Anda di halaman 1dari 32

Pentingnya Model Kepemimpinan

dalam Pendidikan Kristen Masa Kini


Oleh:
Hendro Hariyanto Siburian

Abstrak
Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu
kebijakan dalam suatu organisasi. Bercermin dari kemajuan
teknologi yang berdampak langsung pada aspek pendidikan
dan aspek-aspek kehidupan lainnya maka lembaga
pendidikan Kristen harus mengupgrade diri untuk mampu
bersaing. Seorang pemimpin dituntut tidak hanya
memahami teori-teori gaya kepemimpinan saja, melainkan
harus mempunyai kepekaan akan situasi dan kondisi yang
sedang dihadapi. Dan tidak semata-mata teoritis melainkan
harus ada seni tersendiri yang harus dikembangkan oleh
seorang pemimpin Kristen. Model kepemimpinan akan
menentukan arah dan gaya kepemimpinan. Ada dua model
kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam lembaga
pendidikan Kristen. Pertama, Model kepemimpinan pelayan
menekankan kolaborasi dalam bekerja, membangun
kepercayaan, mendengarkan, menggunakan etika kekuasaan
dalam pemberdayaan, dan berfokus ke masa depan. Model
kepemimpinan pelayan jika diterapkan dalam lembaga
pendidikan Kristen akan menghasilkan pemimpin dan
anggota lembaga yang memiliki jiwa pelayan. Kedua,
Model kepemimpinan transformasional. Model
kepemimpinan transformasssional memiliki kemampuan
mengubah situasi, mengubah kebiasaan yang kurang

198
produktif, berbicara visi yang luhur, menekankan nilai-nilai
luhur dan kemerdekaan, keadilan dan kesamaan. Kedua
model kepemimpinan tersemut jika diterapkan dengan benar
akan menghasilkan kepemimpinan yang membawa lembaga
pendidikan Kristen ke dalam keberhassilan.
Kata Kunci : Model Kepemimpinan, Pendidikan Kristen

Pendahuluan
Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam pendidikan
Kristen. Kepemimpinan sangat diperlukan dalam hal untuk
memimpin, mengelola atau memanajemen organisasi
pendidikan Kristen. Pada masa ini, dibutuhkan
kepemimpinan Kristen yang tidak hanya memiliki
kecerdasan rasional (IQ), dan kecerdasan Emosional (EQ)
saja, melainkan harus memiliki kecerdasan spiritual (SQ)
yang mumpuni. Mengingat pada era revolusi industri 4.0
membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni. Hal ini
disebabkan era revolusi industri mempengaruhi banyak
aspek kehidupan manusia pada saat ini. Ada dampak positif
dan ada dampak negatif yang langsung dirasakan oleh
masyarakat. Era industri telah memberikan dampak
langsung dalam bidang ekonomi, sosial politik, kesehatan,
dan pendidikan yaitu efektifitas dan efisiensi waktu dalam
pelayanan dalam setiap bidang tersebut.
Perubahan menuju pengoptimalan penggunaan
teknologi informasi (mesin) menjadikan kegiatan kerja
menjadi lebih efektif dan efisien waktu. Era revolusi industri
tersebut juga memaksa setiap pemimpin dalam
organisasinya untuk lebih tanggap dan terbuka (memiliki

199
paradigma baru) dengan kemajuan tersebut.1 Organisasi
akan tertinggal atau mengalami hambatan-hambatan dalam
mencapai tujuan organisasi jika seorang pemimpin tidak
memiliki paradigma baru dan membuka diri untuk
mengupgrade diri.2 Persaingan semakin ketat, menuntut
pemimpin untuk sigap dalam mempersiapkan diri dan
seluruh anggotanya demi efektivitas dan efisiensi waktu
dalam kinerja. Sehingga dibutuhkan model pemimpin yang
tepat dalam memimpin organisasinya.

Pembahasan
Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu
kebijakan dalam kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
organisasi.3 Berhasilnya suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor suasana lingkungan organisasi,
faktor fasilitas, faktor komunikasi, faktor model
kepemimpinan dll. Model kepemimpinan sangat
menentukan keberhasilan tujuan suatu organisasi atau
kelompok.4 Model kepemimpinan juga menentukan cara
seorang pemimpin untuk menjalin hubungan dengan rekan

1
Triantoro Safaria, Kepemimpinan, 1 ed. (Yogjakarta: Penerbit
Graha Ilmu, 2004), 210–20.
2
Ramsey R.D., “What is a "servant leader?,” Super Vision 64,
no. 11 (2003): 3–5.
3
Bernard M. Bass, “Does the Transactional - Transformational
Leadership Paradigm Transcend Organizational and National
Boundaries?,” American Psychologist 52, no. 2 (1997): 138,
https://doi.org/10.1037/0003-066X.52.2.130.
4
Muh Su’ud, “Persepsi Sosial Tentang Kredibilitas
Pemimpin,” Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen Vol.3, no. No.1
(2000): 55–57.
200
kerjanya atau bawahannya. Termasuk dalam dunia
pendidikan Kristen membutuhkan model kepemimpinan
yang baik untuk memimpin. Kepemimpinan dalam
pendidikan Kristen harus mengarahkan semua tenaga
kependidikan dan tenaga pendidik untuk mencapai visi dan
misi lembaga pendidikan Kristen tersebut. Unit lebih kecil
lagi dalam lembaga pendidikan Kristen adalah model
kepemimpinan di dalam kelas dibutuhkan seorang pendidik
yang memiliki jiwa kepemimpinan (empat kompetensi plus
spiritualitas yang baik) demi tercapainya tujuan
pembelajaran.
Pendidikan Kristen membutuhkan model
kepemimpinan yang baik. Model kepemimpinan tersebut
bukan hanya mampu mengarahkan dan mempengaruhi
semua element pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan saja, melainkan model kepemimpinan tersebut
harus mampu memberi jawaban dan keteladanan hidup bagi
yang dipimpinnya. Sehingga model kepemimpinan tersebut
diharapkan memampukan seorang pemimpin dalam
pendidikan menjadi dampak kepada manajemen pendidikan
yang baik, relasi yang baik, suasana lingkungan yang
nyaman dan kepedulian diantara sesama anggota. Perlu
dipahami bahwa model kepemimpinan dalam setiap
organisasi berbeda-beda. Sehingga seorang pemimpin
diharapkan mampu menjadi seorang pemimpin yang bisa
menempatkan diri dan membangun model kepemimpinan
yang sesuai dengan konteks organisasinya. Singkatnya
model kepemimpinan bukan hanya dipengaruhi tujuan atau
kepentingan organisasi tersebut, melainkan juga ditentukan
siapa yang memimpin.
201
Setiap pemimpin akan mencari model
kepemimpinan yang akan digunakanya dalam menjalankan
organisasinya. Ada kelebihan dan kekurangan dari setiap
model kepemimpinan yang ada. Seorang pemimpin dituntut
tidak hanya memahami teori-teori gaya kepemimpinan saja,
melainkan harus mempunyai kepekaan akan situasi dan
kondisi yang sedang dihadapi. Pemimpin dalam pendidikan
Kristen harus sadar pentingnya ilmu sebagai petunjuk atau
panduan untuk digunakan dalam membangun model
kepemimpinan. Sebab semakin besar lembaga pendidikan
Kristen tersebut maka tanggungjawab dan persoalan yang
dihadapi semakin besar pula. Kemampuan seorang
pemimpin dalam mengembangkan model kepemimpinannya
tidak terlepas dari kemampuanya dalam belajar dan
kepekaannya atas perubahan yang terjadi di lingkungan
lembaga pendidikannya.
Kepemimpinan dalam pendidikan Kristen bertugas
untuk meningkatkan kinerja yang tinggi dalam menjalankan
kebijakan pemerintah. Karena itu seorang pemimpin dalam
pendidikan Kristen harus mampu memberikan arahan,
menciptakan inspirasi, membangun tim kerja, menjadi
teladan, dan menciptakan penerimaan dikalangan personil.
Tujuan pendidikan Kristen tidak akan tercapai secara
optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan
pendidikan yang benar dan baik. Jadi sangat penting
menerapkan model kepemimpinan yang tepat dalam
pendidikan Kristen.
Tujuan adanya pemimpin adalah berusaha
mempengaruhi perilaku perseorangan maupun kelompok
untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain
202
kepemimpinan seorang pemimpin harus mampu
membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan seluruh
anggotanya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi
kepemimpinan berfungsi sebagai pengendali dalam suatu
organisasi.5 Secara operasional kepemimpinan memiliki
fungsi sebagai berikut:6
a. Fungsi instruksi. Fungsi ini bersifat satu arah. Pemimpin
sebagai komunikator menyampaikan apa, bagaimana,
bilamana, dan dimana perintah dikerjakan agar keputusan
dapat dilaksanakan dengan efektif.
b. Fungsi konsultasi. Fungsi ini bersifat komunikasi dua
arah. Pemimpin memerlukan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan, sehingga pemimpin
berkonsultasi dengan bawahannya yang dinilai
berkompetensi memberikan informasi dalam menetapkan
keputusan.
c. Fungsi Partisipasi. Pemimpin memberika ruang
partisipasi bagi bawahannya untuk ikut serta dalam
pengambilan keputusan. Akan tetapi ada prinsip yang
tidak boleh dilanggar yaitu, semua partisipasi tetap
terkendali dan terarah serta tidak boleh mencampuri dan
mengambil alih tugas pokok ornag lain.
d. Fungsi Delegasi. Pemimpin memberikan pelimpahan
wewenang kepada bawahnya. Unntuk membuat dan
menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun
tanpa persetujuan dari pemimpin.

5
Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi (Jakarta: PT.
Indeks, 2010), 4.
6
Hidayat, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan (Banten:
YPSIM Banten, 2020), 6.
203
e. Fungsi Pengendalian. Pemimpin mampu mengatur
aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi
yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
bersama secara maksimal.

Karakteristik Seorang Pemimpin Pendidikan Kristen


Alkitab sudah memiliki pola sendiri tentang kriteria
seorang pemimpin dan model kepemimpinan. Dalam teks
Matius 20:25-28, Markus 10:42-45, Lukas 22:25-26, Lukas
6:31, 1 Timotius 3:2-7, Lukas 14:28-30, Amsal 16:22,
Yohanes 13:13-15, Roma 12:4-5 dll. Dalam teks-teks
tersebut sudah dijelaskan kriteria seorang pemimpin Kristen.
Orang-orang yang bijaksana, berakal budi luhur
(intelektual), sopan, teladan yang benar, terampil/cakap
mengajar, ramah, tidak tamak, memiliki integritas, jujur,
berpengalaman, pemberani, hidup kudus, bergantung penuh
kepada Tuhan, murah hati, memiliki kasih, berkharisma,
kreatif dan rendah hati, dll. Perlu dipahami bahwa pemimpin
Kristen pada mula-mula gereja berdiri juga berperan sebagai
pengajar dan pengelola. Jadi seorang pemimpin dalam
pendidikan Kristen harus memiliki nilai lebih dari pemimpin
pendidikan lainnya. Artinya pemimpin pendidikan kristen
harus memiliki kepribadian yang unggul sesuai Firman
Tuhan.
Model kepemimpinan berbicara tentang karakteristik
pribadi seorang pemimpin. Karakteristik seorang pemimpin
dapat dilihat dari karkater yang dimilikinya.7 Karakteristik

7
Yakob Tomatala, Pemimpin Yang Handal (Jakarta: YT
Leadership Foundation, 1996), 7–8.
204
akan nampak dari pola pikir yang terlihat dari perilaku atau
tingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya. Baik dalam
pengambilan keputusan, pemecahan dan penyelesaian
masalah, cara berinteraksi dengan orang lain, sifat dan
pembawaan, dan perencanaan dalam hidupnya untuk masa
depan. Jadi karakteristik merupakan ciri khas yang dimiliki
seseorang yang berupa watak atau kepribadian.
Menurut George dan Jones, kepemimpinan berbicara
tentang pengaruh yang dimiliki oleh seseorang dalam suatu
organisasi atau kelompok dimana pengaruh tersebut
digunakan untuk membantu kelompoknya mencapai
tujuannya.8 Tercapainya tujuan organisasi atau kelompok
tersebut ditentukan oleh pengaruh yang dijalankan oleh
seorang pemimpin untuk mempengaruhi seluruh
anggotanya. Pemimpin dapat diartikan sebagai seorang yang
memimpin.9 Dalam arti pemimpin mencakup tiga hal yaitu,
kekuasaan, wewenang dan pengaruh. Jadi pemimpin
haruslah seseorang yang mampu mengelola kekuasaan dan
menggunakan wewenang dengan sebaik-baiknya untuk
memengaruhi orang-orang yang ada di bawahnya untuk
mencaipai tujuan bersama. Jika kita melihat kembali apa
yang dikatakan Firman Tuhan tentang karakteristik seorang
pemimpin, maka ketiga hal yang disebutkan di atas masih
kurang bagi seorang pemimpin Kristen. Selain
kepemimpinan dalam pendidikan Kristen harus mampu

8
Jones. G. R George. J. M., Understanding and Managing
Organizational Behavior, 4 th edition (New JerseY: Pearson Education,
2005), 409.
9
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1986), 729.
205
mengelola ketiga hal tersebut dengan benar, maka yang
harus dimiliki seorang pemimpin Kristen adalah keteladan
hidup dan kerohanian yang dewasa. Sehingga tujuan
pendidikan Kristen tercapai dengan memuaskan.
Kepemimpinan dalam Kristen sangatlah penting.10
Termasuk kepemimpinan dalam pendidikan Kristen harus
memiliki karakteristik yang unggul sesuai Firman Tuhan.
Jadi jelas bahwa seorang pemimpin dalam pendidikan
Kristen harus memiliki karakteristik seperti; bijaksana,
berakal budi luhur (intelektual), sopan, teladan yang benar,
terampil/cakap mengajar, ramah, tidak tamak, memiliki
integritas, jujur, berpengalaman atau menguasai bidangnya,
pemberani, hidup kudus, bergantung penuh kepada Tuhan,
murah hati, memiliki kasih, berkharisma, kreatif dan rendah
hati. Jika karakteristik tersebut dimiliki seorang pemimpin
pendidikan agama Kristen dipastikan akan memimpin
dengan baik.

Model Kepemimpinan Dalam Pendidikan Kristen


Berbicara kepemimpinan perlu dipahami bahwa
pemimpin adalah individu atau orang yang memimpin,
sedangkan kepemimpinan adalah sifat yang melekat pada
diri pemimpin tersebut.11 Senada dengan pengertian
tersebut, Ted juga mengatakan bahwa model kepemimpinan
menunjuk kepada perilaku yang ditampilkan oleh seorang

10
Edward R. Dayton Ted W. Engstrom, Sini Manajemen Bagi
Pemimpin Kristen (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2007), 17.
11
Djokosantoso Moeljono, 13 Konsep Beyond Leadership
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012), 39–40.
206
pemimpin dihadapan para anggota organisasinya.12 Semua
perilaku yang ditampilkan seorang pemimpin akan
menunjukkan kualitas kepemimpinannya. Perilaku tersebut
bisa berupa perilaku komunikasi, perilaku dalam
pengambilan keputusan, perilaku dalam menggunakan
kuasanya sebagai seorang pemimpin dan perilaku dalam
mempengaruhi bawahannya.
Permasalahan yang terjadi dalam pendidikan Kristen
tidak lepas dari ketidakmampuan pemimpinnya dalam
memimpin. Sebab tidak dapat dipungkiri kepemimpinan
yang kuat, kecakapan (leadership skills) dan melayani
adalah modal pendorong keberhasilan pendidikan Kristen.
Model kepemimpinan seperti apakah yang cocok dalam
pendidikan Kristen masa kini? Mungkin pertanyaan tersebut
seringkali tergiang dalam pikiran banyak orang yang peduli
akan dunia pendidikan. Sehingga penulis menawarkan
model kepemimpinan yang bisa diterapkan dalam
pendidikan Kristen masa kini, sebagai berikut:

Model Kepemimpinan Pelayan


Model kepemimpinan pelayan menjadi satu pilihhan
yang dapat diterapkan di lembaga pendidikan Kristen. Yang
menjadi dasar pemikiran model kepemimpinan pelayan di
lembaga pendidikan Kristen adalah Firman Tuhan.13 Jadi
model kepemimpinan pelayan adalah salah satu teori area
kepemimpinan yang Alkitabiah. Kasih adalah karakteristik

12
Ted W. Engstrom, Sini Manajemen Bagi Pemimpin Kristen,
16.
13
College H Russel, R., College E., “A Practical Theology of
Servant Leadershi” (Virginia, 2003), 125.
207
yang mendasar dari sebuah kepemimpinan pelayan, diakhiri
dengan layanan, yang merupakan motivasi utama seorang
pemimpin pelayan.14 Jadi model kepemimpinan pelayan
dalam lembaga pendidikan Kristen haruslah kepemimpinan
yang didasari hati yang mau melayani. Tentunya
kepemimpinan pelayan pendidikan Kristen harus
menerapkan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan.
Model kepemimpinan pelayan dimotivasi oleh kasih.
Model kepemimpinan ini tentu saja meneladani model
kepemimpinan Yesus Kristus yang telah memberikan
teladan yang benar melalui pelayananNya.15 Tuhan Yesus
mengajarkan hidup harus didasarkan kasih kepada Tuhan
Allah, dan kasih kepada sesama manusia. Karakteristik
model kepemimpinan pelayan diantaranya memiliki sifat-
sifat yang penuh dedikasi tanpa pamrih dalam menjalankan
peran kepemimpinannya. Memiliki keberanian dalam
bertindak dan mengambil keputusan yang dibutuhkan oleh
organisasinya, tentu dengan mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkinan yang terbaik dan yakin atas
pimpinan Roh Kudus. Memiliki ketegasan dalam bersikap,
artinya ada tangung jawab yang harus diemban dan
dipertanggungjawabkan baik dihadapan Tuhan maupun
pada organisasinya. Memiliki belas kasih yang didasarkan
atas kasih Kristus. Memiliki kecerdasan persuasif yang

14
K. Patterson, “Servant Leadership: A Theoretical Model”
(Virginia, 2003), 67.
15
Robert F. Russell dan A. Gregory Stone, “A review of
servant leadership attributes: developing a practical model,” Leadership
& Organization Development Journal 23, no. 3 (2002): 148,
https://doi.org/10.1108/01437730210424.
208
digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi. Dan memiliki kerendahan hati yang didasarkan
bahwa Tuhan Yesus menjadi fokus pelayanannya.
Model kepemimpinan pelayan pertama kali
diperkenalkan oleh Robert Greenleaf. Ia mencetuskan model
kepemimpinan yang menekankan pelayanan. Greenleaf
mengatakan, model kepemimpinan pelayan adalah
kepemimpinan yang menekankan pada peningkatan
pelayanan kepada semua anggotanya, menigkatnya
kepedulian secara holistik terhadap kerja, peningkatan rasa
kesatuan komunitas, dan membuka kesempatan dalam
mengambil keputusan bersama.16 Konsep utama model
kepemimpinan pelayan adalah mendorong seseorang untuk
melayani dan mengayomi orang lain untuk mencapai tujuan
utama dari lembaga atau organisasinya. Selanjutnya Spears
mengatakan, model kepemimpinan pelayan adalah
pendekatan jangka panjang dan transformasional dalam
kehidupan dan pekerjaan (cara/gaya hidup) yang berpotensi
menciptakan perubahan yang positif dalam aspek-aspek
kehidupan bermasayarakat atau berorganisasi.17 Model
kepemimpinan pelayan menekankan kolaborasi dalam
bekerja, membangun kepercayaan, mendengarkan,
menggunakan etika kekuasaan dalam pemberdayaan, dan
berfokus ke masa depan.

16
Robert Greenleaf, Servant leadership: A journey into the
nature of legitimate power and greatness, Business Horizons, vol. 22
(New York: Paulist Press, 1979), 4, https://doi.org/10.1016/0007-
6813(79)90092-2.
17
L. C. Spears, “The Academy of Management Executive,”
Leader to Leaden Fall 34, no. 2 (2004): 8–9.
209
Model kepemimpinan pelayan dimulai dari cara
pandang, sikap dan perilaku hidup pemimpin tersebut.
Diharapkan dengan paradigma tersebut, seorang pemimpin
lembaga pendidikan Kristen akan mampu membawa
perubahan. Pelayanan yang diberikan para pemimpin
terhadap bawahan akan berdampak positif bagi kinerja
bawahan. Keteladanan tersebut memberi inspirasi bagi
bawahan. Menurut Berry ada 10 cara yang dapat ditempuh
menjadi pemimpin pelayan berhasil:18 (1) Mendengarkan
(Listening), (2) Servant Leadership, (3) Basic Service, (4)
Service Design, (5) Service recovery, (6) Suprising
Customers, (7) Fair Play, (7) Teamwork, (8) Employed
Research, dan (10) Reliability. Senada dengan Berry, Spears
mendeskripsikan karakteristik model kepemimpinan pelayan
sebagai berikut:19 Pertama, Mendengarkan (Listening). Pada
prinsipnya semua orang senang jika didengarkan. Akan
tetapi berbeda dengan seorang pemimpin pelayan, ia harus
menjadi pendengar yang baik ketika berhadapan dengan
bawahan, dengan demikian bawahan tersebut akan merasa
lebih bebas, lebih bijaksana, dan lebih mandiri ketika
bekerja. Pemimpin pelayan bersedia mendengarkan
keinginan bawahan dengan terbuka dan membantu
bawahannya merefleksikan keinginan tersebut secara
berkala. Mendengarkan dengan penuh perhatian atas apa
yang dibutuhkan dan yang sedang dialami bawahan. Kedua,

18
Leonard L Berry et al., “Improving Service Quality in
America: Lessons Learned [and Executive Commentary],” Academy of
Management Executive 8, no. 2 (1994): 38,
http://www.jstor.org/stable/4165187.
19
L. C. Spears, “The Academy of Management Executive,” 10.
210
Empati. Seorang pemimpin pelayan berusaha memahami
dan mengerti keunikan setiap bawahannya, mengenal, mau
menerima orang lain apa adanya dan berpikir positif kepada
semua orang. Artinya seorang pemimpin pelayan harus
memiliki kemampuan memahami orang lain dengan lebih
baik. Ketiga, Menyembuhkan. Pemimpin pelayan memiliki
kemampuan menyembuhkan diri sendiri dan bawahannya
dari sakit hati atau masalah emosi. Pemimpin pelayan
berperan aktif dalam memberikan penyembuhan psikologi
dan emosional kepada semua orang dalam lembaganya,
penyembuhan dilakukan melalui memberi diri dan berbagi.
Keempat, Kesadaran. Pemimpin pelayan memiliki
kesadaran yang tinggi atas etika dan nilai. Artinya
pemimpin pelayan mampu menolong diri sendiri dan
bawahannya untuk sadar akan sebab akibat masalah terjadi
secara menyeluruh, dan mengubah orang tersebut.
Kesadaran akan nilai-nilai etika moral dan nilai-nilai
universal. Dengan kesadaran ini akan meningkatkan sinergi
dan kinerja yang tinggi. Kelima, Persuasi. Pemimpin
pelayan lebih mengutamakan jalan persuasi dalam
membangun hubungan dan kesepakatan dengan orang lain.
Pemimpin pelayan akan menggunakan kemampuannya
untuk membujuk dan menciptakan konsensus melalui cara
meyakinkan bawahannya tanpa paksaan. Keenam,
Konseptualisasi. Pemimpin pelayan mampu memahami visi
jauh melampaui apa yang dapat dicapai. Pemimpin yang
menempatkan visi sebagai acuan menuju masa depan.
Pemimpin pelayan mampu merangcang program jangka
pendek dan jangka panjang dengan tujuan keberhasilan
lembaganya. Ketujuh, Melihat jauh ke depan. Pemimpin
211
pelayan mampu melihat jauh ke depan apa yang dibutuhkan
organisasinya dan bawahannya. Kemampuan ini bercermin
akan masa lalau, dengan prinsip pembaharuan. Pemimpin
harus menghindari semaksimal mungkin terjadinya
kesalahan dan mampu memprediksi target yang besar di
masa depan. Pemimpin pelayan selalu bercermin dari masa
lalu, realita sekarang, dan kemungkinan-kemungkinan
dimasa yang akan datang. Kedelapan, Mempercayakan.
Pemimpin pelayan berani mempercayakan suatu tanggung
jawab kepada bawahannya. Dengan anggapan bahwa
memberi kepercayaan merupakan bentuk pelayanan, dengan
harapan ada komitmen pada bawahan untuk juga terlibat
dalam melayani dengan benar. Kesembilan, Komitmen.
Pemimpin pelayan berkomitmen dan bertanggung jawab
untuk membangun setiap individu dalam lembaganya.
Dengan kemampuan untuk memahami kekuatan dan
kelemahan dari setiap anggota lembaganya untuk
menentukan tugas-tugas yang akan diberikan. Pemimpin
pelayan harus melihat secara keseluruhan bahwa setiao
anggota lembaga bukan semata-mata pekerja, melainkan
melihat bahwa mereka adalah individu yang memiliki
kebutuhan dan keinginan. Kesepuluh, Membangun
komunitas. Pemimpin pelayan harus sadar pentingnya
komunitas yang akrab dan kekeluargaan. Dengan harapan
ada ikatan emosional yang baik sehingga berdampak pada
efektivitas kinerja tim. Ada hubungan kekeluargaan dari
pemimpin dan bawahan yang akan meningkatkan
lingkungan kerja yang kondusif dalam lembaga maupun
dengan luar lembaga. Membangun rasa saling percaya dan
rasa saling meghargai sehingga terbentuk kerjasama yang
212
cerdas dan kuat dalam lembaga. Kesepuluh karakteristik di
atas saling terikat satu dengan yang lainnya dalam
membangun model kepemimpinan pelayan yang berhasil.
Bercermin dari Firman Tuhan yang berbicara hukum
kasih, maka karakteristik seorang pemimpin pelayan dapat
dideskripsikan sebagai berikut:20
Pertama, Kasih tanpa syarat (agapao). Seorang
pemimpin pelayan yang benar, maka ia harus mendasari
segala sesuatu denga kasih tanpa syarat. Kasih tanpa syarat
menjadi dasar utama seorang pemimpin pelayan dalam
membangun hubungan, menjalankan peran sebagai
pemimpin. Sifat kasih yang selalu ingin melayani menjadi
kekuatan bagi model kepemimpinan pelayan dalam
menjalankan peran memimpin.seorang pemimpin yang
memiliki kasih tanpa syarat maka dalam dirinya akan timbul
rasa ingin melayani orang lain dengan sangat baik.
Kedua, Kerendahan hati (Humility).21 Pemimpin
pelayan mendasarkan kepemimpinannya pada ingin
membantu dan melayani orang lain. Pemimpin pelayan
harus memiliki nilai dan karakter yang berorientasi pada
kinerja dan proses. Pemimpin pelayan akan selalu berupaya
menunjukkan kerendahan hati melalui pelayanan yang
maksimal kepada bawahannya. Ia harus mengesampingkan
kepentingan diri sendiri ketika berhadapan dengan orang

20
K. Patterson, “Servant Leadership: A Theoretical Model,”
35.
21
Hendro Hariyanto Siburian, “Implementasi Kesatuan dan
Kerendahan Hati Jemaat Berdasarkan Filipi 2:1-11 Di Kalangan Jemaat
Gereja Pengharapan Allah Indonesia Surakarta,” Sekolah Tinggi
Teologia Berita Hidup (Sekolah Tinggi Teologia Berita Hidup, 2018),
43–47, https://doi.org/10.31219/osf.io/adfbs.
213
lain. Artinya motivasi utama seorang pemimpin pelayan
adalah membantu orang lain lebih besar dari dirinya sendiri.
Ketiga, Mengutamakan orang lain (Altruism).
Pemimpin pelayan akan selalu mengutamakan orang lain
daripada diri sendiri. Pemimpin pelayan akan
memperhatikan kebahagiaan bawahan tanpa berpikir apa
untungnya bagi diri sendiri. Pemimpin pelayan akan
menghindarkan diri dari sifat dan sikap mencari pujian,
kekuasaan, kesenangan dan keamanan diri sendiri. Dengan
sifiat dan sikap tersebut diyakini model kepemimpinan ini
akan membuat orang-orang disekitarnya merasa dihormati
dan dihargai. Tentunya dampak yang dihasilkan akan
memotivasi kinerja yang maksimal dari bawahan.
Keempat, Visi (vision). Seorang pemimpin pelayan
harus memiliki visi, merusmuskan visi menjadi suatu tujuan
yang kongkret dan mengimplementasikannya dalam
lembaga atau organisasinya. Visi yang dimiliki pemimpin
pelayan harus membagikan visi tersebut kepada semua
anggotanya, mengarahkan semua sumber daya untuk
mencapai visi tersebut. Demikian halnya di lembaga
pendidikan Kristen, seorang pemimpin harus punya visi
untuk lembaganya.
Kelima, Percaya (Trust). Kepemimpinan yang
dibangun atas dasar kepercayaan akan memperbesar kinerja
dan hubungan yang kuat. Pemimpin pelayan percaya bahwa
ketika ia melayani orang-orang dalam lembaganya, maka
mereka akan melakukan hal yang sama untuk lembaganya.
Pemberian tugas atau kerja kepada bawahan merupakan
bentuk kepercayaan kinerja dan tanggung jawab dari
bawahan. Pemimpin yang menjaga kualitas kepercayaan
214
diantara tim akan berdampak tumbuhnya rasa saling
membutuhkan.
Keenam, Pemberdayaan (Empowerment). Pemimpin
pelayan harus menempatkan setiap orang dalam lembaganya
sebaik individu yang memiliki kelebihan dan keunikan.
Dengan demikian pemimpin pelayan akan membangun
setiap orang tersebut untuk meningkatkan diri sendiri dan
menyadari segala potensi yang ada dalam diri setiap angota
lembaga. Diharapkan kesadaran akan kemampuan dalam
diri, maka setiap anggota lembaga akan menggunakan
kemampuanya untuk mencapai tujuan lembaga.
Ketujuh, Pelayanan (Service). Pemimpin pelayan
bersedia bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap
anggota lembaga melalui pelayanan bukan melalui kontrol
kekuasaan. Prinsipnya adalah keterbukaan dan kejujuran,
bukan pengawasan dan pengendalian semata-mata. Sehinga
pemimpin pelayan menjadi model pelayan bagi semua
anggota lembaganya. Puncak dari sebuah kepemimpinan
adalah pelayanan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model kepemimpinan
pelayan sangat cocok diterapkan pada lembaga pendidikan
Kristen. Dalam prakteknya model kepemimpinan pelayan di
lembaga pendidikan Kristen ditandai dengan meningkatnya
keinginan untuk melayani diantara pemimpin dengan
anggota dan sebaliknya dalam lembaga pendidikan Kristen.
Pelayanan yang baik dibidang pekerjaan, komunitas, dan
proses pengambilan keputusan dalam lembaga pendidikan
Kristen. Meningkatnya kesadaran dalam diri pemimpin dan
bawahan untuk melayani satu dengan yang lainnya. Dengan

215
demikian visi dari lembaga pendidikan Kristen akan tercapai
dengan memuaskan.

Model Kepemimpinan Transformasional


Jika kita lihat dari etimologinya, kepemimpinan
transformational berasal dari dua kata yaitu kepemimpinan
dan transformasional. Dengan pengertian istilah
tranformasional berasal dari kata to transform, yang
bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu
menjadi lebih baru dan berbeda dari semula, misalnya
mentransformasikan visi menjadi realita, atau mengubah
sesuatu yang potensial menjadi aktual. Model
kepemimpinan transformasional adalah proses mengubah
dan mentransformasikan seorang individu dalam
organsiasi.22 Transformasi disini berupa nilai-nilai, etika,
standar, dan tujuan-tujuan organisasi ke masa depan. Ada
penghayatan nilai-nilai bersama yang menjadi pedoman
dalam bertindak. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi secara
bersama-sama dan berfungsi sebagai penuntun seluruh
anggota organisasi untuk mengerjakan apa yang benar untuk
mencapai tujuan. Artinya model kepemimpinan
transformasional menempatkan pemimpin dan bawahan
terlibat dalam proses saling meningkatkan satu sama lain ke
tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.23

22
J.M Burns, Leadership (New York: Harper & Row, 1978),
666.
23
Agus Wijaya; N. Purnomolastu; A.J. Tjahjoanggoro,
Kepemimpinan Berkarakter (Sidoarjo: Penerbit Brilian Internasional,
2009), 122.
216
Burns mengatakan bahwa model kepemimpinan
transformasional pada hakikatnya menekankan pada
tindakan seorang pemimpin yang memotivasi para
bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih
dari yang mereka harapkan.24 Model kepemimpinan
transformasional merupakan model kepemimpinan yang
berusaha membangun kesadaran, membangkitkan semangat
dan memotivasi seluruh anggota organisasinya untuk
berusaha maksimal demi mencapai tujuan organisasi, tanpa
merasa ditekan atau tertekan. Jadi seorang pemimpin
transformasional harus mampu mendefinisikan,
mengkomunikasikan, mengartikulasikan visi organisasi,
penerimaan, keadilan dan bawahan harus menerima dan
mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Dalam perkembangannya, Bass mendefinisikan model
kepemimpinan transformasional sebagai seseorang yang
meningkatkan kepercayaan dalam diri individu maupun
kelompok, membangkitkan kesadaran dan ketertarikan
dalam kelompok dan organisasi, dan berusaha untuk
menggerakkan perhatian semua anggota untuk mencapai
dan mengembangkan eksistensi.25 Model kepemimpinan
transformasional memiliki kemampuan mengubah situasi,
mengubah kebiasaan yang kurang produktif, berbicara visi
yang luhur, menekankan nilai-nilai luhur dan kemerdekaan,
keadilan dan kesamaan. Sehingga semua anggota organisasi

24
Agus Wijaya; N. Purnomolastu; A.J. Tjahjoanggoro, 124.
25
Naceur Jabnoun dan Hassan Abdullah Al-Ghasyah,
“Leadership Styles Supporting ISO 9000:2000,” Quality Management
Journal 12, no. 1 (2005): 25–26,
https://doi.org/10.1080/10686967.2005.11919236.
217
akan melihat bahwa semua yang mereka usahakan unntuk
dicapai adalah kepentingan bersama bukan semata-mata
kepentingan pemimpin.
Melalui penerapan kepemimpinan transformasional
bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek
kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan
termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan.
Para pengikuti kepemimpinan transformasional merasa
adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, hormat,
terhadap pemimpin tersebut serta mereka termotivasi untuk
melakukan lebih baik daripada yang awalnya diharapkan
terhadap mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan
memotivasi bawahannya dengan: pertama, membuat mereka
sadar akan hasil pekerjaannya. Kedua, mendorong mereka
untuk lebih mementingkan organisasi atau tim dibandingkan
dengan kepentingan diri sendiri. Ketiga mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih tinggi.26
Empat komponen atau ciri perilaku model
kepemimpinan transformasional adalah:27
Idealized Influence, adalah seorang pemimpin yang
bertindak sebagai standar model. Pemimpin tersebut
menunjukkan kepribadian yang ketekunan dalam
pencapaian sasaran, memberikan wawasan dan kesadaran
akan visi bersama, menunjukkan etika dan moral yang

26
Jabnoun dan Al-Ghasyah, 28–29.
27
Bruce J. Avolio, Bernard M. Bass, dan Dong I. Jung, “Re-
examining the components of transformational and transactional
leadership using the multifactor leadership questionnaire,” Journal of
Occupational and Organizational Psychology 72, no. 4 (1999): 442,
https://doi.org/10.1348/096317999166789.
218
tinggi dalam berperilaku, menunjukkan keyakinan,
menunjukkan rassa hormat, bangga dan percaya,
mementingkan kepentingan umum, mau berbagi sukses dan
perhatian, menumbuhkan komitmen dan etos kerja yang
tinggi, dan menegakkan perilaku moral yang etis. Hasilnya
pemimpin menjadi dihormati.
Individualized Consideration, adalah perilaku
pemimpin yang selalu mendengarkan dengan penuh
kepedulian dan memberikan perhatian khusus, membangun
hubungan tenggang rasa dan saling menghargai, dukungan
dan semangat, mengidentifikasi kebutuhan para
karyawannya. Model kepemimpinan ini juga memberikan
tantangan, kesempatan belajar dan memberikan
pendelegasian guna meningkatkan keterampilan dan
kepercayaan dalam organisasi.
Inspirational Motivation, adalah perilaku
kepemimpinan transformasional yang senantiasa
menumbuhkan tantangan, mampu memotivasi dan
memberikan inspirasi para pengikutnya agar mencapai
ekspektasi yang tinggi, mampu membangkitkan rasa
antusiame dan motivasi yang tinggi pada anggotanya.
Artinya model pemimpin transformasional mampu
menetapkan harapan yang tinggi dan menantang
pengikutnya mencapai standar yang tinggi dan mampu
mengkomunikasikan visinya dengan baik. Pemimpin
menggunakan simbol-simbol dan metafora untuk
memotivasi mereka, mendorong intuisi dan kebaikan pada
diri semua bawahannya. Pemimpin ini jika bicara selalu
antusias dan optimis, sehingga membantu semua anggota

219
organisasi menemukan makna mendalam dalam bekerja
sehingga ada rasa sukarela dalam memajukan organisasi.
Intellectual Stimulation, adalah perilaku
kepemimpinan transformasional yang mendorong para
anggota organisasi meningkatkan pemehaman dan
merangsang timbulnya cara pandang yang baru dalam
melihat permasalahan yang terjadi, berpikir dan
menggunakan imajinasi, mendorong pembelajaran, dan
mendorong para pengikut untuk menciptakan solusi dari
berbagai masalah, dan memperkuat nilai-nilai kepercayaan.
Dengan demikian seluruh anggota organisasi akan lebih
kreatif dan inovatif dalam bekerja.
Lebih lanjut Pounder menjabarkan dimensi Idealized
Influence sebagai berikut:28
Pertama, kepemimpinan yang memiliki integritas.
Seorang pemimpin transformasional harus memiliki
integritas, apa yang dikatakan sesuai dengan yang
dilakukan. Sehingga membangun persepsi yang baik
dikalangan para anggota organisasi. Kedua, kepemimpinan
yang membawa pembaharuan atau perubahan ke arah yang
baru. Pemimpin model ini mempersiapkan diri dalam
menghadapi perkembangan yang terjadi, dan mengupgrade
semua kemampuannya dan anggotanya untuk bersama-sama
berkembang dan maju. Menjadikan kegagalan sebagai
kesempatan untuk belajar dan menghindarkan dari rasa
keterpurukan. Meningkatkan komitmen inovasi dalam
bekerja. Ketiga, pemimpin yang membangun kesan positif
28
J.S. Pounder, “New Leadership” and University
Organizational Effectiveness: Exploring the Relationship,” Leadership
& Organization Development 22, no. 6 (2001): 282–89.
220
(jejak kehidupan yang berkesan). Pemimpin model ini akan
mengerahkan seluruh kehidupannya untuk menolong setiap
pribadi anggotanya dalam hal kebaikan-kebaikan. Bersikap
hangat kepada bawahan baik dalam bekerja maupun diluar
pekerjaan.
Ciri seorang pemimpin model transformasional dapat
dilihat dari;29 Pertama, pemimpin tersebut menunjukkan diri
sebagai alat perubahan. Seorang pemimpin harus mampu
membawa perubahan bagi organisasinya menuju kemajuan.
Kedua, pemimpin tersebut menunjukkan sikap berani.
Pemimpn yang berani bersikap tegas, berani mengambil
resiko demi mencapai tujuan bersama, dan berani
melakukan perubahan. Ketiga, pemimpin tersebut
menunjukkan rasa percaya kepada rekan kerja dalam
organisasinya. Kepercayaan adalah modal dalam menjalin
kerja tim, oleh karena itu pemimpin yang menunjukkan
kepercayaan kepada seluruh tim kerja akan berdampak pada
kinerja yang tinggi dan positif. Keempat, pemimpin yang
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dalam kehidupannya.
Pemimpin yang mengutakan nilai-nilai kebersamaan, nilai-
nilai moralitas yang tinggi, sehingga berdampak saling
menghargai dan menghormati. Kelima, pemimpin yang
selalu belajar dan mengembangkan diri beserta para
anggotanya. Pemimpin yang selalu mau belajar akan
memiliki sikap optimis dalam menjalankan perannya.
Dengan demikian pemimpin tersebut akan terus belajar dan
mendorong semua anggota timnya untuk belajar demi

29
F. Luthans, Perilaku Organisasi (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2006), 653.
221
kepentingan bersama. Keenam, pemimpin yang memiliki
kemampuan menghadapai kompleksitas, ambiguitas, dan
ketidakpastian. Pemimpin yang selalu berani dan optimis
dalam menghadapi hambatan-hambatan dalam
organisasinya. Ketujuh, pemimpin yang visioner. Tanpa
visi, maka tidak akan ada panduan atau tujuan yang akan
dicapai. Pemimpin yang visioner akan selalu melihat jauh ke
depan bahwa ada capaian-capain yang harus digapai
bersama.

Implementasi Model Kepemimpinan Transformsional Di


Lembaga Pendidikan Kristen
Model kepemimpinan transformasional dalam
pendidikan Kristen tidak dapat dilepaskan dari kinerja
pemimpin dalam melaksanakan peran memimpin. Pemimpin
dalam pendidikan Kristen harus mampu mengubah dan
membawa pembaharuan, baik secara sistem, kinerja, dan
hubungan. Perubahan akan tercapai jika pemimpin mampu
membangun lembaga pendidikannya dari mulai dasar,
dengan cara:30
a. Pemimpin lembaga pendidikan Kristen harus mampu
mengidentifikasi kinerja anggotanya dan bagaimana
memotivasi mereka lebih meningkatkan kinerjanya.
b. Membangun komunikasi yang positif dan menunjukkan
rasa hormat atas kinerja anggota tim. Sehingga seluruh
anggota dapat melihat bahwa mereka memberikan
kontibursi atas kemajuan lembaga pendidikan Kristen.

30
Ara Hidayat, Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta: Kukaba,
2012), 96.
222
c. Pemimpin lembaga pendidikan Kristen harus
membagikan visi lembaga kepada seluruh anggota.
Menunjukkan apa pentingnya mencapai visi dan
bagaimana mencapainya. Memotivasi seluruh anggota
lembaga pendidikan Kristen memahami dan mengrti
pentingnya perubahan demi mencapai visi tersebut.
Jika hal mendasar tersebut sudah dilakukan oleh
seorang pemimpin dalam lembaga pendidikan Kristen, maka
ada beberapa prinsip yang harus diterapkan, seperti:31
Pertama, seorang pemimpin harus mengarahkan dirinya
kepada visi yang menjadi cermin dan tujuan lembaganya.
Visi menjadi tujuan dari seorang pemimpin dan bawahan
dalam organisasinya. Visi juga menjadi acuan untuk
membawa perubahan dalam organisasi menuju budaya kerja
yang maju dan antisipatif terhadapat kemajuan zaman.
Pemimpin visioner mampu membangun komitmen dengan
semua anggota organisasi untuk bersama-sama membawa
visi dalam setiap strategi-strategi, rencana (program) dan
pelaksanaan visi tersebut sehingga terwujud dalam
organisasi. Dalam lembaga pendidikan Kristen dibutuhkan
pemimpin yang visioner. Kedua, pemimpin harus
memotivasi diri untuk mendapatkan komitment dari setiap
anggota lembaganya untuk terlibat dalam mencapai visi
yang sudah dibagikan. Ketiga, seorang pemimpin harus
efektif dalam memfasilitasi baik secara individual,
kelompok dan kelembagaan. Keempat, pemimpin harus
senantiasa berinovasi. Berani dan bertanggungjawab
melakukan perubahan jika dibutuhkan lembaganya. Kelima,

31
Ara Hidayat, 190.
223
pemimpin yang menggunakan semua sumber daya untuk
memperlengkapi dan memperkuat seluruh anggota
lembaganya. Serta mampu memobilitas seluruh unit
lembaganya untuk mencapai visi bersama. Keenam,
pemimpin yang siap siaga dalam segala hal, termasuk dalam
hal belajar dan menerima perubahan dengan paradigma
yang baru serta positif. Ketujuh, pemimpin yang
berkomitmen dalam mewujudkan visi lembanganya.
Model kepemimpinan transformasional sangat relevan
diterapkan dalam lembaga pendidikan Kristen. Penting
dipahami bahwa dalam mengimplementasikan model
kepemimpinan transformasional di lembaga pendidikan
Kristen tidak semata-mata teoritis melainkan harus ada seni
tersendiri yang harus dikembangkan oleh seorang pemimpin
Kristen. Model kepemimpinan transformasional jika
diterapkan dengan benar akan menghasilkan seorang
pemimpin yang berhasil dalam lembaga pendidikan Kristen.
1. Pemimpin tersebut akan mampu mengembangkan nilai-
nilai lembaga pendidikan Kristen seperti kerja keras,
menghargai waktu, semangat yang tinggi, motivasi yang
tinggi untuk berprestasi, menjunjung tinggi kedisiplinan,
dan kesadaran akan tanggung jawab yang diemban.
2. Pemimpin lembaga pendidikan Kristen akan mampu
menyadarkan seluruh anggota rasa memiliki dan
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas masing-
masing.
3. Pemimpin akan mempunyai kemampuan dalam proses
pengambilan keputusan dengan kemampuan intelektual
secara cerdas. Sehingga semua keputusan yang diambil
akan berdampak pada kinerja yang tinggi pula.
224
4. Pemimpin akan memiliki loyalitas terhadap seluruh
anggotanya. Pemimpin akan selalu memperjuangkan
kesejahteraan seluruh anggota lembaga pendidikannnya.
Peduli akan kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Hal
ini juga berdampak kepada kinerja yang efektif, sebab
anggota merasa diperjuangkan dan dipedulikan oleh
pemimpinnya. Ini akan meningkatkan loyalitas terhadap
lembaga pendidikan Kristen.
5. Pemimpin lembaga pendidikan Kristen akan memiliki
berani melakukan perubahan menuju pruduktivitas
lembaga yang lebih tinggi.
6. Pemimpin lembaga Kristen akan mampu memotivasi diri
dan anggotanya. Motivasi yang benar dan tepat akan
menghasilkan kekuatan yang besar dan rasa percaya diri
yang tinggi. Hal ini juga akan membangun budaya kerja
yang tinggi dalam lembaga. Pemimpin lembaga
pendidikan Kristen harus membangun budaya yang
harmonis, tanggung jawab, dan kerja keras.
7. Pemimpin yang menjadi teladan bagi seluruh anggota
lembaganya. Sangat penting seorang pemimpin menjadi
teladan atau model bagi anggotanya. Hal ini akan
mempermudah pemimpin menggerakkan anggotanya
untuk melakukan visi dan misi lembaga.
Dari pembahasan tentang model kepemimpinan
transformasional di atas maka model dapat ditarik
kesimpulan model kepemimpinan transformasional cocok
diterapkan pada lembaga pendidikan Kristen. Jadi model
kepemimpinan transformasional salah satu model yang
dapat diterapkan pada lembaga pendidikan Kristen untuk
meningkatkan kualitas dan tercapainya tujuan lembaga
225
pendidikan Kristen dengan maksimal. Model kepemimpinan
transformasional akan memperlakukan bawahan sedemikian
rupa, sehingga dalam diri bawahan ada rasa dipercaya,
dihargai, membangkitkan rasa loyal dan respek. Pada
akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih
dari yang diharapkan pemimpin. Para pengikuti
kepemimpinan transformasional merasa adanya
kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, hormat, terhadap
pemimpin tersebut serta mereka termotivasi untuk
melakukan lebih baik daripada yang awalnya diharapkan.

Kesimpulan
Model kepemimpinan berbicara tentang karakteristik
pribadi seorang pemimpin dalam memimpin. Sedangkan
tujuan kepemimpinan adalah berusaha mempengaruhi
perilaku perseorangan maupun kelompok untuk mencapai
tujuan organisasi. Firman Tuhan menuliskan karakteristik
seorang pemimpin Sebagai berikut; bijaksana, berakal budi
luhur (intelektual), sopan, teladan yang benar,
terampil/cakap mengajar, ramah, tidak tamak, memiliki
integritas, jujur, berpengalaman atau menguasai bidangnya,
pemberani, hidup kudus, bergantung penuh kepada Tuhan,
murah hati, memiliki kasih, berkharisma, kreatif dan rendah
hati.
Model kepemimpinan menentukan berhasil atau
tidaknya suatu lembaga pendidikan Kristen. Ada dua model
kepemimpinan yang relevan dengan keadaan lembaga
pendidikan Kristen masa kini. Kedua model ini, jika
diterapkan dalam lembaga pendidikan Kristen akan
berdampak tercapainya tujuan pendidikan Kristen. Adapun
226
kedua model kepemimpinan tersebut sebagai berikut:
Pertama, Model kepemimpinan pelayan. Model
kepemimpinan ini menekankan kolaborasi dalam bekerja,
membangun kepercayaan, mendengarkan, menggunakan
etika kekuasaan dalam pemberdayaan, dan berfokus ke masa
depan. Yang menjadi pemikiran utama model
kepemimpinan pelayan adalah melayani. Kedua, Model
kepemimpinan transformasional. Model kepemimpinan ini
merupakan model kepemimpinan yang berusaha
membangun kesadaran, membangkitkan semangat dan
memotivasi seluruh anggota organisasinya untuk berusaha
maksimal demi mencapai tujuan organisasi, tanpa merasa
ditekan atau tertekan. Jadi seorang pemimpin
transformasional harus mampu mendefinisikan,
mengkomunikasikan, mengartikulasikan visi organisasi,
penerimaan, keadilan dan bawahan harus menerima dan
mengakui kredibilitas pemimpinnya.

Daftar Pustaka
Agus Wijaya; N. Purnomolastu; A.J. Tjahjoanggoro.
Kepemimpinan Berkarakter. Sidoarjo: Penerbit Brilian
Internasional, 2009.
Ara Hidayat. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kukaba,
2012.
Avolio, Bruce J., Bernard M. Bass, dan Dong I. Jung. “Re-
examining the components of transformational and
transactional leadership using the multifactor
leadership questionnaire.” Journal of Occupational and
Organizational Psychology 72, no. 4 (1999): 441–62.
https://doi.org/10.1348/096317999166789.
Bass, Bernard M. “Does the Transactional -
227
Transformational Leadership Paradigm Transcend
Organizational and National Boundaries?” American
Psychologist 52, no. 2 (1997): 130–39.
https://doi.org/10.1037/0003-066X.52.2.130.
Berry, Leonard L, A Parasuraman, Valarie A Zeithaml,
Dennis Adsit, John Hater, Eric J Vanetti, dan David J
Veale. “Improving Service Quality in America:
Lessons Learned [and Executive Commentary].”
Academy of Management Executive 8, no. 2 (1994):
32–52. http://www.jstor.org/stable/4165187.
Burns, J.M. Leadership. New York: Harper & Row, 1978.
Djokosantoso Moeljono. 13 Konsep Beyond Leadership.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012.
F. Luthans. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit
Andi, 2006.
Gary Yukl. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: PT.
Indeks, 2010.
George. J. M., Jones. G. R. Understanding and Managing
Organizational Behavior. 4 th edition. New JerseY:
Pearson Education, 2005.
Hidayat. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Banten:
YPSIM Banten, 2020.
J.S. Pounder. “New Leadership” and University
Organizational Effectiveness: Exploring the
Relationship.” Leadership & Organization
Development 22, no. 6 (2001): 281–90.
Jabnoun, Naceur, dan Hassan Abdullah Al-Ghasyah.
“Leadership Styles Supporting ISO 9000:2000.”
Quality Management Journal 12, no. 1 (2005): 21–29.
https://doi.org/10.1080/10686967.2005.11919236.
K. Patterson. “Servant Leadership: A Theoretical Model.”
Virginia, 2003.
L. C. Spears. “The Academy of Management Executive.”
Leader to Leaden Fall 34, no. 2 (2004): 7–11.
228
Ramsey R.D. “What is a "servant leader?” Super Vision 64,
no. 11 (2003): 27.
Robert Greenleaf. Servant leadership: A journey into the
nature of legitimate power and greatness. Business
Horizons. Vol. 22. New York: Paulist Press, 1979.
https://doi.org/10.1016/0007-6813(79)90092-2.
Russel, R., College E., College H. “A Practical Theology of
Servant Leadershi.” Virginia, 2003.
Russell, Robert F., dan A. Gregory Stone. “A review of
servant leadership attributes: developing a practical
model.” Leadership & Organization Development
Journal 23, no. 3 (2002): 145–57.
https://doi.org/10.1108/01437730210424.
Siburian, Hendro Hariyanto. “Implementasi Kesatuan dan
Kerendahan Hati Jemaat Berdasarkan Filipi 2:1-11 Di
Kalangan Jemaat Gereja Pengharapan Allah Indonesia
Surakarta.” Sekolah Tinggi Teologia Berita Hidup.
Sekolah Tinggi Teologia Berita Hidup, 2018.
https://doi.org/10.31219/osf.io/adfbs.
Su’ud, Muh. “Persepsi Sosial Tentang Kredibilitas
Pemimpin.” Sinergi Kajian Bisnis dan Manajemen
Vol.3, no. No.1 (2000): Hal 51-65.
Ted W. Engstrom, Edward R. Dayton. Sini Manajemen Bagi
Pemimpin Kristen. Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
2007.
Triantoro Safaria. Kepemimpinan. 1 ed. Yogjakarta:
Penerbit Graha Ilmu, 2004.
W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Yakob Tomatala. Pemimpin Yang Handal. Jakarta: YT
Leadership Foundation, 1996.

229

Anda mungkin juga menyukai