Motivasi Masyarakat Mengikuti Kegiatan Dakwah di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec.
Padangsidimpuan Hutaimbaru
A. Latar Belakang Masalah
Pengajian merupakan salah satu wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis yang
berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam, maka sudah
selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami mendapat perhatian dan dukungan dari
masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi intelektual
dan mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang semakin mengglobal dan
maju.
Adanya pengajian di tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk menambah ilmu dan keyakinan
agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama, sebagai ajang silaturahmi anggota
masyarakat, dan untuk meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan
jamaahnya pengajian juga berguna untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama
dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, menjadi taman rohani,
ajang silaturrahim antara sesama muslim, dan menyampaikan gagasan-gagasan yang bermanfaat
bagi pembangunan umat dan bangsa.
Selain sebagai Institusi Pendidikan Islam non-formal, pengajian juga merupakan lembaga
dakwah yang memiliki peran strategis dan penting dalam pengembangan kehidupan beragama
bagi masyarakat. Pengajian sebagai Institusi Pendidikan Islam yang berbasis masyarakat
memiliki peran yang strategis terutama terletak pada upayanya mewujudkan learning society,
suatu masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa di batasi oleh usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan dapat menjadi wahana belajar, serta menyampaikan pesan-pesan keagamaan,
wadah mengembangkan silaturrahmi dan berbagai kegiatan kegamaan lainnya, bagi semua
lapisan masyarakat.
Islam sebagai agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia mencakup seluruh kehidupan
manusia. Di samping sebagai pedoman hidup, Islam menurut para pemeluknya juga sebagai
ajaran yang harus di da’wahkan dan memberikan pemahaman berbagai ajaran yang terkandung
di dalamnya. Sarana yang dapat dilakukan dalam mentranspormasikan nilai-nilai agama tersebut
antara lain melalui pengajian yang berfungsi memberikan pemahaman tentang nilai-nilai ajaran
tersebut. Hal ini dilakukan sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 125.
•
•
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [845] dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.
Di dalam Al-Quran diterangkan, sekalipun Islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan
peribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan tanggung
jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang solidaritas, berpadu dan
bekerja sama membina dan mempertahankan kebaikan.
Menurut Hasan bin Al-Hiujazi, masyarakat memiliki peranan yang besar dalam membina
individu. Setiap individu akan terpola dalam masyarakat dan terpengaruh oleh apa yang ada
didalamnya baik berupa pemikiran maupun tingkah laku.
Adanya pengajian yang semakin maraknya saat ini, tentu saja memiliki dampak positif bagi
kehidupan masyarakat baik dalam kehidupan jamaahnya maupun masyarakat umum dalam
tingkah laku sehari-hari. Ajaran Islam yang terus berjalan secara tradisional seperti pengajian
rutin yang dilaksanakan setiap hari minggu di Mesjid At-Taubah merupakan suatu tindakan yang
positif, ini merupakan sebuah wadah untuk membentuk akhlak dan meningkatkan ketauhidan
seseorang yang selama ini bisa dikatakan sudah mengalami kemerosotan moral. Ada beberapa
hal yang menjadi pertimbangan mengapa pengajian setiap hari minggu di Mesjid At-Taubah
patut dijadikan sebagai landasan dasar untuk dibahas dalam skiripsi ini. Pertama, pengajian
setiap hari minggu ini sudah berjalan tujuh tahun namun jamaah tidak pernah berkurang.
Menurut hasil wawancara dengan bapak Arwin Siregar (pendiri Mesjid At-Taubah) pada tahun
2014 hingga sekarang jamaah pengajian dimesjid At-Taubah ± 90 orang, yang pada awalnya
hanya berkisar 30 sampai 50 orang. Secara tidak langsung pengajian rutin ini memiliki nilai
ketertarikan tersendiri. Selain itu jamaah pengajian At-Taubah di nilai semangat dalam
mengikuti pengajian dilihat dari ke aktipan mereka dalam bertanyak tentang materi yang
disampaikan da’i nya.
Pengajian ini juga menjadi tolak ukur kebutuhan masyarakat di sekitar mesjid At-Taubah
Sabungan Jae. Pelaksanaannya masih sederhana seperti di daerah lain, lebih jelasnya pengajian
itu di awali dengan pembacaan kitab suci Al-Quran secara tartil, ceramah agama, tanyak jawab,
kemudian di tutup dengan do’a bersama yang dipandu oleh pembawa acara.
Kedua, jamaah pengajian ini sebagian besar bukan penduduk asli Sabungan Jae melainkan
pendatang dari desa lain seperti Siarangkarang, kampung marancar, parsalakan dll. Padahal kalau
ditinjau di lapangan hususnya di kota Padangsidimpuan banyak pengajian-pengajian rutin yang
berbasis Islam, seperti pengajian di Mesjid Raya lama kota padangsidimpuan yang diadakan
setiap hari minggu pagi, pegajian wirid yasin ibu-ibu kota padangsidimpuian, bahkan di
kampung-kampung banyak pengajian rutin tentang keagamaan.
Ketiga, pengajian ini berjalan dengan sukses ditengah keberadaan masyarakat yang diketahui
secara umum memiliki kesibukan yang konplek seperti pedagang, buruh, petani dll.
Dari penomena di atas menurut hemat penulis, ada sesuatu yang menarik untuk diteliti lebih
lanjut. Banyaknya jama’ah yang mengikuti pengajian di Mesjid At-Taubah terbukti
mengindikasikan tentang adanya sebuah dorongan atau motiv tertentu dalam diri masyarakat
sehingga banyak orang mengikuti kegiatan pengajian dan aktif menjadi jamaah dalam rangka
belajar ilmu agama, atas dasar inilah penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dengan
judul “Motivasi Masyarakat Mengikuti Kegiatan Dakwah di Mesjid At-Taubah Sabungn Jae
Kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru”.
B. Batasan Istilah
Guna menghindari kesalahpahaman dan keraguan terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam
skripsi ini, maka penulis merasa perlu memberikan penjelasan-penjelasan istilah sebagai berikut:
1. Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu. Motivasi yang dimaksud disini adalah dorongan masyarakat Kota
Padangsidimpuan mengikuti pengajian rutin yang dilaksanakan di mesjid At-Taubah.
2. Masyarakat Menurut mayo dalam kutipan Aisyah Nur mendefenisikan masyarakat dapat di
artikan dalam dua konsep, yaitu masyarakat sebagai tempat bersama dan masyarakat sebagai
kepentingan bersama berdasarkan kebudayaan dan identitas. Dengan demikian berdasarkan
pengertian diatas bahwa dalam penelitian ini yang dimaksud masyarakat adalah warga yang
tinggal/berada di kota padangsidmpuan khususnya dikelurahan Sabungan Jae yang ikut serta
dalam mengikuti pengajian rutin yang dilaksanakan di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec.
Padangsidimpuan Hutaimbaru.
3. Kegiatan dakwah ialah segala kegiatan yang berbasis Islam baik ia dilaksanakan secara
individual atau kelompok. Kegiatan dakwah yang dimaksud disini adalah khusus pengajian,
sedangkan pengajian dalam penelitian ini pengajian rutin yang dilakasanakan di Mesjid At-
Taubah Sabungan Jae setiap hari Minggu.
4. Mesjid adalah tempat beribadah umat Islam, namun masjid bukan hanya tempat untuk shalat
saja, dapat juga dipergunakan untuk kepentingan sosial, misalnya tempat belajar. Jadi dalam
penelitian ini adalah mesjid sebagai tempat ibadah ummat Islam dan melakukan kegiatan dakwah
lainnya seperti pengajian yaitu di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec. Padangsidimpuan
Hutaimbaru.
5. Sabungan Jae adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.
Dalam hal ini yang diteliti adalah jamah yang aktif dalam mengikuti pengajian rutin yang
dilaksanakan di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae Kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah
apa motivasi masyarakat mengikuti kegiatan dakwah di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec.
Padangsidimpuan Hutaimbaru yang dilaksanakan setiap hari minggu.
D. Tujuan Penelitian
Mengetahui apa motivasi masyarakat mengikuti kegiatan dakwah di mesjid At-Taubah
sabungan jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru yang dilaksanakan setiap hari minggu.
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Bahan pertimbangan bagi da’i khususnya dan umumnya seluruh para da’i di kota
padangsidimpuan dalam meberikan pembinaan sehubungan dengan pemberian motivasi
terhadap Mad’u/jamaah pengajian.
2. Bahan masukan bagi da’i di Mesjid At-Taubah, dalam upaya memberikan motivasi terhadap
seluruh jamaahnya di pengajian At-Taubah Sabungan Jae.
3. Langkah awal bagi penulis dalam melaksanakan penelitian, dalam rangka melatih dan
menganalisa pembahasan penelitian ini.
4. Bahan pertimbangan bagi kalangan yang ingin melakukan penelitian pada permasalah yang
berkenaan dengan penelitian ini.
F. Tinjauan Pustaka
1. Kajian Terdahulu
Studi pendahuluan juga dapat membantu peneliti untuk menentukan cara pengolahan dan analisis
data yang sesuai digunakan, yaitu berdasarkan perbandingan terhadap apa yang telah dilakukan
para peneliti sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan diantaranya
adalah:
a. Endang Sih Handayani, “Motivasi Ibu-Ibu Mengikuti Pengajian Muslimat NU di Troso
Kecamatan Karanganon Kabupaten Klaten”, penelitian ini berbentuk Skripsi yang dibuat pada
tahun 2009. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Motivasi ibu-ibu mengikuti pengajian
muslimat NU di desa Troso Kecamatan Karanganon Kabupaten Klaten secara garis besar dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yakni mengikuti pengajian dengan motivasi sosiogenesis dan
mengikuti pengajian dengan motivasi theogenesis baik dengan motivasi tunggal maupun dengan
motivasi ganda.
b. Ahmad Indrajet, “Motivasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pengajian Di Majelis Ta’lim
Pondok Pesantren Metal Rejoso”, penelitian ini berbentuk Skripsi yang dibuat pada tahun 2009.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa motivasi masyarakat dalam mengikuti pengajian di
majelis ta’lim
Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan adalah adanya ketergantungan terhadap kyai atau bisa
dikatakan sebagai da’i seperti kiyai Bakar. Kyai Bakar merupakan salah satu faktor pendorong
masyarakat termotivasi mengikuti pengajian ini. Sosok kiyai Bakar dengan keluasan dan
pengetahuan ilmu agama yang mempunyai, kesahajaan, kesederhanaan, dan kerendahan hati
serta kebijaksanaan dalam pilihan kata dalam setiap pelajaran agamanya merupakan hal yang
menjadi pertimbangan masyarakat mengikuti pengajian ini.
Dalam penelitian ini, peneiti melihat objek kajian yang beda dengan kajian terdahulu, kajian
pertama membahas tentang tingkatan motivasi bagi masyarakat dalam mengikuti pengajian,
sedangkan dalam penelitian ini lebih mempokuskan tentang alasan termotivasinya masyarakat
kota Padangsidipuan mengikuti pengajian tersebut.
Kedua, penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada permasalahan dan kelebihan seorang dai,
sedangkan dalam penelitian ini lebih fokus untuk jamaah pengajian di Mesjid At-Taubah
Sabungan Jae.
2. Landasan Teori
a. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa Latin, movere yang berarti bergerak atau bahasa Inggrisnya to
move. Motiv diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong
untuk berbuat (driving force).
Jadi motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku
kearah tujuan. Sedang menurut Plotnik, motivasi mengacu pada berbagai faktor fisiologi dan
psikologi yang menyebabkan seseorang melakukan aktivitas dengan cara yang spesifik pada
waktu tertentu.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) penggerak seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar
individu (motivasi ekstrinsik).
b. Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi
Apa dorongan seseorang melakukan suatu aktivitas? Pertanyaan ini cukup mendasar untuk
mengkaji soal teori tentang motivasi. Dari pertanyaan itu kemudian memunculkan pertanyaan
adanya “Biogenic Theories” dan “Sociogenic Theories”. “Biogenic Theories” yang menyangkut
proses biologis, seperti insting dan kebutuhan-kebutuha biologis. Sedangkan yang “Biogenic
Theories” lebih menekankan adanya pengaruh kebudayaan/kehidupan masyarakat. Arti kedua
pandangan itu dalam perkembangannya akan menyangkut persoalan-persoalan insting,
fisikologis, dan pola-pola kebudayaan.
Menurut Morgan manusia hidup dengan berbagai kebutuhan, yaitu:
1) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk sesuatu aktivitas
Hal ini sangat penting bagi seseorang, karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu
kegembiraan baginya. Hal ini dapat dihubungkan denga suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan
atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
2) Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk banyak berbuat sesuatu demi
untuk orang lain. Harga diri seseorang dapat di nilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan
kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah barang tentu merupakan kepuasan dan kebahagiaan
tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut.
3) Kebutuhan untuk mencapai hasil
Sesuatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik kalau disertai dengan pujian.
Aspek pujian ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat.
Apabila hasil pekrjaan atau belajar itu tidak di hiraukan orang lain, guru, atau orang tua
misalnya, boleh jadi kegiatan seseorang akan berkurang, dalam kegiatan belajar mengajar perlu
di kembangkan unsur reinforcement.
4) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan atau hambatan mungkin cacat, mungkin menimbulkan rasa rendah diri, tapi hal
ini menjadi dorongan untuk mencari konpensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehinga
tercapai keunggulan/kelebihan dalam bidang tertentu. Sikap seseorang dalam kesulitan atau
hambatan ini sebenarnya banyak tergantung pada keadaan dan sikap lingkungan. Sehubunga
dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciftakan kondisi-kondisi
tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar memperoleh keunggulan.
Relevan dengan soal kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi. Teori tentang
motivasi ini lahir dan awal pekembangannya ada di kalangan para pisikolog. Ada beberapa
macam teori tentang motivasi, yaitu:
1) Teori Insentif, yaitu teori yang mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil
tindakan karena ada insentif yang akan dia dapatkan, misalnya, Anda mau bekerja dari pada
sampai sore karena anda tahu bahwa Anda akan mendapatkan intensif berupa gaji. Jika anda tahu
akan mendapatkan penghargaan, maka Anda pun akan bekerja lebih giat lagi.
2) Dorongan Bilogis, dalam hal ini yang dimaksud bukan hanya masalah seksual saja.
Termasuk di dalamnya dorongan makan dan minum. Saat ada sebuah pemicu atau rangsangan,
tubuh kita akan bereaksi, sebagai contoh: saat kita sedang haus, kita akan lebih haus lagi saat
melihat segelas sirup dingin kesukaan Anda. Bisa dikatakan ini adalah dorongan fitrah atau
bawaan kita sejak lahir untuk mempertahankan hidup dan keberlangsungan hidup.
3) Teori Hirarki Kebutuhan, Teori ini dikenalkan oleh Maslow sehingga kita mengenal Hirarki
Kebutuhan Maslow. Teori ini menyajikan alasan lebih lengkap dan bertingkat. Mulai dari
kebutuhan fiskiologis, kebutuhan akan kemanan, kebutuhan akan pengakuan sosial, kebutuhan
penghargaan, sampai kebutuhan akan aktualisasi diri.
4) Takut kehilangan kepuasan, Teori ini mengatakan bahwa pada dasarnya ada dua faktor yang
memotivasi manusia, yaitu takut kehilangan dan demi kepuasan (terpenuhinya kebutuhan). Takut
kehilangan adalah adalah ketakutan akan kehilangan yang sudah dimiliki. Misalnya seseorang
yang termotivasi berangkat kerja karena takut kehilangan gaji, ada juga orang yang giat bekerja
demi menjawab sebuah tantangan, dan ini termasuk faktor kepuasan.
5) Kejelasan tujuan, teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan
yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi
jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting
(penetapan tujuan).
c. Motivasi Dalam Al-Qur’an
Ketika manusia melakukan perbuatan sadar atau tidak, sebenarnya ia di gerakkan oleh suatu
sistem dalam dirinya yang disebut dengan nafs. Sistem nafs disamping mampu memahami dan
merasa, juga mendorong manusia untuk melakukan sesuatu yang dibutuhkan. Jika penggerak
tingkah laku atau motiv telah mulai bekerja scara kuat pada seseorang maka ia mendominasi
seseorang dan mendorognya untuk melakukan suatu perbuatan.
Dalam sistem nafs, motiv bersifat fitri, dalam arti bahwa manusia memiliki kecendurungan dan
potensi yang berlaku secara universal. Isyarat tentang adanya penggerak tingkah laku manusia
(motiv) dipaparkan al-quran dalam surat Yusuf ayat 54:
• • • •
Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS, Yusuf, 12:53).
Ayat diatas secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu didalam sistem nafs yang menggerakkan
tingkah laku manusia yang mengajak pada kejahatan.
d. Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa Inggiris masyarakat adalah society yang berasal dari bahasa socius artinya kawan,
sedangkan kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu Syirk artinya bergaul. Adanya saling
bergaul ini tentunya ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia
seseorang melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan
kesatuan.
Dengan demikian berarti dapat di kemukakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berintraksi menurut suatu sistem, adat-istiadad tertentu yang bersifat kontinu dan terikat
oleh rasa identitas bersama.
Ralph Linton menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup
dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri merka dengan menganggap
diri mereka sebagai kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan dengan jelas (dalam Soerjono
1977).
e. Tipologi Masyarakat
Masyarakat sebagai penerima dakwah sasaran dakwah atau kepada siapa dakwah akan di
tujukan, merupakan kumpulan individu dimana benih materi dakwah akan di atur. Oleh sebab itu
maka masalah masyarakat ini hendaknya dipelajari dengan sebaik-baiknya, untuk ini seorang
da’i hendaknya melengkapi dirinya dengan ilmu jiwa, lmu masyarakat, ilmu politik, sejarah,
antropologi, dan hal lainya yang berkaitan dengan masyarakat dalam mengetahui keadaan
masyarakat perlu dilakukan klasifikasi.
Tinjauan masyarakat dari sudut pandang tipologi ini dapat ditarik dari aspek adanya krakteristik
suatu masyarakat. Berangkat pemahaman di atas, terdapat beberapa tipe masyarakat yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Tipe innovator
masyarakat yang memiliki ciri innovator adalah masyarakat yang memiliki kemauan keras pada
setiap fenomena sosial yang sifatya membangun . anggota masyarakat yang bersifat inovator
pada hakekatnya sangat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisifasif dalam setiap
langkah.
2) Tipe pelopor
Masyarakat tipe pelopor dalam menerima pembaharuan bersikap selektif, karena pertimbangan
bahwa tidak semua pembaharuan dapat membawa perubahan yang positif, mungkin saja negatif.
Atas dasar pandangan di atas masyarakat sangat hati-hati dan melangkah dengan jalan terlebih
dahulu mempelajari ide/gagasan pembaharuan itu setiap langkahnya senantiasa berorentasi
kedalam masyarakatnya.
3) Tipe pengikut dini
Tipe masyarakat pengikut dini umumnya merupkan masyarakat yang masih sederhana.
Kelompok ini umumnya kurang siap dalam mengambil resiko dan umumnya lemah mental.
4) Tipe pengikut akhir
Masyarakat pengikut akhir memiliki sifat sangat berhati-hati, yang membawa dampak anggota
masyarakatnya terlebih dahulu bersikap skeptis terhadap sikap pembaharuan yang masuk pada
masyarakat itu. Karena faktor ke hati-hatian mereka maka setiap gerakan pembaharuan
memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai dengannya untuk mempengaruhi masyarakat
tersebut.
5) Tipe kolot
Ciri utama dari masyarakat kolot adalah tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka
benar-benar mendesak oleh lingkungannya, masayarakat ini masih tertumpu pada tradisionalisme
yang statis. Kebanyakan mereka menolak informasi-infornasi yang telah berkembang.
f. Masalah Dakwah di Masyarakat Kota dan Masyarakat Desa.
Ada beberapa masalah yang perlu kita jawab sehubungan dengan dakwah Islam di desa dan
dikota, masalah tersebut diantaranya adalah:
1) Seiramakah dakwah di masyarakat perkotaan dan pedesaan?
2) Adakah perbedaan pokok dakwah di kota dan pedesaan?
Kecendurngan masyarakat kota, terutama pada lafisan atasnya adalah seperti penuh dengan
kesibukan, hidup nafsi-nafsi, terlalu sabar akan martabat harga diri, mempunyai gaya hidup yang
terus makin tingggi dalam memenuhi kesenangan, tetapi juga terhadap kehidupan rohani yang
dapat memberikan perasaan tenteram dan damai setelah keperluan serba ada dan kesenangan
duniawi dipenuhi. Sedangkan di masyarakat pedesaan yang menjadi masalah penting dalam
dakwah ialah adanya lapisan-lapisan atas dan bawah dalam arti sosial, ukuran kaya dan miskin,
maju dan terbelakang dalam ukuran pendidikan formal dll. Maka metode pendidikan yang dapat
dilakukan adalah melalui tablig, atau ceramah agama, dilakukan pula pendekatan yang bersifat
sosial, ekonomi, dalam arti meningkatkan tarap hidup mereka jadi ada usaha yang bersifat
mengurangi beban hidup mereka, untuk kemudian dibina kearah kehidupan sejahtera menjadi
jembatan untuk kehidupan beragama yang sesungguhnya.
g. Pengertian Pengajian
Pengajian berasal dari kata kaji yang artinya pelajaran agama penyelidikan (tentang sesuatu).
Pengajian Mendapat awalan peng- dan akhiran-an menjadi pengajian yang berarti kegiatan
untuk melakukan pengajaran (agama Islam), menanamkan norma agama melalui dakwah
pembacaan Al-Quran. Pengertian secara terminologis adalah penyelenggaraan atau kegiatan
belajar agama Islam yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang dibimbing atau
diberikan oleh seorang guru ngaji (da’i) terhadap beberapa orang.
h. Bimbingan Dalam Pelaksanaan Dakwah/Pengajian
Peraturan perundang -undangan yang mengatur tentang bimbingan dakwah penyiaran agama
ada tiga peraturan berdasarkan instruksi mentri agama nomor 3 tahun 1962, yang meliputi:
1) Dakwah/khutbah/ceramah agama agar benar-benar dilaksanakan sesuai dengan hakeket
dakwah agama.
2) Agama dilaksanakan dalam rangka membantu usaha mewujudkan pembinaan ummat yang
taat pada ajaran agama dan pancasila.
3) Agama dalam hubungannya dengan masalah politik berpedoman kepada prinsipnya bahwa
pengkajian pemikiran politik secara ilmiah bersifat perbandingan dengan ajaran agama masing-
masing, tidak melontarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan pihak lain.
Sedangkan menurut kajian Islam bimbingan dalam pelaksanaan dakwah atau pengajian telah di
atur dalam Al-Quran yaitu, sebagai berikut:
1) Dakwah harus dengan bijaksana, memberi nasehat dan berdiskusi yang baik (An-Nahl: 125).
2) Tidak mencaci sembahan orang lain (Al-An a’m: 08).
3) Tabah atas perkataan-perkataan orang lain dan hijrah kalau diperlukan (Al-Muzzamal: 10).
4) Tidak boleh kasar, berikan maaf, mintakan ampun pada Allah musyawarahkan dengan
mereka, tawakkal kepada Allah (Al-Imran: 159).
5) Berikan nasehat dengan Al-Quran (Qof: 45).
6) Merendahkan diri pada pengikut kebenaran/yang beriman (Asy-Syuara: 215).
7) Tidak memaksakan dengan kekerasan (Qaf: 45).
i. Unsur-Unsur Pengajian
Pada pelaksanaan dakwah perlu diperhatikan unsur-unsur yang terkandung didalamnya, sama
halnya dengan kegiatan pengajian unsur-unsur pengajian juga penting untuk pelaksanaan
pengajian. Unsur-unsur tersebut meliputi:
1) Da’i (juru dakwah) da’i adalah subyek atau orang yang melaksanakan dakwah baik secara
lisan maupun tulisan ataupun perbuatan, baik secara individu maupun kelompok, yang berbentuk
organisasi atau lembaga. Semua pribadi muslim secara otomatis berperan sebagai juru dakwah
artinya orang yang harus menyampaikan atau dikenal sebagai komunikator dakwah atau
pengajian.
Menurut Toto Tasmara dalam bukunya Komunikasi Dakwah menjelaskan semua pribadi muslim
secara otomatis berperan sebagai juru dakwah namun orang yang seharusnya berperan lebih
intensip sebagai komunikator adalah mereka yang memang mempunyai profesi atau memang
sengaja mengkonsentrasikan dirinya mengaji mutiara-mutiara ilmu serta ajaran agama Islam
untuk disampaikan kepada orang lain sehingga ilmu dan ajaran agamanya tersebut dapat
mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.
2) Mad’u (jamaah pengajian) yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia
penerima dakwah baik sebagai individu maupun kelompok, beragama Islam atau tidak, dengan
kata lain manusia secara keseluruhan.
3) Materi dakwah (maddah) adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan dakwah
kepada mad’u dalam hal ini jelas bahwa yang menjadi maddah adalah ajaran Islam. Yang
dijadikan maddah dakwah itu pada garis besarnya hal-hal yang berkenaan dengan akidah,
syariah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
4) Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang
lain dapat menyebutkan bahwa metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses
pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Metode dakwah terdiri dari tiga cakupan yaitu:
a) Al-Hikmah, Hikmah bentuk masdarnya hukman yang artinya mencegah. Jika dikaitkan
dengan hukum berarti mencegah dari kezhaliman.
b) AL-Mau’idza Al-Hasanah. Menurut Hasanuddin Al-Mau’idza Hasanah adalah perkataan-
perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasehat dn
menghendaki nasehat dan manfaat kepada mereka dengan al-quran.
c) Almujadalah Billati Hiya Ahsan. Dari segi istilah Mujadalah adalah upaya tukar pendapat
yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan
lahirnya permusuhan diantara keduanya.
j. Pengembangan Majelis Taklim/Pengajian Islam
Ada beberapa upaya dalam rangka pengembangan majelis taklim atau pengajian diperkotaan
atau di pedesaan, diantaranya adalah:
1) Membina da’i yang berkualitas dengan pendidikan yang memadai dan pengetahuan luas.
Upaya ini dilakukan untuk mendorong peningkatan pengetahuan para da’i.
2) Jadwal tersusun dengan baik dan tertib.
3) Materi yang disajikan tersusun dengan baik dan lengkap agar Islam diketahui secara utuh
dan benar (kaffah).
4) Mempergunakan tegnologi komunikasi sebagai upaya melestrikan kegiatan dakwah di
pengajian.
5) Perlu adanya pembinaan da’i dan pengajian oleh departemen agama agar pertumbuhan dan
perkembangan pengajian dapat saling berkesinambungan dalam kualitas dan kuantitas.
6) Menggalakkan perpustakaan pada majelis taklim baik diperkotaan maupun dipedesaan agar
pengetahuan para da’i dan jamaah selalu meningkat.
7) Penataran baigi pengelola pengajian perlu di adakan agar kualitas pengajian tersebut dapat
terjaga.
k. Motivasi Terhadap Tingkah Laku Dalam Proses Dakwah
Dalam berdakwah pengetahuan adalah penting, metode dakwah juga sangat penting. Tetapi
sesungguhnya yang paling penting dan menjadi pokok persoalan segala sesuatu adalah motivasi.
Sering kita melihat seorang yang miskin dalam ilmu pengetahuan, tidak hanya pengetahuan
keagamaan tetapi juga ilmu dunia, bahkan hampir-hampir buta huruf. Tetapi mereka memiliki
satu keunggulan diatas yang lainnya, diatas rekan-rekannya, yakni memiliki semangat motivasi
yang lebih tinggi. Hasilnya adalah bahwa mereka selalu jauh lebih berhasil di dalam dakwahnya
dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang kurang memiliki motivasi.
Di dalam proses kegiatan dakwah, faktor motivasi menjadi penentu bagi keberhasilannya.
Adapun tujuan motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah
(mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat
tercapai. Dan seorang da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan
dakwah kemudian menopang tingkah laku mad’u dengan menciptakan lingkungan yang dapat
menguatkan dorongan-dorongan tersebut. Namun, tidak semua motivasi yang telah direncanakan
tersebut berjalan mulus tanpa sandungan sedikitpun. Permasalahan seringkali muncul yang
berkaitan dengan pemberian motivasi dalam dakwah, yaitu ketika da’i dalam mengarahkan
tingkah laku mad’u tidak sesuai dengan tujuan dakwah tersebut, seperti pribadi da’i yang
mungkin kurang dapat diterima, seperti watak yang keras, kaku, angkuh, sombong, materialistis,
sifat yang tidak terpuji dan tingkah laku yang tidak mencerminkan seorang da’i, juga dari materi
yang disampaikan kurang tepat sasaran, tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan
kadar kemampuan, juga dari teknis penyampaian dakwah tidak sesuai dengan keadaan yang
menerima, dan dari alat yang dipergunakan tidak banyak menunjang keberhasilan dakwah, serta
dari tujuan tidak jelas dan mungkin belum dihayati sehingga proses dakwah berjalan tanpa arah.
Dalam teori motivasi terdapat yang disebut dengan virus mental, itu tak lain adalah motive
psikologis dalam diri manusia yang mampu mendorong untuk berusaha dengan giat memperoleh
sukses yang lebih besar, dan motive demikian inilah yang sangat diperlukan dalam proses
modernisasi masyarakat yang sedang membangun.
Bila hal tersebut dimanfaatkan dalam proses da’wah/ penerangan agama maka jelaslah bahwa
yang harus diperbuat oleh juru da’wah/ penerang Agama adalah menjiwai motive tersebut
dengan ajaran agama sehingga bagi dirinya menjadi sesuatu religious reference (pola dasar hidup
keagamaan) yang dinamis, bukan statis.
Dalam usaha penjiwaan tersebut instink religious (naluri agama) yang ada dalam setiap diri
manusia perlu dibangkitkan melalui berbagai metode, dengan mengingat corak lingkungan hidup
dan sosio-kulturilnya, tingkat pendidikan, tingkat usia, peradaban, serta sosio-ekonomisnya.
Berbagai teori tenang pengaruh motivasi terhadap perilaku manusia dapat di kemukakan antara
lain dapat dilihat pendapat Floyd L. Ruch, motivasi itu sangat konpleks dan dapat mempengaruhi
tingkah laku manusia dalam 3 cara, yaitu:
1) Motiv dapat memungkinkan pola rangsangan dari luar diri manusia mengalahkan
rangsangan lain dan menyainginya, misalnya seorang anak yang mencium bau gorengan yang
sedap pada waktu dalam keadaan lapar tidak dapat lagi berpengaruh oleh rangsangan lain yang
bersifat visual.
2) Motiv dapat membawa seseorang terikat dalam satu kegiatan tertentu sehingga ia dapat
menemukan objek atau stuasi khusus diluar dirinya seperti bila waktu makan telah datang maka
orang lalu menghentikan pekerjaan yang sedang ia kerjakan dan beralih pada kegiatan mencari
makanan.
3) Motiv dapat menimbulkan kekuatan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih berat tidak
hanya mendorong kearah tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan khusus saja, akan tetapi
kekuatan dorongan tersebut menjadi lebih umum sifatnya. Jadi suatu rangsangan yang datang
dari luar mampu menimbulkan suatu tenaga yang dapat di arahkan pada tujuan yang
terkendalikan oleh faktor yang memberikan rangsangan tersebut. Hubungan ini dalam proses
dakwah dimana juru dakwah sebagai faktor pemberi rangsangan dakwah dapat mengarahkan
respon (jawaban) sipenerima dakwah kepada tujuan dakwah yakni timbulnya proses belajar pada
sipenerima materi dakwah yang di motivasikan kepadanya.
Daftar Bacaan
Aisyah Nur Handryant, Mesjid Sebagai Pengembangan Pusat Masuyarakat, Malang: Uin Maliki
Press, 2010.
Anggota Ikapi, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiah, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Anggota Ikapi, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiah, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1993.
Arwin Siregar, Pendiri Sekaligus Pengurus Mesjid At-Taubah Sabungan Jae, Wawancara
Tanggal: 21 Oktober 2015.
Bhari Ghazali, Da’wah Komunikatif Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Da’wah,
Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997.
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam Di Indonesia, Yogyakata: Titian Ilahi Press, 1996.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitati, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Malayu S P, Manajemen Dasar Pengertian, Dan Masalah, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Muhammad Zein, Metodologi Pendidikan Agama Islam Pada Lembaga Non Formal,
Yogyakarta: Sumbangsih, 1997.
Muzaidi Hasbullah, Hasan Bin Ali Hasan Al-Hijazi Fikrut Qoyyim, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2001.
Nana Rukmana, Tuntunan Praktis Sistematika Dakwah, Jakarta: Puspa Swara, 1996.
Nana Sudjana, Tuntunan Penulisan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001.
Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Siswanto, Panduan Praktis Organisasi Remaja Mesjid, Jakarta Timur: Al-Kautsar, 2005.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
W.J.S. Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
http://neysya-jatidiri.blogspot.co.id/2012/06/motivasi-dalam-dakwah.html.
di akses pada tanggal 27 oktober 2015.
No comments:
Post a Comment
Blog Archive
April (8)
March (32)
February (1)
January (1)
March (1)
November (1)
May (11)
Toras (Beginner)
toras siregar
View my complete profile