Anda di halaman 1dari 11

Aktivis > Organisatoris > Fungsionaris

Dalam organisasi ada manajemen yang harus dijalankan oleh pengurus atau pengelola organisasi. Orang
yang mengurus dan mengelola organisasi menjalankan fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Setiap orang yang ada di dalam organisasi mempunyai
jabatan, tugas, fungsi, tanggung jawab, dan kewenangan yang berbeda sesuai dengan struktur
organisasi. Masing-masing juga menjalankan fungsi manajemen sesuai kapasitas dan dalam ruang
lingkup kerjanya. Oleh karena itu mereka disebut sebagai fungsionaris organisasi, yakni orang yang
menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Orang yang berfungsi atau berguna bagi kelangsungan aktivitas
organisasi. Dalam skala ruang lingkupnya, aspek kepemimpinan juga tidak bisa dilapaskan. Pengelolaan
waktu aktivitas, pengaturan orang-orang, pendayagunaan sumber daya, serta penyelenggaraan
administrasi menjadi pekerjaan rutin keseharian sebagai insan fungsionaris.

Pengelolaan organisasi tidak hanya bertumpu pada sistem manajemen yang diterapkan, juga
dipengaruhi oleh sifat pemimpin tertinggi organisasi itu sendiri. Organisasi yang dipimpin oleh pemimpin
yang pemikir, visioner, berkarakter, jujur, cerdas, berani, dan bertanggung jawab akan menjadi idaman
dan dambaan semua pengikut (anggota) organisasi. Namun, sebuah organisasi belum cukup memiliki
pemimpin yang baik dan sistem manajemen yang canggih, jika tidak memiliki budaya (kultur organisasi)
yang kuat dan maju. Budaya organisasi dan atmosfer organisasi harus berorientasi pada kemajuan dan
masa depan organisasi. Semua anggota harus memahami budaya tersebut dan menikmati atmosfernya,
sehingga hidup dan beraktivitas di organisasi dalam suasana aman, mapan, dan nyaman. Hanya orang-
orang tertentu yang benar-benar memiliki kepemimpinan yang selaras dengan sistem manajemen serta
mampu mengkondisikan organisasi dalam budaya yang baik dengan suasana atmosfer yang sehat.
Orang-orang seperti ini pantas menyandang sebagai sang organisatoris.

Dalam perkembangannya, sebuah organisasi harus menyeimbangkan antara karya dan aktivitas. Karya
dalam arti produk intelektual dan pemikiran, sedangkan aktivitas lebih pada pergerakan dan kegiatan
sosial kemasyarakatan. Organisasi apapun selayaknya bisa menjadi ladang penyemaian bibit kualitas
SDM, sehingga ’sekolahan’ tidak hanya ada di institusi pendidikan formal saja yang memang menjadi
”core business”nya.

Beberapa tempo lalu, dalam akun Komunitas ini penulis pernah memaparkan 7 manfaat menjadi aktivis
sekolah atau aktivis universitas. Sekedar mengingat kembali, ketujuh manfaat itu adalah:

1. Kepemimpinan.

2. Manajemen waktu.
3. Softskill.

4. Networking.

5. Kecerdasan sosial.

6. Manajemen mutu.

7. Manajemen konflik.

Aktivis lekat dengan organisasi. Sukar dijumpai orang yang bergerak sebagai aktivis tidak berada dalam
organisasi yang menyertainya. Suatu hil yang mustahal, kali ya? (sengaja dibalik!).

Aktivis dengan organisasi laksana ikan dengan air. Terlepas dia berada di dalam suatu organisasi atau
berada di atas banyak organisasi, tetap saja si aktivis dengan organisasi memiliki hubungan mutualisma.
Seandainya tidak berorganisasi formal, sang aktivis akan mengorganisasi dalam kelompok atau grup
informal atau nonformal, minimal kelompok diskusi. Bisa saja pengaruh seorang aktivis dapat
melampaui bargaining position sebuah organisasi dengan kompetitor atau rivalnya pada suatu ketika.

Kamus Besar Bahasa Indonesia membuat pengertian, aktivis adalah orang (terutama anggota organisasi
politik, sosial, buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan
sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasinya. Dalam bidang politik, aktivis ialah seseorang yg
menggerakkan (demonstrasi dan sebagainya).

Namun, aktivis bisa saja setiap orang yang aktif bergerak membuat perubahan di lingkungan terkecilnya.
Bisa dalam organisasi, sekolah, kantor, pabrik, masyarakat, atau komunitas. Seorang aktivis juga
memiliki spektrum yang lebar. Artinya tidak bisa digeneralisir perbuatan seorang aktivis merupakan
perbuatan setiap dan semua yang menyandang status aktivis. Seorang aktivis dapat bersikap idealis atau
realistis pragmatis, dan bahkan bisa saja oportunis.

Beberapa catatan sejarah yang dikutip dari Wikipedia dan beberapa sumber, tentang organisasi dan
gerakan aktivisnya berdasarkan urutan berdirinya. Secara kronologis, adalah:

1.Jamiatul Khair

Organisasi sosial yang berperan dalam melakukan perubahan sistem atau lembaga pendidikan Islam
terutama di Jakarta. Lengkapnya Al-Jamiatul Khairiyah. Merupakan organisasi pendidikan Islam tertua di
Jakarta, didirikan tahun 1901 dengan peran besar para ulama asal Arab Hadramaut dan juga pemuda
Alawiyyin, seperti Habib Abubakar bin Ali bin Abubakar bin Umar Shahab, Sayid Muhammad Al-Fakir Ibn.
Abn. Al Rahman Al Mansyur, Idrus bin Ahmad Shahab, Ali bin Ahmad Shahab, Abubakar bin Abdullah
Alatas, Muhammad bin Abdurrahman Shahab, Abubakar bin Muhammad Alhabsyi dan Syechan bin
Ahmad Shahab.

Organisasi Pembaharuan Islam ini berkantor di daerah Pekojan di Tanjung Priok (Jakarta). Oleh karena
perkembangannya dari waktu ke waktu semakin pesat, maka pusat organisasi ini dipindahkan dari
Pekojan ke Jl. Karet, Tanah Abang. Organisasi ini dikenal banyak melahirkan tokoh-tokoh Islam, terdiri
dari tokoh-tokoh gerakan pembaharuan agama Islam antara lain, Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri
Muhammadiyah), HOS Tjokroaminoto (pendiri Syarikat Islam), H. Samanhudi (tokoh Sarekat Dagang
Islam), dan H. Agus Salim. Bahkan beberapa tokoh perintis kemerdekaan juga merupakan anggota atau
setidaknya mempunyai hubungan dekat dengan Jamiatul Khair.

2.Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI)

Pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji
Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang
pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar
Tionghoa. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada
tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian pula, di
Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Pada tahun 1912, oleh
pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI).

3.Boedi Oetomo

Wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta,
20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan
refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.

4. Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan

Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses
dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di
daerah tertentu dengan alasan adaptasi.

5.Perhimpunan Al-IrsyadAl-Islamiyyah(Jam'iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah)


Berdiri pada 6 September 1914 (15 Syawwal 1332 H). Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-
Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta. Pengakuan hukumnya sendiri baru dikeluarkan
pemerintah Kolonial Belanda pada 11 Agustus 1915.

Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad Bin Muhammad Assoorkaty Al-
Anshary, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke
Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami'at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari
orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905.

6. Mathlaúl Anwar

Awalnya para kyai di Menes, Banten mengadakan musyawarah di bawah pimpinan KH. Entol Mohamad
Yasin dan KH. Tb. Mohamad Sholeh memanggil pulang seorang pemuda (KH. Mas Abdurrahman bin Mas
Jamal) yang sedang belajar di Makkah al Mukarramah pada seorang guru besar yang juga berasal dari
Banten, yaitu Syekh Mohammad Nawawi al Bantani.

Pada tanggal 10 bulan ramadhan 1334 H, bersamaan dengan tanggal 10 Juli 1916 M, diadakan suatu
musyawarah untuk membuka sebuah perguruan Islam dalam bentuk madrasah yang akan dimulai
kegiatan belajar mengajarnya pada tanggal 10 Syawwal 1334 H/9 Agustus 1916 M. Sebagai Mudir atau
direktur adalah KH. Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal dan Presiden Bistirnya KH.E. Moh Yasin dari
kampung Kaduhawuk, Menes, serta dibantu oleh sejumlah kyai dan tokoh masyarakat di sekitar Menes.
Mathla’ul Anwar (bahasa Arab, yang artinya tempat lahirnya cahaya).

7. Persatuan Islam (disingkat Persis)

Didirikan pada 12 September 1923 (1 Shafar 1342 H) diawali dengan terbentuknya suatu kelompok
tadarusan (penalaahan agama Islam) di Bandung yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad
Yunus.

Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan
(kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya
khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu
oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam.

Persis bertujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh
Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap
sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak
mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu,
lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan
Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits (sabda Nabi).
8.Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging
(nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan
perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi,
mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam
diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club)
yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum
(Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di
Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.

Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen
gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi
wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan
Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.

Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya
generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28
Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.

9.Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama)

Didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari
sebagai Rais Akbar.

Ada tiga orang tokoh ulama yang memainkan peran sangat penting dalam proses pendirian Jamiyyah
Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Kiai Wahab Chasbullah (Surabaya asal Jombang), Kiai Hasyim Asy’ari
(Jombang) dan Kiai Cholil (Bangkalan)

10..Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok
Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).

11. Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia adalah suatu wadah organisasi pemuda yang didirikan pada
tahun 1926 oleh Raden Tumenggung Djaksodipoera bersama 5 kawannya (Soegondo, Soewirjo,
Goelarso, Darwis, dan Abdoellah Sigit), dengan alamat Jl. Kramat No. 106 Weltevreden Batavia.
Organisasi ini menirukan Indonesisch Vereniging (Perhimoenan Indonesia) yang didirikan oleh
Mohammad Hatta di Negeri Belanda tahun 1908.

12. Nahdlatul Wathan


Organisasi massa Islam terbesar di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Organisasi ini didirikan di
Pancor, Kabupaten Lombok Timur oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid (Tuan Guru Pancor)
pada tanggal 25 Agustus 1935.

13. Majelis Islam A'la Indonesia atau MIAI

Badan federasi bagi ormas Islam yang dibentuk dari hasil pertemuan 18-21 September 1937. KH Hasyim
Asy'ari merupakan pencetus badan kerja sama ini, sehingga menarik hati kalangan modernis seperti KH
Mas Mansur dari Muhammadiyah dan Wondoamiseno dari Syarekat Islam.

MIAI mengoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan umat Islam menghadapi politik Belanda
seperti menolak undang-undang perkawinan dan wajib militer bagi umat Islam. KH Hasyim Asy'ari
menjadi ketua badan legislatif dengan 13 organisasi tergabung dalam MIAI.

Setelah Jepang datang, MIAI dibubarkan dan digantikan dengan Masyumi.

14. Masyumi

Bulan Desember 1942, 32 orang Kiai diundang ke Istana Gambir yang megah dan asri di Jakarta untuk
beraudiensi dengan Gunseikan, Gubernur Militer Jepang yang merupakan pimpinan tertinggi
pemerintahan pendudukan saat itu.

Pengelolaan Masyumi era Jepang ini banyak diserahkan kepada tokoh-tokoh pesantren.

Sebenarnya Masyumi didirikan pada 24 Oktober 1943 karena Jepang memerlukan suatu badan untuk
menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga agama Islam. Pada masa pendudukan
Jepang, Masyumi belum menjadi partai, tapi federasi dari empat organisasi Islam diizinkan pada masa
itu, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam
Indonesia.

15.Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah
Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya
menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.

Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah
yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan
mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal
kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
16. Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi

Sebuah partai politik yang berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan
melalui sebuah Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang
dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.

Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dikarenakan tokoh-
tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Pada masa pemerintahan Soeharto, terjadi rehabilitasi sebagian dari tokoh-
tokoh Masyumi, di mana beberapa tokoh-tokoh Masyumi diperbolehkan aktif kembali dalam politik
dengan meleburkan diri ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

17. Himpunan Mahasiswa Islam (disingkat HMI)

Sebuah organisasi yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane
beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta. (sekarang Universitas Islam Indonesia
(UII).

18.Pelajar Islam Indonesia disingkat PII

Sebuah organisasi Pelajar Islam yang pertama setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Didirikan di
Kota Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Para pendirinya adalah Joesdi Ghazali, Anton Timur Djaelani,
Amien Syahri, dan Ibrahim Zarkasji.

19. Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI)

Dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.

Organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik.
Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa kristen Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik
Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan
PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis
Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai
NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.

Menurut Nugroho Notosusanto, organisasi mahasiswa extra yang pernah ada di Indonesia dapat dibagi
atas 3 jenis, yakni:

a. yang berdasarkan agama

b. yang berdasarkan politik partai/golongan


c. yang berdasarkan lokalitas.

Contoh daripada jenis pertama adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa
Katholik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan lain-lain. Contoh
daripada jenis kedua adalah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa
Sosialis (GM Sos), Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), dan lain-lain. Contoh daripada
jenis ketiga adalah Gerakan Mahasiswa Djakarta (GMD), Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada), Persatuan
Mahasiswa Bandung (PMB), Masyarakat Mahasiswa Bogor (MMB) dan sebagainya.

20. Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang
merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan
Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL),
Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama
agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi
dan memiliki kepemimpinan.

Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan
Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.

21. Dewan Da`wah Islamiyah Indonesia

Dewan Da`wah Islamiyah Indonesia atau disingkat “Dewan Da`wah”, didirikan oleh para ulama, pejuang
dan tokoh Masyumi atas inisiatif Alm. Dr. Mohammad Natsir, mantan Ketua Umum Partai Masyumi
(Majelis Syura Muslimin Indonesia) dan Mantan Perdana Menteri pertama RI, melalui musyawarah alim
ulama se-Jakarta yang difasilitasi oleh Pengurus Masjid Al-Munawarah, Kampung Bali, Tanah Abang,
Jakarta Pusat, pada 26 Februari 1967, bertepatan tanggal 17 Dzulqa’dah 1386 H, satu tahun setelah
jatuhnya rezim Orde Lama setelah pemberontakan G 30 S PKI.

Para pemimpin nasional Mochtar Lubus, K.H. Isa Anshari, Mr. Assaat, Mr. Sjafruddin Prawiranegara,
Boerhanoeddin Harahap, S.H., M. Yunan nasution, Buya Hamka, Mr, Kasman Singodimedjo dan K.H E.Z.
Muttaqin yang bersikap kritis terhadap politik Demokrasi terpimpin, ditangkap dan dipenjarakan tanpa
proses pengadilan.

Dalam kata-kata Pak Natsir, dulu berdakwah lewat jalur politik, sekarang berpolitik melalui jalur dakwah.

22. Mahasiswa melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru,
seperti:
• Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama pada masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar
dinilai curang.

• Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak
rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.

Lahirlah, apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram
utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.

Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa
terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk
protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada
tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.

Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai
dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang
datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974.

23. Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja namun
meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor, Ujungpandang
(sekarang Makassar), dan Palembang. [1] 28 Oktober 1977, delapan ribu anak muda menyemut di depan
kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!". Besoknya, semua yang berteriak, raib
ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang. Namun, sekejap kembali tentram.

10 November 1977, di Surabaya dipenuhi tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada Oktober
1977, giliran Kampus ITS Baliwerti beraksi. Dengan semangat pahlawan, berbagai pimpinan mahasiswa
se-Jawa hadir memperingati hari Pahlawan 1977. Seribu mahasiswa berkumpul, kemudian berjalan kaki
dari Baliwerti menuju Tugu Pahlawan.

Di Jakarta, 6000 mahasiswa berjalan kaki lima kilometer dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju
Salemba (kampus UI), membentangkan spanduk,"Padamu Pahlawan Kami Mengadu". Juga dengan
pengawalan ketat tentara.

24.Peringatan 12 tahun Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal sekaligus
akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi. Dimulailah penyebaran benih-benih
teror dan pengekangan.

Sejak awal 1978, 200 aktivis mahasiswa ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung, sebagian mereka
diintimidasi lewat interogasi. Banyak yang dipaksa mengaku pemberontak negara.

Tentara pun tidak sungkan lagi masuk kampus. Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng bersenjata.
Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal. Di UI, panser juga masuk kampus. Wajah
mereka garang, lembaga pendidikan sudah menjadi medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus
besar itu secara semena-mena dicopot dari jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya
yang keras kepala. Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi Militer.
Sepulang aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara.

25. 1978 diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan


(NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa lewat Dooed Yusuf dan Pangkopkamtib Soedomo Konsep ini
mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas
politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim dan melakukan pembekuan atas
lembaga Dewan Mahasiswa. Hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas
(Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF)

26. Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun
80-an muncul kelompok-kelompok studi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula.
Mahasiswa meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI
(himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga
membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.

27. Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan
sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini
ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa
Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM). Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai
perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri,
bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan
bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai
perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif
yang independen.

28. KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)

Sebuah organisasi mahasiswa muslim yang lahir di era reformasi yaitu tepatnya tanggal 29 Maret 1998
di Malang. Anggotanya tersebar di hampir seluruh PTN/PTS di Indonesia.

KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif Mahasiswa yang berbasis mahasiswa Muslim
dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-
LDK) X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Acara ini
dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63 kampus (PTN-PTS) di seluruh Indonesia . Jumlah peserta
keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabenenya para aktivis dakwah kampus. KAMMI lahir pada
ahad tanggal 29 Maret 1998 pukul13.00 wib atau bertepatan dengan tanggal 1 Dzulhijah 1418 H yang
dituangkan dalam naskah Deklarasi Malang.
KAMMI lahir didasari sebuah keprihatinan yang mendalam terhadap krisis nasional tahun 1998 yang
melanda Indonesia. Krisis kepercayaan terutama pada sektor kepemimpinan telah membangkitkan
kepekaan para pimpinan aktivis dakwah kampus di seluruh Indonesia yang saat itu berkumpul di UMM -
Malang.

29.Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada
1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden
Soeharto melepaskan jabatannya.

30. Hidayatullah

Hidayatullah didirikan pada tanggal 7 Januari 1973 (kalender Islam: 2 Dzulhijjah 1392 Hijr) di Balikpapan
dalam bentuk sebuah pesantren oleh Ust. Abdullah Said (alm), kemudian berkembang dengan berbagai
amal usaha di bidang sosial, dakwah, pendidikan dan ekonomi serta menyebar ke berbagai daerah di
seluruh provinsi di Indonesia. Melalui Musyawarah Nasional I pada tanggal 9–13 Juli 2000 di Balikpapan,
Hidayatullah mengubah bentuk organisasinya menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) dan
menyatakan diri sebagai gerakan perjuangan Islam.

Jika kini Anda sedang aktif dalam organisasi, posisi manakah yang tepat bagi Anda? Apakah sudah benar
menjadi Fungsionaris, telah menyandang peran organisatoris, dan mungkin sudah sekaliber seorang
aktivis? Standarisasi dan ukuran ketiga kategori di atas memang belum ada, akan tetapi ’standar
menurut definisi’ sementara bisa dirujuk. Yang jelas, setiap standar menjadi cermin bagi si pemakai dan
akan merefleksi (memantul) kembali pada dirinya, sehingga terlihat kelebihan dan kekurangannya
sendiri. Cermin tidak akan berdusta. Dan buruk peran kita, bukan cermin yang dipecah.

Anda mungkin juga menyukai