Anda di halaman 1dari 40

NAMA-NAMA PENULIS BUKU PENELAAHAN ALKITAB

GMKI CABANG MEDAN

Pdt. Bima Gustav Saragih, S.Th


Pdt. Adventus Nadapdap S.Th
Pdt. Roynaldy Simaremare, S.Th
Pdt. Gunawan Purba S.Th
Pdt. Freddy Ginting,S.Th
Pdt. Drs. Mardison Simanjorang, S.Th, M.Hum
Pdt. Berton Silaban, S.Th
Judika Tampubolon

Editor : Gompis Felix Christian Purba

Diterbitkan oleh :
GMKI Cabang Medan
Tahun 2019
Jl. Iskandar Muda No.107A Medan – Sumatera Utara

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Yesus Kristus Sang pemilik
Gerakan ini, karena atas berkat dan penyertaan-Nyalah buku bahan
Penelaahan Alkitab (PA) GMKI Cabang Medan dapat rampung dan
diterbitkan. Kami berharap dengan adanya buku PA ini dapat membantu
meningkatkan spiritulitas dan rasa kepedulian kita sebagai mahasiswa
kristen di tengah-tengah segala pergumulan kita dalam Perguruan Tinggi,
Gereja, dan Masyarakat, baik di dalam pergumulan bangsa maupun
pergumulan global. Harapannya melalui buku bahan PA ini GMKI Cabang
Medan dapat menghasilkan pandangan teologis sebagai titik pijak dalam
membawa damai dan sukacita.
Buku PA ini berisi bahan-bahan PA yang merupakan turunan dan
penjabaran dari tema GMKI, “ Pergunakanlah Waktu dan Tetap
Berpengharapan” (Bdk. Pengkotbah 3: 1-15 dan Efesus 5 : 16), dimana
waktu kita maknai adalah hal yang fundamental dan bagaimana usaha kita
dalam mempergunakannya sebaik mungkin serta pengharapan yang
sepatutnya menjadi sifat dasar orang Kristen.
Tak lupa kami ucapkan juga rasa terima kasih kami yang
sebesarnya kepada para penulis, yang sudah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran dalam membuat renungan dalam buku PA ini, juga para senior dan
stakeholder lainnya yang turut serta berpartisipasi dalam membantu dan
menyusun hingga buku ini dapat diterbitkan. Kiranya Yesus Kristuslah
yang akan membalas segala usaha dan jerih lelah kita.
Kiranya buku bahan PA GMKI Cabang Medan dapat berguna bagi
para seluruh kader GMKI. Teriring salam dan doa untuk kita semua.
Akhir kata
Tinggi iman
Tinggi ilmu
Tinggi pengabdian
Ut Omnes Unum Sint!!!
Hendra Leonardo Manurung, S.Agr
Ketua GMKI Medan Masa Bakti 2017 – 2019

ii
DAFTAR ISI

Nama-nama Penulis Buku Penelaahaan Alkitab ................................. i


Kata Pengatar........................................................................................ ii
Daftar isi .............................................................................................. iii
Panduan Penelaahan Alkitab ............................................................... iv
Kesempatan Mengerjakan Perkejaan Yang Besar dan Penting ............ 1
Waktu Sebagai Kesempatan Memperbaiki Kehidupan ........................ 6
Menciptakan Waktu Untuk Kebaikan ................................................ 10
Mungkinkah Kekuasaan Itu Berkeadilan? .......................................... 13
Iman Diukur Berdasarkan Tanda Zaman ............................................ 18
Menjadi Pribadi Yang Inklusif ........................................................... 21
Spiritualitas Persahabatan : Sebuah Perspektif Ekoteologi ................ 25
Pengabaran Injil Era Revolusi 4.0 ...................................................... 31

iii
PANDUAN PENELAAHAN ALKITAB

Pendekatan Shared Christian Praxis

Sekilas tentang pendekatan SCP


Pendekatan SCP dicetuskan oleh Thomas H. Groome yang
mendefinisikanya melaluii pengertian, yaitu : suatu pedagogi yang
partisipatif dan dialogis di mana orang orang berefleksi secara kritis
terhadap pengalaman hidup mereka sendiri pada suatu waktu dan tempat
dan terhadap realitas sosiokultural mereka, mempunyai akses bersama ke
dalam cerita/visi Kristen, dan secara pribadi mengambil makna nya dalam
komunitas dengan tujuan kreatif untuk memperbaharui praksis iman Kristen
menuju pemerintahan allah bagi seluruh ciptaan. (Groome, 1998 : 135 –
145). Groome menguraikan Shared Christian Praxis tersebut, sesuai
susunan kata katanya :

1. Praksis
1.1. Aktif
Akspek aktif dalam prkasis meliputi semua hal jasmani, mental, dan
aktivitas Kehendak dimana subjek dalam tempat dan waktu tersebut.

1.2. Reflektif
Akspek reflektif dalam prkasis adalah refleksi kritis atas aksi sendiri
dan sejarah aksi Masyarakat.

1.3. Kreatif
Aspek kreatif dalam praksis hadir dalam bentuk aksi dan refleksi serta
memediasi. Keduanya tepat seperti yang dibayangkan apa saja yang belum
dilakukan dan belum dikerjakan.

2. Kristiani
2.1. Historis dan Praktek
Metafora cerita serta bahasa naratif membentuk efektivitas dalam
pengajaran sejarah dan praktek alami dari iman kristiani karena
merefleksikan tradisi iman mengitari sejarah, yang muncul dari aktivitas
Allah sepanjang hidup manusia.

2.2. Keterlibatan dan Kepemilikan

iv
Cerita dan model praktek naratif dapat memajukan orang-orang yang
membagi cerita Tentang perasaaan komunitas, rasa kepemilikan asset-aset
komunitas dan tanggung jawab untukmewujudkan visi nya.

2.3. Mengajak dan Dialog


Kita diajak oleh cerita yang kita sampaikan. Cerita yang baik adalah
cerminan kehidupan dimana kita dapat menemukan diri kita sendiri yang
direfleksikan.

3. Berbagi
3.1. Kemitraan, Partisipasi dan Dialog
Kemitraan yang benar menuntut percakapan terus-menerus dari semua
peserta. Partisipasi memungkinkan orang-orang untuk menjadi agen/subjek
kebajikan dari pada penonton berpengetahuan.

3.2. Hermeneutik Dialektika antara Praksis dan Kristiani


Berbagi Praksis kristiani memerlukan hermenutika seluruhnya, dimana
membawa peserta untuk menafsir, baik itu praksis masa kini dan cerita atau
visi kristiani.

Alur PA adalah sebagai berikut :


Dibuka dengan menyanyi setelah itu berdoa lalu masuk kepada proses
Shared Christian Praxis

1. Memfokuskan diri pada tema PA


Pemimpin kelompok menjelaskan kepada peserta kelompok secara
sederhana tentang apa yang dilakukan, tema, metode, serta tujuan PA.

2. Berbagi Pengalaman Masa Kini


Pemimpin kelompok mengajak peserta PA untuk menceritakan
pengalamannya berkaitan dengan tema PA. Pengalaman itu bisa merupakan
pengalaman secara langsung maupun tidak langsung. (informasi dari
media : buku, televisi, internet dan lain-lain).

3. Mendengarkan Firman Tuhan


Pada tahapan ini peserta diajak untuk mendengarkan firman Tuhan,
kemudian mempelajarinya berdasarkan tafsiran topik PA yang disiapkan.

v
4. Mengolah Pengalaman Masa Kini Secara Kritis
Pada tahapan ini, pemimpin mengarahkan peserta untuk mengolah
pengalaman yang telah diceritakan dan berefleksi kritis dapat menggunakan
metode tanya jawab atau peserta menyampaikan kesimpulan yang dia
dapat dari cerita pengalamannya.

5. Memaknai Pengalaman Secara Baru Sesuai Firman Tuhan


Pada tahapan ini peserta diajak untuk mendialogkan bagian dari alkitab
dengan Pengalaman konkrit yang sudah direfleksikan secara kritis, lalu
mengambil makna bagi dirinya sendiri.

6. Memperbaharui Hidup dan Mengambil Keputusan untuk


Melakukan Sesuatu Sebagai Komitmen
Pada tahapan akhir ini, masing- masing peserta diajak untuk memutuskan
mengambil pilihan berkomitmen atau berjanji untuk melakukan sesuatu
yang baik bagi dirinya, organisasi, dan lingkungan sekitarnya.

7. Ditutup dengan Doa dan Bernyanyi


Maka berakhirlah seluruh proses PA memakai pendekatan Shared Christian
Praxis.

Buku PA ini dapat menemukan dan menghasilkan rumusan


pandangan teologi yang baru bagi GMKI, dan memanfaatkan kebajikan
budaya lokal sebagai landasan teologis gerakan hidup, yang
mempergunakan waktu dan tetap berpengharapan sebagai upaya dan
capaian GMKI ditiga medan layan dan merupakan penjabaran dari Tema
dan Sub Tema GMKI 2018-2020.
PA harus ditindaklanjuti dengan sebuah aksi konkrit dalam rangka
merealisasikan komitmen bersama baik secara pribadi maupun organisasi.
“Kuncinya bukan terletak bukan pada bagaimana anda menghasilkan
waktu, namun dalam menginvestasikan waktu anda”.(Steven R.
Covey)

vi
KESEMPATAN MENGERJAKAN PEKERJAAN YANG BESAR
DAN PENTING

Nats : 1 Korintus 16 : 5-9


Tujuan : Peserta PA memaknai bahwa hidup bukan saja perjuangan
namun juga kesempatan mengerjakan pekerjaan yang besar dan
penting.
Penulis : Pdt. Bima Gustav Saragih, S.Th (Pendeta GKPS/ Wakil
Sekretaris Umum PGI Wilayah Sumatera Utara)

ALUR PA
1. Berdoa
2. Bernyanyi : “Hidup ini adalah Kesempatan”
3. Pembacaan Nats PA
4. Pembagian Kelompok :
5. Hal yang dikerjakan kelompok :
- Setiap anggota kelompok menguraikan masing-masing pekerjaan
besar dan penting yang pernah dilakukannya selama hidup.
- Bagi masing-masing-masing anggota kelompok diberi kesempatan
untuk memberikan pendapat apakah ber-GMKI suatu kesempatan
untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting?
6. Penjelasan Nats
7. Topik Diskusi : “Bonus Demografi”
8. Bernyanyi + Mengumpulkan Persembahan
9. Doa Penutup + Doa Bapa Kami

PENJELASAN NATS 1
Nats PA ini masih berhubungan dengan rencana pengumpulan
bantuan untuk orang-orang Kristen di Yerusalem. Sesudah jemaat Korintus
mengumpulkan bantuan itu secara teratur, Paulus sendiri merencanakan
akan mengunjungi kota Korintus dan mengurus bantuan itu.
Sekalipun kunjungan Paulus berkaitan dengan pemberian bantuan,
Paulus juga memiliki agenda-agenda yang lain setibanya ia di kota
Korintus.

1
Dikutip dari http://rec.or.id/article_855_Eksposisi-1-Korintus-16:5-9, tanggal 01
Agustus 2019, Pkl. 15.20
1
Bagaimana Paulus merencanakan kedatangannya ke Korintus?

1. Merencanakan dengan detail


Dalam nats PA ini kita menemukan tidak kurang dari tiga keterangan
tempat yang disebutkan secara eksplisit : Korintus, Makedonia, dan Efesus.
Rute yang akan ditempuh juga cukup jelas, dari Efesus melintasi
Makedonia ke Korintus.
Bukan hanya itu, beberapa keterangan waktu disebutkan oleh
Paulus: musim dingin, hari raya Pentakosta membantu kita untuk
menangkap kejelasan perencanaan yang dilakukan. Paulus bahkan
menginformasikan bahwa dia ingin tinggal di Korintus cukup lama.
Kita tidak boleh menganggap perencanaan detil sebagai lawan dari
persandaran total kepada Allah. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan para
pengikut-Nya untuk mempertimbangkan segala sesuatu secara matang-
matang sebelum mengambil sebuah keputusan (Luk. 14: 28-32).

2. Mengutarakan motivasi secara terbuka


Kehadiran Paulus ke Korintus bisa disalahpami oleh sebagian orang.
Sebagaimana kita ketahui, relasi Paulus dan beberapa orang di sana tidak
selalu berjalan baik (4: 1-5). Mereka lebih memilih Petrus atau Apolos
dibandingkan Paulus (1: 12). Sekarang Paulus akan mengunjungi mereka,
sedangkan Apolos tidak bsia datang (16: 12). Keinginan Paulus untuk
menyelesaikan beberapa persoalan di sana (4: 19,21) juga mungkin bsia
memperkeruh keadaan.
Di tengah situasi seperti ini, Paulus memilih untuk berhati-hati namun
tetap terbuka. Pertama-tama dia mengungkapkan perhatiannya kepada
jemaat Korintus. Korintus merupakan salah satu kota pelabuhan, Paulus
tidak ingin hanya sekedar numpang lewat (ayt. 7). Kehadirannya di kota itu
bukan demi sebuah rute perjalanan yang strategis. Dia memang ingin
tinggal bersama jemaat di sana. Yang dipentingkan Paulus bukan kota
mereka melainkan jemaat.
Disamping itu, Paulus juga memberi petunjuk durasi tinggal yang dia
rencanakan. Dia mungkin akan menghabiskan beberapa bulan selama
musim dingin bersama dengan mereka.
Tidak lupa, Paulus dari awal mengungkapkan harapannya agar jemaat
di Korintus memberikan bantuan materi untuk pelayanannya di tempat lain
(ayat 6b). Kata “menolong” (propempō) secara hurufiah berarti “mengutus”
(NASB/NRSV). Makna di balik kata ini memang bukan sekadar mengutus,

2
melainkan juga menyediakan segala sesuatu yang diperlukan untuk
perjalanan tersebut, termasuk kelengkapan materi (uang, barang, teman
perjalanan, dsb., lihat 2Kor. 1:16; Kis. 15:3; Rm. 15:24. Tit. 3:13).
Berdasarkan makna inilah banyak ahli Alkitab yang memilih terjemahan
“menolong” (LAI:TB; NIV; ESV).
Permohonan bantuan ini cukup menarik. Selama Paulus melayani di
Korintus dia tidak mau menerima tunjangan hidup dari jemaat (9:1-18). Dia
tidak mau kemajuan Injil terhalang gara-gara masalah materi. Namun, di
sini dia bukan hanya mau, tetapi juga mengharapkan bantuan dari jemaat di
sana. Bukan untuk kebutuhannya selama di Korintus, melainkan untuk
kepentingan kota-kota lain. Paulus sangat mungkin sedang mengajarkan
jemaat Korintus untuk peduli dengan jemaat-jemaat lain. Sama seperti
mereka perlu memperhatikan kebutuhan orang-orang kudus di Yerusalem
(16:1-2), demikian pula mereka perlu menyokong pekerjaan Tuhan di
tempat lain (16:6b). Itulah sebabnya Paulus memilih kata propempō untuk
menyiratkan bahwa dia – dalam taraf tertentu – merupakan utusan jemaat
Korintus bagi jemaat-jemaat di kota lain.

3. Menyandarkan diri pada kehendak Allah


Mereka yang terbiasa menempuh perjalanan panjang pada masa kuno
dulu pasti mengetahui bahwa ada banyak hal berada di luar kontrol
manusia. Teknologi pelayaran belum secanggih sekarang. Ukuran kapal
tidak sebesar dan setangguh sekarang. Pada momen-momen tertentu iklim
menjadi sangat tidak bersahabat, sehingga pelayaran tidak mungkin
dilaksanakan. Intinya, alam seringkali menjadi halangan besar yang tidak
mungkin dilawan.
Paulus juga menyadari hal itu. Tidak peduli seberapa detil Paulus sudah
merencanakan rute perjalanan, dia tetap harus memberi ruang untuk faktor-
faktor yang tidak terduga dan tidak terhindarkan. Kata “mungkin” (tychon,
ayat 6a) menyiratkan ketidakpastian dalam perjalanan kuno. Paulus bisa
saja tiba di Korintus jauh sebelum musim dingin atau dekat dengan musim
dingin. Jika berdekatan dengan musim dingin, Paulus akan menghabiskan
musim itu di Korintus. Selain karena dia ingin lebih lama bersama mereka,
pelayaran selama musim dingin memang sangat sukar untuk dilakukan.
Ombak yang besar dan malam yang lebih panjang memberikan kesulitan
besar bagi para pelaut untuk melanjutkan perjalanan.
Di tengah semua keterbatasan dan ketidakpastian ini Paulus
menambahkan “Jika diperkenankan Tuhan” (ayat 7b). Sikap yang sama dia

3
tunjukkan pada waktu dia memikirkan untuk mengunjungi kota Efesus
(Kis. 18:21). Dia membiarkan kehendak Allah yang mengarahkan seluruh
kehidupan dan pelayanannya.
Ini merupakan kebiasaan rohani yang sangat baik. Yang ditentang oleh
Alkitab bukanlah perencanaan yang matang, melainkan perencanaan yang
tidak melibatkan Allah di dalamnya atau perencanaan yang dilandaskan
pada asumsi bahwa manusia menentukan segala hal dalam kehidupannya
(Yak. 4:13-17). Ini adalah sebuah kesombongan dan kebodohan.

4. Memafaatkan kesempatan yang ada


Tidak semua rencana dapat langsung dikerjakan saat itu juga. Ada jarak
antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diinginkan. Tidak mudah
berada dalam ketegangan seperti ini. Sebagian orang memilih untuk
berpangku-tangan sehingga tidak produktif selama masa penantian ini.
Tidak demikian dengan Paulus. Dia memang sangat ingin mengunjungi
jemaat Korintus (16:5-7), melanjutkan pelayanan ke tempat lain (16:6b),
atau mengantarkan bantuan ke Yerusalem (16:4). Selama menunggu
kesempatan itu, dia menggunakan kesempatan yang ada di depan matanya
secara maksimal.
Alasan mengapa Paulus belum mengeksekusi rencana kedatangannya
ke Korintus diterangan di ayat 8-9. Dia ingin memaksimalkan keadaan yang
ada di Efesus terlebih dahulu. Secara hurufiah, ayat 9a berbunyi: “Sebab
pintu telah terbuka bagiku secara besar dan efektif” (thyra gar moi aneōgen
megalē kai energēs).
Yang dimaksud dengan pintu terbuka di sini bukan sekadar sebuah
kesempatan saja (kontra LAI:TB), melainkan penerimaan yang positif
terhadap Injil. Ada beberapa alasan untuk mendukung gagasan ini. Figurasi
pintu terbuka (ayat 9a) dikontraskan dengan keberadaan para penentang
(ayat 9b). Pintu terbuka ini diberi keterangan yang agak janggal, yaitu
“secara efektif” (energēs). Bukan hanya terbuka “dengan lebar”, tetapi
“dengan efektif”.
“Dengan lebar” mengarah pada kesempatan, sedangkan “dengan
efektif” mengarah pada hasil. Menunggu apa yang ada di depan bukan
alasan untuk tidak melakukan apa-apa di masa sekarang. Sebaliknya, setiap
masa memiliki kesempatannya sendiri-sendiri. Apa yang ada di depan mata
harus dimaksimalkan. Apa yang masih jauh di depan harus direncanakan
secara sematang. Soli Deo Gloria.

4
DISKUSI
Bersiap Untuk Bonus Demografi 2
Indonesia akan menghadapi bonus demografi, dimana menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, bonus demografi adalah
keuntungan yang dinikmati suatu negara yang ada di dunia ini sebagai
akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif dengan renang usia 15-64
tahun dalam evolusi yang dialami oleh negara tersesbut.
Sedangkan ilmu ekonomi mengartikan bonus demografi ialah fenomena
penting yang dialami oleh suatu negara karena kondisi jumlah penduduknya
yang dinilai bahwa usia produktif sangat besar, sedang dua proporsi usia
belum produktif (dibawah 15 tahun) dan usia tidak produktif (diatas 60
tahun) sudah semakin kecil.
1. Coba masing-masing kelompok mencari info tentang bonus
demografi. Kelompok menyimpulkan apakah bonus demografi bagi
bangsa ini sebagai kesempatan?
2. Apabila masing-masing kelompok menganggap bonus demografi
itu dapat kita anggap sebagai kesempatan untuk melakukan
pekerjaan yang besar dan penting, apa yang bisa kita lakukan
sebagai mahasiswa Kristen?

2
Dikutipdari:www.republika.co.id/berita/retizen/surat-
pembaca/19/07/09/pudjvt349-bersiap-untuk-bonus-demografi tanggal 01 Agustus
2019, Pkl. 15.20
5
WAKTU SEBAGAI KESEMPATAN MEMPERBAIKI KEHIDUPAN

Nats : Efesus 5: 15-17


Tujuan :
1. Anggota GMKI menyadari waktu selalu berjalan tanpa bisa
terualang.
2. Anggota GMKI mampu mengelola waktu untuk memperbaiki
kehidupan.
Penulis : Pdt. Berton Silaban S.Th (Pendeta HKI)

“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup,


janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah
waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.Sebab itu janganlah kamu
bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Efesus
5: 15-17)

PENGANTAR
Salah satu hal yang paling sulit untuk kita mengerti mengenai
waktu adalah realitas waktu itu sendiri. Apa itu waktu? Setiap hari kita
berpacu dengan waktu: Saya telah menghabiskan waktu untuk liburan,
saudara telah menghabiskan waktu untuk belajar. Kadang kala kita
mengklaim diri sebagai pemilik dan pengatur waktu: saya tidak punya
waktu, apakah anda punya waktu untuk berbicang dengan saya? Saya
kehabisan waktu. Siapa yang lebih dulu: saya, anda atau waktu itu sendiri?
Waktu dapat juga hadir begitu dekat dan bahkan melekat pada diri kita. Kita
hanya membutuhkan sepersekian detik untuk bernafas, dan setiap kali kita
bernafas berarti kita masih hidup (masih ada waktu).
Salah satu yang membedakan manusia dari mahluk hidup lainnya
adalah bahwa manusia memunyai kemungkinan kesadaran akan waktu,
sedangkan binatang tidak. Binatang tidak pernah sadar bahwa waktu sedang
memproses mereka menjadi tua dan mati. Selain itu bahwa hanya
manusialah yang mampu mempertanyakan tujuan hidupnya dalan setiap
rentang waktu yang ada. Alkitab memberi 3 pengertian mengenai waktu:
Cronos – waktu yang terus berjalan (detik, menit, jam, hari, bulan, tahun)
Kairos – waktu yang merupakan sebuah kesempatan tak terulang Aion –
waktu yang kekal.

6
Paulus mendorong jemaat Efesus untuk mempergunakan waktu
dengan baik. Waktu seperti apa yang dibicarakan Paulus disini? Kairos,
yakni waktu yang merupakan sebuah kesempatan yang tidak terulang yang
mungkin hanya sekali seumur hidup. Dengan kata lain, Paulus mendorong
mereka untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan hidup yang tersisa sebagai
orang percaya milik Tuhan di tengah dunia.

PENJELASAN
Paulus menuliskan, "Karena itu, perhatikanlah dengan seksama,
bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang
arif". Kata "seksama" yang digunakan adalah "akribos", yang mengandung
arti benar, akurat, konsisten, dan sempurna. Paulus memberi perintah untuk
terus secara berkelanjutan memperhatikan, mengarahkan pikiran,
mempertimbangkan, mengambil pelajaran dengan tepat, secara akurat
terhadap keadaan hidup. Hidup yang dimaksud adalah hidup yang
bijaksana. Hidup dalam waktu Tuhan adalah hidup yang tertata, jangan
seperti orang sembrono, seperti orang bebal, melainkan hiduplah dengan
benar, baik dan konsisten.
“Bebal” artinya hidup dalam kegelapan (lihat ayat 3-7) dan “arif”
artinya hidup dalam perbuatan terang (lihat ayat 8b-9). Orang bebal
kecenderungannya menyia-nyiakan kesempatan (kairos) untuk hidup benar
dihadapan Tuhan, tetapi orang yang arif mempergunakan kairos yang
Tuhan berikan untuk hidup benar dihadapan Tuhan.
Pengertian waktu yang demikian menyadarkan diri kita mengenai
sejauh mana kita mencari keutamaan-keutamaan hidup. Apakah kita
termasuk orang yang bebal dalam pengertian menyia-nyiakan kairos yang
Tuhan telah berikan atau termasuk orang yang arif dalam pengertian benar
mempergunakan kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita untuk hidup
berkenan dihadapan-Nya.
Sangat menarik disini bahwa Paulus memberi penekanan yang
sangat tegas “perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup”
(dapat diterjemakah dengan‘Jalanilah hidup ini dengan sangat hati-hati,
jangan sembrono’).
Kemudian perkataan itu dilanjutkan “pergunakan waktu yang ada, karena
hari-hari ini adalah jahat” (ayat 16). “Waktu” yang dimaksud adalah
"kairos", yang merujuk pada pengertian momen atau kesempatan.
Menggunakan atau menghidupi setiap kesempatan yang ada dengan baik,
supaya bermanfaat guna mengembangkan diri lebih baik dihadapan Tuhan.

7
Kata “pergunakanlah” dan “waktu” merujuk pada tindakan
menebus waktu yang ada. Hal ini berarti kita melakukan tindakan di mana
saja, dan tidak membiarkan saat yang tepat terlewatkan begitu saja tanpa
diperhatikan. Waktu berlalu begitu cepat, perubahan terjadi begitu pesat,
tetapi perubahan apa yang terjadi? Perubahan waktu itu sangan cepat dan
jahat karena kita dapat hidup di zaman yang cepat berubah namun tanpa
perubahan apapun dalam hidup kita.
Gunakanlah waktu yang masih ada, bereskan semuanya dihadapan
Tuhan. Melakukan sesuatu kebajikan yang mengarah pada tujuan hidup
yang Tuhan hehendaki. Manusia yang bijak akan menggunakan waktu yang
tersisa dalam hidupnya dengan baik, akan “mengusahakan untuk mengerti
kehendak Tuhan”.
Apa maksudnya “mengerti kehendak” Tuhan? Mengerti dalam
konteks ini berarti “gain an insight into, understand, comprehend.
Sedangkan kehendak dalam konteks ini secara sederhana berarti “God’s
will upon our life purpose”. “Mengerti” maksudnya suatu kesadaran akan
keberadaan diri dihadapan Allah, untuk apa ia berada? Apa tujuan
hidupnya? Atau apa panggilan hidupnya?
Menjadi anak-anak Tuhan, adalah suatu keharusan memiliki
kesadaran waktu yang sangat tinggi, Paulus memberikan perbandingan
kontras antara anak-anak terang dan anak-anak gelap berkaitan dengan
moral dan etika mereka yaitu hidup dalam percabulan dan pencemaran
dengan hidup sebagai orang kudus (ayat 3); Hidup dalam berbagai
perkataan kotor dengan hidup penuh ucapan syukur (ayat 4); Hidup seperti
orang bebal dengan hidup seperti orang arif (ayat 15); Hidup dalam
pengaruh anggur yang memabukkan dengan hidup yang penuh dengan Roh
(ayat 18).
Melalui perbandingan ini Paulus memberitahukan bahwa orang-
orang durhaka atau anak-anak yang hidup dalam kegelapan mendapatkan
murka Allah, dan anak-anak terang mendapatkan bagian dalam kerajaan
Kristus dan Allah (ayat 5-6). Apakah tujuan dari perbandingan ini?
Pertama, Paulus tidak ingin jemaat di Efesus tercatat oleh waktu sebagai
anak-anak terang yang hidup dalam kegelapan. Kedua, Paulus ingin agar
jemaat Efesus menebus waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat.
Yaitu, dalam pengertian menggunakan waktu dengan efisien dan efektif
untuk pekerjaan dan pelayanan Tuhan, bukan untuk hidup dalam berbagai
kecemaran dosa yang menyesatkan dan membawa kepada kebinasaan.

8
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
1. Bagaimana anda disebut bijak atau bodoh dalam menggunakan
waktu untuk studi dan waktu untuk berorganisasi? Dan Apa yang
harus diperhatikan agar dapat menggunakan waktu dengan baik?
2. Dalam masa-masa studi, bagaimana kita bisa merasakan bahwa
hari-hari ini begitu jahat?
3. Dari Penjelasan nas Efesus 5: 16 waktu dimengerti sebagai kairos
(kesempatan). Dan karena kesempatan tidak selalau ada, Menurut
anda bagaimana menebus (memakai) setiap kesempatan yang ada
dengan maksimal?

9
MENCIPTAKAN WAKTU UNTUK KEBAIKAN

Nats : Galatia 6:9-10


Penulis : Pdt. Gunawan Purba S.Th (Pendeta GKPS yang bertugas di
GKPA Resort Pulo Pakkat)

PENGANTAR
Pernahkah kamu hidup merasa biasa-biasa saja? Waktu terjadwal
secara terprogram, ada waktu untuk kuliah, makan, istrihat, pacaran, ataw
main bareng bersama dengan rekan-rekan sejawat, semua berjalan seperti
biasa, tak ada yang menarik, dan serasa tak bermakna menjalani hari
sehingga kadang kita tidak tahu lagi kita sedang ngapain disini, di tempat
ini, kuliah disini, hadir di komunitas ini, kita merasa waktu kita terbuang
sia-sia.
Nah, pertanyaan mendasar ini tentunya memerlukan jawaban-
jawaban, sebab inilah yang sering kali digumuli kaula muda di seantero
jagat ini, sebab kata orang pintar, masa masa muda adalah masa pencariaan
makna, pencariaan akan identitas, dia terus berusaha menemukanya sebagai
makhluk yaang bukan robot, diperintah sang tuan-tuan besar, diprogramkan
untuk menjadi budak belian dari tuhan-tuhan palsu.
Nah, di dalam Galatia 6:9-10 ini kita akan melihat apakah
sesungguhnya makna kehadiran kaum muda kristiani ditengah waktu ada
ini, sehingga waktu yang kita jalani bukanlah yang biasa-biasa saja
melainkan waktu yang berkualitas sebagaimana hidup orang beriman
lainya, seperti Dietrich Boenhoefer, Pdt. Marthin Luther King, Dorothy Day
dan lain-lain.

PEMBAHASAN
Saudara/i Kitab Galatia ini adalah surat Paulus kepada jemaat-
jemaat yang berada di provinsi Galatia. Jemaat ini dihadapkan pada
tantangan perpecahan karena perbedaan paham tentang doktrin kekristenan.
Dari latar belakang ini kita melihat bahwa kekristenan awal pun sudah
pernah terjebak dalam pertanyaan soal mana yang benar, mana yang harus
di ikuti. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tentunya akan melemahkan
kekristenan yang nota bene pada waktu itu masih sangat kecil jumlahnya.
Paulus selaku rasul Kristus tentu tidak ingin selamanya perpecahan
terjadi di dalam tubuh jemaat Galatia, karena itulah Paulus memberikan
pengajaran yang hakiki tentang Kekristenan. Paulus berharap supaya para

10
jemaat di Galatia kembali kepada intisari pengajaran dari pada Yesus
tentang kasih, hal ini terlihat dari pada Galatia 6:6 yang menyarankan
semua jemaat hendaklah untuk bertolong-tolong menanggung beban,
dengan demikian mereka telah memenuhi hukum Kristus.
Dalam Galatia 6:9, Paulus juga berharap supaya jemaat-jemaat di
Galatia tetap untuk memperlihatkan gaya hidupwarga Kerajaan Allah di
dalam komunitas Kristen Galatia ini, Paulus menyarankan mereka untuk
jangan jemu-jemu berbuat baik, sebab waktunya akan datang.
Kata waktu yang dipakai Paulus ini adalah “aion” yang berarti
abad atau suatu masa tertentu, masa atau abad yang dimaksudkan Paulus
adalah masa ketika kedatangan Kristus kedua kalinya, masa ini kekal dan
tidak berakhir, dengan demikian Paulus berharap dalam menantikan
kedatangan Kristus yang kedua kali, jemaat Galatia tetap memperlihatkan
gaya hidup warga Kerajaan Allah di dunia ini, yaitu dengan mengerjakan
perbuatan-perbuatan baik, perbuatan kasih menolong orang-orang yang
lemah, yang miskin, dan terpinggirkan (Luk 4:18-19).
Kalau kita telusuri kembali selajutnya di ayat yang ke 10, Paulus
memakai kata waktu dengan cara yang lain, yaitu dengan kata “ kairos”
yang artinya masih tetap sama yaitu “waktu”namun lebih menjelaskan
tentang bahwa waktu yang kita jalani adalah suatu kesempatan, peluang
untuk melakukan perbuatan baik kepada semua orang, kepada komunitas
kita dan juga pada yang lain (the others).

REFLEKSI
Dengan demikian kita dapat memahami bahwa waktu yang
diberikan Allah kepada kita sudah sepantasnya kita pergunakan untuk
melakukan perbuatan baik kita dalam menantikan kedatangan Kristus,
sehingga ketika tiba waktunya Kristus datang, Dia melihat kita setia dan
sungguh-sungguh dalam melakukan perbuatan baik untuk sesama, terutama
kepada orang-orang yang dipinggirkan, orang-orang yang miskin.
Lihat saja semisal di daerah pedesaan-pedesaan yang masih jauh
dari akses pembangunan, pendidikan, kesehatan yang layak, Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia bukan hanya hadir menagih janji kepada
pemerintah, tetapi wajib juga mampu mengejawantahkan nilai-nilai kasih
universal bagi mereka. Itulah gerakan masyarakat sipil, yang otonom,
namun mampu menjadi teladan, semisal mendirikan rumah baca,
pengadaan buku-buku gratis, dll. Masih banyak hal-hal mulia yang bisa kita
lakukan untuk sesama kita yang membutuhkan.

11
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
Coba lihat dan telusuri teladan-teladan yang bisa kita lihat dari founding
Fathers kita dalam memakai waktu yang ada bagi mereka? Semisal, Amir
Syarifudin, T. Sutan Gunung Mulia Harahap, Johanes Leymena dll.
Menurutmu bagaimana mempergunakan waktu di pada saat ini?

12
MUNGKINKAH KEKUASAAN ITU BERKEADILAN?
Menelaah Mazmur 72 sebagai refleksi atas keadilan ekologi di Indonesia

Tujuan :
1. Peserta PA mampu menganalisa hubungan kekuasaan dan politik
dengan keadilan ekologi.
2. Peserta mampu menelaah dan merefleksikan nats Mazmur 72
terhadap realitas keadilan ekologi di Indonesia
Penulis : Pdt. Adventus Nadapdap, S.Th (Kepala Departemen Diakonia
Huria Kristen Indonesia)

METODE DAN ALUR PROSES PA


1. Bernyanyi
2. Berdoa
3. Nonton Film documenter (beberapa contoh flim yang cocok
dengan topik PA adalah:
https://www.youtube.com/results?search_query=sexy+killer“Sexy
Killers”, https://www.youtube.com/watch?v=Tn-9DBmDx2I “
Cerita tentang Pandumaan Sipituhuta”). Setelah nonton film
beberapa peserta diajak memberi komentar tentang film yang baru
ditonton.
4. Pembagian kelompok : Setelah menonton dilakukan diskusi
kelompok. Peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana
dalam 1 kelompok jumlah anggota kelompok 4-5 orang.
5. Pembacaan Alkitab: Salah satu peserta dalam kelompok membaca
Mazmur 72 dengan suara yang terdengar jelas
6. Penghayatan: Setiap peserta membaca ulang dalam hati dan
memilih kata kunci dalam suatu nats. Kemudian setiap peserta
membacakan kata kunci yang dipilihnya dengan suara yang jelas,
tak perlu diberi komentar atau penjelasan.
7. Perenungan: setiap peserta berdiam diri dan merenungkan pesan
nats bagi kondisi kehidupan kita seharihari menyangkut kekuasaan,
keadilan dan keberlangsungan lingkungan hidup.
8. Sharing: setiap peserta membagi hasil perenungannya
9. Diskusi: peserta bersamasama membaca penjelasan nats dalam
buku PA kemudian mendiskusikan:
- Apa itu keadilan ekologis
- Darimanakah sumber keadilan dan kekuasaan menurut Mazmur 72?

13
- Bagaimana hubungan kekuasaan dan keadilan menurut Mazmur
72?
- Setelah menonton film dokumenter yang disarankan di atas ,
diskusikan dengan cara apakah kekuasaan itu diperoleh dan apa
dampaknya dengan kerusakan lingkungan hidup dan siapakah yang
jadi korban?
- Apa refleksi peserta berdasarkan Mazmur 72 ini melihat praktek
kekuasaan yang cenderung bertindak tidak adil?
- Langkah sederhana apa yang bisa dilakukan kader GMKI untuk
memperjuangkan keadilan ekologis dalam konteks Medan atau
Sumut?
- Hasil dari diskusi kelompok dapat diplenokan kepada seluruh
peserta untuk kemudian ditanggapi.
10. Kampanye kreatif: Peserta menyusun satu kalimat himbauan atau
pernyataan komitmen bersama untuk keadilan ekologis. Kalimatnya
hanya terdiri dari 3 – 5 kata. Contoh: “Utamakan masyarakat adat
bukan investor”. Dari beberapa kalimat yang diusulkan peserta pilih
2 kalimat yang terbaik untuk dikampanyekan. Kalimat yang sudah
dipilih ditulis sebagus mungkin sesuai kreatifitas masing-masing
peserta dalam media kertas, kavan, dll. Kreasi pesera serentak
diposting di media sosial.
11. Bernyanyi dan doa penutup

PENJELASAN NATS
Keadilan ekologi atau disebut juga eco justice adalah keadilan bagi
seluruh ciptaan Tuhan baik itu manusia maupun ciptaan non-manusia3.
Dalam konsep keadilan ekologi, manusia adalah bagian daripada alam
semesta ciptaan Tuhan jadi keadilan itu bukan hanya berorientasi kepada
manusia saja (keadilan sosial) akan tetapi kepada seluruh mahluk. Seluruh
ciptaan adalah satu kesatuan mata rantai yang saling membutuhkan satu
dengan yang lain dan memiliki hak asasi yang melekat dalam dirinya
masing-masing. Dalam konsep keadilan ekologiaktifitas sosial, politik,
budaya dan ekonomi manusia harus memperhatikan hak sesamanya
manusia dan ciptaan lainnya dalam bingkai keseimbangan dan
keberlanjutan. Semisal dalam hal mengatasi kemiskinan, maka kebijakan

3Buku Panduan gereja sahabat alam, PGI, 38, hlm 20


14
politik pemerintah harusmengatasi kemiskinan warganya dengan tetap
menjaga keadilan bagi ciptaan lainnya.
Dalam Mazmur 72 ini kita dapat melihat bagaimana pemazmur
memahami bahwa alam semesta adalah sarana mewujudnya keadilan dan
kebenaran dari Allah. Di ay 3 dikatakan: “kiranya gunung-gunung
membawa damai sejahtera dan bukit-bukit membawa kebenaran!” hal ini
menunjukkan bahwa alam ciptaan lainnya bersama dengan manusia adalah
sarana atau alat Allah untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran.
Oleh karena itu sebelum nats ini dijelaskan lebih jauh maka perlu
diingatkan bahwa dalam memahami nats ini kita harus melihatnya dalam
perspektif keadilan ekologi.
Mazmur 72 ini dapat kita bagi dalam sub 4:
Ay 1 -4 : Harapan akan tegaknya hukum, keadilan dan kedamaian
Ay 5-11 : Kekuasaan yang kokoh dan disegani
Ay 12-17 : Harapan akan berkat

Di dalam doa permohonan ini ada dua suara permohonan, yaitu


suara keadilan dan suara kekuasaan.Pemazmur meminta kepada Tuhan
agar Tuhan memberikan hukumNya dan keadilan Tuhan kepada raja dan
putra raja. Pemazmur menyadari bahwa raja itu adalah manusia biasa yang
memiliki keterbatasan diri dan keterbatasan hidmat untuk memimpin
rakyatnya sehingga dia meminta agar Tuhan memberikan hukum dan
keadilan dari Tuhan. Dalam hal ini sangat jelas bahwa sebaiknya hukum
dan peraturan itu harus berdasarkan Firman Tuhan sebab FirmanNya
memiliki nilai-nilai yang berlaku secara universal. Harapan pemazmur
dengan Tegaknya hukum dan keadilan maka kaum miskin dan tertindas
bisa bebas dari ketertindasannya dan hidup damai sejahtera.
Dalam doanya sisi yang lain pemazmur memperdengarkan suara
kekuasaan, dia meminta kepada Tuhan agar kekuasaan raja itu memiliki
wilayah yang sangat luas, “dari laut ke laut” dari bagian bumi mulai sungai
Efrat hingga ke “ujung bumi” (ay 8). Kekuasaan politis semacam ini berarti
adanya sebuah keadaan dimana para musuh tunduk (ay 9), para raja lain dan
para rakyatnya menjadi “hamba” bagi raja yang didoakan (ay 11).
Gambaran seperti ini adalah gambaran tentang kekuasaan yang luar biasa
yang terwujud karena adanya raja yang diberkati.

4
Untuk penejelasan nats ini disadur dari : T.A. deshi Ramadhani, kekuasaan atau keadilan? Pergulatan
tekstual Mazmur 72, Forum Bibilika, 11-21, 2007
15
Sebenarnya di dalam politik untuk memperebutkan kekuasaan
politik dan mempertahankan kuasa politik memerlukan bayaran yang sangat
mahal. Untuk memperebutkan kursi kekuasaan diperlukan biaya yang
sangat mahal, untuk biaya pemilu 2019 saja anggaran Negara yang habis
untuk penyelenggaraan pemilu mencapai 25 Triliun Rupiah
(https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-peruntukan-anggaran-
pemilu-2019/). Belum lagi biaya yang dikeluarkan partai untuk kampanye
partai, biaya pribadi para caleg dan capres untuk sosialisasi. Apalagi
seorang kandidat melakukan politik uang. Agar kekuasaan yang lahir dari
politik uang itu bisa berjalan stabil maka dilakukanlah politik dagang sapi,
kebijakan-kebijakan yang dibuat pun harus berpihak kepada pengusaha
dalam negeri maupun luar negeri. Tentu kekuasaan yang seperti ini tidak
bisa diharapkan memberikan keadilan bagi rakyatnya, apalagi untuk rakyat
yang miskin!
Kalau demikian mungkinkah kekuasaan itu memberikan keadilan?
Dari doa permohonan pemazmur ini sebenarnya jelas bagi dia kekuasaan itu
adalah alat Allah untuk memberikan keadilan bagi rakyat yang miskin.
Pemazmur memahami bahwa kekuasaan harus dijalankan berdasarkan
Hukum dan keadilan Tuhan (ay 1-2). Kekuasaan itu harus tunduk kepada
Firman Allah yang berpihak kepada kaum marginal. Pemazmur berdoa agar
kekuasaan raja sampai ke seluruh dunia dan disegani dunia internasional,
bukan dalam arti ekspansi politik tetapi dalam arti penyebarluasan keadilan
dan kemanusiaan yang dimulai ditingkat domestik dan berpengaruh secara
internasional. Pemazmur bukan mendoakan agar kekuasaan itu berlaku adil
akan tetapi dia berdoa kepada Tuhan agar keadilan itu yang berkuasa.
Hukum dan keadilanlah yang menjadi panglima!Jika keadilan yang
berkuasa maka seluruh mahluk dengan dalam suasana damai dan
ikhlasberlutut di depan keadilan itu (bd ay 9).
Sikap dan strategi gereja agar keadilan Tuhan yang berkuasa Agar
keadilan Tuhan yang berkuasa dalam setiap kebijakan Negara maka gereja
(gereja yang saya maksud baik itu secara institusi, komunitas-komunitas
kristiani maupun pribadi-pribadi umat percaya) harus berjuang untuk terus
menyuarakan kebenaran Firman Tuhan dan mempersiapkan rohani calon
pemimpin bangsa. Gereja harus memiliki sikap tegas bagi pelaku-pelaku
ketidakadilan ekologis, jangan bermoral ganda: Di satu sisi bersuara
keadilan tetapi di satu sisi lain memuluskan politik uang misalnya dengan
cara memanfaatkan momen pemilu untuk menggalang dana untuk
pembangunan gereja (?); di satu sisi bersuara tentang keutuhan ciptaan

16
tetapi masih saja meminta bantuan kepada perusahaan yang merusak
lingkungan hidup.
Hal yang perlu dilakukan gereja untuk berjuang menjaga keutuhan
ciptaan adalah:
- Menentang perusahaan yang merusak lingkungan dan menentang
kebijakan pemerintah yang berpihak kepada perusahaan perusak
lingkungan.
- Menolak segala bentuk bantuan dari perusahaan yang merusak
lingkungan hidup, khususnya yang ada dikawasan Danau Toba dan
Hutan Tapanuli
- Melakukan pelatihan-pelatihan sadar lingkungan hidup bagi warga
jemaat
- Turut mengorganisir gerakan-gerakan rakyat untuk menjaga
keutuhan ciptaan.
- Mempelopori pengembangan ekonomi rakyat berbasis keadilan
ekologis.

PENUTUP
Mungkin perjuangan kita untuk menegakkan keadilan ekologis
akan mengalami tantangan yang berat, tetapi bukan berarti hal itu menjadi
alasan kita berhenti. Persoalan perjuangan keadilan bukanlah apakah hasil
dari perjuangan itu tetapi apakah kita tetap setia untuk memenuhi tugas
panggilan kita?Bagi kita yang terpanggil untuk berjuang memperoleh
keadilan, baiklah segala pekerjaan dan perjuangan kita dilandaskan oleh
doa dan dialog dengan Firman Tuhan agar yang kita perjuangkan adalah
benar keadilan dari Tuhan dan agar kita tetap dalam pengharapan!

17
IMAN DIUKUR BERDASAKAN TANDA ZAMAN

Nats : Matius 16:2-3


Penulis : Pdt. Drs. Mardison Simanjorang S. Th, M.Hum (Pendeta
GKPS bertugas di GKPS Res. Muara Bungo)

PENGANTAR
Injil Matius adalah salah satu dari keempat Injil yang menceritakan
tentang Yesus.Matius dikenal sebagai Lewi (bdk. Mrk.2:14), meskipun
tidak ada bukti yang jelas bahwa matius adalah penulis injil ini tetapi pada
masa gereja pernadan, ia sudah diterima sebagai penulis kita ini. Ciri khas
yang dapat diliihat dari injil Matius adalah tentang cara Dia mengenalkan
Yesus sebagai Mesias, penggenapan nubuat yang ditulis di dalam Perjanjian
Lama (PL). Sehingga dapat kita lihat di awal teks, matius berbicara
mengenai silsilah Yesus dan banyak mengutip teks dari Perjanjian Lama di
dalam tulisannya ini. Frasa yang semakin menunjukkan bahwa matius
berbicara mengenai Yesus sebagai penggenapan nubuat dari PL adalah
frasa “supaya genaplah yang difirmankan” (1:22).Maka, dapat kita lihat
bahwa teks ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi.

KETERANGAN TEKS
Dalam Teks ini, kita dapat melihat bagaimana orang Farisi dan
Saduki yang merupakan dua suku yang berbeda pandangan baik secara
teologi maupun politik, berpengaruh di kalangan orang Yahudi serta
terpelajar, bersekutu untuk menghancurkan Yesus dengan cara meminta
tanda-tanda akhir zaman. Jika kita melihat pada pasal sebelumnya yaitu
pasal 15, kita dapat melihat bahwa baik Farisi maupun Saduki sudah
mengikuti Yesus dan melihat mujizat yang dilakukan oleh Yesus yaitu
ketika Ia menyembuhkan anak perempuan wanita Kanaan (15:21-28) dan
member makan 400 orang (meskipun pada Injil yang lain kita menemukan
jumlah yang berbeda mengenai jumlah bilangan yang disebutkan oleh
Matius) (15:29-39).
Dengan dua mujizat yang telah dilihat oleh mereka seharus sudah
cukup untuk menunjukkan siapa Yesus dan dipercayai, akan tetapi pola
piker yang terus menjadi jawaban dan membuat standart mereka sebagai
orang yang dapat dipercayai membuat mereka kesulitan untuk melihat dan
mengenal Yesus secara iman.

18
Hal tersebut dapat kita lihat bahwa mereka meminta diperlihatkan
tanda dari sorga. Yesus yang mengetahui bahwa mereka meminta tanda
bukan supaya mereka percaya tetapi sebagai cara untuk menjatuhkan Yesus
menolak untuk memperlihatkan tanda tersebut, justru Yesus mengecam
kepintaran mereka yang tidak didasari oleh iman percaya.
Yesus mengatakan bahwa mereka dapat mengetahui kondisi hari
hanya dengan melihat kondisi langit pada petang hari dan pagi hari yaitu
apakah berwarna merah atau tidak.Ini adalah analisis secara umum yang
biasanya diketahui karena bumi berada di dalam ketaraturan.Tetapi tanda-
tanda zaman tidak (3).
LAI tidak menuliskan bahwa kata melihat pada ayat ketika yang
sebenarnya mampu membantu pembaca mengerti maksud dari penulis. KJV
(discern) artinya melihat, NIV dan NRSV (interpret) yang mengartikan
bukan hanya sekedar melihat tetapi mengartikan, menerjemahkan,
menjelaskan. Sehingga seharusnya dengan tanda-tanda yang sudah dilihat
sebelumnya oleh mereka dapat mereka artikan dan jelaskan di dalam
kehidupan mereka secara iman dan tidak terjebak pada standart mereka
sendiri. Kata lain yang menarik adalah kata Tanda/sign (KJV,NIV)/
semeion (Ibrani) yang menjukkan sesuatu yang itu akan terjadi/dipercayai.
Yesus menolak memberikan tanda-tanda zaman bukan karena Ia
tidak bisa melakukannya tetapi karena mereka tidak dapat menyadari,
memahami tanda-tanda yang sudah mereka lihat sendiri dengan mata kepala
mereka, kemudian motivasi mereka terhadap Yesus yang salah. Iman
mereka tertutupi oleh kepintaran mereka, standar yang mereka buat,
keegoisan hati untuk memahami dan menyadari bahwa Yesus sendiri sudah
menunjukkannya dan kehadiran Yesus adalah tanda.

PENUTUP
1. Kita menyadari perubahan zaman dan menyadari bahwa zaman
sekarang sudah berbeda dengan zaman sebelumnya (Generasi Y-Z-
Milenial) dikarenakan oleh tanda yang diberikannya yaitu
Teknologi, lalu apakah tanda zaman juga bisa dijadikan sebagai
tanda iman bagi orang yang percaya?
2. Apakah ukuran/standar Iman percaya pada Yesus harus selalu
diukur berdasarkan tanda-tanda seperti mujizat, dll yang tampak
secara kasat mata, sehingga tanda menjadi begitu penting bagi kita
supaya percaya Yesus? Atau jangan-jangan sebenarnya Yesus
sudah menjukkan tanda-tanda-Nya tetapi kita seperti orang-orang

19
farisi dan saduki yang tidak melihat dan menyadarinya serta
menggunakan “kacamata” yang salah?
3. Bagaimana respon kita jika Yesus menolak memberikan tanda-
tanda sorga yang kita minta?

20
MENJADI PRIBADI YANG INKLUSIF
Nats : Matius 15:21-28
Tujuan :
1. Anggota GMKI mampu mengenali dan membentuk gerakan-
gerakan yang inklusif untuk merangkai kemajemukan di Indonesia.
2. Anggota GMKI mampu melakukan deradikalisasi
Penulis : Pdt. Freddy Ginting S.Th

METODE
1. Bernyanyi
2. Berdoa
3. Membentuk beberapa kelompok kecil
4. Masing-masing Kelompok mencari satu berita tentang tindakan
intoleransi atau tindak kekerasan atas nama agama di Internet lalu
buat analisa sosial dengan memetakan kepentingan pihak-pihak
yang terkait dalam berita, menelusuri akar permasalahannya dan
membuat tawaran solusi yang menjadi konstruksi untuk rekonsiliasi
terhadap pihak-pihak yang tersebut.
5. Lalu kelompok membuat Video Slideshow (video yang berisi foto-
foto) yang berisi pesan-pesan damai yang tiap katanya ditulis
dengan spidol disebuah kertas ukuran A4 yang dipegang tiap
anggota dalam kelompok jika memungkinkan diselipkan lagu yang
juga bertema kedamaian, kemanusian dan lain sebagainya. Lalu
diunggah ke media sosial masing-masing anggota kelompok
dengan tagar #PAGMKI #akuinklusif #Indonesiadamai.
6. Bernyanyi
7. Sharing dipandu oleh pembawa PA : Masing-masing kelompok
menyampaikan hasil analisanya dan diberi kesempatan untuk
kelompok lain untuk menanggapi.
8. Renungan Nats PA
9. Persembahan dan bernyanyi
10. Doa Penutup dan Doa Bapa Kami

PENGANTAR
Hari ini, ketika demokrasi pasca-Reformasi menyediakan ruang
terbuka bagi setiap pikiran dan ide tumbuh subur, bahkan bagi pemikiran-
pemikiran yang bertentangan bagi demokrasi itu sendiri, maka haruslah kita
membaca ulang demokrasi kita agar kemudian tidak mencederai

21
kemajemukan yang muncul. Bahwa kita juga sudah melihat falsafah Bangsa
kita sudah sering iuji oleh tindakan-tindakan intoleran terhadap penganut
agama tertentu, politisasi agama, diskriminasi terhadap agama-agama
tertentu dan lain sebagainya. Mungki saja kita sedang berada pada tahap
darurat toleransi beragama dan berbangsa.
Disisi lain perkembangan teknologi menjadi tempat persemaian
yang subur dan bebas bagi budaya, pemikiran atau ideologi apa pun.
Dengan bebas, setiap harinya kita selalu dijejali oleh informasi yang
berisikan pesan-pesan keagamaan yang tertutup, radikal dan fundamental.
Kita tentunya tidak pernah lupa bagaimana kelompok teroris seperti ISIS
selalu menyebarkan tindakannya terornya melalui media sosial. Tentunya
ini menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan rasa takut sekaligus
juga menarik simpati untuk merekrut banyak orang bergabung bersama
ISIS.
Keberagamaan harus berani hidup dalam keberagaman harus
menjadi keniscayaan, sebab sesungguhnya keberagaman adalah realitas.
Sebab Tuhan sendiri memaklumkan keberagaman dan perbedaan hadir
ditengah kehidupan manusia bukan sebagai alasan untuk membenci namun
menjadi kekayaan dalam bingkai kemanusiaan. Kesadaran ini sendiri
terkandung begitu kaya dalam nilai-nilai religiositas di setiap agama.

PENGGALIAN TEKS
Ada implikasi yang besar terhadap praktik keberimanan orang
Kristen ketika membaca pertemuan Yesus dengan perempuan Kanaan
dalam Matius 15:21-28 ini. Bagaimana tidak, kisah ini seakan mematahkan
konsep mesianik bangsa Yahudi bahwa juruselamat yang dijanjikan Tuhan
itu tidak hanya bagi mereka sendiri tapi bagi semua bangsa. Paradigma
yang eksklusif bangsa Israel dibantah dalam kisah ini. Adalah sebuah
konsekuensi yang besar bahwa rahmat keselamatan itu terbuka bagi semua
orang, yang menjadikan Yesus ditolak sebagai mesias oleh orang Yahudi.
Kisah ini dimulai ketika Yesus menyingkir dari Genesaret menuju
ke daerah Tirus dan Sidon, setelah Yesus memberi makan lima ribu orang
dan pengajarannya menjadi begitu populer di seluruh tanah Judea. Maka
datanglah seorang perempuan Kanaan yang mengharapkan kesembuhan
dari Yesus untuk anaknya yang sakit karena kesurupan setan.
Yesus awalnya tidak menggubris tapi oleh karena perempuan
Kanaan ini terus memohon Yesus menjawab tidak patut mengambil roti
yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.

22
Sekilas perkataan Yesus ini terkesan merendahkan dan rasis.
Namun apa yang dikatakan Yesus tersebut menjadi gambaran bagaimana
pemahaman bangsa Yahudi ketika itu memandang bangsa-bangsa lainnya
yang dianggap serendah anjing. Tapi Yesus tampaknya mengijinkan
perempuan Kanaan tersebut memohon kepadanya dengan memakai Istilah
Yunani; kunarion yang artinya anjing kecil yang dipelihara, alih-alih
memakai kata kuon yang artinya anjing jalanan yang liar untuk
menghilangkan sengat pada kata kuon yang biasa dipakai orang Yahudi
menunjuk bangsa lain diluar Yahudi. Dan tampaknya perempuan Kanaan
tersebut merasakan perbedaannya, lalu menjawab bahwa kunarion atau
anjing peliharaan biasanya juga menunggu remah-remah yang jatuh dari
meja makan tuannya.
Yesus mengetahui bagaimana besarnya iman perempuan Kanaan
itu melalui ketekunannya, dengan mengujinya namun tanpa menghilangkan
belas kasihanNya bagi semua manusia dari berbagai latar belakang yang
sama sekali berbeda denganNya.

PENUTUP
Teks ini menjadi pintu masuk dalam memahami kemajemukan
beragama. Jika Kristus pun mau menyatakan kebaikan dan rahmatNya bagi
yang bukan umat pilihanNya, maka umat pilihanNya dalam konteks kini
dan disini adalah Gereja, seharusnya menunjukkan rahmat Tuhan bagi
semua orang. Tidak lagi sibuk dengan dirinya tapi gereja harus sibuk
melayani di tengah dunia. Beberapa kasus penolakan terhadap gereja di
Indonesia malah dipicu oleh sikap gereja yang pongah yang tidak peka
terhadap lingkungan sekitarnya. Gereja secara fisik berdiri megah ditengah-
tengah masyarakat yang terpinggirkan, belum lagi pendidikan belum
menyentuh secara merata di masyarakat yang menyebabkan mudahnya
pagam radikalisme masuk ke tengah-tengah masyarakat.
Beberapa hal yang patut dicermati sebagai langkah awal untuk
memutus paham radikalisme ditengah-tengah masyarakat adalah Gereja dan
GMKI sebagai anak kandung gereja harus membangun kembali
pelayanannya atas dasar kepeduliaan kemanusiaan dan cinta kasih. Karena
hanya dengan cinta kasih maka kebencian dapat diputuskan. Sebagaimana
yang tertulis dalam Matius 5:16: demikianlah hendaknya terangmu
bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik
dan memuliakan Bapamu yang di sorga.

23
Gerakan terorisme dan radikalisme selalu memiliki aktor intelektual
di balik segala propaganda dan aksinya. Maka gereja harus juga menjadi
penggerak dalam pendidikan ditengah-tengah masyarakat sebab segala
upaya kita membangun masyarakat dan perabadannya, itu pula yang
berdampak bagi gereja itu sendiri (Yeremia 29:7).

24
SPIRITUALITAS PERSAHABATAN: SEBUAH PERSPEKTIF
EKOTEOLOGI

Nats : Ibrani 11: 1-3


Penulis : Pdt. Roynaldy Simaremare, S.Th (Pendeta HKI)

“Allah menuliskan firmanNya tidak saja di dalam Alkitab, tetapi juga pada
pohon, bunga, awan dan bintang-bintang.”
Martin Luther (1483-1546).

PENGANTAR
Kalau manusia sampai pada titik kontemplatif “semuanya akan ada
di dalam Allah dan Allah di dalam semuanya”, bagaimana mungkin bisa
terjadi ecocide?5 Setidaknya pertanyaan retoris teologis itu menjadi titik
langkah untuk menyambung kritikan (tuduhan) Lynn White terhadap
teologi Kristen, bahwa sumber pokok krisis ekologi yang dihadapi dunia
global. Di mana antroposentrisme dan dominasi manusia atas alam dalam
tradisi alkitabiah paling jelas dalam kisah penciptaan (lih. Kej. 1:26; 28
“berkuasa... atas seluruh bumi..., taklukanlah itu...”) bertanggungjawab atas
perkembangan ilmu dan teknologi modern yang dipakai untuk mengeruk
kekayaan bumi guna memenuhi segala kebutuhan manusia modern.6
Soroton penting lagi yang dilihat dalam kerusakan ekologi adalah
jatuh pada tekanan pada hati manusia yang serakah, tidak puas dengan apa
yang diterimanya dari Tuhan dan selalu mau lebih dari apa yang ada.
Hanya, jika demikian saja pergulatannya berarti masih saja berkeliling pada
ulasan antroposentrisme. Percakapan itu masih hanya pada seputar teologi
pembebasan saja, tidak sampai pada teologi biblis ekologis, terutama nilai
intrinsik masing-masing makhluk yang oleh Allah dilihat sebagai baik,
lepas dari adanya manusia. Ciptaan lain bukan hanya berguna untuk
manusia tetapi memiliki nilai pada dirinya sendiri. Demikian hal
spiritualitas dalam konteks ekoteologi pada hakekatnya memihak,
merangkul dan mencintai Allah melalui alam semesta. Spiritualitas selalu

5
Penghancuran terhadap ekosistem dengan cara eksploitasi alam yang tanpa henti.
6
Menurut Emanuel Gerrit Singgih, White merupakan orang Kristen yang melakukan auto-kritik.
Maksudnya lagi orang Kristen bertanggung jawab atas kerusakan ekologi. Juga, agama-agama lain.
Emanuel Gerrit Singgih, Korban dan Pendamaian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 299. Lihat juga,
M. Harun, “Alkitab: Sumber Etika Lingkungan Hidup?” dalam Forum Biblika, (Jakarta: LAI, 2013),
83.
25
hadir dalam ziarah hidup setiap hari yang bernilai tinggi. Aktif dalam
pergumulan dan mengalami hal yang transenden—konteks ekologi.

DARI EKOTEOLOGI KE SPIRITUALITAS PERSAHABATAN


Surat Ibrani ini ditujukan kepada orang Ibrani yang ada di
perantauan. Latarbelakang surat ini ditulis sebagai mendorong dan
menasehati orang Kristen Yahudi perdana agar tetap teguh walaupun
menderita karena penganiayaan.
Orang Kristen pada saat itu dimusuhi oleh orang-orang Yahudi
sebagai agama yang berkuasa. Agama Yahudi merupakan agama yang
diizinkan menurut hukum Roma, sedang agama Kristen tidak. Dengan
konteks penderitaan, diskriminasi, penganiayaan karena iman, dan
kegoncangan pemahaman iman akan Yesus yang diperhadapkan dengan
hukum-hukum atau norma-norma agama Yahudi, membuat sebahagian
komunitas Kristen berbalik kembali ke kepercayaan sebelumnya.
Penulis surat Ibrani begitu menjelaskan kesinambungan antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kedua hal itu tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lain. Dalam surat Ibrani jemaat Kristen hampir
seluruhnya dipandang sebagai umat Allah yang sedang mengembara. Tentu
dengan demikian penulis memakai bentuk-bentuk simbolis dari Perjanjian
Lama “dimanfaatkan” sedalam-dalamnya dalam pembahasan yang terinci.
Pesan dari kitab Ibrani ini tidak serta-merta berdiri sendiri, tetapi
pesan itu sudah ada sejak Perjanjian Lama tentang pernyataan Allah hingga
di dalam AnakNya Yesus Kristus. Keunggulan Kristus dari para nabi atau
imam lainnya hendak mengatakan bahwa sungguh besarnya anugerah yang
diberikan dan di dalam Yesus Kristus.7
Bagi penulis kitab Ibrani, iman itu merupakan kepastian yang
mutlak bahwa yang dipercaya itu benar dan yang diharap itu pasti datang.
Pada Pasal 11 ini menyatakan bahwa peran iman dalam kehidupan umat
Kristen begitu besar. Bahkan yang paling menonjol dari pasal ini adalah
konsep kesetiaan (iman). Hal dimaksud adalah, ada sikap teguh dalam
bergantung pada kesetiaan Allah untuk mempercayaiNya dalam setiap
keadaan sulit, apa pun itu sebagaimana yang dirasakan jemaat Kristen saat
itu.Keunggulan Kristus pun begitu ditekankan demi menyakinkan dan
menguatkan iman mereka.
Dalam teks Ibrani 11:1-3, penulis mengajak untuk mengerti tentang
iman“pistis” dan melihat kesaksian iman para nenek moyang mereka dalam
7
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 111
26
kitab Perjanjian Lama agar mereka percaya kepada karya anugerah Yesus
Kristus yang sudah diberitakan sejak dahulu. Penulis hendak menyatakan
dengan jelas dan tak terpisah bahwa Allah yang hadir dan berbicara pada
nenek moyang bangsa Israel melalui Nabi dan Malaikat yang kemudian
karya Allah hadir dalam Anak-Nya yaitu Yesus Kristus (Perjanjian Baru)
sebagai pernyataan kehadiran Allah yang sempurna. Tokoh-tokoh di
Perjanjian Lama dan pahlawan iman bangsa Israel dipaparkan dengan
maksud dan tujuan mengenai kesetiaan dan keteguhan memegang janji
Allah. Mereka bisa seperti demikian karena kesetiaan di dalam janji Allah.
Paparan perjuangan iman mulai dari nenek moyang mereka begitu jelas
dituturkan penulis surat Ibrani.Tujuan semua itu terjadi karena iman
(kesetiaan). Iman merekapun agar kuat dengan memberikan pemahaman
akan keunggulan Kristus. Tetap setia oleh karena iman kepada Yesus
Kristus yang merupakan penyataan Allah yang sempurna. Besarnya
anugerah yang diterima di dalam Yesus Kristus.Itulah kepiawaian penulis
Ibrani agar surat ini bisa diterima dan berita kasih karunia bisa sampai
kepada mereka.
Jika demikian, perlulah sedikit meninjau pengertian iman dalam
Perjanjian Lama. Dalam bahasa Ibrani iman adalah “emun”. Kata ini
muncul dua kali dalam Alkitab bahasa Ibrani, yakni Ul. 32:20 dan
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kata “Kesetiaan”.
Sedangkan dalam kitab Habakuk 2:4 yang diterjemahkan menjadi kata
“Percaya”, menggunakan bentuk kata “em-munim” artinya adalah
mengingatkan, kesetiaan, ketaatan dan kepercayaan. Penggunaan kata ini
digunakan untuk Allah yang berarti setia, teguh memegang perjanjian dan
penuh kasih setia sehingga kepadanya manusia dapat percaya. Kalau kata
ini digunakan dalam hubungannya dengan Allah (Neh. 10: 8; Kej. 16: 6;
Mzm 78: 37), maka kata ini menggambarkan hubungan yang hakiki yang
dapat menentukan kehidupan manusia saat sekarang di masa yang akan
datang.8Penjelasan ini membawa pengertian dalam surat Ibrani bahwa iman
(kesetiaan) merupakan dasar pengharapan yang pasti dan bukti untuk terus
setia berpegang pada pengharapan kepada Allah. Karena iman kita mengerti
bahwa segalanya dijadikan oleh firman Allah (Yesus Kristus).
Donald Gutrie mengatakan bahwa Kristus sebagai pencipta
merupakan dasar yang mempertalikan segala sesuatu dalam alam, bahkan
segala sesuatu itu ditopang oleh kuasa-Nya (Ibr.1:3). Kristus adalah

8
Jepsen,“Aman” dalam Theological Dictionary Of The Old Testament, Vol 1, (Michigan: Eerdamns
Publishing, 1971), 295
27
pemegang kedaulatan atas alam. Hal ini jelas dibuktikan Kristus ketika
penebus dilakukan untuk seluruh jagat (Yunani: aiones artinya alam
semesta). Artinya setiap orang yang percaya harus memiliki “belas kasihan”
terhadap alam. Hal ini menyangkut etika hidup manusia beriman
(bertanggungjawab). Sikap dan perlakuan manusia terhadap alam harus
selalu dikaitkan dengan sang Pencipta, yang juga mengasihi dunia ini,
sehingga manusia tidak akan lagi secara sewenang-wenang memperlakukan
alam. Setiap orang yang percaya harus memberikan pemahaman kepada
setiap orang bahwa Allah merupakan pemilik dunia ini, segala sesuatu yang
ada di dalamnya harus dipergunakan seturut dengan maksud atau kehendak-
Nya. Setiap manusia yang diberi tanggungjawab untuk mengolahnya harus
memberikan pertanggungjawaban kepada Allah.9
Benarkah alam sebagai tubuh Kristus? Tak terlepaskan talian
persaudaraan alam dan manusia. Begitu halnya dengan alam yang selalui
dikaitkan dengan Sang Pencipta. Alam juga mendapat penebusan dari
Kristus. Taklah hanya manusia saja sebagai tubuh Kristus sebagaimana
yang dikatakan Rasul Paulus dalam teks 1 Korintus 12:27. Penebusan Allah
di dalam Kristus berlaku bagi semua ciptaan. Mari lihat dalam teks Matius
6:25-30, Yesus pun mengajak untuk menghormati dan sampai pada titik
kontemplatif. Bila Firman telah menjadikan alam sebagai tubuh Kristus,
alam terus berkarya memberikan kebutuhan manusia sebagai “sahabatnya”/
saudaranya. Bukankah ketika alam dengan karyanya, ia ikut berteologi
(sebagai sesuatu yang hidup memuji Allah) dalam penghayatannya bersama
manusia? Di situ titik letaknya sebagai komunitas yang berjuang memberi
hidup pada manusia dengan setia. Sementara spiritualitas persahabatan itu
selalu berjuang dengan setia untuk berjuang mengerti (saling keterkaitan).
Dengan kata lain saling keterpahaman dan menghormati selaku tubuh
Kristus.
Iman menuntun untuk mengerti bahwa alam semesta dijadikan
Firman Allah. Dengan iman maka manusia itu mampu bersaksi bahwa
segala sesuatu yang ada adalah ciptaan Allah. Yang dilihat sebagai manusia
yang memiliki iman adalah menghormati kehidupan lainnya (nilai
intrinsik). Penulis Ibrani telah memperlihatkan tokoh-tokoh yang taat sesuai
imannya kepada Allah. Nah, kesetiaan dan taat adalah sifat dan karakter
orang beriman. Penulis menganggap soal ketaatan sebagai prasyarat yang
diperlukan untuk beroleh keselamatan (Ibr. 5:9). Begitu pula terhadap
ketidaktaatan, yang nyaris disamakan dengan ketidakpercayaan.
9
Ibid, hlm. 403
28
Permasalahan ekologi (lingkungan hidup) merupakan persoalan
jeritan bumi. Bumi juga menjerit. Dalam logika Leonardo Boff, logika yang
mengeksploitasi kelompok-kelompok dan orang-orang yang dilakukan
segelintir negara kaya yang kuat disejajarkan logika yang merusak bumi
dan menjarah kekayaannya, yang menunjukkan tidak adanya solidaritas
dengan manusia lainnya dan generasi yang akan datang. Logika kapitalis
menghancurkan keseimbangan alam semesta yang rapuh. Kerusakan
lingkungan hidup sama saja halnya merusak perjanjian hubungan erat
manusia dengan bumi dan menghancurkan makna keterkaitannya. Jika
manusia begitu, berarti manusia telah menunjukkan bahwa mereka tidak
saja dapat terlibat pembunuhan umat manusia dan bangsa-bangsa, tetapi
juga makhluk hidup dan Bumi. Menambahkan itu, kerusakan ekologis
terjadi karena hilangnya penghargaan, bahkan penghormatan terhadap
kesakralan alam. Di mana Allah bisa hadir secara imanen di dalam alam
(teofani Allah). Bukti teofani Allah dalam alam, contohnya penyataan Ilahi
di Sinai di narasi kitab Keluaran 19, Mazmur 18 dan Ayub 37-
42.10Penghormatan terhadap kesakralan alam adalah bentuk serat teologi
ekologi. Topik Penelaahan Alkitab membawa pada perenungan iman dan
ekologi (lingkungan hidup) yang di mana perjanjian dengan Allah selalu
dipelihara dan dilestarikan.
Beriman berarti mengerti akan janji Allah. Itulah harapan dalam
kehidupan umat percaya. Leonardo Boff11 mengartikan itu adalah perjanjian
kekal. Ia menyerap makna baru khususnya pada saat-saat krisis (lingkungan
hidup - ciptaan) seperti yang terjadi pada kita. Ia memberikan dasar bagi
harapan bahwa masa depan yang kita berikan tidak akan dibangun di atas
puing-puing planet dan umat manusia. Baiklah muncul pikiran dan perasaan
sebagai pusat kehidupan, solidaritas dan perkembangan yang dibagikan
dengan cinta.
Aktifitas yang muncul dari umat percaya, sebagaimana Boff
tuliskan, segala sesuatu akan menunjuk ke arah teosfer pokok di mana
semuanya akan ada di dalam Allah dan Allah di dalam semuanya.
Kesadaran bahwa segala sesuatu berasal dari sumber yang sama adalah
pengertian untuk menghormati kehidupan antara lain (nilai intrinsik).
Segala yang diciptakan Allah adalah saudara.
Spiritualitas ekologis memandang iman membuat paham bahwa
tugas kita untuk merawat dan menjaga planet kita yang indah terserap

10
Emanuel Gerrit Singgih, 300
11
Leonardo Boff, Jeritan Bumi, Jeritan Penderitaan, (Medan: Penerbit Bina Media Perintis, 2008), 3
29
dalam karya Sang Pencipa, yang setiap saat mempertahankan semua
makhluk hidup dalam jati dirinya.
Renungkanlah kita sendiri sebagai Bumi, merasakan diri kita
sebagai Bumi, mencintai diri kita sebagai Bumi, Bumi adalah subyek hidup
yang agung yang merasakan, mencintai, memikirkan dan melalui kita
mengetahui bahwa ia berpikir, mencintai dan merasakan. Cinta
mengarahkan kita untuk mengetahui bersama Bumi.

PERTANYAAN DISKUSI
1. Setelah membaca Ibrani 11:1-3 dan penjelasannya, hal apa yang
menarik untuk dipelajari dan dicatat sehingga menjadi dasar
spiritualitas kita? Mari ceritakan menurut pembacaan peserta PA
masing-masing.
2. Ceritakanlah identitas kearifan lokalmasing-masing dan bagaimana
cara Anda menggairahkan itu kembali sehingga menjadi
percakapan spiritualitas sehari-hari?
3. Bagaimana GMKI menyikapi persoalan lingkungan hidup dalam
konteks Perguruan Tinggi, Gereja dan Masyarakat?

30
PENGABARAN INJIL ERA REVOLUSI 4.0
Nats : Yohanes 14:12-14
Penulis : Judika Tampubolon (Mahasiswa STT Abdi Sabda)

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku,


ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan
pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi
kepada Bapa.” (Yoh. 14:12)

PENGANTAR
Yohanes 14 adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Yohanes 1,
yaitu saat Yesus bersama dengan murid-murid mengadakan perjamuan
terakhir. Perjamuan itu adalah perjamuan terakhir sebelum akhirnya
berpisahnya murid-murid dengan Yesus. Murid-murid yang sangat sedih
karena memikirkan perpisahan dengan Guru mereka, juga sangat khawatir
tentang apa yang akan terjadi dengan diri mereka. Kristus meyakinkan
mereka supaya mengenakan kuasa yang mampu untuk membantu mereka
bertahan. Sama seperti Kristus memiliki segala kuasa, mereka pun, dalam
nama-Nya, akan memperoleh kuasa di sorga dan di bumi.
Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga
pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan. Mereka diberikan kuasa oleh Allah
dan akan dimampukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti yang
telah dilakukan-Nya (lih. mis. Mat. 10:8). Mereka akan melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada yang pernah Yesus lakukan.
Kristus mengadakan mujizat selama dua atau tiga tahun di satu negeri,
tetapi para pengikut-Nyaakan mengadakan mujizat dalam nama-Nya selama
berabad-abad di berbagai negeri.
Kita begitu terkagum-kagum ketika membaca Alkitab tentang
mujizat-mijizat luar biasa yang diperbuat oleh Yesus, seperti memberi
makan lima ribu orang (Mat. 14:13-21), berjalan di atas air (Mat. 14:22-33),
mengubah air menjadi anggur (Yoh. 2:1-11), menyembuhkan orang buta
(Yoh. 9) dan lain sebagainya. Memang tidak salah kagum terhadap apa
yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Kita dapat melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang lebih besar dari apa yang Tuhan Yesus pernah lakukan (ay.
12a). Namun bukan berarti kita akan disalib kemudian bangkit pada hari
yang ketiga, seperti Yesus. Tetapisegala mujizat dan pekerjaan yang
dilakukanoleh Tuhan Yesus,kita pun bisa melakukannya.

31
Kita dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh
Yesus, bahkan lebih lagi, karena:
1. Tuhan Yesus pergi kepada Bapa di Surga (ay. 12b), lalu mengutus
Roh Kudus yang memampukan kita melakukan segala macam
pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Tuhan Yesus. Tanpa Roh
Kudus, segala pelayanan kita akan menjadi hambar dan tidak ada
artinya.
2. Kita pada umumnya memiliki waktu lebih banyak di dunia ini.
Yesus berada di dunia ini ± 33 tahun dan Tuhan Yesus melakukan
pelayanan-Nya hanya ± 3,5 tahun. Sedangkan manusia pada
umumnya mampu berumur hingga 70 tahun atau jika kuat mampu
hingga 80 tahun (lih. Maz. 90:10). Karena itu kita memiliki potensi
lebih banyak waktu untuk melakukan jauh lebih banyak dan jauh
lebih besar dari apa yang dahulu dilakukan oleh Tuhan Yesus.
3. Tuhan sudah memberikan janji kepada kita (ay. 13-14), Ia berjanji
bahwa apa saja yang kita minta dalam nama-Nya, maka Tuhan akan
melakukannya. Maka tidak perlu takut untuk meminta apapun
kepada-Nya. Namun, motivasi kita dalam meminta kuasa pada-Nya
haruslah benar, yaitu demi kemuliaan nama Tuhan (ay. 13b).

APLIKASI
Apabila kita merenungkan hal di atas sebenarnya kita memiliki
potensi yang luar biasa untuk melakukan perkara-perkara besar.Namun
sering sekali masalahnya ada pada kita.Kita tidak menyadari potensi yang
ada pada pribadi kita masing-masing atau bisa saja kita menyadari tetapi
tidak mau untuk berusaha mengembangkan potensi yang ada dalam diri
kita.Kita adalah ciptaan Allah yang dipersiapkan untuk melakukan
pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef. 2:10).Tuhan
ingin kita melakukan perkara-perkara besar, bahkan yang jauh lebih besar
dari apa yang pernah dilakukan Tuhan Yesus. Tuhan sudah memberi kita
potensi yang luar biasa. Jadilah hamba yang baik dan setia, yang mau
menggunakan potensi yang ada dan mengembangkannya (Mat 25:21 & 23).
Di tengah perkembangan zaman saat ini di era revolusi industri
keempat kita juga harus turut mempergunakan potensi kita dan melakukan
apa yang Tuhan kehendaki di dalam kehidupan kita, yaitu untuk melakukan
apa yang Yesus pernah lakukan. Kita harus memberitakan bahwa Yesus
adalah Tuhan dan mempermuliakan nama-Nya. Revolusi industri ini
ditandai dengan digitalisasi dan interkoneksi di segala bidang. Hal ini

32
ditandai dengan berkembangnya smartphone dan kecepatan koneksi
internet dan maraknya aplikasi komunikasi berbasis digital atau media
sosial, seperti Facebook, Whatsapp, Messenger, Line dan beragam media
lainnya. Tekonologi informasi ini bukan saja sebagai alat komunikasi
semata, namun dapat dilihat sebagai wahana untuk membawa kesejahteraan
manusia, lahir dan batin, di dunia dan di akhirat. Kita dapat
menggunakannya dengan sedemikian rupa untuk memberitakan Injil di
dunia ini. Kita dapat menggunakan televisi, radio, internet, media sosial,
blog, website, You Tube dan media informasi lainnya.
Berita tentang Yesus Kristus harus terus diberitakan melalui
teknologi informasi yang saat ini hampir semua orang menggunakannya.
Saat ini sudah mulai dikembangkan pemberitaan firman Tuhan dalam
bentuk Live Streaming.
Live Streaming ini memiliki kelebihan, yaitu dapat dibroadcast
kepada semua orang pada waktu bersamaan.Sehingga memungkinkan untuk
disaksikan di manapun selagi terkoneksi dengan internet.Memang teknologi
ini di Indonesia belum banyak dikenal, atau jika sudah dikenal pun, masih
belum banyak yang menggunakannya.Padahal teknologi ini merupakan
terobosan maju dalam dunia IT yang sangat berguna dan sangat baik dalam
pekabaran Injil.
Di sisi lain jika selama ini media sosial digunakan sebagai media
untuk berkomunikasi dengan orang lain, dapat juga digunakan untuk
pemberitaan kebenaran firman Tuhan. Ada banyak media sosial yang bisa
digunakan seperti Facebook, Instagram, Twitter, Whatsapp Messenger dan
media sosial lainnya untuk menyampaikan kebenaran firman Tuhan,
sehingga dapat dibaca oleh orang yang mengikuti akun media sosial kita
atau pun publik yang terkoneksi.
Beberapa hal di atas adalah contoh penggungaan beberapa media
untuk pekabaran Injil.Masih banyak media lainnya yang dapat kita
gunakan.Kita hanya perlu mengganti konten (isi) dari yang biasanya cerita
kita tentang hari-hari kita atau pikiran-pikiran kita menjadi konten yang
bermuatan pekabaran Injil. Kita dapat membuat konten yang berisi
permenungan kita terhadap Firman Tuhan dan hal-hal yang berbau rohani.
Harus diperhatikan juga jangan sampai konten yang kita buat menimbulkan
ketersinggungan pihak lain. Hindarilah penggunaan istilah yang
menyangkut keyakinan, suku atau pun ras lain.
Selain untuk memperkenalkan Injil dan memberitakannya ke dunia
luar, penggunaan media sosial dan media lainnya dalam mengabarkan Injil

33
akan bermanfaat juga untuk menangkal radikalisme, perpecahan dan hoax.
Apalagi di masa sekarang ini sudah sangat sulit untuk mencari kebenaran di
mediakarena sudah disusupi oleh hoax, kepentingan pribadi, golongan
politik tertentu yang punya niatan yang tidak baik. Agar hoax tidak
menyebar luas dan mengakibatkan perpecahan, dengan mengabarkan Injil
dan memposting hal-hal yang positif di media adalah salah satu langkah
yang positif. Mari kita tidak turut mengonsumsi atau termakan hoax yang
beredar di pasaran media, melainkan mari kita memberikan pengaruh
positif di kalangan masyarakat. Kita dapat menyaingi hoax dengan
memposting hal-hal positif, sehingga lalu lintas media tidak hanya dipenuhi
berita-berita bohong dan berita-berita provokatif.
Tugas Yesus dahulu selama Ia berada di dunia ini adalah untuk
memberitakan kabar baik, bahwa keselamatan telah datang. Kini tugas itu
ada pada kita, Ia melimpahkan tugas tersebut kepada kita secara tidak
langsung. Karena dengan mengaku percaya kepada Allah, maka kita akan
melakukan apa yang Yesus lakukan, mengajarkan apa yang Yesus ajarkan.
Karena itu di tengah kemajuan tekonologi zaman ini di era revolusi industri
4.0 ini kita juga harus melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan
oleh Yesus, yaitu untuk memberitakan kabar baik (Injil) atau kabar
keselamatan di tengah dunia ini. Menggunakan kecanggihan zaman sebagai
media penyampaian firman Tuhan secara khusus dengan interkoneksi,
merupakan salah satu bagian yang dapat kita gunakan pada saat ini untuk
memberitakan Injil ke seluruh penjuru. Semoga!

PERTANYAAN DISKUSI
1. Apa alasan Kristus untuk mengutus kita memberitakan firman di
tengah-tengah perkembangan zaman terkhususnya pada Era
Revolusi Industri 4.0(bnd. Kis. 1:8 dan Ef. 4:8)?
2. Diskusikanlah peran-peran praktis bagaimana pemuda mampu
mengabarkan Injil dan menerapkan kehidupan yang bersaksi di era
digital saat ini (di samping beberapa hal yang telah disebutkan di
atas).
3. Apa komitmen kamu sebagai pemuda Kristen dalam menghadapi
era revolusi industri 4.0 dan bagaimana kamu dapat bersaksi di
tengah-tengahnya?

34

Anda mungkin juga menyukai