Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman yang sekarang ini tidak sulit bagi mayarakat untuk

mendapatkan pendidikan baik itu di bawaah naungan pemerintah ataupun

swasta yang menawarkan sistem pendidikan yang bermutu tinggi. Akan tetapi

hal tersebut harus di imbangi dengan adanya kemauan dari masyarakat itu

sendiri untuk belajar agar dapat beradaptasi dengan keadaan di sekitar,

demikian pula dalam hal agama sebagai kendali kemajuan teknologi yang

menguntugkan sekaligus mengngesankan.

Pada sisi lain saat dunia semakin modern dengan kemajuan teknologi

sebagai simbulnya serta semakin banyak berdiri sekolah-sekolah berbasis

teknologi akan tetapi tidak di imbangi dengan kesadaran masyarakat tentang

pentingnya ilmu agama dalam kehidupan masyarakat sehingga tanpa disadari

akan timbulnya dampak negatif, salah satunya adalah perubahan perilaku

masyarakat khususnya umat Islam.

Perubahan perilaku yang dialami masyarakat diantaranya adalah pola

kehidupan masyarakat yang semula sosial religius cenderung ke arah pola

kehidupan masyarakat individual, materialistis, struktur keluarga yang semula

keluarga besar cenderung ke arah keluarga inti bahkan sampai kepada orang

tua tunggal, nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat cenderung berubah

menjadi masyarakat modern yang bercorak serba boleh.


Masyarakat sendiri cenderung lebih mengutamakan hal-hal yang

bersifat keduniawian semata, kemudian ditambah lagi dengan semakin

tersisihnya lembaga-lembaga pendidikan yang sifatnya keagamaan, baik yang

formal maupun non-formal. Kondisi sebagian masyarakat sendiri, khususnya

ibu rumah tangga cenderung berisifat cuek atau apatis terhadap peran ilmu

agama dalam kehidupan seharihari. Masyarakat cenderung lebih suka dengan

hal-hal baru yang cendrung mengarah ke keduniawian semata, sehingga hal ini

mengakibatkan masyarakat lama-kelamaan meninggalkan nilai-nilai agama

dalam kehidupan bermasyarakat.1 Dalam Al-Qur’an Allah swt.berfirman yang

berbunyi :

        


   
Artinya : Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada,
kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali
(perjanjian) dengan manusia…(Q,S Ali’ Imran : 112).2
Wanita harus menjaga harkat dan martabatnya apabila sudah menjadi

ibu rumah tangga yang harus mengontrol segala hal dalam rumah tangganya,

membantu dan menghormati suami serta menjaga dan mendidik anak-

anaknya, baik dalam ilmu agama maupun ilmu umum. Olehnya itu wanita

harus memperdalam ilmu agamanya agar bisa di terapkan dalam rumah tangga

dan kehidupan sehari-harinya. Wanita sebagai ibu rumah tangga harus dapat

mengubah pandangan masyarakat yang tidak sesuai dengan perkembangan

zaman.

1
Observasi di dusun jabon tentan, 4 januari 2020
2
Depertemen Agama RI, Mushaf Al-hikmah: Al-Quran dan Terjemahnya,(Cet. 10;
Jakarta: Diponegoro, 2013), h. 64
Upaya pengembangan wawasan keagamaan yang dilakukan

masyarakat antara lain dengan mendirikan dan mengembangkan majelis

taklim. Majelis taklim berfungsi sebagai sarana untuk membimbing umat dan

menjalin keakraban sesama anggota kelompok, dan banyak fungsi-fungsi

lainnya yang bersifat positif.

Majelis taklim sebagai lembaga pendidikan nonformal Islam,

mempunyai kedudukan tersendiri di tengah-tengah masyarakat. Hal ini karena

majelis taklim merupakan wadah untuk membina dan mengembangkan

kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa

kepada Allah swt. Di samping itu, majelis taklim juga merupakan taman

rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya dilakukan secara santai. 3 Faktor

lainnya yang membuat majelis taklim cukup diminati masyarakat adalah

karena lembaga pendidikan nonformal ini adalah wadah silaturahim yang

menghidup suburkan syiar Islam dan sebagai media penyampaian gagasan-

gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.

Akan tetapi,berdasarkan hasil observasi dilapangan menunjukkan

majelis taklim masih jauh dari harapan.. berbagai persoalan demi persoalan

yang dialami oleh majelis taklim sangat bermacam-macam. Mulai dari

beberapa orang seolah-olah menjadikan majeliss ta’lim sebagai ajang pameer

kekuatan, banyak-banyakan jamaah, dan yang paling mencolok adalah adanya

perbedaan dari segi penampilan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan

status sosial jamaah. Sebagian jamaah ibu rumah tangga yang memiliki strata

Muhsin, Manajemen Majelis Taklim: Petunjuk Praktis Pengelolaan dan


3

Pembentukannya,( Cet. I; Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), h. 5


sosial tinggi cenderung menggunakan assesoris mahal dan baju mewah. Akan

tetapi itu juga tergantung niat dari pribadi mereka masing-masing. Masalah

lain yang juga muncul dikalangan jamaah majelis taklim ialah pengetahuan

agama jamaah yang masih tergolong rendah. Hal itu ditandai dengan

banyaknya jamaah yang masih belum mampu menbaca al-Quran dengan baik,

masih suka menggunjing atau ghibah jika sedang berkumpul, bersikap apatis,

bertingkah laku individualis, dan lain lain. Padahal, jika dilihat dari kegiatan

rutin yang dilakukan jamaah seperti pengajian, zikir, ceramah agama serta

kegiatan yang bersifat keagamaan lainnya cukup untuk menjadi bekal

pengetahuan keagamaan mereka untuk menghindari hal-hal yang sifatnya

dilarang. Akan tetapi terlepas dari itu, tidak sedikit juga jamaah yang

mengikuti majelis taklim dikarenakan motivasi mereka atas dasar keimanan,

mereka ingin belajar ilmu agama secara mendalam.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti termotivasi untuk meneliti

lebi jauh tentang korelasi keaktifan mengikuti majelis taklim dengan perilaku

keberagamaan ibu rumah tangga di Dusun Jabon tentan Desa Bagu kecamatan

Pringgarata.4

B. Rumusan Masalah
4
Observasi di dusun jabon tentan, 4 januari 2020
Memperhatikan latar belakang masalah yang tertulis di atas, maka

dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keaktifan ibu rumah tangga mengikuti majlis taklim di

Dusun Jabon Tentan Desa Bagu Kecamatan Pringgarata ?

2. Bagaimana keadaan perilaku keagamaan ibu rumah tangga di Dusun

Jabon Tentan Desa Bagu Kecamatan Pringgarata ?

3. Bagaimanakah korelasi keaktifan mengikuti majelis ta’lim terhadap

perilaku keagamaan ibu rumah tangga di Dusun Jabon Tentan Desa

Bagu Kecamatan Pringgarata ?

C. Tujuan dan mamfaat penelitian

1. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui sejauh mana keaktifan ibu- ibu mengikuti majelis

ta’lim di Dusun Jabon Tentan Desa Bagu Kecamatan Pringgarata

b. Untuk mengetahui perilaku keagamaan ibu rumah tangga di Dusun

Jabon Tentan Desa Bagu Kecamatan Pringgarata

c. Untuk mengetahui korelasi antara keaktifan mengikuti majelis ta’lim

terhadap perilaku keagamaan ibu rumah tangga di Dusun Jabon

Tentan Desa Bagu Kecamatan Pringgarata

2. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang

korelasi antara keaktifan majelis ta’lim dan perilaku keagamaan ibu

rumah tangga serta dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis, yakni :

a. Penelitian diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan

khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya tentang

keaktifan mengikuti majelis ta’lim kaitannya dengan perilaku

keagamaan ibu rumah tangga.

b. Menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan berupa hasil penelitian

ilmiah sebagai bahan kajian dunia pendidikan islam.

c. Memberikan sumbangan pemikiran sebagai solusi atas masalah yang

dihadapi dunia islam.

D. Definisi oprasional

Definisi ofrasional ini dimaksudkan untuk memperjelas kata – kata

atau istila kunci pada judul “ Pengaruh Keaktifan Mengikuti Majlis Taklim

Terhadap Perilaku Keagamaan Ibu-Ibu Rumah Tangga Di Dusun. Jabon

Tentan Desa Bagu Kecamatan Pringgarata”

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran berbeda

dengan maksud utama penulis dalam penggunaan kata pada judul penelitian

ini, maka perlu penjelasan beberapa istilah pokak maupun kata-katayang

menjadi variabel penelitia. Adapun istilah yang perlu penulis jelaskan adalah

sebagai berikut ini :

1. Keaktifan mengikuti majlis ta’lim


Dalam kamus besar bahasa Indonesia keaktifan adalah kegiatan

atau kesibukan.5 Jadi, keaktifan yang dimaksud penulis dalam penelitian

ini adalah aktif dalam menghadiri pengajian ataupun atif dalam

pelaksanaan kediatan pengajian di majlis ta’lim. Adapun indikator

keaktifan mengikuti majelis ta’lim dalam penelitian ini yaitu: selalu aktif

menghadiri, mengikuti semua kegiatan di majelis ta’lim, aktif

mendengarkan, aktif bertanya, dan aktif mencatat isi ceramah.

2. Perilaku keagamaan

Pengertian perilaku keagamaan dapat dijabarkan dengan cara

mengartikan perkata. Kata perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu

terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan kata keagamaan berasal

dari kata dasar agama yang berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada

Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan

kepercayaan itu. Kata keagamaan itu sudah mendapat awalan “ke” dan

akhiran “an” yang mempunyai arti sesuatu (segala tindakan) yang

berhubungan dengan agama.

Sedangkan perilaku keagamaan menurut Mursal dan H.M.Taher,


adalah tingkah laku yang didasarkan atas kesadaran tentang adanya Tuhan
Yang Maha Esa. semisal aktifitas keagamaan seperti shalat, zakat, puasa
dan sebagainya. Perilaku keagamaan bukan hanya terjadi ketika seseorang
melakukan perilaku ritual saja, tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain
yang didorong oleh kekuatan supranatural, bukan hanya yang berkaitan
dengan aktifitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktifitas
yang tidak tampak yang terjadi dalam seseorang.6

BAB II

5
Pusat bahasa depiknas, kamus besar bahasa Indonesia,(Jakarta: balai pustaka, 2007),
h.23
6
Mursal dkk., Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan ,(Bandung: Al-ma’arif, 1980), h. 121
TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Telaah Pustaka

Penelitian terdahulu yakni penelitian yang menunjukan posisi

penelitian yang menunjukan posisi penelitian dan penelitian sendiri agar

berbeda dengan penelitian orang lain. Tujuan di cantumkan penelitian

terdahulu adalah untuk mengetahui bangunan keilmuan yang diletakan orang

lain, sehingga penelitian yang dilakukan benar benar baru dan belum perna

diteliti oleh orang lain. Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan

penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkarya

teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dalam

penelitian terdahulu penulis mengangkat beberapa sebagai refrensi dalam

berkarya bahan kajian pada penelitian penulis. Dalam hal ini penulis

menemukan suatu penelitian terdahulu yakni:

1. Skripsi yang ditulis oleh okta muslamida yang berjudul peranan

majelis taklim raudhatul huda dalam meningkatkan perilaku

keagamaan pada lanjut usia (lansia) di desa datar lebar kabupaten

muara enim sumatera selatan. 7

Adapun penelitian yang dilakukan oleh okta muslamida yang

berjudul peranan majelis taklim raudhatul huda dalam meningkatkan

perilaku keagamaan pada lanjut usia (lansia) di desa datar lebar

kabupaten muara enim sumatera selatan, sangat berperan dalam

7
okta muslamida,” peranan majelis taklim raudhatul huda dalam meningkatkan perilaku
keagamaan pada lanjut usia (lansia) di desa datar lebar kabupaten muara enim sumatera selat
an”, http://repository.radenintan.ac.id/3957/1/SKRIPSI.pdf Diakes pada tanggal 18 oktober 2019,
pukul 14.10
meningkatkan keagamaan pada jamaah lansia. Hal itu terlihat dari

keaktifan mengikti kegiatan majelis taklim dan amaliah ibadah seperti

shalat, puasa, dan zakat.

Adapun factor penghambat dalam pelaksanaan kegiatan pada

majelis taklim raudatul huda yaitu sebagian lansia tidak dapat

sepenuhnya mendengar ceramah dari pemateri karena factor umur

sehingga pengelihatan dan pendengaran sudah mulai terganggu.

2. Skripsi yang ditulis oleh bakhtiyar baakhaqi ilmi yang berjudul

pengaruh keaktifan mengikuti kegiatan majelis taklim babussalam

terhadap perilaku keberagamaan remaja di kartar bina remaja desa

banjaran driyorejo gresik.8

Persamaan penelitian yang dilakukan yaitu sama-sama

menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan dengan Majelis

Ta’lim sebagai variabel X dan peningkatan religiusitas masyarakat

sebagai variabel Y. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

observasi,wawancara, dan angket. Perbeedaan dari kedua penelitian

ini bakhtiyar baakhaqi ilmi melakukan penelitian di desa datar lebar

kabupaten muara enim sumatera selatan seangkan peneliti meneliti di

dusun jabon tentan dea bagu kecamatan pringgarata

8
bakhtiyar baakhaqi ilmi, “pengaruh keaktifan mengikuti kegiatan majelis taklim
babussalam terhadap perilaku keberagamaan remaja di kartar bina remaja desa banjaran
driyorejo gresik”, dalam http://digilib.uinsby.ac.id/29722/1/Bakhtiyar%20Bakhaqi
%20Ilmi_D71214032.pdf Diakes pada tanggal 18 oktober 2019, pukul 14.10
3. Skripsi yang ditulis oleh Syahrul Mubarok yang berjudul peranan

majelis ta’lim gabungan kaum ibu adda’watul islami dalam membina

sikap keagamaan jamaah.9

Dalam skripsi ini yang menjadi fokus kajian ialah upaya majlis

taklim dalam meningkatkan kesadaran beragama di masyarakat sangat

besar dengan melaksanakan program kegiatan yang secara langsung

kepada masyarakat. Adapun langkah-langkah majlis taklim dalam

meningkatkan sikap beragama masyarakat sangat bervariatif sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan majlis taklim. respon masyarakat

tentang keberadaan majlis taklim sangat positif, karena majlis taklim

adalah sarana belajar agama dan tempat mengisi waktu ketika hari

libur bagi masyarakat.

B. Kajian Pustaka

1. Majelis Ta’lim

a) Pengertian majlis ta’lim

Kata majlis taklim berasal dari bahasa arab, yakni dari kata

majlis dan taklim. Majlis berarti tempat dan taklim berarti

pengajaran atau pengajian. Dengan demikian secara bahasa majlis

taklim bisa diartikan sebagai tempat melaksanakan pengajaran atau

pengajian ajaran islam.10

9
Syahrul Mubarok,” peranan majelis ta’lim gabungan kaum ibu adda’watul islami
dalam membina sikap keagamaan jamaah”,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3874/1/SYAHRUL%20MUBAROK-
FITK.pdf Diakes pada tanggal 18 oktober 2019, pukul 14.10
10
Ahmad warson munawir, al-munawir kamus arab Indonesia,(Surabaya: pustaka
progresif,2002), h.1038
Secara istilah, pengertian Majlis Taklim sebagaimana

dirumuskan pada musyawarah majlis taklim se DKI Jakarta yang

berlangsung pada tanggal 9-10 Juli 1980, adalah lembaga pendidikan

islam nonformal yang memiliki kurikulum tersendiri,

diselenggarakan secara berkala dan teratur, diikuti oleh jamaah yang

relative banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan

hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah

SWT.11

Menurut Tutty Alwiyah, pada umumnya Majlis taklim adalah

lembaga swadaya masyarakat murni. Ia didirikan, dikelola,

dipelihara, dikembangkan dan didukung oleh anggotanya. Oleh

karena itu, Majlis Taklim merupakan wadah masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan mereka sendiri.12 Sehingga dapat dikatakan

bahwa majlis taklim adalah suatu komunitas muslim yang secara

khusus menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran tentang

agama islam yang bertujuan untuk memberikan bimbingan dan

tuntunan serta pengajaran agama islam kepada jamaah.

Dari beberapa pengertian diatas, tampak bahwa majlis taklim

diselenggarakan berbeda dengan lembaga pendidikan islam lainnya,

seperti pesantren dan madrasah, baik menyangkut system, materi

11
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam Di Indonesia ,(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), h. 95
12
Tutty Alawiyah AS, Strategi Dakwah Di Lingkungan Majlis Taklim,(Bandung: Mizan,
1997,) h. 75
maupun tujuannya. Pada majlis taklim terdapat hal-hal yang

membedakan dengan yang lain, diantaranya:

1) Majlis taklim adalah lembaga pendidikan non formal islam

2) Masyarakat adalah pendiri, pengelola, pendukung, dan

pengembang majlis taklim

3) Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari

sebagaimana halnya sekolah atau madrasah

4) Pengikut atau pesertanya disebut jamaah (orang banyak), bukan

pelajar atau santri. Hal ini didasarkan kepada kehadiran di majlis

taklim bukan merupakan kewajiban sebagaimana dengan

kewajiban murid menghadiri sekolah atau madrasahTujuannya

yaitu memasyarakatkan ajaran islam.13

Dengan merujuk penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa

majlis taklim adalah salah satu pendidikan islam non formal yang

ada di Indonesia yang sifatnya tidak terlalu mengikat dengan

aturan yang ketat dan tetap, yang efektif dan efisien, cepat

menghasilkan, dan sangat baik untuk mengembangkan tenaga

kerja atau potensi umat, dan bertujuan untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan khususnya ajaran agama islam.

b) Peranan majlis ta’lim

Bila diliht dari struktur organisasinya, majlelis ta’lim adalah

termasuk organisasi pendidikan luar sekolah (non-formal) yang

bercirikan khusus keagamaan islam. Bila dilihat dari segi tujuan,


13
Ibid., 95-96
majelis ta’lim adalah termasuk lembaga atau sarana dakwah islamiah

yang secara self-standing dan self-disciplined dapatmengatur dan

melaksanakan kegiatannya. Didalamnya berkembang prinsip

demokrasi yang berdasarkan musyawarah untuk mufakat demi

kelancaran ta’lim al-islamy sesuai dengan tuntutan pesertanya.

Dilihat dari segi historis islami,majlis taklim dengan dimeniny yang

berbeda-beda telah berkembang sejak zaman rasulullah s.a.w. pada

zaman itu munculah berbagai jenis kelompok pengajian

sukarela,tanpa bayaran, yang disebut halaqah yaitu kelompok

pengajin di masjid nabawi atau al-haram.

Rasulullah sendiri jugaa melaksanakan system taklim secaara

periodic dirumah sahabat Arqam di mekah dimana pesertanya tidak

dibatasi oleh usia, lapisan social, ataupun rasial. dikalangan anak-

anak pada zaman rasulullah juga dikemabangkan keleompok

pengajian khusus yang disebut ALKUTTAB.14

Ensiklopedia islam menjelaskann bahwa alkuttab adalah

sejenis tempat belajar yg mula-mula lahir di dunia islam. Pada

awalnya alkutab berfungsi sebagai tempat mmbeikan pelajaran

menulis dan membaca bagi anak-anak.menurut prof. dr.h.haidar

putra daulay yang dikutip dari buku ahmad shalabi yang berjudul

sejarah pendidikan islam, kuttab telah ada sebelum islam ,

kendatipun masih terbatas jumlahya. Diantara penduuk mekah yang

mula-mula belajar menulis huruf arab adalah sufyan bin umayyah


14
M. Arifin, kapita selekta pendidikan,(Jakarta: bumi aksara cet.ke 4, 2000), h.118
bin abdi syams dan abu qais bin abdi manaf bin zuhah bin

kilab.kedua orang ini mempelajarinya dari bisyir bin abdul malik

yang mempelajarinya di negri hirah. Inti pkk darri pembelajaran

alkuttab adalah membaca dan menulis , karna maih ebatassnya

lembaga kuttab sebelum islam maka setelah islam lahir baru 17 oang

pendudukmekkah yang pandai membaca dan menulis.15

Dengan demikian, menurut pengalman histori islamitu, sitem

majlis taklim telah berlangsungg sejak awal penyebaan islam di

benua Arabia, kemudain menyebar ke seluruh penjuru dunia islamm

di asia afrika, dan Indonesia pada khususnya sampai saat ini.

Oleh karena itu jika dilihat dari segi trategi pembiaan umat,

maka dapat dikatakan bahwa majlis taklim itu adalah merupakan

wadah ata wahana dakwah islamiah yang murni intitussional

keagamaan. Sebagai institusikeagamaan islam, system majlis ta’lim

adalah built-in (melekat) pada agama islam itu sendiri. Oleh karena

ia merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah dan tabligh yang

wajib dilaksanakan sessuai perintah agama secara teratur dan

periodik.

Maka itu secara strategis majelis-majelis ta’limitu adalah

menjadi arana dakwah dan tabligh yang islami coaknya yang

berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup

umat islam sesuai tuntutan ajaran agama. Dan lain-lainnya ialah

15
Haidar Putra Daulay dkk., pendidikan islam dalam lintas sejarah (Jakarta: pt.kharisma
putra utama,2001), h.86-87
untuk menyadarkan umat islam dalam rangka

menghayati,memahami dan mengamalkan ajaraan agamanya

kontekstual kepada lingkungan hidup soial-budayadan alam sekitar

mereka,sehingga dapat menjadikan umat islam sebagaiummataan

wasathan yang meneladani kelompokumat lain.16

c) Materi yang menjadi kajian di majls ta’lim

Seperti yang telah terjadi di lapangan, materi dari majelis ta’lim

merupakan pelajaran atau ilmu yang diajarkan dan disampaikan pada

saat pengajian itu dilakukan, dan materi-materi tersebut tidak jauh

berbeda dengan pendidikan agama yang ada disekolah-sekolah atau

madrasah-madrasah, dengan lain kata materi atau isi tetap mengacu

pada ajaran agama Islam.

Adapun pengklasifikasian materi pada majelis ta’lim yang

diajarkannya antara lain adalah:

1) Majelis ta’lim yang tidak mengajarkan sesuatu secara

rutin,tetapi hanya sebagai tempat berkumpul membaca

sholawat bersama atau membaca surat yasin, dan sholat

sunnah berjamaah dan sebulan sekali pengurus majelis

ta’lim mengundang seorang guru untuk berceramah, dan

ceramah inilah yang merupakan isi ta’lim

2) Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan dan

keterampilan dasar ajaran agama, seperti belajar membaca

al-qur’an atau penerangan fiqih.


16
M.Arifin, kapita selekta …, h.120
3) Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan agama

tentang fiqih,tauhid, atau akhlak yang diberikan dalam

pidato-pidato muballigh kadang-kadang dilengkapi juga

dengan Tanya jawab.

4) Majelis ta’lim seperti butir ke tiga dengan menggunakan

kitab tertentu sebagai pegangan di tambah dengan pidato-

pidato atau ceramah.

5) Majelis ta’lim dengan pidato-pidato dan bahan pelajaran

pokok yang diberikan teks tertulis.materi pelajaran

disesuaikan dengan situasi yang hangat berdasarkan ajaran

Islam.17

Majelis ta’lim disini juga merupakan sebuah tradisi yang kental

bagi masyarakat, dengan tradisi-tradisi semacam inilah pemahaman

dan pengetahuan masyarakat luas tentang ajaran Islam dapat

terjawab, walaupun tidak setiap hari mengikuti tetapi setidaknya

mereka pernah mendengarkan ajaran Islam.Seperti halnya majelis

ta’lim yang didalamnya ada kegiatan membaca sholawat bersama

atau membaca surat yasin dapat menumbuhkan rasa cinta kepada

nabi Muhammad serta mengetahui arti kehidupan yang

sesungguhnya didunia ini, kemudian dengan belajar membaca ar-

qur’an akan mempermudah seseorang dalam memahami arti al-

qur’an.

17
Tutty Alawiyah AS, Strategi Dakwah …, h.79
Majelis ta’lim yang mengajarkan pengetahuan agama tentang

fiqih,tauhid, atau akhlak merupakan dimensi pembentukan awal dari

pemahaman tentang ajaran Islam. Hal ini dikarenakan aqidah

(kepercayaan) adalah bidang teori yang dipercayai terlebih dahulu

sebelum yang lain-lain, hendaknya kepercayaan itu bulat dan penuh

tiada bercampur dengan syak, ragu dan kesamaan. Kemudian aqidah

merupakan seruan dan penyiaran yang pertama dari rasulullah dan

dimintanya supaya di percaya oleh manusia dalam tingkat pertama

(terlebih dahulu), dan dalam al-qur’an aqidah di sebut dengan

kalimat “Iman”.

Tentang akhlak yang merupakan ilmu budi pekerti yang

membahas sifatsifat manusia yang buruk dan baik, dengan ilmu

akhlak akan memberikan jalan dan membuka pintu hati orang untuk

berbudi pekerti yang baik dan hidup berjasa dalam

masyarakat.berbuat dan beramal untuk mencapai kebahagiaan dunia

dan akhirat, menurut Imam Ghazali “Akhlak adalah sifat yang

melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah

bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi”.atau boleh juga dikatakan

sudah menjadi kebiasaan.

Dimensi akhlak, adalah materi yang paling sering disampaikan

pada majelis ta’lim, hal ini bertujuan karena akhlak adalah sumber

dari sikap atau berhubungan dalam kehidupan masyarakat sehari-

hari,dan secara sadar ataupun tidak akhlak itu akan tercermin dalam
diri seseorang. Seperti halnya lapang dada,peramah,

sabar(tabah),jujur, tidak dengki, dan sifat-sifat baik yang

lainnya.dengan sifat baik itu maka akan disenangi banyak orang

dalam pergaulan dan hidup bermasyarakat dilingkungan. Begitu pula

sebaliknya sifat iri hati, dengki, suka berdusta, pemarah, dan lainnya,

maka akan dijauhi oleh masyarakat dilingkungannya.

Syariat atau fiqih diajarkan juga bertujuan untuk memberikan

pemahaman kepada masyarakat tentang hubungannya baik dengan

tuhan,sesame manusia, ataupun dirinya sendiri,sebagaimana maksud

dari syariat sendiri adalah sebuah susunan, peraturan, dan ketentuan

yang disyariatkan Tuhan denhgan lengkap atau pkok-pokoknya saja

supaya manusia mempergunakannya dalam mengatur hubungan

dengan tuhan. Hubungan dengan saudara seagama, hubungan

saudara sesama manusia serta hubungannya dengan alam besar dan

kehidupan.Dan dalam al-qur’an syariat disebut dengan islah “amal

saleh” yaitu perbuatan baik, seperti perbuatan baik pada semuanya.

Pertama,hubungan dengan Tuhan yaitu dengan melakukan ibadah,

seperti sholat, puasa, zakat dan lainnya. kedua, hubungan dengan

sesame manusia seperti jual-beli, utangpiutang, berbuat baik sesama

dan semua hal di dunia yang masih ada hubungan dengan sesama.

d) Metode yang digunakan di majlis ta’lim

Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata

ini berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti mealui,
dan hodos berarti jalan atau cara. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kata metode diartikan sebagai cara yang teratur digunakan

untuk melaksanakan pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang

dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.18

Menuruut Ismail metode-metode yang di gunakan dalam majlis

ta’lim antara lain:

1) Metode ceramah yaitu metode yang paling disuka dan

digunakan guru dalam proses pembelajaran dikelas, karena

dianggap paling mudah dan praktis di laksanakan. Metode

ini merupakan metode mengajar yang klasik, tetapi masih

dipakai orang dimana-mana hingga sekarang, metode

ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan

menyampaikan informasi dan pengetahuan lisan kepada

sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara

pasif. Untuk pengajaran pokok bahasan keimanan, metode

ceramah hendaknya dipadukan dengan strategi yang

relevan, yakni yang sesuai dengan materi, karena materi

tauhid tidak dapat untuk diperagakan, dan sangat sukar

untuk didiskusikan.19

18
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002),h.740
19
Sekar Ayu dkk. , Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008,),h.89
2) Metode Tanya jawab yaitu suatu metode didalam

pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya

sedangakan murid menjawab atau sebaliknya tentang

materi yang telah disampaikan. Metode Tanya jawab ini

dilakukan pelengakap atau variasi dari metode ceramah,

atau sebagai ulangan pelajaran yang telah diberikan,

selingan dalam pembicaraan, untuk merangsang anak didik

(jamaah) agar perhatiannya tercurah pada masalah yang

sedang dibicarakan, dan untuk mengarahkan pada proses

berpikir. Oleh karena itu dapat dikatakan metode Tanya

jawab hanya sebagai pelengkap atau penopang pada materi

ceramah, apalagi pada majelis ta’lim yang materinya

tentang tauhid, ataupun dimensi materi yang lain.20

2. Perilaku Keagamaan

a) Hakikat Perilaku

Perilaku juga dapat disebut “moralitas” yang sungguhnya tidak

sesuai dengan standar sosial melainkan juga dilaksanakan secara

sukarela. Ia muncul bersama dengan peralihan kekuasaan eksternal ke

internal dan terdiri atas tingkah laku yang diatur dalam yang disertai

perasaan tanggung iawab pribadi untuk tindakan masing-masing.

Menurut Sarlito Wirawan tingkah laku merupakan perbuatan

manusia yang tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang disaat-

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.


20

Remaja Rosdakarya, 1995), h. 201


saat tertentu), tetapi ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu

perbuatan dengan perbuatan lainnya.21

Sedangkan pendapat Al-Ghazali yang dikutip oleh Hasan

Langgulung tentang definisi tingkah laku adalah sebagai berikut:

1) Tingkah laku mempunyai penggerak (motivasi), pendorong,

tujuan, dan objektif.

2) Motivasi itu bersifat dari dalam diri manusia sendiri, tetapi

ia dirangsang dengan rangsangan-rangsangan luar, atau

dengan rangsangan-rangsangan dalam yang berhubungan

dengan kebutuhankebutuhan jasmani dan kecenderungan-

kecenderungan alamiah, seperti rasa lapar, cinta, dan takut

kepada Allah SWT.

3) Menghadapi motivasi-motivasi manusia mendapati dirinya

terdorong untuk mengerjakan sesuatu.

4) Tingkah laku ini mengandung rasa kebutuhan dengan

perasaan tertentu dan kesadaran akal terhadap suasana

tersebut.

5) Kehidupan psikologis adalah suatu perbuatan dinamis

dimana berlaku interaksi terus-menerus antar tujuan atau

motivasi dan tingkah laku

21
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT Bulan Bintang,
1996), h. 24
6) Tingkah laku itu bersifat individual yang berbeda menurut

perbedaan faktor-faktor keturunan dan perolehan/proses

belajar.

7) Tampaknya tingkah laku manusia menurut A-Ghazali ada

dua tingkatan. Pertama, manusia berdekatan dengan semua

makhluk hidup, sedangkan yang kedua, ia mencapai cita-

cita idealnya dan mendekatkan kepada makna- makna

ketuhanan dan tingkah laku malaikat.22

Dari beberapa pengertian masalah perilaku/tingkah laku

tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa perilaku merupakan

suatu aktifitas yang timbul dari dalam diri kita sendiri karena ada

respon dari luar sehingga terbentuklah perilaku yang

positif/sebaliknya. Perubahan perilaku ditentukan oleh perubahan

sikap terhadap sesuatu. Artinya, untuk mengubah arah atau

mengarahkan perilaku seseorang mesti mengubah dulu sikapnya.

Kecenderungan berperilaku merupakan konsekuensi logis dari suatu

keyakinan dan perasaan individu terhadap obyek. Bila seseorang

yakin bahwa obyek itu baik, maka ia harus siap menerima obyek

tersebut.

b) Hakikat Agama

Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup,

yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta.

22
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka A-Husna, 1998), h.
274-275
Dalam pandangan fungsionalisme, agama (religion atau religi) adalah

satu sistem yang kompleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan,

sikap-sikap dan upacara-upacara yang menghubungkan individu

dengan satu keberadaan wujud yang bersifat ketuhanan.23 Durkheim

memandang agama sebagai suatu kompleks sistem simbol yang

memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial dengan cara

mengekspresikan dan memelihara sentimen-sentimen atau nilai-nilai

dari masyarakat. Menurut Durkheim agama harus mempunyai fungsi,

karena agama bukan ilusi tetapi merupakan fakta sosial yang dapat

diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial.24

Dapat diambil kesimpulan bahwa agama tidak hanya berurusan

dengan obyek obyek bernilai tinggi, atau paling akhir bagi individu

atau masyarakat tetapi juga dengan pemeliharaan dan pengembangan

hidup dalam segala hal.

c) Perilaku Keberagamaan

Agama dipeluk dan dihayati oleh manusia, praktek dan

penghayatan agama tersebut diistilahkan sebagai keberagamaan

(religiusitas). Keberagamaannya, manusia menemukan dimensi

terdalam dirinya yang menyentuh emosi dan jiwa. Oleh karena itu,

keberagamaan yang baik akan membawa tiap individu memiliki jiwa

yang sehat dan membentuk kepribadian yang kokoh dan seimbang.

23
JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi: terj. Kartini Kartono, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 428
24
Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosiologi Agama,
(Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 31
Agama bersumber pada wahyu Tuhan. Oleh karena itu,

keberagamaan pun merupakan perilaku yang bersumber langsung atau

tidak langsung kepada wahyu Tuhan juga. Keberagamaan memiliki

beberapa dimensi. Dimensi-dimensi tersebut antara lain dimensi

pertama adalah aspek kognitif keberagamaan, dua dari yang terakhir

adalah aspek behavioral keberagamaan dan yang terakhir adalah aspek

afektif keberagamaan.25

C.Y. Glock dan R Stark dalam bukunya American Piety: The

Nature of Religion Commitmen, menyebut ada lima dimensi agama

dalam diri manusia, yakni dimensi keyakinan (ideologis), dimensi

peribadatan dan praktek keagamaan (ritualistic), dimensi penghayatan

(eksperensial), dimensi pengamalan (konsekuensial) dan dimensi

pengetahuan agama (intelektual).26

1) Dimensi ideologis (ideological involvement). Berkenaan

dengan seperangkat kepercayaan keagamaan yang

memberikan penjelasantentang Tuhan, alam manusia dan

hubungan diantara mereka. Kepercayaan dapat berupa

makna dari tujuan atau pengetahuan tentang perilaku yang

baik yang dikehendaki Tuhan. Dimensi ini berisi pengakuan

akan kebenaran doktrin-doktrin dari agama. Seorang

individu yang religius akan berpegang teguh pada ajaran

25
Taufik Abdullah dkk., Metodologi Penelitian Agama: sebuah pengantar, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1989), h. 93
26
Djamaluddin Ancok dkk., Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995), h. 77
teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin

agamanya, misalnya keyakinan akan adanya malaikat,

surge neraka, dan sebagainya.

2) Dimensi intelektual (intellectual involvement) dapat

mengacu pada pengetahuan tentang ajaran-ajaran agama,

pada dimensi ini dapat diketahui tentang seberapa jauh

tingkat pengetahuan agama (religiusliteracy) dan tingkat

ketertarikan mempelajari agama dari penganut agama,

dalam dimensi ini bahwa orang-orang beragama paling

tidak mekiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar

keyakinan, ritus-ritus kitab suci dan tradisi-tradisi

3) Dimensi eksperensial (experiencial involvement) adalah

bagian keagamaan yang bersifat efektif, yakni keterlibatan

emosional dan sentimental pada pelaksanaan ajaran

(religion feeling). Dimensi ini berkaitan dengan

pengalaman perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan

sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan

oleh kelmpok keagamaan saat melaksanakan ritual

keagamaan. Seperti, tentram saat berdoa, tersentuh

mendengar ayat suci Al-Qur’an dibacakan.

4) Dimensi ritualistic (ritual involvement) merujuk pada ritus-

ritus keagamaan yang dianjurkan dan dilaksanakan oleh

penganut agama dan sangat berkaitan dengan ketaatan


penganut suatu agama. Dimensi ini meliputi pedoman

pokok pelaksanaan ritus dan pelaksanaanya, frekuensi

prosedur dan makna ritus penganut agama dalam kehidupan

sehari-hari seperti penerapan rukun Islam, dzikir, sholat

lima waktu dan lain-lain

5) Dimensi konsekuensi atau dimensi sosial (consequential

involvement) meliputi segala implikasi sosial dari

pelaksanaan ajaran agama, dimensi ini memberikan

gambaran apakah efek ajaran agama terhadap etos kerja,

hubungan interpersonal, kepedulian kepada penderitaan

orang lain dan sebagainya.

d) Bentuk perilaku keagamaan

Menurut jumhur ulama’: “Ibadah adalah nama yang mencakup

segala sesuatu yang disukai Allah dan yang diridlai- Nya, baik berupa

perkataan maupun perbuatan, baik terang- terangan maupun diam-

diam.”27 Kemudian pengelmpokkan ibadah dapat di bedakan kedalam

2 (dua) bentuk macam ibadah, yaitu :

1) Ibadah mahdhah, adalah ibadah yang perintah dan

larangannya sudah jelas secara zhahir dan tidak

memerlukan penambahan atau pengurangan. Ibadah ini

27
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2008), hal 3-5
ditetapkan oleh dalil-dalil yang kuat.28 Adapun jenis ibadah

seperti sholat, puasa, zakar dan lain sebagainya

2) Ibadah ghairu mahdhah, yaitu ibadah yang di samping

sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan

hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk

lainnya. Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik,

tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda

yaitu: Pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua

keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal

shaleh sebagai garis amal.Adapun contoh ibadah ghoiru

mahdhoh diantaranya adalah mengikuti pengajian, dan

membaca al-qur’an.

3) Muamalah, berasal dari kata amala yu’amilu yang artinya

bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan.

Sedangkan menurut istilah Muamalah adalah tukar

menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat

dengan cara yang ditentukan. secara terminology

didefinisikan sebagai hukum-hukum yang berkaitan dengan

tindakan hukum manusia dalam persoalan-persoalan

keduniaan.29 Adapun macam-macam bentuk muamalah

yang penulis cantumkan adalah seperti: tolong menolong

28
Moch. Yasyaku, Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan
Kedisiplinan Beribadah Sholat Lima Waktu, Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 05,
Januari 2016
29
Rachmad Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 14
sesama, menanamkan sifat sabar dan pedui terhadap orang

lain.

C. Kerangka Berfikir

D. Hipotesis penelitian

Hipotesis dapat di artikan sebgai suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap permasalahan penelitian , saampai terbukti melalui data yang

terkumpul.30

30
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…,h.71
BAB III

MEODE PENELITIAAN

A. Jenis dan pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif,

(correlational studies). Penelitian korelasional merupakan penelitian yang

dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara dua

atau beberapa variable. Dengan teknik korelasi ini peneliti dapat mengetahui

hubungan variasi dalam sebuah variabel dengan variasi lain.31

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian

kuantitatif. Hal ini dikarenakan data penelitiannya berupa angka-angka dan

dianalisis menggunakan statistik. Sedangkan pendekatannya menggunakan

pendekatan korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan antar dua variabel, yaitu keakttifan mengikkuti majelis ta’lim (X)

dan perilaku keagamaan (Y).

B. Populasi dan sampel

1. Populasi

Menurut suharsini arikunto bahwa populasi adalah keeluruhan objek

penelitian, apabila seseorang ingin meneliti semua elmen yang ada dalam

uatu wilayah penelitian, maka peneliitiannya populasi.32

Sedangkan mnurut sugiyono populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteriistik

31
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian,(Jakarta: RinekaCipta, 1990), h. 326-329.
32
Ibid.,h.130
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di

tarik kesimpulannya.33

Berdasarkan pendapat di ata, maka dapat disimpulkan bahwapoulai

adalah keseluruhaan individu yang menjadi sumber data, edangkan jumlah

populai yang dimakud dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumaah

tangga yang ada di Dusun Jabon Tentan Desa Bagu Kec. Pringgarata yang

berjumlah 107 orang.

2. Sampel

sampel adalah sebagian atau wakil poulasi yang diteliti. Kaitannya

dengan sampel ini dijelaskan bahwa: jika jumlah populasi kurang dari 100

maka lebih baik di mbil semua sehingga penelitiannya populai. Jika

peserta didik lebih dari 100, maka bearnya sampel antara 10%-15% atau

20%-25% atau lebih atau juga tergantung kemampuan peneliti.34

Berdasarkan pendapat di atas maka dalam penelitian ini, peneliti

mengambil sebanyak 25% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 107 orang.

Sehingga sampel yang diambil sebanyak 27 orang yang diperoleh dari

107x25% = 26,75 dibulatkan menjadi 27 orang.

C. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di majelis ta’lim di Dusun Jabon Tentan

Desa Bagu Kecamatan Pringgarata. Peneliti memilih melakukan penelitian di

majelis ta’lim ini karena sebelumnya belum ada penelitian tentang pengaruh

33
Sugiyono, Metode penelitian…h.215
34
Suharimi arikunto, prosedur, …, h.108
keatifan mengikuti majelis ta’lim terhadap perilaku keagamaan ibu rumah

tangga.

D. Variabel penelitian

Menurut suharsimi arikunto variabel diartikan sebagai obyek penelitian,

atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.35 Variabel adalah segala

sesuatu yang akan menjadi oyek pengamatan peneitian. Sering pula

dinyatakan variabel penelitian sebagai factor-faktor yag berperan dalam

peristiwa atau gejala yang akan di teliti. 36dalam penelitian ini berlaku dua

variabel yang menjadi obyek penelitian yaitu :

1. Independen variabel

Variabel ini sering disebut sebagai stimulus, predicator,

antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering di sebut sebagai variabel

bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab-sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (terikat). Indpenden variabel pada penelitian ini adalah pengaruh

keaktifan mengikuti majlis ta’lim.

2. Dependen variabel

Sering disebut dengan variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam

bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat

merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas.37 Dependen variabel pada penelitian ini adalah

perilaku keberagamaan ibu rumah tangga.


35
Ibid., h.67
36
Sumardi suryabrata, metodologi penelitian, (Jakarta raja grafindo prsada, 1998), h.72
37
Suharimi arikunto, prosedur, …, h.61
E. Desaain penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian

yang sudah di tetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penutup

penelitian.38 Desain penelitian ini ibarat sebuah peta jalan bagi peneliti yang

menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

F. Instrument Dan Uji Keabsahan

1. Instrument

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah angket atau

kuesioner. Angket yang digunakan adalah sekumpulan peranyaan tertulis yang

bersifat tertutup dengan pilihan yang sudah di sediakan, dengan menyediakan

jawaban item setiap instrument yang dengan menggunakan Skala Likert. Skala

Likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap , pendapat,

dan persepsi seseorang tentang suatu objek atau penomena tertentu. Skala

Likert memiliki dua bentuk pernyataan , yaitu perrnyataan positif dan

negative. Pernyataan positif diberi skor 4,3,2, dan 1; sedangkan bentuk

pernyataan negative diberi skor 1,2,3, dan 4. Bentuk jawaban skala likert

terdiri dari selalu, pernah, kadang-kadang, tidak pernah.39 Angket tersebut

memiliki 33 pertanyaan yang memiliki alternative pilihan jawaban.

Table 1.1

Kisi-kisi angket keaktifan dan periaku keagamaan

Sugiyono, MetodePenelitian…,h.238.
38

39
Sofyan Siregar, Statistika Deskriptif Untuk Penelitian, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Perseda,2013), h.138
Variable Indikator Nomor butir
Positif Negatif
(+) (-)
1. Keaktifan 1.1 Hadir dalam
mengikuti kegiatan majelis 1,2,3 4,5,6
majelis taklim
taklim 1.2 Mengikuti 8
7
semua kegiatan
di majelis taklim
1.3 Aktif bertanya 9 10
1.4 tidak ngobrol
sendiri ketika di 11 12
majelis taklim
1.5 selalu
13
mendengarkan
pengajian
1.6 mencatat isi
pengajian 14 15

2. Perilaku 2.1 Membaca al- 16 17


keagamaan qur’an
2.2 Sholat
18,19,20,21,22,2 24
berjamaah 3
2.3 Mengerjakan
26,28
sholat fardhu
25,27
2.4 Mengerjakan
29,30
sholat sunnah
2.5 Melaksanakan
puasa 31,32,33

2. Uji Keabsahan

Analisis uji instrumen agar penelitian valid dan reliabel. Valid berarti

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apayang seharusnya di


ukur.40 Analisis uji validasi ini di konsultasikan kepada ahli. Pengujian ini

dilakukan untuk menguji dan memberikan saran terhadap kesesuaian indikator

pada setiap variabel yang diteliti.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Angket

Angket yaitu merupakan suatu pengumpulan data dengan memberikan

atau menyebarkan daftar pertanyaan-pertanyaan kepada responden dengan

harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.41

2. Metode observasi

Metode observasi adalah dengan pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Metode ini digunakan

sebagai metode pelengkap penelitian ini. Metode ini diharapkan dapat

membantu dalam melengkapi data tentang aktivitas kehidupan sehari-hari Ibu

rumah tangga. Adapun yang akan dimintai data adalah Ibu rumah tangga,

tokoh masyarakat, maupun perangkat desa.

3. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat

kabar, prasasti, notulen rapat dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk

melengkapi data tentang kondisi dan keadaan objek penelitian serta

memberikan gambaran umum tentang objek penelitian.


40
Sugiyono, metode …h.121
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali
41

Pers,2011), h. 49.
H. Teknik Analisis Data

Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Uji Keabsahan Instrumen

a. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan antar skor

yang didapat jamaah pada suatu butir soal angket dengan skor total yang

didapat. Rumus yang digunakan adalah:

rxy =

Keterangan:

rxy =koefisien korelasi antara skor X dan skor Y

N = banyaknya peserta

X = skor butir

Y = skor total

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan terandalan sesuatu. Reliabel artinya

dipercaya, jadi dapat diandalkan. Reliabilitas dapat diartikan bahwa

instrumen tersebut cukup dipercaya sebagai alat pengumpul data. Rumus

untuk menggunakan reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha

Cronbach, sebagai berikut:


r 11

Keterangan

r 11 = relibilitas instrumen

n = banyaknya butir soal

= jumlah varian skor tiap butir

= varian skor total

2. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis datapenelitian untuk

menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sampel. Analisis

deskriptif ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif. Hasil

analisisnya adalah apakah hipotesis penelitian dapat di generalisaikan atau

tidak.42

a. Mean

Rata-rata dihitung dengan menggunakan semua nilai dalam rata-

rata, yaitu jumlah seluruh nilai dibagi dengan banyaknya data

Ʃ fiXi
Ẍ=
n

b. Modus

42
Sugiyono, metode …h221
F1
Lo + C
( F1 + F 2 )
c. Median

( )
Lo + 2
n−fk
Fo
.C

3. Uji Prasyarat Analisis

a. Uji Normalitas

b. Uji Homogenitas

4. Uji Hipotesis

5. Uji Signifikasi
Daftar Putaka

Ahmad warson munawir, al-munawir kamus arab Indonesia,Surabaya: pustaka


progresif,20022
Bakhtiyar baakhaqi ilmi, “pengaruh keaktifan mengikuti kegiatan majelis
taklim babussalam terhadap perilaku keberagamaan remaja di kartar bina
remaja desa banjaran driyorejo gresik”, dalam
http://digilib.uinsby.ac.id/29722/1/Bakhtiyar%20Bakhaqi
%20Ilmi_D71214032.pdf Diakes pada tanggal 18 oktober 2019, pukul
14.10
Depertemen Agama RI, Mushaf Al-hikmah: Al-Quran dan Terjemahnya,Cet.
10; Jakarta: Diponegoro, 2013
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2002
Djamaluddin Ancok dkk., Psikologi Islam, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1995
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam Di Indonesia ,Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996
Haidar Putra Daulay dkk., pendidikan islam dalam lintas sejarah, Jakarta:
pt.kharisma putra utama,2001
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka A-Husna,
1998
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2008
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta:
Rajawali Pers,2011
JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi: terj. Kartini Kartono, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004
Muhsin, Manajemen Majelis Taklim: Petunjuk Praktis Pengelolaan dan
Pembentukannya,Cet. I; Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009
Mursal dkk., Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan ,Bandung: Al-ma’arif, 1980
Moch. Yasyaku, Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menanamkan
Kedisiplinan Beribadah Sholat Lima Waktu, Edukasi Islami Jurnal
Pendidikan Islam Vol. 05, Januari 2016
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1995
M. Arifin, kapita selekta pendidikan,Jakarta: bumi aksara cet.ke 4, 2000
okta muslamida,” peranan majelis taklim raudhatul huda dalam meningkatkan
perilaku keagamaan pada lanjut usia (lansia) di desa datar lebar kabupaten
muara enim sumatera selat an”,
http://repository.radenintan.ac.id/3957/1/SKRIPSI.pdf Diakes pada
tanggal 18 oktober 2019, pukul 14.10
Pusat bahasa depiknas, kamus besar bahasa Indonesia,Jakarta: balai pustaka,
2007
Rachmad Syafei, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Sekar Ayu dkk. , Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: PT Bulan
Bintang,1996
Syahrul Mubarok,” peranan majelis ta’lim gabungan kaum ibu adda’watul
islami dalam membina sikap keagamaan
jamaah”,http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3874/1/
SYAHRUL%20MUBAROK-FITK.pdf Diakes pada tanggal 18 oktober
2019, pukul 14.10
Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat, Pendekatan Sosiologi Agama,
Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997
Taufik Abdullah dkk., Metodologi Penelitian Agama: sebuah pengantar,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989
Tutty Alawiyah,Strategi Dakwah Di Lingkungan Majlis Taklim,Bandung:
Mizan, 1997

Anda mungkin juga menyukai