Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DASAR DAN KONSEP PENDIDIKAN MORAL

DOSEN PEMBIMBING :
Prof.Dr Aloysius Hardoko,M.Pd

DISUSUN OLEH :
Olivia Angelica M (2105056061)
Darmawati (2105056062)
Freti Sintya W.D (2105056063)
Herlina Felisita (2105056064)
Ria Fahriza (2105056065)
Risnal Indrawan (2105056075)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah
Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah “Model Pendidikan Moral
Berbasis Liberalis, Komunis, Agama, dan Pancasila” ini sesuai dengan apa yang
diinginkan. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas dasar dan konsep pendidikan
moral, sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan oleh Prof.Dr.Aloysius Hardoko,
M.Pd. sebagai dosen pengampu. Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa
dapat mengetahui tentang model pendidikan moral yang berbasis liberalis, komunis,
agama dan pancasila yang diterapkan di berbagai negara. Selain itu mahasiswa dapat
juga mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang mencetuskan, mengikuti, atau
menerapkan model pendidikan yang dianut di negaranya serta dapat mengetahui
implementasi (penerapan) model pendidikan itu dan mengetahui kelemahan serta
kelebihan dari model pendidikan yang dianut. Akhirnya semoga makalah ini
bermanfaat bagi Penulis dan para pembacanya, mohon maaf apabila terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Samarinda 08 Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ................................................................................................. 4


B. Rumusan masalah ........................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN

A. Menjelakan alasan negara melarang mengajarkan agama ...................... 6-7


B. Menguras sejarah pendidikan moral di dunia barat ......... .................... 7-10
C. Membedakan aspek penting pendidikan moral dan indoktrinasi ........ 10-12

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................... .......................................... 13

B. Saran .............................................................. .......................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 15

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Moral atau dalam kata lain disebut kesusilaan adalah keseluruhan norma yang
mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-
perbuatan yang baik dan benar. Jadi pendidikan moral ditujukan untuk memagari
manusia dari melakukan perbuatan yang buruk yang tidak sesuai dengan norma-
norma yang ada baik itu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam
kurun satu dekade ini, bangsa Indonesia mengalami kemunduran moral yang sangat
hebat, ditandai dengan tingginya angka seks bebas di kalangan remaja, maraknya
penggunaan obat-obatan terlarang, seringnya terjadi bentrokan antar warga, antar
pelajar, mahasiswa dengan aparat, dan lainnya yang biasanya didasari hal-hal sepele,
semakin banyaknya kasus korupsi yang terungkap ke permukaan juga menunjukan
degradasi moral tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga terjadi
pada para pejabat yang seharusnya menjadi pengayom dan teladan bagi warganya.
Pendidikan berkarakter moral adalah kunci untuk perbaikan sosial dan kemajuan
peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan. Harapan
dari pendidikan berkarakter moral adalah tercapainya keseimbangan antara
pengetahuan dan moral. Model pendidikan moral adalah cara berpikir mengenai
proses caring, judging dan acting dalam konteks pendidikan. Suatu model meliputi
teori atau sudut pandang mengenai bagaimana manusia berkembang secara moral dan
mengenai sejumlah strategi atau prinsip untuk membantu perkembangan moral.
Dengan demikian suatu model dapat membantu untuk memahami dan melakukan
pendidikan moral.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan alasan Negara yang melarang mengajarkan agama di sekolah


2. Menguras sejarah pendidikan moral di dunia barat
3. Membedakan aspek penting dalam pendidikan moral dan indoktrinasi

4
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui alasan Negara yang melarag mengajarkan agama di sekolah


2. Untuk mengetahui sejarah pendidikan moral di dunia barat
3. Untuk mengetahui dan membedakan aspek - aspek penting dalam pendidikan
moral dan indokstrinasi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Alasan negara yang melarang mengajarkan agama di sekolah

Pelajaran agama dimasukkan dalam kurikulum sekolah di Singapura


pada 1984 dan waktu itu setiap siswa diberi kebebasan untuk memilih satu
dari pelajaran agama yang tersedia yaitu Buddha, Islam, dan Kristen. Lima
tahun kemudian, pemerintah Singapura mencabut semua pelajaran agama
tersebut dari kurikulum karena terbukti bahwa pelajaran tersebut membuat
para siswa semakin terpisah satu dengan lainnya. Ada guru yang mengajari
siswa untuk mengikuti agama tertentu sehingga terjadi ketegangan disekolah.

Sejak saat itu, pemerintah melarang pendidikan agama di sekolah -


sekolah. PM Lee berpendapat bahwa melarang pelajaran agamadi sekolah
tidak akan menghambat penduduk Singapura untuk menjalankan agamanya
masing - masing. Sikap ini terbukti benar. Singapura tidak lantas menjadi
negara yang berpenduduk “kafir”. Sebaliknya, Singapura kini dikenal sebagai
negara yang memiliki integritas tinggi di berbagai ini pergaulan antar bangsa.
Negara yang secara tegas melarang pengajaran agama di sekolahn yaitu telah
berhasil mempraktekkan nilai - nilai agama dalam kehidupan nyata, menjaga
kesehatan sebagai pemberian dari Tuhan Sang Pencipta, serta menjaga
keharmonisan hidup bernegara walau terdiri dari banyak suku bangsa dan
agama. Padahal PM Lee secara amat tegas katakan bahwa Pemerintah tak
boleh masuk kekawasan agama dan agama tak boleh masuk ke kawasan
Pemerintah.

Bagaimana dengan Indonesia? Inilah satu – satunya negara di muka


bumi yang memiliki Pancasila dengan “Ketuhanan yang Maha Esa” sebagai
sila pertama. Ribuan guru agama, ribuan lembaga keagamaan, ribuan sekolah
berbasis agama, dan ribuan bahkan jutaan buku - buku tentang agama
bertebaran di seanteronegeri ini! Rumah – rumah ibadah kecil dan besar
berada di seluruh pelosok negeri, acara dan ritual keagamaan tak henti –

6
hentinya menghiaskan mingguan. Agama menjadi salah satu syarat mutlak
yang dicantumkan dalam kartu tanda penduduk. Bahkan agama dijadikan daya
tarik sejumlah partai politik walau hal ini semakin tak laku dijual. Menjelang
66 tahun merdeka, hasil apa yang dapat dipetik dari pengajaran agama di
sekolah - sekolah Indonesia? Amat banyak hasil positif, tentunya. Tapi hasil
negatif pun kian banyak dan memalukan. Korupsi, tipu daya, manipulasi, akal
- akalan atau apa pun namanya merebak diberbagai lembaga yang mestinya
menjadi teladan dan simbol keberagamaan kita mulai dari Kementerian
Agama sampai Kementerian Pendidikan Nasional, kepolisian, kejaksaan,
pengadilan negeri, Mahkamah Agung, bahkan ini yang paling parah DPR yang
merupakan lembaga terhormati studi nyatakan sebagai lembaga terkorup di
Indonesia.

B. Sejarah pendidikan moral di barat

A. Pendidikan dan moral

Moral atau akhlak sejatinya merupakan mutiara yang


memancar dalam diri manusia titik melalui pancarannya itulah
memberikan manfaat kepada orang lain. Artinya karakter manusia
akan memiliki dampak positif dan negatif manakala tidak diarahkan
kepada karakter yang baik. Bukan hanya berdampak kepada diri saja
namun kepada orang lain. Ketika yang dipancarkan adalah akhlak atau
karakter yang mulia maka akan sangat bermanfaat kepada manusia
lainnya, namun apabila yang dipancarkan akhlak atau karakter yang
jelek maka akan membahayakan dan membuat susah orang lain titik ini
masih dalam persoalan sosial, belum lagi masalah individual dirinya
dengan Tuhan titik bisakah manusia menjadi hambanya yang dicintai
manakala karakternya rusak apakah Tuhan akan dekat dengannya dan
apakah mereka akan mendapatkan tempat mulia di sisi-nya. Dalam
bahasa Inggris, pendidikan disebut education yang berasal dari kata
educate atau Mendidik yang artinya perbuatan atau proses untuk
memperoleh pengetahuan. Dalam pengertian Luas education

7
merupakan proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang
memperoleh Pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang
sesuai dengan kebutuhan.Jamil Shaliba dalam Mu’jamal-Falsafî
mengemukakan bahwa pendidikan (Arab, al-Tarbiah. Prancis,
education. Inggris, education, culture. Latin, educatio) ialah
pengembanganFungsi-fungsi psikis melalui latihan sehingga mencapai
kesempurnaan sedikit demi sedikit. John S. Brubacher mengemukakan,
pendidikan adalah proses timbal balik dari setiap Individu dengan
individu lain dalam rangka penyesuaian dirinya dengan alam semesta.
Pendidikan juga merupakan perkembangan kemampuan manusia yang
terorganisasi dari semua Potensinya, baik menyangkut moral,
intelektual dan jasmani, yang diharapkan mampu Menghimpun suatu
aktivitas menuju kehidupan akhir.

William Mc Gucken, seorang tokoh pendidik Katolik, sebagaimana


dikutip oleh M. Arifin, memberikan defenisi pendidikan “sebagai
perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan
manusia baik moral, intelektual maupun jasmaniah yang
diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan individual atau sosial
dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu dengan
penciptanya sebagai tujuan akhirnya” dilihat dari konsep John S.
Brubacher dan Gucken, inti pendapat keduanya sepakat bahwa
pendidikan merupakan proses pertumbuhan seorang insan, melalui
perkembangan moral, jasmani dan rohaninya yang terorganisasi secara
menyeluruh guna mencapai tujuan akhir kehidupan. Sementara Morris,
menghendaki bahwa pendidikan itu harus dapat melayani kegiatan
sosial masyarakat dalam usaha mencapai hari depan yang lebih
menjanjikan, bahkan menuju kepada suatu cita-cita yang paling
menyenangkan.

B. Moralitas di dunia barat

Periode modern merupakan zaman kebangkitan Islam. Pada


periode pertengahan umat Islam mengalami kemunduran baik bidang
pendidikan, pengetahuan, sosial maupun bidang-bidang yang terkait

8
dengan politik, budaya dan teknologi. Periode modern ini dikenal
dengan zaman pembaharuan. Kata “pembaharuan” seakan-akan identik
dengan modernisasi yang lahir di dunia Barat. Modernisasi diambil
dari kata dasar “modern” yang artinya terbaru, cara baru, mutakhir atau
sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman.
Salahan moral yang sedemikian kosmopolit di era sekarang,
merupakan badai di kalangan segelintir umat manusia, dan sebaliknya
merupakan kebanggaan tersendiri bagi kebmodern ini telah terjangkit
dan meluas di kalangan masyarakat, termasuk melanda dunia Barat
bahkan dunia Timur yang notabene diidentikkan dengan Islam, ikut-
ikutan berperan serahkan dunia Timur yang nota bene diidentikkan
dengan Islam, ikut - ikutan berperan serta.
Tidak dapat disangkal, bahwa perkembangan sains dan teknologi pada
zaman modern telah banyak memberikan kemudahan dan kemajuan
dalam lapangan kehidupan manusia, namun tidak pula dapat
dipungkiri, bahwa sisi gelap kemajuan modern telah pula
menghancurkan kemanusiaan seperti banyak disesali para ahli sejak
abad ke-19 sampai sekarang, terutama pada gerakan industrialisasi dan
rasionalisasi yang dilancarkannya, yang dinilai oleh para ahli akhir -
akhir ini sebagai biang awal ambruknya peradaban modern.
Peradaban Barat modern menganggap nilai sebagai produk
rasionalitas individu-individu, namun ketika nilai berada dalam
konteks sosial dan budaya, maka nilai diartikan sebagai konsensus
bersama sekelompok manusia. Sebagaimana pandangan Weber, salah
seorang tokoh sosiologi Barat, yang menyatakan bahwa nilai itu ada
secara objektif dalam subjektivitas manusia dan murni menjadi milik
dari pribadi-pribadi. Dengan itu, konsepsi Barat tentang nilai, moral,
dan etika bersifat relatif dan sangat berbeda bahkan bertentangan
antara satu dengan yang lainnya. Konsep tentang apa yang disebut baik
dan buruk merupakan kancah pertarungan pemikiran yang tak pernah
henti dari filosof-filosof Barat, sejak jaman Yunani sampai hari ini.
Dari pendidikan yang berorientasi kepada etika Kristen sebagaimana
pemikiran Thomas Aquinas, kemudian berubah menjadi paham
materiasme yang dikembangkan Decartes. Sejak saat itu, ilmu diaggap
9
sebagai valuefree atau bebas nilai sehingga pendidikan di Barat
dikembangkan tanpa nilai moral, etika, agama, kemudian dijauhkan
dari kurikulum dengan harapan manusia lebih cerdas dan kreatif dalam
menciptakan dan berinovasi di bidang sains dan berteknologi.
Masyarakat Barat pada akhirnya menganggap nilai-nilai agama
merupakan fenomena subjektif yang dialami oleh masing-masing
individu dan tidak bersifat universal. Konsepsi nilai dalam peradaban
Barat terus berevolusi sesuai dengan tuntutan jaman akibat ketiadaan
nilai absolut yang bersumber dari wahyu yang mengatur kehidupan
masyarakat dan menjadi rujukan moralitas.
Ada pula kisah pemuda Inggris yang kecanduan bermain seks
dengan anak-anak sekolah, setelah puas melampiaskan nafsu
biologisnya ia memotong kepalanya dan menggantungkan di pagar
halaman sekolah Karena itulah, masyarakat Barat dewasa ini dipenuhi
oleh keluarga-keluarga dengan orang tua tunggal, homoseksualitas,
hidup bersama tanpa nikah, keserakahan tak terbatas, dan tentu saja,
hilangnya rasa hormat terhadap orang lain. Banyak guru yang takut
kepada murid-muridnya, dan beberapa bahkan telah dibunuh mereka.
Bayi-bayi “gelap” melampaui jumlah bayi-bayi yang sah di sejumlah
masyarakatnya. Dan terdapat negara-negara di manaa sejumlah besar
rakyatnya berusia 30 an dan 40 an tidak pernah mempunyai pekerjaan
yang layak, ataupun menginginkannya karena seorang penganggur
dapat hidup lebih baik daripada yang bekerja.

C. Membedakan aspek penting dalam Pendidikan Moral dan Idoktrinasi


Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa
Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai
akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai
rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada
perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154)
menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan
dankelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan pengertian
akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang
10
menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya
perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu
dipikirkan dan direncanakan sebelumnya. Sementara itu Wila Huky,
sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan
pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai
berikut :

1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan


warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam
lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan
pandangan hidup atau agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada
kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik ,
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.

Dan dapat kami simpulkan bahwa Pengertian moral adalah ajaran baik
buruk suatu perbuatan, kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya. Moral
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan antara perbuatan
yang benar dan yang salah.Oleh karena itu, di dalam pendidikan karakter
terdapat aspek utama yang bahkan menjadi unsur utama dari keberadaan
pendidikan karakter yaitu pendidikan moral atau moralitas itu sendiri.
Indoktrinasi adalah sebuah proses yang dilakukan berdasarkan satu sistem
nilai untuk menanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir, perilaku dan
kepercayaan tertentu. Praktik ini sering kali dibedakan dari pendidikan karena
dalam tindakan ini, orang yang diindoktrinasi diharapkan untuk tidak
mempertanyakan atau secara kritis menguji doktrin yang telah mereka pelajari.
Instruksi berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, khususnya, tak dapat
disebut indoktrinasi karena prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan menuntut
evaluasi diri yang kritis dan sikap bertanya yang skeptis terhadap pikiran
sendiri.
Perbedaan pendidikan moral dan indoktrinasi yaitu adalah

11
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa
perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup
pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia. Pada hakikatnya, nilai-
nilai moral atau nilai baik-buruk, positif-negatif, pantas-tak pantas dan
sejenisnya adalah bersumber dari ajaran agama. Prinsip ajaran agama adalah
untuk mengatur kehidupan manusia. Jenis ajaran moral dapat mencakup
masalah, yang boleh dikatakan tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh
persoalan kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat
manusia. Menurut Mohammad Ali, (2007:232) para pakar pendidikan sepakat
untuk mengatakan perlunya keseimbangan antara dimensi kognitif dan efektif
dalam proses pendidikan. Artinya untuk membentuk manusia seutuhnya tidak
cukup hanya dengan mengembangkan kecerdasan berpikir atau IQ anak didik
melalui ilmu pengetahuan, melainkan juga harus dibarengi dengan
pengembangan perilaku dan kesadaran moral. Nilai indoktrinasi yaitu
Pendidikan nilai dalam bentuk indokrinatif biasanya tampil dalam bentuk
penanaman nilai-nilai moral.Strategi Pendidikan Nilai dengan Indoktrinasi
nilai-nilai dasar saat ini sangat tepat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan
nilai di Indonesia, karena sesuai kepada nilai-nilai agama, nilai-nilai luhur
budaya bangsa Indonesia dan falsafah Pancasila. Meskipun sebenarnya
strategi indoktrinasi ini merupakan pendekatan tradisional. Akan tetapi supaya
nilai-nilai moral dasar itu tetap tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang
sehingga eksistensi manusia sebagai makhluk moral tidak tereduksi dengan
hilangnya nilai-nilai dasar dalam dirinya. maka,Metode Indoktrinasi nilai-nilai
dasar tersebut bisa dilakukan dengan metode pembiasaan, keteladanan,
hukuman dan ganjaran.
 Indoktrinasi Dalam Pendidikan Moral
1. Indoktrinasi : dikonotasikan negative
2. Metode: indoktrinasi dianggap “haram”
3. Ironis : indoktrinasi sering dilakukan
Indoktrinasi merefleksikan usaha untuk memaksakan kondisi tanpa
kebenaran ke satu kondisi tanpa bukti. Indoktrinasi tidak memperdulikan
peserta didik, ketidak pedulian indoktrinasi terhadap fakta bahwa pendidikan
berimplikasi kepada pertumbuhan dan perkembangan yang bersumber dari diri
peserta didik. Jadi bukan paksaan dari luar.
12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan berkarakter moral adalah kunci untuk perbaikan sosial dan


kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan
kemanusiaan. Harapan dari pendidikan berkarakter moral adalah tercapainya
keseimbangan antara pengetahuan dan moral. Pendidikan moral ditujukan
untuk memagari manusia dari melakukan perbuatan yang buruk yang tidak
sesuai dengan norma-norma yang ada baik itu dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Suatu model meliputi teori atau sudut pandang
mengenai bagaimana manusia berkembang secara moral dan mengenai
sejumlah strategi atau prinsip untuk membantu perkembangan moral. Dengan
demikian suatu model dapat membantu untuk memahami dan melakukan
pendidikan moral. Model pendidikan moral yang kebanyakan digunakan oleh
Negara di dunia diantaranya ada empat yaitu liberalis-kapitalis, sosialis-
komunis, agama, dan pancasila.

B. Saran

Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan


harus dilakukan secara berkesinambungan. Pemerintah yang diwakili oleh
Kementerian Pendidikan Nasional harus melakukan upaya-upaya untuk
perbaikan kualitas pendidikan terutama menghasilkan insan Indonesia yang
berkarakter. Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan yang seperti di
atas, para peserta didik (siswa dan mahasiswa) harus dibekali
dengan pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan
karakter/akhlak mulia. Di sinilah mata pelajaran pendidikan agama menjadi
sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa,
mengingat tujuan akhir dari pendidikan agama tidak lain adalah terwujudnya
akhlak atau karakter mulia.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://nasriaika1125.wordpress.com/2013/11/17/makalah-dasar-dan-konsep-
pendidikan-moral/

https://biologimediacentre.com/belajar-dari-cara-singapura-memperlakukan-agama/

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 12 5 Van
Cleve Morris, PhilosophyofEducation; in BecominganEducator, Boston: HoughtonMifflin
Company, 1963, hlm.

Edward Westermarck, “EthicalRelativism”, dalam Robert Holmes, Basic Moral


Philosophy, SecondEdition, New York:

WadsworthPublishing Company, t.t., hlm.

https://www.referensimakalah.com › ...

Moral menurut Pemikir Barat – Referensi Makalah

14
https://books.google.co.id/books?id=UrkDEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=pe
ndidikan+moral+di+barat&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=pendidikan%20moral
%20di%20barat&f=false

Pendidikan moral Thomas Aquinas sang teolog Barat

Wikipedia. Indoktrinasi. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Indoktrinasi

Dasar-Dasar Pengertian Moral. https://staff.uny.ac.id

Lya Wahyuningsih, Implementasi Pendidikan Moral Terhadap Mata Pelajaran


Pendidikan Kewarganegaraan Kelas Rendah Di SD Sutran Sabdodadi Bantul.
https://repository.upy.ac.id

Rumiyati,M.Hum.PendidikanMoral.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131763780/pendidikan/Materi+5+-
+Komponen2+Pend+Moral.pptx

15

Anda mungkin juga menyukai