Anda di halaman 1dari 44

1

A. PERANAN REMAJA ALUMNI PONDOK

PESANTREN DALAM PEMBINAAN KEHIDUPAN SOSIAL

KEAGAMAAN MASYARAKAT DI DUSUN KUDUNG ARE DESA

MUJUR KECAMATAN PRAYA TIMUR


B. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahkluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna

dan hidup secara berkelompok. Oleh karena itu, secara tidak langsung

terbentuk komunitas yang besar. Masyarakat menjadi suatu negara yang

didalamnya mengandung suatu unsur persatuan dan kesatuan dari berbagai

komunitas yang beragam corak budaya dan adat istiadat.


Manusia tidak bisa hidup sendiri oleh karena itu manusia

membutuhkan bantuan orang lain atau sering disebut manusia sebagai

mahkluk sosial. Adanya timbal balik yang saling memerlukan maka membuat

kehidupan manusia saling berinteraksi, atau yang lebih dikenal dengan

interaksi sosial.
Keberadaan alumni sebagai bagian dari organisasi kini menjadi sangat

urgen. Di mana ketika seseorang disebut sebagai alumni sebuah lembaga maka

nama baik lembaga tersebut menjadi beban di pundaknya. Menurut blue print

yang dikeluarkan Universitas Islam Indonesia (UII), alumni merupakan

produk dari suatu institusi pendidikan. Kualitas alumni menunjukkan kualitas

dari isntitusi pendidikan tersebut1. Salah satu fungsi alumni adalah kerjasama

yang dilakukan antar alumni dengan lembaga, antar alumni dan calon lulusan.
Melihat urgensitas alumni di atas, maka pembentukan organisasi yang

menaungi lulusan dari lembaga tersebut sangat dibutuhkan. Sudah banyak

1 Elfindri dan Firti Rasmita, Berburu Beasiswa Klik & Trik (Jakarta: Visi Media, 2006), hal,37.
2

organisasi alumni yang didirikan tiap lembaga, dan diantara lembaga yang

sudah memiliki organisasi alumni adalah pesantren.


Pesantren sebagai pendidikan non formal yang mendukung program

pendidikan pemerintah menjadi lembaga yang mendidik etika penerus bangsa,

sehingga keberadaan pesantren menjadi tonggak berdirinya sebuah bangsa.

Namun, sebagai lembaga pendidikan pesantren juga tidak bisa hidup sendiri

tanpa bantuan pihak lain dalam membangun lembaganya. Hal itu disebabkan

pesantren juga sebagai makhluk sosial yang butuh terhadap orang lain atau

lembaga lain dalam menjalin kerjasama.


Salah satu kerjasama internal pesantren adalah kerjasama dengan

alumninya. Banyak pesantren yang telah menelurkan alumni-alumninya

menjadi tokoh bagi masyarakat sekitar. Sebut saja Mahfud MD mantan Ketua

MK yang lulusan Pondok Pesantren al-Mardhiyah Pamekasan Madura, dan

tokoh-tokoh lainnya. Para alumni tersebut dirasa sangat penting dalam

menghadapi tantangan global dan berperan dalam hal kehidupan beragama di

masyarakat.
Namun, belakangan reputasi alumni pondok pesantren tampaknya

dipertanyakan oleh sebagian masyarakat Muslim Indonesia dalam peranan

mereka di dalam kehidupan sehari-hari.


Bahkan banyak juga dari sebagian besar alumni dari sebuah pesantren

bingung hendak melangkahkan kaki kemana; Dan tak jarang pula dari mereka

hanya menjadi pengangguran yang terkadang meluangkan waktunya untuk

menjadi pengangguran dan terkadang pula meluangkan waktunya untuk

mengajar mengaji ataupun menjadi imam di sebuah musholla ataupun masjid.

Gambaran-gambaran realitas sosial alumni pondok pesantren seperti ini


3

banyak dijumpai di sekeliling kita, namun sebenarnya para alumni pondok

pesantren tersebut memiliki potensi serta bakat yang dapat diasah dan dapat

dimanfaatkan menjadi sebuah modal berharga dalam mengembangkan

kehidupan beragama di dalam masyarakat.


Dalam hal ini peranan remaja alumni pondok pesantren di Dusun

Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur melakukan kegiatan-

kegiatan positif demi mengembangkan kehidupan sosial keagamaan

masyarakat. Kegiatan keagamaan remaja alumni pondok pesantren senantiasa

berpegang pada ideologi Islam rahmah lil ‘alamin dan tidak pernah

meninggalkan tugas mulianya sebagai pendamping dan leader di masyarakat,

yang menjadi kepercayaan bagi warga setempat.


Wujud konkrit peran remaja alumni pondok pesantren di Dusun

Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur ini adalah menjadi pemfilter

aktivitas kegiatan keagamaan masyarakat. Dalam hal ini bisa diwujudkan

dengan menjadi bagian dari pemuda yang berdakwah untuk agama di Dusun

Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur. Baik menjadi da’i dan

memunculkan kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial maupun mendirikan

organisasi islam atau lembaga pendidikan agama di lingkungan mereka.

Mereka menjadi penyumbang gagasan yang progresif bagi kepentingan

pembangunan di wilayah pemikiran.


Berdasarkan hasil dari observasi awal tersebut, maka peneliti tertarik

untuk menelaah lebih jauh tentang fenomena menarik yang telah dibahas

dengan melakukan penelitian yang berjudul “Peranan Remaja Alumni Pondok

Pesantren dalam Pembinaan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat di

Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur”.


4

NO NAMA ALUMNI
1 AHSANUL RIJAL PP NW ANJANI
2 ABD GOFAR FATHULLAH PP AL-ISLAHUDDINI
3 M. QODI SYA’RONI PP SELAPARANG
4 M. SOFIAN YAZID PP SELAPARANG
5 M. SARWAN HAFIDZIN PP NW ANJANI
6 TUTI HIDAYATI PP NURUL WAHYI
7 SITI HASLINDA PP SELAPARANG
8 HABLINA QURRATI A’YUNI PP SELAPARANG
9 YUSRI MAULIDA RAHMA PP SELAPARANG
10 SITI HABIBAH PP SELAPARANG

C. Fokus Penelitian
Pada dasarnya fokus penelitian dalam penelitian kualitatif adalah

pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang

akan diteliti. Berdasarkan perumusan masalah yang telah peneliti kemukakan,

maka dapat dirumuskan secara operasional permasalahan sebagai berikut:


1. Bagaimana peranan remaja alumni pondok pesantren dalam rangka

pembinaan kehidupan sosial keagamaan masyarakat di Dusun Kudung Are

Desa Mujur Kecamatan Praya Timur?


2. Bagaimana pembinaan kehidupan sosial keagamaan masyarakat di

Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur?


D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengidentifikasi peranan remaja alumni pondok pesantren

dalam rangka pembinaan kehidupan sosial keagamaan masyarakat di

Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur.


b. Untuk mengidentikasi faktor penghambat dan faktor pendukung

yang dimiliki oleh remaja alumni pondok pesantren dalam rangka

pembinaan kehidupan sosial keagamaan masyarakat di Dusun Kudung

Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur.


2. Manfaat Penelitian
5

Dalam penelitian kualitatif terdapat tujuan dan manfaat yang jelas,

diharapkan mampu memberikan manfaat dalam bidang akademisi dan

kehidupan sosial khususnya di Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan

Praya Timur. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu

sebagai berikut:

a. Secara teoritis
1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran

tentang peran remaja alumni pondok pesantren dalam kehidupan

sosial keagamaan di Dusun Kudung Are.


2) Penelitian ini juga diharapkan menambah khazanah

keilmuan serta dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu pengetahuan.
3) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi

bagi penelitian selanjutnya.


b. Secara praktis
1) Penelitian ini mampu memberikan pengetahuan, informasi

dan menambah wawasan bagi pembaca, baik dari kalangan

akademis maupun masyarakat umum tentang peran remaja alumni

pondok pesantren dalam kehidupan sosial keagamaan. Khususnya

bagi mahasiswa yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih

lanjut, sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan atau data

dasar.
2) Penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh masyarakat dalam

melihat kehidupan sosial keagamaan masyarakat, mengetahui

antusiasme masyarakat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang

diperani oleh remaja khususnya alumni pondok pesantren serta


6

perubahan kehidupan sosial keagamaan sebelum dan setelah

diperani oleh remaja alumni pondok pesantren, sehingga penelitian

ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat.


E. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang lingkup penelitian
Setiap penelitian tentunya terbatas pada suatu ide pokok yang

akan menjadi pokus dalam kajiannya. Batas tersebut memungkinkan untuk

tidak terjadinya bias dalam pembahasannya. Adapun penelitian ini dibatasi

mengenai bagaimana Peranan Remaja Alumni Pondok Pesantren dalam

Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat di Dusun Kudung Are Desa

Mujur Kecamatan Praya Timur


2. Setting penelitian
Setting atau lokasi penelitian ini berada di Dusun Kudung Are

Desa Mujur Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah Provinsi

Nusa Tenggara Barat.


F. Telaah Pustaka
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian

terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah terletak pada objek

penelitian, sasaran, maupun fokus penelitian. Ada beberapa penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini oleh peneliti

dengan tema “Peranan remaja alumni pondok pesantren dalam pembinaan

kehidupan sosial keagamaan masyarakat di Dusun Kudung Are Desa Mujur

Kecamatan Praya Timur . Selengkapnya dapat dilihat pada uraian di bawah

ini:
1. Irfanuddin
Dalam skripsinya yang berjudul “Peran KH. Hasan Bisri, S.H.,

M.Hum. Dalam Meningkatkan Pemahaman Keagamaan Masyarakat


7

Semper Timur Jakarta Utara” sedangkan peneliti dalam skripsinya yang

berjudul Peranan remaja alumni pondok pesantren dalam pembinaan

kehidupan sosial keagamaan masyarakat di Dusun Kudung Are Desa

Mujur Kecamatan Praya Timur.


Persamaan penelitian yang dilakukan irfanuddin yaitu sama sama

menggunakan penelitian kualitatif diskriptif dan sama sama meneliti

tentang pembinaan keagamaan masyarakat.


Perbedaan dari kedua penelitian ini. Irfanuddin meneliti di Semper

Timur Jakarta Utara dan lebih fokus kepada seseorang atau personal.

sedangkan peneliti meneliti tentang peranan suatu kelompok atau remaja

di Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur.


2. Eti Nur Inah
Dalam skripsinya yang berjudul “Peranan Tokoh Agama dalam

Meningkatkan Pengamalan Ajaran Agama Islam pada Masyarakat Kuli

Bangunan di Kelurahan Alolama Kecamatan Mandongan Kota Kendari,

adapun judul yang di angkat oleh peneliti Peranan remaja alumni pondok

pesantren dalam pembinaan kehidupan sosial keagamaan masyarakat di

Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur.


Persamaan penelitian yang dilakukan yaitu sama sama meneliti

tentang peranan terhadap suatu kelompok(masyarakat), menggunakan

penelitian kualitatif diskriptif dan sama sama meneliti tentang pembinaan

keagamaan masyarakat.
Perbedaan dari kedua penelitian ini. Eti Nur Inah meneliti

tentang peranan tokoh gama terhadap kelompok yang masuk dalam

kategorti yaitu kuli bangunan di Kelurahan Alolama Kecamatan

Mandongan Kota Kendari sedangkan peneliti meneliti tentang peranan


8

remaja terhadap semua orang yang mencakup masyarakat di Dusun

Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur.


3. Meriati
Dalam skripsinya yang berjudul Peran Pondok Pesantren Al-

Ittifaqiah Terhadap Pelayanan Sosial Keagamaan Didesa Tanjung Seteko

Kec.Indralaya sedangkan peneliti mengangkat judul tentang Peranan

remaja alumni pondok pesantren dalam pembinaan kehidupan sosial

keagamaan masyarakat di Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan

Praya Timur.
Persamaan penelitian yang dilakukan yaitu sama sama meneliti

tenatang suatu peranan terhadap masyarakat dalam pembinaan keagamaan

masyarakat, dan sama-sama menggunakan penelitian kualitatif diskriptif.


Perbedaan dari kedua penelitian ini. Meriati meneliti tentang

peranan suatu yayasan yakni Pondok Pesantren terhadap masyarakat di

Desa Tanjung Seteko Kec.Indralaya sedangkan peneliti meneliti tentang

peranan kelompok atau remaja yang sudah lulus atau alumni Pondok

Pesantren di Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Praya Timur.


G. Kerangka Teori
1. Peranan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Peran berarti

pemain, pelaku, seperti dalam film ada pemain sebagai tokoh atau

bertingkah laku seperti seseorang yang diceritakan dalam film, lawak dan

sebagainya. Pemeran adalah orang yang memerankan sesuatu di dalam

film, sandiwara atau orang yang menjalankan peranan tertentu disuatu

peristiwa.2

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, (jakarta: Balai
Pustaka, 1998), hlm.751
9

Sedangkan peranan menurut W.J.S Poerwadaminta dalam

bukunya Kamus Bahasa Indonesia, peranan berasal dari kata peran, berarti

sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. 3

Pengertian peranan sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, dalam

bukunya Sosiologi suatu Pengantar menulis berbagai pendapat para ahli

sebagai berikut:
Menurut Levinson, Peranan adalah “suatu konsep perihal apa

yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial

masyarakat, peranan meliputi normanorma yang dikembangkan dengan

posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini

umpan kemasyarakatan, merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang

membimbing seseorang dalam kehidupan”.


Menurut Biddle dan Thomas, peran “adalah serangkaian rumusan

yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang

kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga

diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sanksi dan

lain-lain”.4
Dari beberapa teori tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa,

pengertian peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh

orang lain dari masing-masing individu yang memegang kedudukan

tertentu dimasyarakat, seperti sebagai pemimpin, atau bagian dari anggota

masyarakat atau organisasi masyarakat.


Sedangkan Konsep Peranan berasal dari kata peran. sebagaimana

yang telah dijelaskan di atas Peran memiliki makna yaitu seperangkat

3 W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1985), hlm.735.

4 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali Press, 2004), hlm. 238.
10

tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain dari masing-masing individu

yang memegang kedudukan tertentu dimasyarakat, seperti sebagai

pemimpin, atau bagian dari anggota masyarakat atau organisasi

masyarakat.5
Menurut Soerjono Soekanto Peranan yaitu bagian dari tugas

utama yang harus dilaksanakan.6 Sedangkan menurut Gross Masson dan

Mc Eachem yang dikutip oleh David Barry mendefinisikan peranan

sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu

yang menempati kedudukan sosial tertentu.7 Sarjono Arikunto memberi

arti peran bagi peranan sebagai perilaku individu atau lembaga yang punya

arti bagi struktur sosial.8


Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

peranan adalah suatu pola tindakan yang dilakukan oleh seseorang baik

secara individual maupun secara bersama-sama yang dapat menimbulkan

suatu peristiwa.
2. Tinjauan tentang Remaja
a. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan

manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa.9 Masa

remaja disebut pula sebagai masa penghubung atau masa peralihan

5 Depertemen Pendidikan dan kebudayaan RI,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka 2000), hal.845

6 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Rajawali Press, Jakarta,2000), hal.667

7 David Barry, Pokok-pokokPikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: CV Rajawali Press, 1984), hal.268

8 Depertemen Pendidikan dan kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai
Pustaka 2000), hal.1065

9 Santrock. John W, Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga, 2003), hal.26


11

antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi

perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-

fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.10


Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence,

berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya “tumbuh atau

tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orangorang

purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda

dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah

dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.11


Dalam tahapan perkembangan remaja menempati posisi setelah

masa anak dan sebelum masa dewasa. Adanya perubahan besar dalam

tahap perkembangan remaja baik perubahan fisik maupun perubahan

psikis (pada perempuan setelah mengalami menarche dan pada laki-

laki setelah mengalami mimpi basah) menyebabkan masa remaja

relatif bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya.

Hal ini menyebabkan masa remaja menjadi penting untuk

diperhatikan.
b. Batasan Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi

hingga masa tua akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi

tiga tahapan yakni masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan

masa remaja akhir. Adapun kriteria usia masa remaja awal pada

perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17 tahun.

Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18

10 Kartono, Psikologi Anak:Psikologi Perkembangan, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal.17

11 Ali, M dan Ansori, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal.32
12

tahun dan pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa

remaja akhir pada perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-

21 tahun.12
Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai masa remaja

akhir atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa

perubahan besar saling bertautan dalam semua ranah perkembangan.13


Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa usia remaja

pada perempuan relatif lebih muda dibandingkan dengan usia remaja

pada laki-laki. Hal ini menjadikan perempuan memiliki masa remaja

yang lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki.


c. Perkembangan Remaja
Seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena

perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget,

remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana

informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke

dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan

antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya,

lalu remaja juga mengembangkan ide-ide ini. Seorang remaja tidak

saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja

mampu mengholah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu

ide baru.
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang

membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial baru. Pemikiran

mereka semakin abstrak (remaja berpikir lebih abstrak daripada anak-

12 Thalib, 20 Problematika Remaja Dalam Beagama, (Kudus: Menara Kudus, 2010), hal.28

13 Papalia, dkk, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2008), hal.30


13

anak), logis (remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun

rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji

secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah), dan idealis (remaja

sering berpikir tentang apa yang mungkin. Mereka berpikir tentang

ciri-ciri ideal diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia); lebih mampu

menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang

orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung

menginterpretasikan dan memantau dunia sosial.14


Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan

emosi remaja adalah sebagai berikut:


1) Perubahan jasmani.
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya

perubahan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf

permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian

tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak

seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat

yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap

remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebih-

lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang

menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai

berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga

dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan

seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.


2) Perubahan pola interaksi dengan orang tua.

14 Santrock, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal.10


14

Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat

bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap

terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter,

memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan

penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat

berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.

Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak dipukul

karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat

menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan

orang tuanya.
3) Perubahan pola interaksi dengan teman sebaya.
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman

sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan

aktifitas bersama dengan membentuk semacam geng. Interksi

antaranggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens

serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi.

Pembentukan kelompok dalam bentuk geng seperti ini sebaiknya

diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya

bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama.

4) Perubahan pandangan luar.


Ada sejumlah pandangan dunia luar yang dapat

menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu

sebagai berikut:
15

a) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.

Kadang- kadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka

tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar

sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap

anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri

remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi

tingkah laku emosional.


b) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai

yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau

remaja laki- laki memiliki banyak teman perempuan, mereka

mendapat predikat populer dan mendatangkan kebahagiaan.

Sebaliknya, apabila remaja putri mempunyai banyak teman

laki-laki sering sianggap tidak baik atau bahkan mendapat

predikat yang kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda

semacam ini jika tidak disertai dengan pemberian pengertian

secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku

emosional.
c) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar

yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan

remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak

dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.


5) Perubahan interaksi dengan sekolah.
Pada masa anak-anak, sebelum menginjak masa remaja,

sekolah merupakan tempat pendidikan yang diidealkan oleh

mereka. Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam


16

kehidupan mereka karena selain tokoh intelektual, guru juga

merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Oleh karena

itu, tidak jarang anakanak lebih percaya, lebih patuh, bahkan lebih

takut kepada guru daripada kepada orang tuanya. Posisi guru

semacam ini sangat strategis apabila digunakan untuk

pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi

yang positif dan konstruktif.15


Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi remaja adalah kesatuan

sosial yang terdiri dari orang atau kelompok remaja yang berinteraksi

satu sama lain. Di dalam organisasi mempunyai tata hubungan sosial

dan tata hubungan aturan, dimana etiap anggota organisasi yang

melakukan hubungan interaksi dengan yang lainnya tidaklah

didasarkan atas kemauan sendiri, akan tetapi mereka dibatasi oleh

peraturan tertentu dalam hubungan yang berstruktur, yang di dalamnya

berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja untuk

menjalankan suatu fungsi tertentu.


3. Alumni Pondok Pesantren
a. Pengertian Alumni
Orang yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan dengan

mematuhi aturan yang telah ditetapkan pada lembaga atau instansi

pendidikan, maka orang itu dapat disebut alumni. Orang yang telah

disebut alumni pada lembaga atau instansi yang telah meluluskannya

mempunyai tanggung jawab untuk tetap membawa nama baik lembaga

atau instansi tersebut.16 Seorang alumni memiliki kewajiban agar tetap

15 Ali, M dan Ansori, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal.12
17

menjaga nama baik lembaga atau instansi yang telah meluluskannya

sampai kapanpun.
b. Pondok Pesantren
1) Pengertian Pondok
Istilah pondok sebenarnya berasal dari kata funduk dari

bahasa arab yang artinya hotel atau asrama. 17 pada zaman dahulu

adaa beberapa org yang menuntut ilmu agama tinggal disatu

tempat/pondok, apakah itu dirumah kiyai atau di pondok pesantren

yang khusus dibuat untuk tempat tinggal para santri.


Dalam bahasa Indonesia nama pondok dan pesantren sering

juga dipergunakan sebagai sinonim untuk menyebut “pondok

pesantren”, Namun yang lebih ditekankan disini adalah pengertian

dari pondok itu sendiri. pondok adalah suatu tempat untuk

kediaman bagi para santri atau siswa dimana terjadi proses belajar

mengajar. Adapun penggabungan kata ini sesuai dengan sifat

pesantren yang didalamnya terdapat dua unsure komponen yang

saling berhubungan satu sama lain yaitu merupakan sarana

pendidikan keagamaan dan sarana kehidupan bersama dalam suatu

kelompok belajar yang berdampingan secara berimbang.


Pondok atau asrama bagi para santri merupakan ciri khas

tradisi pesantren yang diwariskan turun temurun sebagai tempat

pencarian ilmu agama. Dulu, yang membedakan system pondok

pesantren dengan luar pesantren adalah bahwa system pondok

16 Yudhi M, Media Pembelajaran:Sebuah Pendekatan Baru, (Ciputat: Gaung Persada Press,


2003), hal.20

17 H. M. Yakub, M, Pondok Pesantrendan Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung:Angkasa,


1984), hal,65
18

pesantren masih berbentuk tradisional dalam segi tempat, seperti

masjid, di rumah-rumah para kiyainya. Dari segi pembelajaranpun,

pondok pesantren lebih cendrung pada pembelajaran kitab-kitab

klasik/salafi lain halnya dengan sekolah luar. Namun, dewasa

inidari segi fasilitas dan materi pembelajaran sudah hampir

sepadan yang masih membedakan adalah kutab-kitab klasik serta

hubungan antara guru dan murid yang lebih dominan karena

berada dalam satu lingkungan selama 24 jam.


Alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan

asrama atau pondok bagi para santri18:


a) Kemasyhuran seorang kiyai dan kedalaman

pengetahuannya tantang islam yang dapat menarik santri-santri

yang jauh untuk dapat menggali ilmu dari kiyai tersebut secara

teratur dan dalam waktu yang lama menyebabkan para santri

tersebut harus meninggalkan kampong halamannya dan

menetap didekat kediaman kiyai.


b) Hampir semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak

tersedia perumahan yang ckup untuk dapat menampung santri-

santri, maka dengan demikian perlulah adanya suatu asrama

atau pondok khusus bagi para santri.


c) Adanya sikap timbal balik antara kiyai dan santri, dimana

para santri menganggap kiyai sebagai orang tuanya sendiri

begitu pula kiyai menganggap santrinya sebagai titipn Tuhan

yang senantiasa harus dilindungi.

18 zamakh syari dhofier, tradisi pesantren, study tentang pandangan hidup kiyai, (Jakarta:lp3es,
1984), hal,46
19

Pondok tempat tinggal santri wanita biasanya dipisahkan

dengan pondok santri pria, selain dipisahkan jauh dari rumah kiyai

dan keluarganya juga dengan masjid dan ruang-ruang

sekolahannya. Adapun keadaan kamarnya tidak jauh berbeda

dengan asrama pria.


2) Pengertian Pesaantre
Pondok pesantren juga sering disebut sebagai lembaga

pendidikan tradisional yang telah beroprasi di Indonesia sejak

sekolah-sekolah pola barat belum berkembang. Lembaga-lembaga

pendidikan pesantren memiliki system yang unik.


Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional

islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan

megamalkan ajaran-ajaran islam dengan menekankan pentingnya

moral keagamaaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari. Pengertian

“tradisional” dalam batasan ini menunjukkan bahwa lembaga ini

hidup sejak ratusan tahun yang lalu dan telah menjadi bagian yang

mendalam dari system kehidupan sebagian besar umat islam

Indonesia, yang merupakan golongan mayoritas, dan telah

mengalami perubahan dari masa kemasa sesuai dengan perjalanan

hidup ummat.19
Jadi, pengertian tradisional disini sebatas sumber-sumber

hokum dan kitab-kitabnya. Sedangkan metode pengkajian serta

relevansi permasalahan yang terjadi dianalogikan dengan sumber-

sumber terdahulu agar tetap tidak menyimpang dengan ajaran dasar

islam.
19 Mastuhu, Dinamika Pendidikan, (Jakarta: INIS, 1994), hal,55
20

Kembali kepada istilah pesantren yang dimaksud pesantren

ialah lembaga pendidikan islam yang umumnya dilaksanakan

dengan cara klasikal. Pengajarnya seorang yang menguasai ilmu

agama islam melalui kitab-kitab agama islam klasik ( kitab kuning

dengan tulisan arab, dalam bahasa melayu kuno atau dalam bahasa

arab ). Kitab-kitab itu biasanya hasil karya ulama-ulama islam

( arab ) dalam zaman pertengahan.


Pesantren adalah sebuah lembaga yang sangat penting

untuk tetap memposisikan manusia pada dimensi spiritual.

Kehadiran pesantren berfungsi sebagai wadah memperdalam

agama dan mengamalkan atau terus memelihara kontinuitas tradisi

islam dan terus menerus mewariskannya kepada generasi

berikutnya.
Jadi pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan

islam yang mengajarkan agama, mengamalkan ajaran islam secara

mendalam, juga merupakan lembaga penyiaran agama dan

lembaga keagamaan bagi masyarakat di sekitar pondok pesantren

itu sendiri.
3) Macam-macam Pondok Pesantren
Berdasarkan karakteristik dan tradisi pesantren dibagi

menjadi dua macam, yakni:


a) Pesantren Tradisional Pesantren tradisional merupakan

lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang senantiasa

mengajarkan nilai-nilai berbasis tradisional. disebut demikian

karena pesantren menggunakan sistem dan metode tradisional.

Selain itu pelestarian nilai-nilai juga dapat dilihat dari


21

keseharian masyarakat pesantren yang hidup dengan sederhana,

belajar tanpa pamrih, penuh tanggung jawab, serta terikat oleh

rasa solidaritas yang tinggi.


Pengelolaan dan pengajaran yang dilakukan di

pesantren tradisional terpusat pada Kiayi, bahkan proses

pengajaran nilainilai pada pesantren tradisional berlangsung

dari bangun tidur sampai tidur lagi. Pesantren tradisional juga

memiliki ciri khusus, yaitu: pesantren yang dalam proses

pembelajarannya menggunakan metode bandongan dan

sarongan, materi yang digunakan berasal dari kitab-kitab

kuning (turats), kitab yang berasal dari bahasa Arab yang

ditulis oleh ulama Islam.


Pesantren Modern Seiring berkembangnya zaman

pesantren pun mengalami dampak modernisasi, jika

pengelolaan dan pengajaran pesantren tradisional terpusat pada

Kiayi, berbeda halnya dengan pengelolaan dan pengajaran

pesantren modern membuat yayasan untuk berjaga-jaga setelah

Kiayi meninggal dunia. Pesantren modern juga memasukan

mata pelajaran umum pada kurikulum pesantren. Bentuk fisik,

instruktur dan sistem pesantren modern sangat berbeda dengan

pesantren tradisional, pesantren modern biasanya memiliki

asrama, kelas, dapur siap saji, seragam sekolah, auditorium

megah, lapangan olahraga, labolatorium, ruang pengembangan

bakat dan keterampilan


22

4) Tujuan Pondok Pesantren


Tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan

kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa

kepada Allah, bermanfaat bagi masyarakat, mampu berdiri sendiri,

bebas dan teguh dalam kepribadian menegakkan dan menjunjung

tinggi agama Islam, serta mencintai ilmu dalam kepribadian

Indonesia.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pesantren tidak

hanya terbatas pada ilmu agama islam saja, tetapi dalam hal ini

pesantren juga mempelajari bidang ilmu yang lebih luas seperti

ilmu alam, ilmu sosial, ilmu bahasa, ilmu teknologi dan informasi

dan lain sebagainya. Hal ini juga berbanding lurus dengan

banyaknya pesantren yang terkena dampak perkembangan zaman

yang modernisasi sehingga pesantren membuka diri untuk

memodifikasi sehingga ilmu umumnya dapat terakomodasi.


Bahkan pesantren sekarang ini tidak kalah dengan

pendidikan-pendidikan umum (Negeri), baik dalam

kebijakankebijakan, metode pembelajaran yang dipakai, juga

dalam sarana dan prasarana. Tidak sedikit pesantren yang membuat

kebijakan untuk menerapkan penggunaan bahasa Arab dan Inggris

dalam kesehariannya, tidak sedikit pula pesantren yang memiliki

laboratorium untuk menunjang belajar peserta didik.

5) Peranan Pondok Pesantren


Pesantren memiliki beberapa peranan, peranan yang paling

melekat pada pesantren adalah lembaga pendidikan. Setelah sukses


23

dengan peranan tersebut maka peran pesantren pun bisa sebagai

lembaga keilmuan, kepelatihan, dan pemberdayaan masyarakat.

Pada tingkatan selanjutnya barulah pesantren memiliki peran

sebagai lembaga bimbingan keagamaan dan simpati budaya.

Pesantren juga berperan penting dalam mengusir pasukan kolonial

dimasa perang dahulu. Pesantren bukanlah untuk mengejar

kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi

ditanamkan kepada mereka belajar adalah semata-mata kewajiban

dan bentuk pengabdian kepada Tuhan.


6) Fungsi Pondok Pesantren
Pesantren memiliki beberapa fungsi, yakni: (1) sebagai

lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan pendidikan

formal maupun non formal; (2) sebagai lembaga sosial, di dalam

pesantren seluruh peserta didik yang berasal dari berbagai tempat,

suku dan ras tidak di beda-bedakan, di pesantren juga memaksa

peserta didik untuk bersosial dengan teman serta warga sekitar; (3)

masjid sebagai episentrum, bagi kegiatan belajar-mengajar,

digunakan untuk membuat pengajian, atau sebagai tempat untuk

diskusi.

7) Tujuan Pondok Pesantren


Tujuan pesantren pada dasarnya adalah meningkatkan

kualitas iman, takwa, mampu hidup secara mandiri, berusaha

ikhlas dalam melaukan ibadah dan hal-hal baik, dan berkomitmen

akan membela agama islam. Namun, pesantren juga memiliki

tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus pesantren adalah


24

mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa dengan ilmu agama yang telah diajarkan oleh Kiayi

dan mampu mengimplementasikannya dalam kegiatan seharihari.

Sedangkan, tujuan umum pesantren adalah mempersiapkan peserta

didik agar memiliki kepribadian islam, menjadi mubaligh yang

mampu mensyiarkan ilmunya kepada masyarakat yang ada di

sekitarnya.
8) Unsur-unsur Pondok Pesantren
Pesantren merupakan sebuah kompleks dengan lokasi yang

umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya di mana dalam

kompleks itu berdiri beberapa bangunan rumah, kediaman

pengasuh, sebuah surau masjid tempat pengajaran diberikan, dan

asrama tempat tinggal para peserta didik pesantren. Pesantren

merupakan lembaga pendidikan subkultural masyarakat Indonesia,

pesantren juga salah satu instusi yang unik dengan ciri-ciri yang

khas yang sangat kuat dan lekat.


Berdasarkan pengertian di atas menjelaskan bahwa

pesantren harus memiliki unsur-unsur tertentu. Unsur-unsur yang

harus ada dalam pesantren, yakni:


a) Kiai
Kiai merupakan inti dalam sebuah pesantren. Ia adalah

figure sentral, karena seluruh penyelenggaraan kegiatan

pesantren terpusat kepadanya. Selain itu, kiai juga sebagai

sumber dari segala sesuatu yang berkaitan dengan soal

kepemimpinan, ilmu pengetahuan dan misi pesantren. Ada pula

yang mengartikan kata kiai sebagai benda-benda keramat.


25

Namun, istilah kiai yang umum dipergunakan

masyarakat Indonesia yakni ditujukan sebagai gelar bagi

pendiri dan pemimpin sebuah pesantren, sebagai muslim yang

terpelajar yang paham akan ilmu-ilmu agama dan senantiasa

mengabdikan hidupnya demi mencapai keridhaan Allah SWT.


b) Santri
Santri dapat dibedakan menjadi dua kategori, santri

catalog dan santri mukim. Santri catalog adalah santri yang

berasal dari desa-desa yang berdekatan dengan lingkungan

pesantren. Santri catalog mengikuti kegiatan belajar dan

mengaji namun mereka tidak menetap di pesantren.


Santri mukim adalah santri yang berasalah dari tempat

atau daerah yang jauh dari lingkungan pesantren sehingga

mereka menetap di pesantren. Menetapnya santri mukim

disebabkan oleh, sebagai berikut:


(1) Ia ingin lebih mempelajari kitab-kitab yang

membahas ilmu keislaman dari kiai atau pengurus

pesantren.
(2) Ia ingin memperoleh pengalaman dalam kehidupan

pesantren.
(3) Ia ingin memusatkan studinya di pesantren.
c) Pengajian atau pengajaran kitab klasik
Baik pada masa lalu maupun sekarang kajian kitab tetap

menjadi fokus pembelajaran utama dalam sebuah pesantren.

Hal ini di latar belakangi oleh tujuan utama pendirian pesantren

yakni sebagai pusat kajian utama ilmu-ilmu agama, meskipun

seiring berkembangnya zaman pesantren dimasuki ilmu-ilmu


26

umum lainnya. Kitab yang biasa digunakan di sebuah pesantren

adalah: kitab Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih, Usul fiqih, Nahwu

dan Sharaf.
d) Pondok atau asrama
Pondok berasal dari bahasa Arab yakni dari kata funduk

yang artinya hotel atau asrama (Yakub, 1984:65). Pondok atau

asrama merupakan tempat tinggal santri yang belajar di

pesantren. Biasanya pondok terletak di sekitar wilayah

pesantren hal ini dimaksudkan untuk memudahkan santri yang

tinggal di tempat yang jauh agar lebih mudah dalam mengikuti

kegiatan sehari-hari.
Pada awal berdirinya pondok, hal yang membedakan

sistem pesantren dan luar pesantren adalah menggunakan

bangunan pondok, pondok didirikan dengan bangunan yang

sangat sederhana dan trdisional seperti bambu dan lain

sebagainya. Namun, akhir-akhir ini pondok didirikan dengan

mengunakan bangunan sangat mewah yang biasa di kenal

dengan istilah asrama. Sehingga sekarang yang membedakan

pesantren dengan luar pesantren adalah kemampuan peserta

didik dalam memahami kitab-kitab kuning dan hubungan

antara guru dan murid berjalan selama 24 jam.


Alasan sebuah pesantren harus memiliki pondok adalah

sebagai berikut:
(1) Kemashuran ilmu keagamaan kiai yang mampu

menarik peserta didik bahkan dari luar wilayah untuk


27

belajar ilmu agama, memakan banyak waktu bahkan

sampai harus menetap di lingkungan pesantren.


(2) Kebanyakan pesantren terletak di daerah pedesaan

yang mana tidak ada rumah yang mampu menampung

peserta didik yang hendak belajar di pesantren, sehingga

harus di buatkan tempat tinggal khusus untuk peserta didik.


(3) Seorang kiai dianggap sebagai orangtua bagi peserta

didik dan kiai menganggap peserta didik sebagai seorang

anak.
Pondok atau asrama laki-laki dan perempuan tentu

harus di pisahkan, biasanya di pisah dengan bangunan sekolah,

masjid, atau oleh bangunan rumah guru dan kiai.


e) Masjid
Masjid dengan segala aktifitas pendidikan keagamaan

dan kemasyarakatan, Masjid merupakan elemen penting yang

tidak dapat terpisahkan dari pesantren, bahkan masjid adalah

pusat pendidikan sebelum adanya pesantren. Bahkan Abdul

Munir Mulkham mengatakan bahwa “adanya kiai dan

masjidnya merupakan jantung kehidupan pesantren pada awal

perkembangannya”.
Pada masa awal-awal berdirinya pesantren diyakini

pusat pembelajaran berada di masjid. Sebaliknya pada masa

modern ini proses belajar mengajar dilakukan di lokal-lokal

(ruang kelas) yang dibangun secara permanen.


4. Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat
Manusia merupakan makhluk otonom dan sekaligus makhluk

sosial. Sebagai subyek otonom, manusia adalah makhluk yang mandiri,


28

sanggup mengembangkan dorongan kodratnya untuk menuju kearah

kesempurnaan. Sebagai individu dengan segala kemandirian dan

kebebasannya, manusia menjadi subyek pendukung dan pengamal

nilainilai religius, rasional, etis dan estetis. Oleh karena itu, disamping

manusia memiliki nilai otonom, manusia tidak akan sempurna jikalau ia

tidak berhubungan dengan sesuatu yang lain. Manusia pada hakekatnya

berusaha mewujudkan dirinya dan untuk menemukan diri dilakukan dalam

ketegantungan dan orang lain. Hubungan antara individu dan masyarakat

atau kelompok tidak dapat dielakkan.


Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang

terbentuk berdasarkan tatanan sosial tertentu. ikatan antara agama dan

masyarakat terwujud dalam bentuk organisasi maupun fungsi agama.

Keberadaan agama atau kepercayaan tidak dapat dilepaskan dari

kehidupan masyarakat. kondisi sosial keagamaan di pedesaan sangatlah

berbeda dengan kondisi sosial keagamaan yang ada di pedesaan. Bagi

masyarakat tradisional, peranan agama sangat besar meliputi seluruh aspek

kehidupan. Agama tidak akan mungkin terpisah dari kehidupan

masyarakat, karena agama diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun fungsi agama dalam masyarakat yaitu:


a. Fungsi Edukatif yaitu penganut agama berpendapat bahwa ajaran

yang mereka anut merupakan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi.


b. Fungsi melayani yaitu keselamatan yang diajarkan oleh agama

adalah keselamatan yang meliputi bidang yang luas. Keselamatan yang

diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang

meliputi dunia dan akhirat.


29

c. Fungsi perdamaian yaitu melalui agama, seseorang yang bersalah

dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntnan agama.


d. Fungsi kontrol sosial yaitu ajaran agama oleh para penganutnya

dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi

sebagai pengawasan sosial kepada individu maupun kelompok.


e. Fungsi pemupuk solidaritas yaitu agama mengajarkan kepada

penganutnya untuk emmbantu dan memupuk rasa solidaritas di antara

sesama manusia.
f. Fungsi transformatif yaitu agama mengubah kepribadian seseorang

atau kelompok masyarakat.


g. Fungsi kreatif yaitu ajaran agama mendorong dan mengajak

penganutnya untuk bekerja produktif.


h. Fungsi sublimatif yaitu agama memfokuskan segala usaha

manusia, bukan saja yang bersifat ukhrawi melainkan juga bersifat

duniawi.20
Untuk mengetahui sikap dan perilaku keberagamaan masyarakat,

ada satu hal yang harus diketahui yakni pengaruh agama terhadap

masyarakat itu sendiri dan untuk mengetahui pengaruh tersebut ada tiga

aspek yang dipelajari yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.

Ketiga aspek ini merupakan fenomena sosial yang kompleks dan terpadu

yang pengaruhnya dapat diamati pada perilaku manusia.21


Suatu realitas yang tidak terelakkan bahwa masyarakat itu

berkembang secara dinamis sesuai dengan kebutuhannya, untuk menutupi

kebutuhan tersebut melahirkan karya yang berupa teknologi sebagai alat

untuk efesiensi kerja. Akan tetapi dibalik itu, teknlogi bisa menimbulkan

20 Ebrahim, Islam dalam Masyarakat Kontemporer (Bandung: Gema Risalah Press, 1988) hal. 19

21 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal, 53-54
30

malapetaka bagi kehidupan manusia yang berimplikasi pada kehidupan

kemasyarakatan. Problem sosial tersebut diperlukan usaha strategis dari

agama, karena agama mencerminkan perilaku baik di dalam kehidupan

masyarakat secara harmonis. Sebab agama berperan sebagai interpretative

yang memberikan makan terhadap realitas. Solusi alternative yang dapat

ditawarkan adalah masing-masing tokoh agama perlu membangun sikap

kebersamaan untuk membangun kehidupan kemasyarakatan yang damai.22


Kehidupan sosial keagamaan merupakan perilaku yang

berhubungan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat lainnya.

Kehidupan sosial keagamaan didefinisikan sebagai kehidupan individu

dalam lingkungan sosial dan alamnya supaya bebas dan bertanggung

jawab menjadi pendorong kearah perubahan dan kemajuan.


Dari penjelasan di atas, bahwasanya kehidupan sosial keagamaan

mempunyai tujuan agar individu mampu mengimplementasikan hak dan

kewajiban dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

yang dilandasi dengan nilai-nilai agama islam. Pada dasarnya kehidupan

sosial terdapat mausia yang hidup dalam pergaulan dapat diartikan sebagai

pengorganisasian kepentingan.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Peneliti menerapkan

bagaimana langkah-langkah atau cara melakukan pendekatan kepada obyek

22 Fuadi, Memahami Hakikat Kehidupan Sosial Keagamaan Sebagai Solusi alternative


Menghindari Konflik , jurnal Substansia, No. 1, April 2011
31

sehingga memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan.23 Adapun metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif diskriptif . Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memahami

perilaku manusia, dari kerangka acuan perilaku sendiri, yakni bagaimana

pelaku memandang dan menafsirkan kegiatan dari segi pendiriannya.

Peneliti dalam hal ini berusaha memahami dan menggambarkan apa yang

dipahami dan digambarkan subjek penelitian.24 Pendekatan kualitatif ini

dipilih penulis agar memperoleh keterangan yang lebih luas dan mendalam

mengenai hal-hal yang menjadi pokok pembahasan yang mendetail

tentang “Peran Remaja Alumni Pondok Pesantren Dalam Pembinaan

Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Di Dusun Kudung Are Desa

Mujur Kecamatan Peraya Timur yang sebenarnya.


Pendekatan kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang

diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan,

analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian,

tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka.25


2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya adalah peneliti

sendiri, sebelum peneliti melakukan penelitian dilapangan, sebagai salah

satu kesatuan dan kegiatan institusi ada beberapa prosedur birokrasi yang

dilalui dengan tujuan untuk mendapatkan kemudahan keabsahan dalam

23 Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan R&R, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 2

24 Imam Gunawan, metode penelitian kualitatif teori & praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015),
hlm. 81.

25 Ibid, hlm. 87
32

proses penelitian. Kehadiran peneliti yang cukup lama di lokasi penelitian

adalah suatu keniscayaan yang dilakukan dalam mengumpulkan data

sebanyak-banyaknya dengan menggunakan beberapa metode antara lain:

observasi, interview, dan metode dokumentasi.


Untuk mendapatkan daya yang akurat dan keabsahannya teruji

peneliti berperan sebagai instrument kunci dari seluh aktifitas penelitian,

dalam arti peneliti berperan langsung dan utama dalam keseluruhan proses

penelitian dilapangan guna memperoleh informasi yang valid. Oleh karena

itu peneliti sebagai instrument juga harus ‘’divalidasi’’seberapa jauh

peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun

kelapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrument meliputi validasi

terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan

terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek

penelitian, baik secara akademik maupun logistikya. Yang melakukan

validsi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh

pemahaman terhadapa metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan

terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki

lapangan.
3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang akan dijadikan tempat penelitian

adalah Di Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Peraya Timur

Alasan peneliti memilih lokasi ini karena beberapa hal, yaitu: karena di

desa tersebut remaja alumni di dusun udung are tersebut belum terlihat

bentukan kegiatan keagamaan sosial dalam masyarakat, belum ada

kegiatan yang dilakukan oleh remaja alumni tersebut., dalam hal ini
33

peneliti menggunakan Peran Remaja Alumni Pondok Pesantren Dalam

Pembinaan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Di Desa Kudung

Are Desa Mujur Kecamatan Peraya Timur.


Dengan demikian peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai pertimbangan atau masukan dalam proses pembelajaran

untuk kemajuan masyarakat dalam beragama, khususnya Di Dusun

Kudung Are .
4. Sumber dan Jenis Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian kualitatif ini

adalah subjek darimana data diperoleh. Menurut suharsimi Arikunto, ada

tiga klasifikasi sumber data yaitu: person (orang), place (tempat), dan

paper (kertas/simbol).26

Sumber data adalah subjek darimana data diperoleh yang berupa

benda, hal atau orang tempat peneliti mengamati, membaca atau bertanya

tentang data. Sumber data dalam penelitian ini peneliti menggunakan

sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer merupakan

data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian seperti kepala desa

.remaja dan masyarakat. Sedangkan data sekunder merupakan data-data

pelengkap atau pendukung berupa teori-teori yang terkait dengan

pembahasan dalam penelitian ini dan yang telah diolah lebih lanjut oleh

peneliti misalnya dalam bentuk dokumentasi dan wawancara, buku-buku

refrensi, dan lain-lain.27

26 Suharsimi Arikunto,Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm.88.

27 bid.,hlm. 89.
34

5. Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang akurat demi kelengkapan penelitian

ini, maka peneliti menggunakan langka-langka yang dimaksud antara lain:

a). Metode observasi, b). Metode wawancara, dan c). Metode

dokumentasi. Untuk memperoleh gambaran tentang beberapa langka-

langkah pengumpulan data dimaksud, selanjutnya akan dijelaskan lebih

rinci sebagai berikut:


a. Metode Observasi
Observasi merupakan salah satu metode utama dalam sebuah

penelitian, terutama sekali penelitian kualitatif, seperti yang peneliti

lakukan sekarang ini. Observasi merupakan metode pengumpulan data

yang paling alamiah dan paling banyak digunakan, tidak hanya dalam

dunia keilmuan, tetapi dalam berbagai aktivitas kehidupan.”Metode

observasi itu sendiri adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti

melakukan kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan

menggunakan seluruh alat indra. Jadi ngobservamesi dapat dilakukan

melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan

pengecap.’’28 Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan

secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

Dalam observasi ini dikenal dua jenis observasi yaitu :


1) Observasi Partisipan

Adalah suatu proses pengamatan bagian dalam dilakukan

oleh observasi dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan

orang yang di observasi.

28 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktek, (Jakarta: PT Rineka


Cipta, 2010), hal.199
35

2) Observasi Nonpartisipan
Adalah observasi tidak ikut dalam kehidupan orang-orang

yang di observasi dan secara terpisah dia berkedudukan selaku

pengamat. Dari dua jenis observasi di atas, peneliti mengadopsi

jenis yang kedua, yakni observasi non partisipan, yakni peneliti

hadir dilokasi penelitian hanyak sebatas untuk memperolah data

yang terkait dengan rumusan masalah yang menjadi fokus

penelitian.
Teknik observasi nonpartisipan ini peneliti gunakan untuk

mendapatkan data tentang Peran Remaja Alumni Pondok Pesantren

Dalam Pembinaan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Di

Desa Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Peraya Timur.


Di samping itu, teknik ini peneliti gunakan untuk

memperoleh data tentang letak geografis desa, data penduduk, data

sarana dan prasarana juga menyangkut data yang dikumpulkan

melalui terapan metode observasi dan dll.


b. Metode Wawancara (interview)
Metode wawancara adalah perbincangan dialogis dengan

maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu, pewawancara

yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yaitu pemberian

jawaban. “Interview yang sring juga disebut dengan wawancara atau

kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara (intervioner).’’29
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa metode wawancara

adalah suatu teknik pengumpulan data dan informasi dengan

melakukan Tanya jawab dengan sumber data dan informasi.


29 Ibid, hal.198
36

Ditinjau dari pelaksanaannya, interview menurut Hadari dan

Moleong dapat dibedakan menjadi:


1) Interview bebas (tidak terpimpin): adalah interview bebas

berlangsung tanpa pedoman yang dipersiapkan oleh interviewner.


2) Interviewner terpimpin adalah kebalikan dari interview

bebas yaitu berlangsung dengan mengikuti pedoman yang

dipersiapakan sebelum dilaksanakan.


3) Interview bebas terpimpin adalah interview yang mencoba

menjembatani kedua bentuk interview tersebut.30


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis interview

yang pertamma yakni interview bebas (tidak terpimpin), dimana

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara bebas kepada sumber data

atau responden, dan tentunya pertanyaan yang diajukan adalah

pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan fokus kajian yang tengah

diteliti, data yang dicari dengan menggunakan interview bebas (tidak

terpimpin) yakni tentang Peran Remaja Alumni Pondok Pesantren

Dalam Pembinaan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Di Desa

Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Peraya Timur


Data-data diatas didapatkan dari:
1) Remaja
Adapun siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

perwakilan dari remaja remaja kudung are yang dianggap mampu

memberikan data penelitian yang representative.


2) Kepala desa
3) Masyarakat
Adapun siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

perwakilan dari masyarakat kudung are yang dianggap mampu

memberikan data penelitian yang representative


30 Moleong ,Metodologi Penelitian,(Bandung;Remaja Rosda Karya 2014), hal.135.
37

Lebih jauh, Moleong mengatakan,’’pertanyaan biasanya

tidak disusun terlebih dahulu, malah itu disesuaikan dengan

keadaan dan ciri yang unik dari responden’’31 dan pertanyaan yang

diajukan tidak ditetapkan terlebih dahulu alternative jawabannya

agar diperoleh data mengenai Keterampilan Mengelola Kelas Dan

Membimbing Diskusi Kelompok Kecil Dalam Meningkatkan

Minat Belajar Siswa Di MI Nurul Jannah NW Ampenan.Namun,


Dalam wawancara ini peneliti sangat hati-hati dalam

mewawancara untuk meluruskan kembali pembicaraan yang senantiasa

mengingat tujuan dari pada wawancara tidak terpimpin ini.


c. Metode Dokumentasi
‘’Metode dokumentasi dapat diartikan sebagai cara untuk

mengumpulkan bahan tertulis ataupun film. Yang berbeda dari record

yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang peneliti’’.


Adapun yang dimaksud dengan record adalah setiap pernyataan

tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan

suatu peristiwa. Dokumentasi ini dipakai untuk memperkuat teknik

observasi dan wawancara. Namun, teknik ketiga ini dipergunakan

apabila diperluhkan,karena teknik ini dipakai hanya sebagai pelengkap

dalam perolehan data penelitian.


Lebih jauh teknik dokumentasi ini digunakan untuk menjaring

data-data tentang profil desa ,data keadaan desa atau data pegawai,

data masyarakat, data struktur organisasi, data sarana dan prasarana,

data data kondisi fisik desa .


6. Analisa Data

31 Ibid, hal.191.
38

Pada penelitian kualitatif, analisa data biasanya dilakukan sejak

berada di lapangan. Bersama dengan proses pengumpulan data dan juga

setelah peneliti meninggalkan lapangan. Setelah data di kumpulkan

melalui metode di atas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data

yang di dapatkan.
Analisi data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur,

mengurutkan, mengelompokan, memberi kode/tanda dan meng-

ategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau

masalah yang ingin dijawab.32 Definisi lain mengemukakan bahwa analisis

data adalah suatu proses mengoordinasikan dan mengurutkan data dalam

pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat di sarankan oleh

data, baik itu dari catatan lapangan (observasi), wawancara, komentar

peneliti, dokumentasi, dan lain sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam

hal ini mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan

mengategorikan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya di angkat menjadi

teori substantif. Dalam hal ini peneliti akan menganalisis data-data dan

informasi yang diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara, dan

dokumentasi seperti Wali kelas dan Siswa kelas. Kemudian peneliti akan

menarik kesimpulan dari hasil analisis yang diperoleh melalui kegiatan

analisis data supaya dapat di tarik kesimpulan penelitian yang selanjutnya

akan menjadi hasil penelitian yang valid.33


7. Validasi Data

32 Ibid, hlm. 2009

33 Djam’ah Satori, Metodologi Penelitian Kualitatif,( Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 97.
39

Validasi data berjuan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati

oleh peneliti sesuai dengan apa yang ada dilapangan. Dan apakah

penjelasan yang diberikan di lapangan mempunyai kesesuaian dengan

yang sebenarnya yang ada atau terjadi.


Untuk menguji sejauh mana validitas data yang diperoleh di

lapangan maka penulis akan menggunakan beberapa teknik pemeriksaan

validitas data yaitu:


a. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan secara

lebih cermat dan berkesinambungan terhadap kegiatan yang

dilaksanakan oleh guru kelas. Dengan cara tersebut maka kepastian

data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan

sistematis. Peneliti melakukan pengamatan lebih awal pada setiap

pelaksanaan pembelajran selama penelitian berlangsung. ‘’Moleong

memandang bahwa keikut sertaan pengamat terletak pada pengamatan

terhadap pokok persoalan yang dilakukan secara awal’’.34


b. Triangulasi
‘’Ujian keabsahan melalui triangulasi dilakukan karena dalam

penelitian kualitatif untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat

dilakukan dengan alat-alat uji statistik. Begitu pula materi kebenaran

tidak diuji berdasarkan kebenaran alat sehingga substansi kebenaran

tergantung pada kebenaran intersubjektif.


‘’Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang

memanfatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluaan

pengecekan dan sebagai pembanding terhadap data tersebut.’’35

34 Moleong,Metodologi Penelitian, (Bandung;Remaja Rosda Karya,2014),hal.330


40

Adapun uraian triangulasi dapat dijabarkan di bawah ini

sebagai berikut:
1) Sumber dapat dilakukan dengan cara:
a) Membandingkan data hasil pengmatan dan data hasil

wawancara
b) Membandingkan perkataan informan di tempat umum dan

perkataan secara pribadi.


c) Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen.
2) Metode dapat dilakukan dengan cara:
a) Pengecekan hasil penelitian dengan beberapa teknik

pengumpulan data.
b) Pengecakan beberapa sumber data dengan metode yang

sama.
3) Penyidik yaitu dengan memanfaatkan peneliti atau

pengamat lainnya keperluan pengecekan kembali derajat

kepercayaan dan kebenaran data.


Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah

trianggulasi sumber. Tringgulasi sumber dapat dilakukan dengan cara

membandingkan hasil pengamatan dan data hasil wawancara dan

membandingkan hasil wawancara dengan dokumen.


Dengan cara ini diharapkan data dan informasi yang diperoleh

dengan mudah dan tidak mendapat kesulitan dari lokasi penelitian

sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat dan dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya. Jadi pengguna triangulasi

sumber data ini penulis mengorientasikan pada fokus penelitian yang

diteliti yaitu dengan berusaha membandingkan pengamatan dan

wawancara kepada kepala desa,masyarakat,remaja desa kudung are


d) Kecukupan Refrensi
35 Burhan Bungin, Analisis data penelitian kualitatif pemahaman filosofis dan metodologis
kearah penguasaan model aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), hal.205
41

Yang dimaksud dengan kecukupan referensi disini adalah

adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh

peneliti berupa alat-alat pendukung dalam melakukan penelitian.

Konsep kecukupan refrensial mulai-mulai diusulkan oleh Eisner

(1975) sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik

tertulis untuk keperluan evaluasi. Film atau vedio-tape, misalnya,

dapat digunakan sebagai alat perekam yang pada saat senggang dapat

dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan

kritik yang tercatat atau terekam dapat digunakan sebagai patokan

untuk menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran.


Dalam pelaksanaannya peneliti menggunakan refrensi yang

cukup dan memadai serta relevan dengan penelitian yang dilakukan

yaitu mengenai kualitas Peranan Remaja Alumni Pondok Pesantren

Dalam Pembinaan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat Di

Dusun Kudung Are Desa Mujur Kecamatan Peraya Timur.


I. Sistematika Pembahasan
1. Judul
2. Latar belakang masalah
3. Rumusan masalah
4. Tujuan dan manfaat
5. Ruang lingkup dan setting penelitian
6. Telaah pustaka
7. Kerangka teori
8. Metode penelitian
9. Sistematika pembahasan
10. Daftar pustaka
42

DAFTAR PUSTAKA

Elfindri dan Firti Rasmita, Berburu Beasiswa Klik & Trik Jakarta: Visi Media,
2006

Irfanuddin, “Peran KH. Hasan Bisri SH. M.Hum. Dalam Meningkatkan


Pemahaman Keagamaan Masyarakat Semper Timur Jakarta Utara”, 2008.

Hj. Eti Nur Inah, yang berjudul “Peranan Tokoh Agama dalam Meningkatkan
Pengamalan Ajaran Agama Islam pada Masyarakat Kuli Bangunan di
Kelurahan Alolama Kecamatan Mandongan Kota Kendari. 2015.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia,


jakarta: Balai Pustaka, 1998.

W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1985.

Depertemen Pendidikan dan kebudayaan RI,Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka 2000.

Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:Rajawali Press,2000.

David Barry, Pokok-pokokPikiran dalam Sosiologi, Jakarta: CV Rajawali Press,


1984.

Depertemen Pendidikan dan kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta :Balai Pustaka 2000.

Santrock. John W, Perkembangan Remaja, Jakarta: Erlangga, 2003.

Kartono, Psikologi Anak:Psikologi Perkembangan, Bandung: Mandar Maju,


1995.
43

Ali, M dan Ansori, Psikologi Remaja, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.

Thalib, 20 Problematika Remaja Dalam Beagama, Kudus: Menara Kudus, 2010.

Papalia, dkk, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana, 2008

Santrock, Perkembangan Masa Hidup, Jakarta: Erlangga, 2002.

Ali, M dan Ansori, Psikologi Remaja, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.

Yudhi M, Media Pembelajaran:Sebuah Pendekatan Baru, Ciputat: Gaung Persada


Press, 2003.

H. M. Yakub, M, Pondok Pesantrendan Pembangunan Masyarakat


Desa,Bandung:Angkasa, 1984.

zamakh syari dhofier, tradisi pesantren, study tentang pandangan hidup kiyai,
Jakarta:lp3es, 1984.

Mastuhu, Dinamika Pendidikan, Jakarta: INIS, 1994

Ebrahim, Islam dalam Masyarakat Kontemporer Bandung: Gema Risalah Press,


1988.

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.

Fuadi, Memahami Hakikat Kehidupan Sosial Keagamaan Sebagai Solusi


alternative Menghindari Konflik , jurnal Substansia, No. 1, April 2011.

Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian Jakarta:Mitra Wacanna


Media,2012.

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: Remaja Rosdakarya,


1997.
44

John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed


Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Edisi Ketiga, 2009.

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2014.

Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Anda mungkin juga menyukai