tanpa disadari, saya menghubungi
teman mencari opsi lain di Yamaha Land dan setelah bertemu dengan
pemiliknya, lokasi dapat digunakan. Sungguh Tuhan luar ini menyediakan semua
kebutuhan kita jika kita berserah pada Tuhan saja bukan pada manusia. Saya
sungguh sangat merasa berdosa. Tapi kasih Tuhan begitu baik dan Dialah yang
menyelamatkan kami dari segala rasa malu jika kami gagal.

Saya sangat terpukul saat sahabat dan partner pelayanan, Kak Deicy meninggal
dimana banyak sekali program pelayanan yang belum selesai. Saya sempat
kehilangan arah, dan bertanya kepada Tuhan. Sekali lagi Tuhan begitu baik, Ia
mengumpulkan umat-umat Tuli agar dapat memulai ibadah Efata Tuli di Jakarta
online dan offline, begitupun di Surabaya. Setiap kita punya talenta yang Tuhan
siapkan, rencana besar yang kita tidak pernah sadari. Dan saat kita dipercayakan
sesuatu, mari kerjakan dengan sungguh-sungguh. Walaupun harus banyak
airmata yang bercucuran, percayalah Tuhan akan menjadikan semua indah pada
waktunya.

Kasih akan mendorong kita untuk melakukan yang terbaik dan mencegah niat
buruk terhadap orang lain. Kasih membuat orang melakukan yang terbaik.
Hanya ada satu masalah: kasih dari manusia itu cepat berlalu, tidak permanen
dan sering dirusakkan. Seseorang membutuhkan orang yang penuh kasih untuk
mengubah hatinya. Namun kasih Tuhan berbeda: Tuhan yang pengasih
mengubah orang yang cintanya terbatas.

Tantangan dalam hidup ini adalah untuk menunjukkan bahwa kita sudah
memiliki kasih Kristus. Tunjukkan bahwa seseorang dapat mengasihi - bukan
dengan cinta manusia, tetapi dengan cinta Ilahi. Kasih yang mau melakukan yang
terbaik terhadap orang lain. Melakukan pelayanan atas dasar kasih ini pasti akan
membuat kita melakukan segala sesuatu dengan baik.

Sebagai pemuda-pemudi Kristen tunjukkan kasih Ilahi ini kepada keluarga,


sahabat, teman, bahkan yang membenci kita hari ini – apa pun yang kita alami
dan bagaimana mereka dapat menanggapi kita hari ini. Apakah anda berani
menerima tantangan ini?! Kasih membuat kita melakukan yang terbaik.

Elenora Moningka
Surabaya, Konferens Jawa Kawasan Timur
Koordinator The Unspoken Ministry (TUM) KLIP-PA UIKB
Renungan
Mengasihi Berarti Menyembah
Yohanes 4: 23

Pendahuluan
Dalam sebuah iklan TV baru-baru ini, terlihat seorang pria muda yang bim-
bang apakah akan melanjutkan perjodohan atau tidak. Di negaranya, perjo-
dohan merupakan hal yang biasa; namun, setelah tinggal di Amerika, ia ragu
untuk mengikuti kebiasaan kuno ini, terutama karena ia belum pernah bertemu
dengan calon istrinya.
Meskipun begitu, saat sang wanita datang, ia menunggunya dengan patuh,
dengan bunga di tangannya dan ekspresi muram di wajahnya, tetapi saat ia
melihat sang wanita masuk, segalanya berubah. Ternyata wanita itu sangat
cantik; Tiba-tiba saja ekspresi muramnya menghilang. Pikiran untuk menikahi
wanita ini tidak lagi menjadi tugas yang ditakuti, tetapi menyenangkan.
Apa yang telah berubah? Dia telah melihatnya (Drew Dyck. Menguap pada
harimau, Thomas Nelson: 2014, hlm. 54.)
Teman-teman yang terkasih, kita sering kali melayani dan menyembah
Allah karena kewajiban. Kita datang ke gereja, memaksakan diri untuk mela-
yani orang lain, tetapi hati kita tidak berada di dalamnya. Kita seperti pemuda
di bandara itu, yang dengan berat hati memegang bunga untuk Tuhan. Kita
mencoba untuk hidup kudus karena kita tahu kita harus melakukannya, tetapi
itu berat bagi kita, kita tidak melakukannya dengan sukacita.
Bagaimana hal ini bisa berubah? Lihat Tuhan. Ketika kita memiliki visi
tentang siapa Tuhan sebenarnya, kita tiba-tiba merasa bersemangat untuk
memenuhi misi-Nya. Ketika kita merenungkan kebesaran dan kemuliaan-Nya,
penyembahan tidak lagi terasa berat. Ketika kita memahami kasih-Nya yang
besar, melayani dan beribadah bukanlah sebuah kewajiban, melainkan sebuah
sukacita!
Pengembangan
Dalam berbicara tentang kasih sebagai sebuah tindakan, kita tidak dapat
mengabaikan topik penyembahan, karena mengasihi Tuhan berarti menyem-
bah Dia. Sekarang, mungkin tidak ada topik yang membawa lebih banyak kon-
troversi dan pendapat yang bertentangan dibandingkan dengan topik penyem-
bahan, karena, sering kali setiap kali topik penyembahan dibahas, orang-orang
beralih ke topik musik.
Izinkan saya untuk mengatakan bahwa dalam khotbah kita hari ini, kita
tidak akan masuk ke dalam diskusi yang tak berujung yang berkisar pada topik
penyembahan, tetapi kita akan melihat beberapa bagian Alkitab yang menun-
jukkan apa yang dihasilkan oleh penyembahan yang benar dalam kehidupan
orang percaya. Kita akan berfokus pada tiga bagian Alkitab yang dicatat dalam
Injil Matius.
Mari kita mulai dengan membaca Matius 2: 11–12: “Maka masuklah mereka
ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud
menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan memper-
sembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur. Dan
karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes,
maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.”
Raja-raja dari Timur, yang merupakan para astronom dan ahli peramal,
datang dari negeri-negeri yang jauh dengan tujuan untuk menyembah “Raja”
yang telah dilahirkan. Dapatkah Anda membayangkan waktu yang mereka
habiskan dalam perjalanan mereka untuk bertemu dengan Yesus dan menyem-
bah Dia?
Mereka rela menempuh jalan yang sulit dan cuaca yang tidak menentu
hanya untuk menyembah Tuhan. Dan ketika mereka menemukan-Nya, mere-
ka tersungkur di hadapan-Nya dan mempersembahkan persembahan mereka
yang mahal. Lalu apa yang terjadi pada mereka? Cerita berlanjut bahwa setelah
menyembah Tuhan “mereka diperingatkan dalam mimpi untuk tidak kembali
kepada Herodes, dan mereka pulang ke rumah mereka melalui jalan yang lain.
Teman-teman, tanpa bermaksud untuk menambahkan sesuatu yang ber-
lebihan pada ayat Alkitab, kita dapat mengatakan bahwa setiap orang yang
sungguh-sungguh menyembah Tuhan akan pulang ke rumah “dengan cara
yang berbeda”. Dengan kata lain, sebuah perubahan arah dan tujuan akan
terjadi dalam kehidupan dan pengalaman rohani Anda.
Perikop kedua yang berbicara tentang dampak penyembahan yang benar
dapat dilihat dalam Matius pasal 14: 32–33, “Lalu mereka naik ke perahu dan
angin pun redalah. Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia,
katanya: ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah!’” Kisah ini lanjutan dari badai
besar yang mengancam akan menenggelamkan perahu para murid. Di te-
ngah-tengah badai itu, Yesus datang kepada mereka berjalan di atas air; ketika
mereka melihat-Nya, murid-murid yang ketakutan berteriak dan mengira
bahwa Dia adalah hantu, tetapi Yesus berkata kepada mereka, “Tenanglah! Aku
ini, jangan takut” (Matius 14: 27). Pada saat itulah Yesus masuk ke dalam pe-
rahu dan, secara ajaib, badai berhenti dan laut yang bergelora menjadi tenang.
Melihat kuasa Tuhan, para murid tersungkur di kaki- Nya dan menyembah Dia,
karena mereka telah melihat kuasa Tuhan atas badai itu. Mereka telah menga-
lami damai sejahtera yang melampaui segala akal budi, dan sekarang mereka
tidak dapat melakukan apa pun selain menyembah Tuhan.
Saat bersujud di kaki sang Guru, tidak ada lagi rasa takut; rasa tidak aman
telah hilang.
Ya, sahabat-sahabat terkasih, ketika kita menyaksikan kuasa Allah dan
menyembah Dia, ketakutan dan rasa tidak aman yang mengancam untuk me-
nenggelamkan hidup kita lenyap. Damai sejahtera yang melampaui segala akal
memenuhi hati kita, dan dengan penuh keyakinan kita dapat berkata, “Jika
Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Roma 8: 31)
Ayat terakhir yang ingin saya bagikan adalah dari Matius: “Tiba-tiba Yesus
berjumpa dengan mereka dan berkata: “Salam bagimu.” Mereka mende-
kati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya” (Matius 28: 9).
Pada hari Jumat sebelum peristiwa ini, Tuhan telah disalibkan dan harapan
para pengikut-Nya telah pupus. Keputusasaan, kekalahan, dan kekecewaan
telah mengetuk pintu hati mereka masing-masing. Hanya beberapa orang yang
tetap tinggal di kaki salib! Sebagian besar dari mereka telah melarikan diri dan
meninggalkan sang Guru sendirian! Dengan kesedihan yang mendalam, bebe-
rapa murid dan terutama beberapa wanita melihat bagaimana tubuh guru yang
mereka kasihi dibawa ke kubur! Pada hari Minggu, setelah hari Sabat, para
wanita pemberani ini memutuskan untuk pergi ke tempat itu, tetapi betapa
terkejutnya mereka: kubur itu kosong! Yesus telah bangkit dan Dia sendiri pergi
menemui mereka dan berkata kepada mereka: Salam!
Melihat tuan mereka yang telah bangkit, yang dapat dilakukan oleh orang-
orang percaya yang setia ini hanyalah memeluk kaki Tuhan dan menyembah
Dia. Di sana-sambil bersujud di kaki-Nya—kekecewaan dan keputusasaan
berakhir.
Dalam penyembahan kepada Kristus yang telah bangkit, pengalamannya
yang tampaknya seperti kekalahan berubah menjadi kemenangan.

Kesimpulan
Apa yang terjadi pada orang Majus dari Timur, para murid, dan para wani-
ta yang pergi ke kubur pada hari mereka melihat pribadi, kuasa, dan otoritas
Yesus? Mereka menyembah Dia dan sebagai hasilnya hidup mereka diubahkan!
Ketika Anda berfokus pada pribadi, kuasa, dan otoritas Tuhan, Anda akan
mengasihi Dia, menyembah Dia, dan sebagai hasilnya hidup Anda akan diubah-
kan.
Ralph Waldo Emerson pernah berkata, “Kita menjadi apa yang kita sem-
bah.” Dengan kata lain, objek pemujaan kita membentuk identitas kita.
Ilmuwan evolusi Charles Darwin konon pernah menulis dalam otobiografi-
nya: “Hiburan utama saya dan satu-satunya pekerjaan saya sepanjang hidup
adalah pekerjaan ilmiah. Dari pekerjaan ini,” tambahnya, “saya tidak pernah
menganggur,” karena ini adalah “satu-satunya hal yang membuat hidup saya
bertahan.” (Charles Robert Darwin dan Sarah K. Bolton. Majalah Leisure and
Culture, tersedia di: https: //es.paperblog.com/charles-robert-darwin-sarah-k-
bolton-5045596/)
Apa pengaruh dedikasi terhadap karya ilmiah terhadap pribadi Darwin?
Hingga usia tiga puluh tahun, Darwin terus menulis, “puisi... itu memberi
saya kesenangan yang luar biasa, dan (...) saya sangat menyukai Shakespea-
re... Tetapi sekarang, selama bertahun-tahun (...) saya merasa sangat membo-
sankan sehingga membuat saya mual... Pikiran saya tampaknya telah menjadi
semacam mesin untuk menggiling hukum umum dari kumpulan fakta yang
besar. Kehilangan [ini] adalah kehilangan kebahagiaan (...) [Saya menjadi]
“daun layu untuk semua mata pelajaran kecuali Ilmu Pengetahuan” [yang dia
lihat sebagai “kejahatan besar”]. (Charles Robert Darwin dan Sarah K. Bolton.
Majalah Leisure and Culture, tersedia di: https: //es.paperblog.com/char-
les-robert-darwin- sarah-k-bolton-5045596/)
Sekarang perhatikan kehidupan seorang jenius berpengaruh lainnya, teolog
Jonathan Edwards. Pada usia 19 tahun, Edwards menulis:
Dengan bertekad ... untuk menyerahkan jiwaku kepada Tuhan Yesus Kris-
tus, percaya kepada-Nya, dan menguduskan diriku sepenuhnya kepada-Nya.
(Tadeus J. Williams. Menjadi diri sendiri dengan bercermin pada orang terhebat
dalam sejarah, “Pendahuluan”, Weaver Book Company: 2017.)
Di kemudian hari, Edwards merenungkan bagaimana objek pemujaannya
memengaruhi jiwanya selama bertahun-tahun:
[Dia membawa] kemurnian, kecerahan, kedamaian, dan ekstase yang tak
terkatakan kepada jiwa. Dengan kata lain, ia mengubah jiwa menjadi ladang
atau taman.
(Tadeus J. Williams. Menjadi diri sendiri dengan bercermin pada orang
terhebat dalam sejarah, “Pendahuluan”, Weaver Book Company: 2017.)

Dua orang yang berbakat. Yang satu menjadi “daun yang layu” dan yang
lainnya menjadi “taman”. Objek penyembahan mereka membentuk mereka
menjadi pria yang sangat berbeda.

Refleksi dan pertanyaan pembelajaran


1. Mengapa kita dapat mengatakan bahwa setiap orang yang sung-
guh-sungguh menyembah Tuhan akan pulang ke rumah dengan cara
yang berbeda?
2. Apa yang dapat terjadi jika kita menyaksikan kuasa Allah dan menyem-
bah Dia?
3. Sebutkan satu ayat Alkitab yang Anda sukai yang menunjukkan apa
yang dihasilkan oleh penyembahan yang benar dalam kehidupan orang
percaya.
Hari 7
Kesaksian
7
Pernahkah kamu berada di dalam suatu situasi, dimana menyukai sesuatu
adalah sebuah keharusan? Adakah saat dimana Ibu mengharuskanmu untuk
berbagi makanan kesukaanmu? Bisa jadi, kamu pernah diharuskan berpelukan
dengan kakak setelah dia membuatmu sangat kesal? Ketika Yesus berkata: “Aku
memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi;
sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling
mengasihi”, Yesus tidak bermaksud untuk meniadakan perintah-perintah yang
sudah diberikan Tuhan terlebih dahulu di Perjanjian Lama.

Yesus ingin memberikan sudut pandang “baru” mengenai kasih yang


sebenarnya. Bukan kasih yang didasarkan rasa takut, ataupun kasih yang
dilakukan atas dasar paksaan. Tetapi kasih yang dipraktikan oleh karena suatu
ikatan dengan Bapa. Ikatan yang menyadarkan bahwa kasih adalah bagian
dalam kehidupan sehari-hari.

Dewasa ini, semboyan “self-love” mengaung di berbagai platform media sosial.


Semboyan yang terdengar sangat “empowering” bagi manusia ringkih yang
mencoba bertahan hidup dalam tekanan “judgement” orang lain. Sifat daging
saya mulai menerima hal ini, dan saya dengan lugas menuntut kepada Tuhan
bahwa cukup dulu dengan mengasihi orang lain. Dalam pikiran saya, ini adalah
saatnya untuk mempraktikan “Self-love” dengan memberikan diri saya
“reward”.

Dan “reward” yang saya pilih adalah membeli sekotak martabak manis spesial
dengan topping favorit. Saya berencana untuk memakannya di rumah didampingi
dengan minuman boba susu segar, sambil menonton film pilihan di komputer.
Rangkaian “self-love” yang saya rasa sangat pantas untuk saya dapatkan.

Pasangan saya menemani saat saya memesan martabak itu, dan akhirnya
“reward” itu ada di tangan saya. Perjalanan motor menuju rumah terasa ringan
penuh dengan harapan. Sepertinya angin pada sore itu sangat bersahabat, sepoi-
sepoi, sejuk, mendukung khayalan akan rencana yang sudah dirangkai.
Beberapa kilometer sebelum sampai di rumah, pasangan saya menghentikan
motor dan mununjuk ke suatu arah. Jarinya tertuju kepada seorang ibu lusuh
yang sedang memilah-milah sampah. DEG! Saya tertegun, dan sebuah monolog
terjadi dalam hati saya.

“Tuhan, masa iya martabak ini pun harus saya kasih sama orang lain?”
“Iya saya sadar bahwa ibu itu lebih membutuhkan.”
“Bolehkah satu kali ini saja saya tidak memikirkan orang lain?”
“Ya... ya... ya... Saya mengakui bahwa saya tersentuh oleh ibu itu”
“Tuhan, tolong bantu saya untuk menunjukan kasih kepada ibu itu.”

Tuhan meringankan langkah saya untuk turun dari motor dan berjalan ke arah ibu
itu. Tuhan pun meringankan tangan saya untuk menyerahkan martabak manis
dan hangat. Dan Tuhan yang sama menggerakan mulut saya untuk bisa
berkenalan dan membatu ibu itu lebih jauh lagi. Kejadian sederhana itu
mengingatkan saya bahwa Tuhan meminta saya untuk mengasihi orang lain,
bukan mengasihi diri sendiri. Dengan mempraktikan kasih, saya dapat
merasakan bahwa Tuhan sudah sangat mengasihi saya. Dan kini giliran saya,
sebagai murid dan saksi-Nya untuk mengasihi orang lain.

Saya yakin kita semua pernah ada di keadaan yang sama dengan yang saya
alami, bahkan mungkin lebih luar biasa daripada kesaksian sederhana saya ini.
Suatu keadaan dimana kasih akan sesama sangat kuat mendorong kita. Pada
akhirnya kita harus memilih untuk mempraktikan kasih itu atau mengabaikannya.
Kasih Tuhan yang begitu besar rasanya sangat sulit untuk dibendung. Demikian
meluapnya, perintah untuk mengasihi itu tidak membebani kita lagi. Kita benar-
benar mengasihi sesama manusia oleh karena kasih luar biasa yang Tuhan sudah
berikan bagi kita. Sehingga tidak ada lagi ada rasa terpaksa untuk mengasihi.

Mengasihi melalui berbagi, mengasihi melalui mendengarkan, mengasihi melalui


memaafkan, dan masih banyak cara lagi dalam menunaikan “perintah untuk
mengasihi” yang Yesus telah berikan untuk kita. “Kasih hanya terdapat dalam
hati di mana Yesus memerintah” (AA, 551). “Bilamana diri pribadi dibenamkan
dalam Kristus, maka kasih sejati akan memancar dengan sendirinya” (Lt 97,
1898). “Kasih itu akan menuntun kita untuk bersimpati kepada mereka yang
hatinya lapar akan simpati” (MS 17, 1899).

Michelle Hutabarat
Pekanbaru, Daerah Sumatera Kawasan Tengah
Wakil Koordinator Adventurer Club for Disabilities Project KLIP-PA UIKB
Renungan
Mengasihi Berarti Berbagi
2 Korintus 5: 14

Pendahuluan
Salah satu kisah yang paling mengejutkan yang pernah saya dengar adalah
kisah Desmond Doss. Lahir di Virginia pada tahun 1919 dari keluarga kelas pe-
kerja, Doss mendaftar di Angkatan Darat Amerika Serikat selama Perang Dunia
II. Karena keyakinan agamanya yang mendalam bahwa Tuhan telah menasihat-
inya untuk tidak pernah membawa senjata, dia dilatih sebagai seorang dokter.
Dapatkah Anda bayangkan bagaimana rasanya pergi berperang tanpa
membawa senjata?! Keyakinan Doss membuatnya diejek, dilecehkan oleh
rekan- rekannya dan bahkan dihina oleh atasannya, tetapi dia tidak pernah
menyerah pada tekanan untuk membawa senjata.
Namun, semuanya berubah pada bulan April 1945 ketika kompi Doss
bertempur dalam Pertempuran Okinawa, pertempuran paling berdarah dalam
Perang Pasifik. Di tengah pertempuran, Jepang mempertahankan posisi mere-
ka; Akhirnya, batalion Amerika mundur.
Ketika tentara Amerika mundur, Doss dapat melihat mayat-mayat tenta-
ra Amerika yang berserakan di medan perang dan tahu ada yang terluka di
antara mereka. Dia tetap tinggal di belakang dan, tidak peduli dengan bahaya,
bergegas ke zona kematian, membawa tentara yang terluka ke tepi bukit dan
menurunkan mereka sendirian ke tempat yang aman, dengan tali yang dia
buat sendiri.
Selama dua belas jam dia mengulangi tugas berat ini, sampai dia tahu pasti
bahwa tidak ada lagi orang Amerika yang terluka di kamp tersebut. Ketika
akhirnya dia meninggalkan daerah itu, Desmond Doss telah menyelamatkan
nyawa tujuh puluh lima orang!
Atas prestasinya yang luar biasa, Doss dianugerahi Medali Kehormatan
Kongres. Bertahun-tahun kemudian, dia ditanya bagaimana dia menemukan
kekuatan untuk terus maju pada malam itu. Jawabannya sederhana: setiap kali
dia selesai membawa orang lain ke tempat yang aman, dia berdoa, “Tuhan,
bantu saya menemukan satu orang lagi.”
Orang muda yang terkasih, seperti Desmond Doss, kita berada di medan
perang di mana ratusan orang menderita dan siap untuk binasa. Apa tanggung
jawab kita? Bekerja tanpa lelah dan berdoa dengan mengatakan, “Tuhan,
tolonglah saya menemukan satu lagi.” Kasih kepada Tuhan dan sesama kita
harus menuntun kita untuk membagikan pesan keselamatan.

Pengembangan
Pada kesempatan ini saya ingin berbagi dengan Anda beberapa contoh
orang-orang yang tidak bisa tinggal diam dan yang, karena kasih, memutuskan
untuk berbagi dengan orang lain tentang kabar baik tentang Yesus; orang-
orang seperti Anda dan saya.
Contoh pertama dapat ditemukan dalam Markus 1: 40–42. Alkitab memberi-
tahukan kepada kita tentang hal itu:
Seorang laki-laki yang menderita kusta datang kepada Yesus dan berlu-
tut. Ia memohon, “Engkau memiliki kuasa untuk menyembuhkan saya, jika
Engkau mau.” Yesus merasa kasihan kepada orang itu. Maka Ia meletakkan
tangan-Nya ke atas orang itu dan berkata, “Aku mau! Sekarang engkau sudah
sembuh.” Seketika itu juga penyakit kusta orang itu lenyap, dan ia sembuh.
Seperti yang dapat kita lihat dari kisah pertama ini, seorang yang penuh
dengan penyakit kusta datang kepada Yesus. Mari kita ingat, anak-anak muda,
bahwa kusta dikenal sebagai “momok” atau “kutukan Allah pada zaman Kris-
tus.” Dan tahukah kamu mengapa? Guru dan penulis, Alfonso Ropero, memberi
tahu kita bahwa kusta adalah penyakit yang menyakitkan dan menjijikkan,
yang tidak ada obatnya.
Ya, anak-anak muda yang terkasih, orang yang menghampiri Yesus telah
dijatuhi hukuman mati; namun, Alkitab mengatakan bahwa Yesus berbica-
ra, dan kulitnya menjadi tahir. Orang kusta yang dikutuk oleh penyakit yang
mengerikan ini menemukan kesembuhan di dalam Yesus. Apa yang kemudian
terjadi? Mari kita lihat bagaimana akhir dari kisah ini:
Lalu ia menuduhnya dengan keras, dan kemudian memberhentikannya,
dan berkata kepadanya: “Dengarlah, janganlah engkau berkata apa-apa kepada
siapa pun, jika engkau tidak melihat, perlihatkanlah dirimu kepada imam, dan
persembahkanlah untuk pentahiranmu apa yang diperintahkan Musa sebagai
kesaksian bagi mereka. Tetapi dia pergi, dia mulai banyak mempublikasikannya
dan membocorkan fakta itu.
“Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras: ‘Ingatlah,
janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun,
tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah un-
tuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti
bagi mereka.’ Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menye-
barkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan ma-
suk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang
terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru” (Markus 1: 43–45)
Ketika orang kusta itu mengalami kesembuhan, hal berikutnya yang dia
lakukan adalah bersaksi tentang kesembuhannya. Ia tidak bisa diam saja! Ia
berbicara tentang orang yang telah menyembuhkannya!
Contoh kedua yang ingin saya tunjukkan kepada Anda juga dapat ditemu-
kan dalam Injil Markus. Di sana diceritakan kisah seorang tokoh yang dikenal
sebagai Gadarene yang kerasukan setan. Kisah ini mengatakan bahwa di wi-
layah Gadara hiduplah seorang pria yang dirasuki oleh sepasukan setan (Lihat
Markus 5: 1–20).
Ada baiknya untuk mengklarifikasi bahwa istilah “legiun” berasal dari ba-
hasa Romawi, dan mengacu pada sekitar enam ribu prajurit infanteri dan tujuh
ratus prajurit kavaleri. Anda tahu, pria dalam cerita kita sedang diikat oleh
banyak setan!
Tetapi suatu hari Yesus datang ke pantai Gadara dengan tujuan untuk
membebaskan orang yang malang ini. Secara luar biasa, Yesus menaklukkan
kuasa Iblis dan membebaskan orang itu dari kuasa kegelapan. Apa yang terjadi
kemudian?
Mari kita lihat sendiri jawabannya dalam Markus: “Pada waktu Yesus naik
lagi ke dalam perahu, orang yang tadinya kerasukan setan itu meminta, supaya
ia diperkenankan menyertai Dia. Yesus tidak memperkenankannya, tetapi Ia
berkata kepada orang itu: ‘Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekam-
pungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diper-
buat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!’ Orang
itu pun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang
telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran.” (Markus
5: 18–20)
Apakah Anda melihatnya? Ketika orang kusta dari Gadara mengalami kuasa
Yesus yang membebaskan, ia tidak bisa tinggal diam. Dia, seperti orang kusta
itu, pergi keluar dan mulai membagikan dan menceritakan kepada orang lain
tentang hal-hal besar yang telah Yesus lakukan dalam hidupnya!
Contoh ketiga yang ingin saya tunjukkan kepada Anda terdapat dalam Yo-
hanes 4: 8–10. Dalam perikop ini kita membaca kisah tentang seorang wanita
yang bermasalah dan merasa malu dengan masa lalunya. Pada suatu hari yang
panas, Yesus pergi ke sumur untuk mengambil air dan di sana, karena Ia lelah
setelah berjalan jauh, Ia duduk untuk beristirahat. Seorang wanita Samaria
datang untuk menimba air, dan Yesus bertanya kepadanya, “Maukah engkau
memberi Aku minum air?” Perempuan Samaria itu, sebagai orang Samaria
yang baik, mengetahui bahwa orang yang meminta air kepadanya adalah
seorang Yahudi, berkata kepada-Nya: “Bagaimana mungkin Engkau, seorang
Yahudi, meminta air minum kepadaku?” Pada saat itulah Yesus, yang tidak lain
adalah Dia yang telah menciptakan semua sumber air, berkata kepadanya: “Ji-
kalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepa-
damu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia
telah memberikan kepadamu air hidup” (ayat 10).
Wanita yang bermasalah itu meminta air kehidupan kepada Yesus! Di sana,
di dalam sumur itu, dia mengalami kuasa pengampunan dan keselamatan. Apa
yang terjadi selanjutnya? Yohanes 4: 28-30 menceritakannya kepada kita:
“Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota
dan berkata kepada orang-orang yang di situ: ‘Mari, lihat! Di sana ada seorang
yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah
Dia Kristus itu?’ Maka mereka pun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus.”
Perempuan Samaria itu, seperti orang kusta dan orang yang kerasukan
setan dari Gadara, tidak bisa tinggal diam. Ketika mereka mengalami kuasa
pengampunan, mereka pergi dan bersaksi tentang Juruselamat mereka!

Kesimpulan
Orang muda yang terkasih, Alkitab mengatakan bahwa “kasih Kristus
menguasai kita” atau, seperti yang dikatakan oleh terjemahan dalam Bahasa
Indonesia Masa Kini, “kasih Kristus menguasai hidup kita.” Ketika kasih Tuhan
mendominasi kita, kita tidak dapat tinggal diam, karena mengasihi berarti ber-
bagi. (Baca 2 Korintus 5: 14)
Dikatakan bahwa setelah Kristus dibangkitkan, Dia naik ke surga dan di-
sambut dengan antusias oleh para malaikat. Ketika para malaikat memuji Dia
atas kemenangan yang telah dicapai, salah satu dari mereka mendekati Tuhan
dengan pertanyaan berikut:
Rencana apa yang Anda miliki untuk melanjutkan pekerjaan yang telah
Anda mulai di bumi?
Tanpa ragu-ragu, Yesus menjawab:
“Aku meninggalkannya di tangan para rasul. Mereka akan meneruskannya
kepada orang lain. Dan yang lain kepada yang lain, sampai semua orang tahu.
Malaikat itu bertanya lagi kepadanya:
Dan bagaimana jika mereka gagal? Apakah Anda tidak punya rencana lain?
Tuhan menjawab: “Saya tidak punya rencana lain.
Oh, anak muda yang terhormat! Tidak ada rencana lain. Satu-satunya ren-
cana adalah agar kita masing-masing bersaksi tentang apa yang telah Yesus
lakukan di dalam diri kita dan bagi kita. Kasih kepada Allah dan sesama kita
seharusnya menuntun kita untuk membagikan pesan keselamatan.

Refleksi dan pertanyaan pembelajaran


1. Apakah ajaran dari kisah Desmond Doss mengenai tanggung jawab kita
kepada saudara-saudara kita yang menderita?
2. Ke mana seharusnya kasih kepada Allah dan sesama manusia memba-
wa kita?
3. Mengapa kita tidak bisa diam saja ketika kasih Tuhan mendominasi
kita?
Hari 8
Kesaksian
8
Puji Tuhan setelah tertunda, oleh kehendakNya saja misi kemanusiaan ini dapat
terealisasi. "Membina Generasi Ruas Indonesia" sampai ke sini hanya karena
petunjuk Tuhan. Tak kenal siapa-siapa, sinyal pun tak ada, semakin yakin inilah
misi Tuhan yang harus dijalani. "Here am I, send me!" Walau hanya berempat di
tengah musim hujan angin, Pdt. Ronny Wenas, Kak Kristiadi Sukartono, Kak Regi
Onsoe, dan saya melalui mediator Kak Septian Hutagalung (Dosen eLBajo
Commodus) bersama istri dr. Ketlyne Lawra dan Pdt. Paulus Fobia (Gembala
Jemaat Labuan Bajo) yang penuh dedikasi menyusuri tempat terlebih dahulu
disurvei oleh Tim Bajo.

Salut melihat Kepala Sekolah MI Al-Amin Pak Ahmad Rahman yang berjuang
untuk pendidikan anak-anak di "Sekolah Bambu" ini. Demi menjangkau sekolah
harus jalan berkilometer, dan ruang kelas yg tidak layak, bahkan minimnya alat-
alat tulis. Misi kami dalam perbaikan ruang kelas baru dimulai awal Desember
oleh karena jauhnya membeli semen yang harus menyeberang laut beberapa jam
dan jalan darat yg cukup panjang. Walau demikian kami tetap bisa beraktifitas di
bawah pohon yang cukup rindang di tengah teriknya panas matahari yang
menyengat.

Sejak tiba di pantai, kami disambut dengan sangat hangat oleh warga dan anak-
anak dengan pakaian seragamnya. Setelah berjalan, mendaki, kami kira tidak
sejauh ini.. Ketika kami tanya, jawab anak-anak "Sudah dekat!" Ternyata
dekatnya mereka dua atau tiga kilometer, dibanding perjalanan mereka ke
sekolah yang sangat jauh.

Kearifan lokal dengan budaya yang unik menjadi suatu kebanggaan bisa tiba di
tempat ini. Kami disambut dan dilakukan adat penerimaan dengan
penyelempangan kain dan topi, serta penyerahan air doa dan dua ayam jago tapi
kehangatan sambutan mereka membuat kami betah tinggal disini. Walau dua
jam pertemuan pada jam 12 hingga jam dua siang, tak satu pun mereka berkedip
saat kami memberi respon atas sambutan dengan cerita sejarah berdirinya
sekolah di Kewitu. Suguhan kue khas Nangabere segera kami nikmati, walau kopi
dan tehnya tidak kami sentuh, dan ini menjadi awal pembicaraan saat itu.
Akhirnya mereka mengenal Advent yang baru saja mereka tau, dan misi
kesehatan pun mulai berterima. Tuagolo (Ketua Adat) yang kuat merokok pun
akhirnya tidak berani merokok di depan kami.

Dalam program pemeriksaan kesehatan gratis, satu kasus ibu dengan tensi
220/130 mmHg, terlihat lemas dan kebas bagian kanan tubuhnya, langsung
diberikan obat sublingual hingga tensi bisa diturunkan, dan kasus lainnya hampir
mirip yg kebanyakan hipertensi, diabetes, dan asam urat. Kunjungan ke rumah
warga pun dilakukan untuk menjangkau warga. Kasus lain dengan blind karena
katarak yang sudah hampir lima tahun dirujuk ke Rumah Sakit agar segera
dioperasi. Masalah kulit juga cukup banyak, mengingat sanitasi lingkungan juga
masih minim. Penyuluhan kesehatan pun dilakukan agar warga menerima
informasi yang cukup, serta ruang tanya jawab dapat membantu merubah pola
hidup.

Walau hanya beberapa hari, tapi cukup banyak yang dirasakan dan memberi
kenangan dalam hidup yang diperkaya oleh pengalaman yang luar biasa ini.
Terimakasih kami kepada yang Maha Kuasa boleh mengenal mereka dan
sebaliknya, semoga Tuhan saja yang ditinggikan di atas dua agama yang
berbeda. Tuhan membalas kebaikan dan memberikan berkat selalu bagi para
sponsor dan donatur. Karena mereka anak-anak yang juga ingin maju, Tuhan
selalu punya jalan untuk misi pelayanan selanjutnya.

Tetes airmataku sudah tertinggal disini untuk menjadi semangat mereka tetap
maju, Tuhan memberkati!

Vera Manalu
Bandar Lampung, Daerah Sumatera Kawasan Selatan
Koordinator Youth IMPACT KLIP-PA UIKB

* Artikel ini juga sudah dimuat oleh SSD Adventist News Network edisi 29 Desember 2022
Renungan
Mengasihi Berarti Menanti
2 Timotius 4: 6–7

Pendahuluan
Penulis dan pengkhotbah, Max Lucado, menceritakan sebuah kisah meng-
harukan yang terjadi setelah gempa bumi yang mengguncang Armenia pada
tahun 1989- gempa bumi yang dalam waktu empat menit menghancurkan
hampir seluruh negara dan menewaskan sekitar tiga puluh ribu orang. Bebe-
rapa saat setelah gempa bumi yang mematikan itu, seorang ayah berlari ke
sekolah untuk menyelamatkan putranya yang masih kecil. Ketika ia tiba, ia me-
lihat bangunan sekolahnya hancur berantakan. Ketika dia mencari-cari di antara
tumpukan batu dan reruntuhan, dia teringat akan sebuah janji yang pernah
diucapkannya kepada putranya: “Apa pun yang terjadi, saya akan selalu ada di
mana pun kamu berada.”
Didorong oleh janjinya, dia menemukan tempat di mana ruang kelas anak-
nya berada dan mulai membersihkan puing-puing; Kemudian orang tua lain
berdatangan dan mulai mencari anak-anak mereka juga. Banyak dari mereka
yang mendekati tempat itu, melihat besarnya kerusakan, mengatakan kepada-
nya: “Sudah terlambat”, “Anda tahu mereka sudah mati. Tidak ada yang bisa
dilakukan.” Seorang polisi bahkan menasihatinya untuk berhenti mencari.
Namun sang ayah tidak menyerah. Delapan jam berlalu, lalu enam belas,
lalu dua puluh dua, dan akhirnya tiga puluh enam; Dia mencari dan mencari.
Tangannya hancur, dan tenaganya telah habis, tetapi dia menolak untuk
menyerah. Akhirnya, setelah tiga puluh delapan jam penderitaan, dia menying-
kirkan sepotong besar dinding dan mendengar suara anaknya. Dia berteriak,
“Armman! Arm!”. Dan sebuah suara menjawab, “Ayah, ini aku!” Kemudian
anak laki-laki itu mengucapkan kata-kata yang sangat berharga: “Saya me-
ngatakan kepada anak-anak lain untuk tidak khawatir, bahwa jika Anda masih
hidup, Anda akan datang untuk menyelamatkan saya; dan dengan menyela-
matkan saya, mereka juga akan diselamatkan karena Anda telah berjanji ke-
pada saya bahwa, apa pun yang terjadi, Anda akan selalu bersama saya.” (Max

Lucado. When Christ Come, Nashville, TN, Editorial Caribe: 2000, hal. 21.)
Pengembangan
Saudara-saudari, janji yang sama yang diucapkan oleh ayah ini kepada
anaknya juga diucapkan oleh Yesus. Ia berkata, “... Aku akan datang kemba-
li dan Aku akan menjemput kamu, supaya di mana Aku berada, kamu juga
berada.” Kedatangan Yesus yang kedua kali adalah pengharapan yang diberkati
bagi orang percaya dan izinkan saya memberi tahu Anda bahwa Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru penuh dengan janji-janji tentang Kedatangan Kristus
yang kedua kali. Sebagai contoh, ada 1.845 referensi tentang hal ini di dalam
Perjanjian Lama dan total tujuh belas kitab yang menyebutkannya secara khu-
sus. (Yohanes 14: 3; Titus 2: 13–14).
Sekarang, dari dua ratus enam puluh pasal dalam Perjanjian Baru, ada 318
referensi tentang Kedatangan Kedua, yaitu satu dari setiap 30 ayat; 23 dari 27
kitab dalam Perjanjian Baru merujuk pada peristiwa besar ini; dan untuk setiap
nubuat tentang kedatangan Kristus yang pertama, ada delapan nubuat tentang
Kedatangan Kedua.
(Paul Lee Tan. Ensiklopedia dengan 7.700 ilustrasi: Tanda-tanda
zaman, Bible Communications, Inc: 1996, p. 1239.)

Kedatangan Kristus yang kedua kali adalah kedatangan Kristus untuk


menggenapi semua nubuat yang tersisa. Pada kedatangan-Nya yang pertama,
Yesus adalah Hamba yang Menderita. Pada kedatangan-Nya yang kedua, Yesus
akan menjadi Raja yang menaklukkan. Pada kedatangan-Nya yang pertama,
Yesus tiba dalam keadaan yang paling rendah hati. Pada kedatangan-Nya yang
kedua, Yesus akan datang dengan bala tentara surga di sisi-Nya.
Selama berabad-abad, umat Kristiani telah menantikan penggenapan janji
kedatangan Yesus kembali dalam kemuliaan dan keagungan. Salah satu orang
beriman yang menantikan kedatangan Tuhan kembali pada zamannya adalah
Rasul Paulus. Hampir di pengunjung hidup dan pelayanannya, hamba Tuhan
yang luar biasa ini menulis:
“Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan
dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang
baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang
telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku
oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku,
melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.. (2
Timotius 4: 6–8)
Paulus menantikan dengan penuh kasih kedatangan Tuhan yang kedua kali.
Sejak awal kehidupan Kristennya, ketika Yesus menemuinya dalam perja-
lanan menuju Damsyik, hamba Allah yang agung ini hidup dalam pengharapan
yang terus-menerus. Keyakinannya begitu besar sehingga ia pernah menulis
hal ini kepada orang-orang percaya di Tesalonika:
Tetapi kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak tahu apa-apa
tentang mereka yang telah meninggal, supaya kamu jangan berdukacita sama
seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena kita per-
caya, bahwa Yesus telah mati dan telah dibangkitkan, demikian juga, melalui
Yesus, Allah akan membawa bersama-sama dengan Dia mereka yang telah
meninggal. Inilah yang kami beritakan kepadamu dengan firman Tuhan, yaitu
bahwa kita yang masih hidup, yang masih tinggal sampai pada kedatangan
Tuhan, tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal.
Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat ber-
seru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari surga
dan mereka yang mati akan bangkit terlebih dahulu dari antara orang mati.
Dan
yangmereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit. Dan kita
hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka
da-
lam awan menyongsong Tuhan di angkasa, dan kita akan selalu bersama-sama
dengan Tuhan. Karena itu, doronglah seorang akan yang lain dengan kata-kata
ini. (1 Tesalonika 4: 13–18, (ESV, penekanan ditambahkan)
Apakah Anda memperhatikan keyakinan Paulus akan kedatangan Tuhan
kembali? Ia percaya bahwa Kristus akan datang ketika ia (Paulus) masih hidup!
Untuk hal ini ia berkata: “... kita yang masih hidup, yang masih tinggal sampai
kedatangan Tuhan...!” Namun, waktu terus berlalu dan sang rasul terus ber-
khotbah dan bekerja tanpa lelah demi Injil. Berlalunya waktu tidak mengurangi
keyakinannya akan kedatangan Tuhan. Pada kesempatan lain ia menulis:
“Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan
mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada
waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang
mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita se-
mua akan diubah” (1 Korintus 15: 51–52).
Berlalunya waktu tidak membuat Paulus patah semangat! Setiap hari, kasih
akan Kedatangan Kristus yang kedua kali semakin besar di dalam hatinya!
Pengharapannya tidak berkurang dengan berlalunya waktu, tetapi justru
bertambah kuat! Menjelang akhir hayatnya, ketika karena penganiayaan, ke-
matiannya sudah dekat, dengan penuh keberanian dan iman ia berkata:
Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis
akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahko-
ta kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil,
pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua
orang yang merindukan kedatangan-Nya (2 Timotius 4: 7-8).

Kesimpulan
Mengapa iman rasul Paulus tentang Kedatangan Kristus yang kedua kali
bertumbuh semakin kuat selama bertahun-tahun? Karena ia mengasihi dan
menantikan Kedatangan Tuhan yang kedua kali! Orang muda yang terkasih, dia
yang mengasihi menantikan. Mengasihi Tuhan berarti dengan setia menantikan
kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan dan keagungan.
Hari ini saya mengundang Anda untuk menantikan kedatangan Tuhan
dengan penuh kasih. Saya mengundang Anda untuk meminta Tuhan untuk
mempersiapkan Anda untuk hari ketika Yesus memanifestasikan diri-Nya di
awan-awan di langit.
Semoga Tuhan mengizinkan Anda untuk memiliki sikap yang sama seperti
yang dimiliki oleh para pelayan miliarder Benneth, dalam kisah yang akan saya
ceritakan selanjutnya.
Jill Jones menulis tentang seorang penerbit surat kabar Amerika yang
sangat kaya bernama James Gordon Bennett. Pada tahun 1835, Bennett mendi-
rikan sebuah surat kabar terkenal bernama The New York Herald. Dia memiliki
dua apartemen mewah di Paris, ditambah sebuah perkebunan di Prancis dan
sebuah kapal pesiar yang di Eropa; dia juga memiliki tiga rumah di Amerika Se-
rikat, meskipun dia sudah tidak tinggal di negara itu selama lebih dari sepuluh
tahun, tetapi para pelayan di setiap rumahnya harus selalu siap untuk keda-
tangan Bennett yang tak terduga.
Jones menulis: Setiap [rumah] memiliki semua staf yang diperlukan, siap
melayani Bennett jika dia berjalan melewati pintu depan tanpa peringatan:
ruang bawah tanah penuh dengan persediaan, api menyala di perapian, dan
seprai diganti setiap malam. (Jill Jones. Menara Eiffel, Viking Adult: 2009, hlm.
199.)
Beginilah seharusnya kita hidup: menanti dan berjaga-jaga karena setiap
saat Tuhan kita Yesus Kristus akan datang kembali dalam awan-awan di langit
dengan kuasa dan kemuliaan!
Refleksi dan pertanyaan pembelajaran
1. Mengapa dikatakan bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dipe-
nuhi dengan janji-janji tentang kedatangan Kristus yang kedua kali?
2. Pelajaran apakah yang diberikan oleh kisah rasul Paulus kepada Anda
mengenai pengharapan akan kedatangan Yesus? Jelaskan dengan kata-
kata Anda sendiri mengapa dikatakan bahwa orang yang mengasihi
akan menanti.
3. Bagaimana seharusnya sikap kita dalam menghadapi janji kedatangan
Tuhan?
Pengarah
Pdt. Ronny Wenas (Direktur PPA UIKB), Pdt. Nikodemus Ginting (DSKU), Pdt.
Bangun Sitohang (DSKT), Pdt. Samuel Pardede (DSKS), Pdt. Daniel Tadja
(DKI), Pdt. Antonius Nainggolan (KJB), Pdt. Dwi Yuniarto (DJKT), Pdt. Eben
Eser Sembiring (KJKT), Pdt. Samuel Bangngu (DNT), Pdt. Rio Sitepu (DKKT),
Pdt. Max Lucky Tinenti (WKB)

Koordinator Youth IMPACT UIKB


Vera Manalu (DSKS)

PANITIA PELAKSANA GLOBAL YOUTH DAY 2023*


Ketua dr. Irhen Situmeang (DKKT)
Wakil Ketua Sherlita Hosana (DNT), Patrick Timothy (KJB)
Sekretariat Elma Siagian (UIKB), Angela Sasongko (DJKT), Grace Parhusip
(KJB)
Tim Teknis Kevin Lolong (DKI), Citra Hutabarat (DSKU), Raffael Darrel
(KJKT)

Perwakilan GYD KONDAWIL UIKB


DSKU Harmon Lumban Raja, Doli Silaban
DSKT Diana Karundeng
DSKS Levina Priscilla
KDKI Anastasia Angilina, Michael Amadeus, Valentina Hutabarat
KJKB dr. Jovi Tamba, Ayub Yoga, Olvin Talumepa
DJKT Golda Saragih
KJKT Imas Tahalele, Raffael Darrel
DNTT Serlita Hosana
DKKT Filbert Panelewen
WKB Rivaldo Pasaribu

* Global Youth Day merupakan sub lini proyek pelayanan Youth IMPACT KLIP-PA UIKB

Anda mungkin juga menyukai