Anda di halaman 1dari 5

“Tantangan GMKI Dalam Pengelolaan Sumber Daya Organisasi Dalam Melahirkan

Model Pengkaderan Yang Relevan Di Era Revolusi Industri 4.0”

GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) merupakan organisasi yang konsisten dalam
menciptakan kader-kader yang berintegritas, memiliki jiwa spiritualitas, dan dapat professional
dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya. Selayaknya sebuah organisasi pada
umumnya, pastinya GMKI juga membutuhkan sosok pemimpin yang dapat menjadi pionir dalam
organisasi GMKI. Kepemimpinan sebagai pondasi utama dalam sebuah organisasi harus menjadi
perhatian penting dan dibangun dalam sebuah proses pengkaderan yang berkualitas dan
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur berorganisasi. Pemimpin GMKI adalah orang-orang yang
telah menjadi bagian dari terminal kader dan ikut andil dalam misi GMKI yaitu mempersiapkan
pemimpin-pemimpin di masa yang akan datang yang ahli dan juga bertanggungjawab terhadap
pelayanannya.

Standar seorang pemimpin memang tidak memiliki ukuran yang pasti di setiap organisasi.
Karena setiap organisasi memiliki kualifikasi tersendiri terhadap pemimpinnya, termasuk GMKI.
Sebagai organisasi yang fokus terhadap pendidikan kader dan pengajaran Kristen, seorang
pemimpin GMKI selayaknya juga menjungjung tinggi ketiga panji, yaitu ; tinggi iman, tinggi
ilmu, dan tinggi pengabdian, sebagai bekal utama seorang pelayan Sang Kepala Gerakan dan
pemimpin organisasi masa depan. GMKI Medan sebagai salah satu cabang GMKI yang selalu
berdinamika dalam setiap regenerasi kepemimpinnya akan mencari sosok baru untuk
melanjutkan estafet kepengurusan organisasi. Dalam GMKI Medan, kepemimpinan bukanlah
soal jabatan, atau siapa yang berkuasa, namun adalah fungsi. Kepemimpinan bukan tentang siapa
yang dilantik dan memakai atribut organisasi, melainkan siapa yang siap untuk mengabdi sesuai
visi misi dan perjuangan pergerakan GMKI, yaitu menghadirkan kedamaian, kesejahteraan,
keadilan, kebenaran, keutuhan ciptaan, dan demokrasi di Indonesia berdasarkan kasih. Namun,
bukan sembarang kasih, melainkan aksih yang diajarkan oleh teladan hidup kita sebagai orang
Kristen, yaitu kasih Tuhan yesus Kristus yang tidak mengharapkan imbalan atau balasan.

Menurut Wahjosumidjo (1987:11) menyebutkan bawa kepemipinan itu tentang “who” siapa
bukan “what” atau apa. Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu yang melekat pada diri
seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti: kepribadian (personality), kemampuan
(ability) dan kesanggupan (capability). Kepemimpinan juga sebagai rangkaian kegiatan (activity)
pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku
pemimpin itu sendiri. Karena, pada akhirnya, kepemimpinan adalah dedikasi, bukan sekedar
mencari atensi atau memperbanyak presensi. Kepemimpinan itu berbicara nilai- nilai yang
dihidupi dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Abraham Lincoln Presiden AS KE XVI, mengatakan “Semua orang bisa tahan dengan
kesengsaraan, tapi bila kau ingin mengetahui karakter seseorang, berilah dia kekuasaan”. Hal
ini sangat relevan bagi GMKI Medan sebagai organisasi pelayanan bukan nirlaba. Abraham
ingin menyampaikan bahwa kepemimpinan dalam organisasi terletak pada karakter siapa yang
memimpin. Arah atau laju organisasi akan teruji pada siapa yang akan memimpin organisasi
tersebut, walaupun kemudian kalau bicara organisasi adalah tentang tim bukan perorangan.
Namun perlu dipahami kepemimpinan personality juga menjadi pilar utama kebangkitan suatu
organisasi. Ki Hadjar Dewantara pernah mengatakan tentang bagaimana landasan Filosofis
kepemimpinan dalam karakteristik kepemimpinan yang ideal. Benarlah kiranya jika seorang
pemimpin adalah ing ngarso sung tuladha (di depan sebagai contoh), ing madya mangun
karso (di tengah memberi semangat), tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan).

Pesta demokrasi GMKI Cabang Medan sudah ada di depan mata. Seluruh stakeholder
organisasi akan saling berwacana untuk membicarakan kebaikan organisasi GMKI Cabang
Medan. Semua pihak sangat berharap kualitas agenda tertinggi ditingkatan cabang tersebut
semakin meningkat, sebab masa depan ada pada masa kini bukan nanti atau masa lalu. Bagi
mereka yang ingin melanjutkan pelayanan sebagai pucuk pimpinan organisasi di GMKI Cabang
Medan harus mempersiapkan diri dengan baik, sebab ada ribuan kader yang berharap besar
untuk kemajuan organisasi ini terlebih untuk Kerajaan Allah di surga.

Berbicara tentang pemimpin GMKI di era masa kini, tidak akan terlepas dari generasi Z yang
sudang berkembang cukup pesat, atau yang sering kita sebut sebagai generasi milennial. Jika
berbicara kepemimpinan pada era dahulu, seperti pada masa-masa reformasi, sangat berbeda
realitanya dengan masa sekarang. Di era Revolusi Industri 4.0 yang kini sedang marak-maraknya
diperbincangkan di Indonesia, kualitas Sumber Daya Manusia menjadi sorotan utama dalam
permasalahan ini. Terkhususnya bagaimana pemimpin-pemimpin milennial yang tetap
menjunjung nilai-nilai luhur dan memiliki militansi serta ability dapat dilahirkan. Banyak
tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi, terutama soal isu revolusi industri 4.0 di banyak
sektor. Pemimpin milennial harus berkutat pada isu big data, smart city, virtual – augmented
reality, artificial intelligence, cloud computing, 3D printing, advance robotic, profesi baru
(Game Developer, Animator, Videographer). Sehingga yang menjadi perbicangan kita tidak lagi
berkutat pada masalah-masalah konservatif yang pemecahannya bahkan sudah dilakukan
bertahun-tahun lalu oleh banyak organsiasi lainnya diluar GMKI. Sudah saatnya bagi GMKI
untuk mengevaluasi model pengkaderan yang selama ini di adaptasi oleh GMKI sebagai salah
satu organisasi kader terbesar di Indonesia. Pembukaan Anggaran Dasar juga sudah memprediksi
dan menjelaskan fenomena ini, jauh sebelum perkembangan teknologi semaju saat ini.
Termaktub di dalam Pembukaan Anggaran Dasar, bahwa fenomena ini akan terjadi, yaitu
perubahan dan perkembangan yang sangat pesat sehingga banyak aspek dalam kehidupan
terkena dampaknya. Namun, kita tidak bisa menolak atau bahkan menjustifikasi perkembangan
teknologi ini menjadi suatu hambatan atau berpengaruh buruk. Melainkan, GMKI melalui
konstitusi kita berbicara, bahwa kita justru harus dapat menangkap perubahan-perubahan itu
(impresi), kemudian mengupasnya dengan tuntas sesuai dengan penggodokan iman kita sebagai
seorang pengikut Kritus, agar kemudian dapat di tanggapi (ekspresi) menjadi sebuah solusi dan
pemecahan masalah.

Perkembangan industri 4.0 dan hadirnya pemimpin muda berjalan beriringan dan tidak
terpisahkan. Milennial saat ini peran kunci dalam perkembangan industri 4.0. Banyak kejutan
yang telah dilakukan pemimpin muda di era 4.0 dalam berbagai bidang pekerjaan. Mereka
bertumbuh dengan inovasi dan akan berkembang dengan jaringan relasi yang baik. Standar baru
kepemimpinan milenial akan mulai diterapkan di berbagai bidang pekerjaan. Pemimpin 4.0 yang
fokus pada pendekatan “people oriented” dengan komunikasi dua arah (feedback), fleksibilitas,
nilai, dan etika. Hal inilah yang seharusnya sudah bisa diterapkan oleh GMKI. Bagaimana
melahirkan pemimpin-pemimpin kreatif di era Revolusi Industri 4.0 yang begitu inovatif.
Pemimpin yang dalam mengelola Sumber Daya Organisasi dengan metode-metode baru yang
kreatif, inovatif dan produktif, sesuai dengan kebutuhan organisasi GMKI di masa kini.

Standar kepemimpinan di lintas lini telah berubah seiring dengan perkembangan industri 4.0.
Salah satu kemampuan utama pemimpin 4.0 perlu memahami bagaimana cara bereaksi sangat
cepat (super fast response) terhadap berbagai hal dalam ruang kendalinya. Dari komunikasi teks
24/7 hingga kemampuan komunikasi publik dalam ranah online ataupun offline. Sehingga,
kedepannya tantangan kita dalam organisasi GMKI, bukan lagi hanya terpatri pada masalah-
masalah internal yang selalu melibatkan emosional. Namun sudah meletakkan fokus pada
evaluasi model pengkaderan agar dapat mengahadapi tantangan kedepannya dalam
berorganisasi. Salah satunya adalah pengelolaan Sumber Daya Organisasi agar dapat efektif dan
efisien serta relevan dengan kebuthuan organisasi masa kini.

Kemampuan mengembangkan bakat dan talenta juga merupakan tugas utama pemimpin 4.0.
Pergerakan dan pergeseran terjadi kian cepat sehingga pribadi yang tidak agile dan mampu
beradaptasi dengan cepat dari pemikiran konvensional akan sirna. Pemuda dengan sederet
prestasi dan kompetensi perlu diarahkan agar dapat melalui proses regenerasi dengan baik.
Milennial yang dikenal cepat bosan dan mudah berpindah ke lain hati dapat diantisipasi dengan
adanya program pengembangan talenta yang sistemik dan menjanjikan. Dengan begini, loyalitas,
militansi dan solidaritas organisasi akan meningkat. Sehingga, kedepannya pempimpin GMKI
masa depan harus dituntut untuk multitalent dan giat dalam belajar. Karena perubahan terus
terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga perlu penyesuaian dan kesiapan mental dalam
mengahadapi hal tersebut.

Praktik kepemimpinan inklusif menjadi gaya kepemimpinan yang wajib dipraktikkan dalam
keseharian pemimpin millennial di GMKI. Belajar dari Obama, berhasil berperan sebagai
“pembisik milennial’’ (millennials whisperer) karena dinilai mampu mengatasi berbagai masalah
yang dihadapi oleh generasi muda di AS, salah satunya perihal toleransi. Hal ini membawa
Obama memenangkan suara 77% dari suara pemuda Amerika Serikat. Lain hal dengan Perdana
Menteri Kanada Justin Trudeau, yang menjadi idola milennial Kanada karena berhasil
menginternalisasikan isu kesetaraan (equality) dan keberagaman (diversity) di kalangan anak-
anak muda Kanada. Di Jerman, 2017 lalu Reuters menyatakan Kanselir Jerman Angela Merkel
mendapat suara 47% dari pemilih pemula karena dianggap peduli pada isu kedamaian di wilayah
Timur Tengah. Ketiga contoh kasus tersebut menyatakan bahwa kemampuan menjaga toleransi,
menjaga kedamaian, dan memfasilitasi keberagaman sebagai kekuatan, dianggap sebagai
karakteristik sosok pemimpin milennial sukses di era 4.0 ini.

Menerima perbedaan, terkoneksi sepanjang waktu dengan banyak pihak, mahir


mengakomodasi perspektif, mengedepankan kolaborasi lintas lini, hingga meredam ego pekerja
milenial yang saat ini mendominasi berbagai sektor lapangan pekerjaan. Belum lagi dengan
hadirnya empat generasi dalam satu lingkungan kerja (boomers, x, millennials, z), pemimpin
GMKI di era Revolusi Industri 4.0 harus adaptif menghadapi berbagai perbedaan dalam sistem
operasional kerjanya. Perbedaan nilai, cara pandang, kesenjangan budaya dan cara komunikasi
jangan dianggap sebagai suatu hambatan, namun dijadikan tantangan yang harus diatasi dengan
elegan. Karenanya, pemimpin 4.0 harus menjalankan kepemimpinan yang mengedepankan
pendekatan manusia, human-based approach. Sudah seharusnya pemimpin muda 4.0 mampu
memanusiakan rekan kerja dengan empati dan mengedepankan budaya apresiatif dalam
lingkungan kerjanya.

Strauss Schwab, pelopor Revolusi Industri 4.0, menegaskan bahwa salah satu cara terbaik
memperbaiki kualitas generasi, khususnya ‘milennial’, yaitu mereformasi kebijakan pendidikan.
Karenanya, kualitas sistem pendidikan menjadi faktor penentu menguat atau melemahnya
kualitas generasi mudanya di masa yang akan datang. Hal ini juga berlaku sama di GMKI.
Reformasi sistem pendidikan kader juga menjadi solusi untuk pemecahan masalah ini dan
menjadi senjata ampuh dalam menghadapi tantangan GMKI kedepannya dalam pengelolaan
Sumber Daya Organisasi, termasuk melahirkan pemimpin-pemimpin kreatif kedepannya.

Hadirnya era 4.0 ini tidak hanya mengubah peta industri, namun juga pergeseran perspektif,
profesi, cara komunikasi, pekerjaan, konsumsi, gaya hidup, dan bertransaksi. Pemimpin 4.0
dapat juga dikatakan sebagai digital leaders (pemimpin digital). Salah satu ciri pemimpin digital
ialah gaya pengambilan keputusan yang berdasarkan data, transparan dan realtime. Lebih
sederhana, tidak bertele-tele dan tepat sasaran. Pemuda yang paling siap dan mampu
memantaskan diri dengan percepatan dan perkembangan zamanlah yang akan bertahan. Apalagi
tantangan lebih berat di masa depan. Oleh karena itu GMKI juga harus benar-benar serius dalam
pemecahan dan pembahasan terkait ini.

Gaya kepemimpinan dan komunikasi sebenarnya dua kata kuncinya: partisipatif dan
kolaboratif. Dua hal ini nantinya yang akan memenuhi ruang manajemen organisasi dan
kepemimpinan 4.0 . Dalam era yang serbacepat ini, pasti banyak masalah yang muncul sebelum
kita menyelesaikan masalah lain sehingga menjadi kompleks. Karenanya, pemimpin di era 4.0
tidak bisa sendiri dan membutuhkan kolaborasi dari banyak pihak untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang ada. Pemimpin milennial perlu lebih banyak mengasah serta mempertajam
kemampuan dalam hal mereduksi birokrasi, mengelola keberagaman, komunikasi dua arah, dan
memfasilitasi kolaborasi antarpihak.

Kemampuan yang dibutuhkan seorang pemimpin GMKI di era 4.0 akan tetap sama, tetapi akan
ada perbedaan soal hard skill. Utamanya mereka harus mengerti soal big data, konsekuensi dari
virus, cloud, pembuatan aplikasi, dan sebagainya. Mengapa kolaborasi menjadi demikian penting
di era 4.0 ini? Karena tidak ada pemimpin yang sempurna. Ada yang paham soal konsep, namun
tidak ahli dalam kajian teknis dan operasional. Hal tersebut lumrah, karenanya pemimpin GMKI
di era 4.0 bisa mempercayakan dan mendelegasikan hal tersebut kepada anggota tim yang lebih
ahli di bidang itu. Memberdayakan anggota akan menjadi faktor yang signifikan dalam
kesuksesan kepemimpinan 4.0. Tugas pemuda harus peduli mendukung peran pemerintah di era
digitalitasi dan otomasi ini. Sebagai pengawal generasi untuk mempersiapkan generasi terbaik
yang mengangkat derajat Ibu Pertiwi lebih tinggi lagi.

Anda mungkin juga menyukai