Anda di halaman 1dari 20

AKHLAKUL KARIMAH

ADAB TERHADAP DIRI SENDIRI (Part V)

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
BELLA PUSPITA SARI

DIAH PERMATA SARI

EKA KHARISMA

ENI DWI SAPUTRI

FATMAWATI YUSTINI

FENDY SUKO WATI

Dosen Pengampu :

PROGRAM STUDI S1 GIZI KONVERSI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum,Wr.Wb
Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini kami
susun agar pembaca dapat mengetahui lebih detail tentang “ Akhlak terhadap Diri
Sendiri".

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah dan
teman-teman satu kelompok yang telah membantu mengumpulkan data-data untuk
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu, kami mohon kritik dan sarannya dari teman-teman maupun doen pengampu
mata kuliah demi mendapatkan hasil makalah yang bisa bermanfaat dan dapat
memberoikan wawasan yang lebih luas bagi semuanya.

Atas saran dan masukan teman-teman semua kami mengucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum, Wr.Wb

Hormat kami

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang


penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan
bangsa. Akhlak merupakan perbuatan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati
nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu
kesatuan yang dihayati dari kenyataan keseharian.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang
akan menjadi penolong dan penuntun dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk
memperbaiki nasib dan perdaban manusia. Pendidikan merupakan pilar-pilar untuk
membentuk generasi yang cerdas, generasi yang berilmu dan generasi yang mempunyai
wawasan luas. Pendidikan menjadi penuntun untuk memperbaiki derajat, martabat
dan nasib manusia.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), masalah-masalah moral yang terjadi sekarang ini jauh lebih banyak
dan lebih kompleks dibanding dengan masalah-masalah moral yang terjadi
sebelumnya. Kemajuan di bidang teknologi bisa dikatakan menjadi penyebab dan
timbulnya masalah-masalah moral saat ini, hal tersebut dikarenakan
penyalahgunaan atau pemanfaatan dari hasil kemajuan di bidang teknologi
tersebut dan tidak adanya filter terhadap hal-hal yang diperoleh atau dilihat.
Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika
dan obat-obatan terlarang, tawuran antar pelajar, pornografi, perkosaan,
merusak milik orang lain, perampasan, penipuan dan tindakan kekerasan lainnya
merupakan beberapa contoh masalah-masalah sosial yang erjadi sampai saat ini
belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan juga cukup serius
dan tidak dapat dianggap sebagai persoalan sederhana, karena tindakan tersebut
sudah menjurus pada tindakan kriminal.
Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula
dari apa yang dihasilkan dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya
paling besar memberikan kontribusi terhadap situasi ini.
Tugas pendidikan adalah mempersiapkan generasi anak-anak bangsa
agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya di kemudian hari
sebagai khalifah Allah di bumi. Begitu pentingnya pendidikan bagi kita
sehingga dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan berbagai faktor
atau unsur yang mendorongnya.
Aspek akhlak merupakan salah satu ruang lingkup pelajaran akidah akhlak yang
diajarkan di Madrasah. Tujuan yang akan dicapai yaitu untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang, meningkat kualitas
keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

B. Tujuan

Mengenal apa yang dimaksud dengan tasammuh , Husnudzhan, Suudzan, dan


Tawadhu’ dalam kehidupan.
BAB II

PEMBAHASAN

a. Tasammuh
Istilah “tasamuh” ini dapat juga diartikan sebagai “toleransi”, yang dalam
Bahasa Indonesia memiliki definisi berupa ‘bersikap menghargai, membiarkan,
memperbolehkan adanya pendapat, pandangan, kepercayaan, dan kebiasaan
(milik orang lain) yang berbeda dengan dirinya sendiri’. Apabila melihat dalam
Al-Quran, memang kata “toleransi” tidak dapat ditemukan, tetapi jika kata “al-
samhah” dapat ditemukan dalam sebuah hadist.
Dalam pengertian secara umum, tasamuh ini dapat diartikan sebagai
sikap atau akhlak terpuji pada pergaulan, di mana terdapat rasa saling
menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang telah digariskan oleh
ajaran Islam”. Ada beberapa orang yang mengartikan tasamuh atau toleransi ini
sebagai sikap menerima dan damai terhadap keadaan yang dihadapinya, salah
satunya adalah toleransi agama. Nah dari sini, tasamuh juga dapat dimaknai
sebagai “toleransi beragama”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tasamuh atau toleransi yang sebenarnya
bukanlah dengan mencampur-adukkan keimanan dan ritual agama Islam dengan
agama non Islam, melainkan menghargai akan eksistensi agama dan ritual dari
agama orang lain. Yap, tasamuh atau toleransi ini juga dapat condong pada
konteks sosial, budaya, dan agama, dengan tidak melakukan aksi diskriminasi
terhadap umat minoritas dalam kehidupan bermasyarakat.
Adanya akhlak tasamuh ini dapat memberikan kemudahan hati terutama
ketika menjalani hidup yang berdampingan dengan individu lain, dengan
mengenyampingkan perbedaan yang ada ketika menjalin hubungan timbal balik
demi mencapai kedamaian, keadilan, dan kebajikan. Tidak hanya itu saja,
keberadaan akhlak tasamuh ini justru dapat memberikan kesempatan dan tempat
bagi setiap orang tanpa memandang status apapun dari mereka. Perbedaan
agama, ras, suku, etnis, bukanlah halangan untuk hidup bersama dalam
masyarakat multikultural ini. Dengan kata lain, dalam menjalankan akhlak
tasamuh ini harus memiliki hati yang besar untuk menerima kebaikan dan
kebenaran dari orang lain.

Konsep akhlak tasammuh

Akhlak tasammuh dalam agama Islam ini dapat dijalani secara praktis
dan tidak berbelit-belit kok. Islam tidak pernah mengajarkan umat-Nya untuk
mencela Tuhan dari agama lain, sebab memang pada dasarnya manusia di muka
bumi ini memiliki keberagaman dari segi agama, warna kulit, suku, adat istiadat,
dan lain-lain. Namun meskipun begitu, kita tentu saja tidak diperbolehkan secara
bebas mengikuti ibadah agama lain tanpa aturan atau bahkan mencampurinya.
Di dunia Barat, keberadaan “toleransi” malah menunjukkan adanya
sebuah otoritas berkuasa, yang mana enggan bersikap sabar atau membiarkan
orang lain untuk memiliki perbedaan. Namun dalam agama Islam, “tasamuh”
justru dapat menjembatani kata toleransi itu yang mana menunjukkan adanya
kemurahan hati dan kemudahan dari kedua belah pihak atas dasar saling
pengertian.
Nah, untuk mengembangkan sikap tasamuh secara umum, dapat
dilakukan dengan mengelola kemampuan diri kita dalam menyikapi adanya
perbedaan yang mungkin terjadi dalam lingkungan keluarga, teman sekolah, atau
rekan kerja sesama muslim. Perbedaan itu tidak hanya sekadar pada agama, ras,
dan etnis saja, tetapi juga pada pola pikir dan pendapat. Sikap toleransi atau
adanya akhlak tasamuh ini dapat juga dimulai dengan cara membangun
kebersamaan dan keharmonisan sehingga menyadari adanya perbedaan antara
diri kita dengan orang lain.
Berkaitan dengan tasamuh antar umat beragama, hendaknya dimaknai
sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama individu penganut agama lain,
disertai memberikan kebebasan kepada mereka untuk menjalankan prinsip-
prinsip keagamaan atau beribadah masing-masing, tanpa adanya paksaan atau
tekanan, baik untuk melaksanakan ibadah maupun tidak. Lagipula, Allah SWT
juga pernah memberikan ajaran bagi umat-Nya bahwa kita harus menjadikan
semua orang sebagai kawan.
Toleransi atau Tasamuh Dalam Hal Beragama
Di negara kita yang memiliki beragam pemeluk agama, sikap toleransi
beragama tentu saja wajib untuk diajarkan dan dilakukan. Apalagi dalam
Pancasila yang mana sebagai dasar negara kita ini, pada sila pertama yang
berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, jelas mengindikasikan bahwa negara ini
adalah negara Ketuhanan. Maksudnya adalah negara Indonesia benar-benar
menghendaki setiap warga negaranya untuk menganut satu agama atau
kepercayaan. Berhubung di Indonesia ini ada 6 agama yang diakui yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, maka setiap warga Indonesia
“diwajibkan” untuk menganut salah satu dari keenam agama tersebut.
Tidak hanya itu saja, pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat 2
berbunyi “Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-
masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya”. Dalam perundang-
undangan tersebut jelas bahwa negara telah mengatur bahwa setiap warganya
untuk memeluk agama dan menjamin perlindungan ketika melaksanakan prosesi
peribadatan.

Aspek-Aspek Dalam Tasamuh

Dalam menerapkan akhlak tasamuh ini memiliki beberapa aspek, yakni sebagai
berikut:

1. Mengasihi dan Menyayangi Orang Lain

Dari adanya kasih sayang atau rasa untuk saling mengasihi sekaligus
menyayangi terhadap orang lain, tentu saja akan menjadikan seseorang bersikap empati.
Dari sikap empati tersebut, nantinya seseorang tersebut mampu merespon segala
peristiwa dan tindakan yang dilakukan oleh orang lain yang ada di sekitarnya. Mulai
dari saling tolong menolong hingga menerima adanya kelebihan maupun kekurangan
yang dimiliki oleh orang lain.
2. Menjaga Kedamaian

Menjaga kedamaian terutama ketika tengah menjalin hubungan dengan orang


lain yang memiliki perbedaan agama tentu saja menjadi aspek dalam tasamuh ini.
Dalam upaya menjaga kedamaian tersebut, kita tidak boleh memaksakan kehendak
untuk bersatu dalam aqidah, sebab pada dasarnya agama dan ibadahnya sudah berbeda.

Cara lain untuk menjaga kedamaian ini adalah dengan menciptakan keamanan
dan kenyamanan di lingkungan bersama, saling memaafkan, tidak ada dendam dan
prasangka jelek, tidak memaksakan kehendak, tidak menyakiti baik dalam lisan maupun
perbuatan, hingga adanya rasa saling empati terutama ketika tengah menyelesaikan
masalah.

3. Berbuat Kebajikan

Maksudnya adalah dengan berbuat baik melalui perilaku yang layak terhadap
sesama manusia meskipun mereka memiliki perbedaan agama dengan kita. Perilaku
yang layak tersebut dapat berupa adanya interaksi secara baik, saling memaafkan, dan
saling memuliakan antar sesama.

4. Berlaku Adil

Kita tentu saja harus memperlakukan orang lain secara baik dan adil. Adil disini
maksudnya adalah menyeimbangkan dan menyesuaikan hak yang diterima oleh seluruh
orang secara proporsional. Dengan kata lain, kita tidak boleh membeda-bedakan dan
berlaku diskriminasi terhadap orang lain, terutama kepada umat minoritas.
Macam-Macam Tasamuh

Sama halnya dengan toleransi, akhlak tasamuh ini juga memiliki dua macam,
yakni akhlak tasamuh terhadap muslim dan akhlak tasamuh terhadap non muslim. Nah,
berikut uraiannya.

1. Tasamuh Terhadap Muslim


Dalam tasamuh jenis ini, merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim untuk
memiliki akhlak tasamuh terhadap sesama umat muslim lain, disamping karena tuntutan
agama bahwa semua umat muslim adalah saudara yang harus diikat dengan tali aqidah
sama. Bahkan hal tersebut juga diungkapkan oleh Rasulullah SAW bahwa
kesempurnaan iman dari seorang muslim itu dapat diwujudkan dalam bentuk tenggang
rasa dan kasih sayang kepada saudaranya, yakni:

“Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, sampai ia mencintai saudaranya


sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kebaikan hati dan tasamuh terhadap sesama umat muslim nantinya dapat
membias kembali kepada diri kita. Kemudian, pada akhirnya diri kita juga akan
memperoleh banyak kemudahan dan peluang hidup sebab adanya relasi dengan manusia
lain, selain itu semua kebaikan yang telah kita lakukan juga akan dibalas oleh Allah
SWT di akhirat kelak.

2. Tasamuh Terhadap Non Muslim


Seorang muslim memang tetap diwajibkan untuk menerapkan akhlak tasamuh
kepada rekan non muslim, sebab pada dasarnya kita semua adalah manusia ciptaan
Allah SWT. Namun perlu diingat bahwa akhlak tasamuh ini bukan berarti kita
memperbolehkan sesuatu tanpa pendirian, melainkan harus terdapat prinsip dalam
membela kebenaran.
Dalam tasamuh jenis ini, kita harus menghargai hak-hak yang dimiliki oleh para
non muslim selaku manusia dan anggota masyarakat yang berada di dalam satu negara.
Dengan kata lain, tasamuh ini didasarkan pada beberapa prinsip, yakni:

 Bertetangga dengan baik.


 Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
 Membela mereka yang teraniaya.
 Saling menasihati untuk tetap melakukan hal-hal kebajikan.
 Menghormati kebebasan beragama.

Manfaat Tasamuh Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dalam kehidupan sehari-hari ini, penerapan akhlak tasamuh ini ternyata mampu
memberikan manfaat bagi pelakunya, yakni berupa:

 Menjalin persatuan dan kesatuan dalam hidup bermasyarakat.


 Terwujudnya ketenangan dan terhindar dari berbagai konflik.
 Menimbulkan sikap saling menghormati antar sesama.
 Terwujudnya kerukunan dan terhindar dari perpecahan antar golongan.
 Menghilangkan fitnah, kebencian, dan dendam antar golongan.
 Menciptakan rasa aman, tenang, tentram, dan damai di kehidupan bermasyarakat.

Contoh Tasamuh Beragama Dalam Kehidupan Bermasyarakat

 Memperbolehkan teman atau individu lain beribadah sesuai dengan agama mereka.
 Tidak memaksakan orang lain untuk berpindah keyakinan.
 Tidak melakukan diskriminasi terutama pada agama minoritas.
 Tidak mengganggu proses ibadah orang lain.
 Tidak mencela dan merendahkan agama orang lain.
 Tidak menjadikan agama orang lain sebagai bahan gurauan.
 Tidak menjadi provokator ketika agama lain tengah merayakan hari besarnya.
 Berteman dengan semua orang, tanpa memandang apa latar belakang agama
mereka.
 Menghormati adanya perayaan hari besar keagamaan dari umat lain.
 Tetap menjaga silaturahmi dengan tetangga, teman, maupun rekan kerja yang
berbeda agama.
 Tetap menolong orang lain yang tengah tertimpa musibah walaupun latar belakang
agama mereka berbeda dengan kita.
 Tidak merusak tempat ibadah umat beragama lain.
 Tidak mengganggu ketenangan ibadah yang dilakukan oleh umat beragama lain.
 Tidak perlu menyombongkan agama sendiri di depan umat beragama lain, hargai
adanya perbedaan yang ada.

b. Husnudzon

Husnudzon atau prasangka baik berasal dari kata Arab yaitu husnu yang
artinya baik, dan zan yang artinya prasangka. Jadi prasangka baik atau positive
thinking dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah husnudzon. Secara istilah,
husnudzon adalah sikap orang yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah
diperbuat oleh orang lain. Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka (suudzon), yaitu
menyangka orang lain melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti yang benar.

ُ ‫الظنِّ ا ِۡث ٌۖ‌م وَّ اَل َت َجس‬


Allah SWT berfirman: ْ‫َّس ۡوا َواَل َي ۡغ َتب‬ َّ ‫ض‬ َّ ‫ٰۤيـا َ ُّي َها الَّذ ِۡي َن ٰا َم ُنوا ۡاج َت ِن ُب ۡوا َكث ِۡي رً ا م َِّن‬
َ ‫الظنِّ اِنَّ َب ۡع‬
‫ض ا‌ؕ اَ ُيحِبُّ اَ َح ُد ُكمۡ اَ ۡن ي َّۡا ُك َل لَ ۡح َم اَخ ِۡي ِه َم ۡي ًت ا َف َك ِر ۡه ُت ُم ۡوهُ‌ؕ َوا َّتقُ وا هّٰللا َ‌ؕ اِنَّ هّٰللا َ َت وَّ ابٌ رَّ ح ِۡي ٌم‬
ً ‫ض ُكمۡ َب ۡع‬
ُ ‫ ب َّۡع‬Yaaa ayyuhal
ladziina aamanuj tanibuu kasiiram minazh zhanni inna ba'dazh zhanniismunw wa
laa tajassasuu wa la yaghtab ba'dhukum ba'dhaa; ay yuhibbu ahadukum ay yaakula
lahma akhiihi maitan fakarih tumuuh; wattaqul laahaa; innal laaha tawwaabur
Rahiim Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang
menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS.
Al-Hujurat: 12).
Macam-Macam Husnudzon Dalam ilmu akhlak, husnudzon dikelompokkan ke
dalam tiga bagian, yaitu:
1. Husnudzon kepada Allah Swt, yakni dengan cara berprasangka baik dengan apa
yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT.
2. Husnudzon kepada diri sendiri, dengan cara percaya diri terhadap kemampuan
diri sendiri.
3. Husnudzon kepada orang lain, dengan cara semua orang dipandang baik sebelum
terbukti kesalahan atau kekeliruannya, sehingga tidak menimbulkan kekacauan.

Prasangka baik adalah sifat sangat penting dimiliki oleh setiap orang yang beriman.
Sebaliknya, prasangka buruk adalah sifat yang harus dijauhi dan dihindari. Sikap
husnudzon akan melahirkan keyakinan bahwa segala kenikmatan dan kebaikan
yang diterima manusia berasal dari Allah, sedangkan keburukan yang menimpa
manusia disebabkan dosa dan kemaksiatannya. Tidak seorang pun bisa lari dari
takdir yang telah ditetapkan Allah. Tidak ada yang terjadi di alam semesta ini
melainkan apa yang Dia kehendaki dan Allah SWT tidak meridhai kekufuran untuk
hamba-Nya, Allah SWT telah menganugerahkan kepada manusia kemampuan
untuk memilih dan berikhtiar. Segala perbuatannya terjadi atas pilihan dan
kemampuannya yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT.
Seorang muslim wajib bersopan santun terhadap saudara, karib-kerabatnya dan
kepada orang-orang yang ada hubungan silaturahmi, seperti bersopan santun
terhadap kedua orang tuanya, anak-anaknya dan saudara-saudaranya, jadi
hilangkanlah perasaan suudzon.

Hikmah Husnudzon ber-husnudzon antara lain:


1. Melahirkan kesadaran bagi umat manusia, bahwa segala sesuatu di alam semesta
ini berjalan sesuai dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan dengan pasti
oleh Allah SWT.
2. Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh
untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat dan mengikuti
hukum sebab akibat yang berlaku sesuai ketetapan Allah SWT.
3. Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT yang
memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak dan memiliki kebijaksanaan,
keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
4. Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia karena menyadari bahwa
manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya diserahkan kepada
Allah SWT sebagai zat yang menciptakan dan mengatur kehidupan manusia.
5. Sikap husnudzon mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup karena
meyakini apa pun yang terjadi adalah atas kehendak Allah.

Selain itu, membiasakan perilaku husnudzon akan dalam kehidupan sehari-hari juga
dapat menimbulkan sifat-sifat yang baik dalam diri, di antaranya:
1. Memberikan semangat kepada orang lain yang hendak melakukan kebaikan;
2. Bersabar dalam menghadapi cobaan dari Allah SWT;
3. Memeriksa kebenaran berita yang didengar;
4. Memercayai kemampuan yang dimiliki;
5. Selalu bersikap ramah kepada teman;
6. Senantiasa bersyukur kepada Allah SWT.

Manfaat Husnudzon Selalu husnudzon memiliki banyak manfaat, yaitu:


a. Menumbuhkan perasaan cinta kepada Allah;
b. Menumbuhkan perasaan syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya;
c. Menumbuhkan sikap sabar dan tawakal;
d. Menumbuhkan keinginan untuk berusaha beroleh rahmat dan nikmat Allah
SWT;
e. Menjadi seorang yang Al–afwu (pemaaf);
f. Selalu bersikap Ar–rahmah (kasih sayang); dan
g. Suka bersikap At–ta’awwun (tolong menolong).

c. Suudzon

Salah satu akhlak tercela dalam Islam adalah berprasangka buruk atau perilaku
suuzan. Ia tergolong penyakit hati yang dapat merusak keimanan seorang muslim.
Lantas, apa pengertian suuzan, contoh perilaku, dan macam-macamnya? Islam
mengimbau umatnya untuk menjauhi akhlak-akhlak tercela, termasuk suuzan.
Bagaimanapun juga, kesempurnaan iman dan fondasi keislaman yang kuat
ditandai dengan kemuliaan akhlak. Hal ini tergambar dalam sabda Nabi
Muhammad SAW: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah
yang paling baik akhlaknya,” (H.R. Tirmidzi).

Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 12 bahwa
berburuk sangka atau suuzan adalah akhlak tercela ke sesama manusia. Bunyi ayat
itu adalah sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
prasangka [kecurigaan atau suuzan], karena sebagian dari buruk sangka itu dosa.
Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya ... " (QS. Al-
Hujurat [49]: 12).

Secara definitif, suuzan adalah anggapan, pendapat, atau sikap buruk terhadap
keadaan seseorang. Anggapan negatif itu bisa jadi akurat atau sebaliknya,
sebagaimana ditulis Ani Jahrotunnisa dalam Makna Prasangka Menurut Buya
Hamka (2020).

Macam-macam Suudzon dan Contoh Perilakunya Secara umum, perilaku suuzan


terbagi menjadi empat, yaitu suuzan yang haram, suuzan yang dibolehkan, suuzan
yang dianjurkan, dan suuzan yang diwajibkan, sebagaimana dikutip dari laman
Dorar.
1. Suuzan yang haram Berburuk sangka yang haram dilakukan adalah suuzan
kepada Allah SWT dan suuzan kepada sesama muslim tanpa bukti yang akurat.
Misalnya, seorang istri atau suami yang menuduh pasangannya selingkuh,
padahal tidak ada indikasi bahwa pasangannya berbuat serong. Hal inilah yang
dilarang Allah SWT sebagaimana tertera dalam surah Al-Hujurat ayat 12.
Contoh suuzan yang diharamkan lainnya adalah menganggap bahwa suatu
kecelakaan atau bencana adalah bentuk azab atau laknat Allah SWT. Padahal,
bisa saja hal itu merupakan ujian untuk menaikkan derajat iman di sisi Allah
SWT.
2. Suuzan yang dibolehkan Suuzan yang dibolehkan adalah berburuk sangka pada
orang yang rekam jejak masa lalunya kerap berbuat maksiat. Ketika terjadi
suatu tindakan yang merugikan orang lain atau lingkungan, orang yang kerap
melakukan hal itu patut dicurigai terlebih dahulu. Kendati demikian,
kecurigaan itu tidak boleh berlarut-larut. Selain itu, pihak berwajib harus
mencari bukti-bukti jelas jika memang orang bersangkutan yang melakukan
perbuatan tercela itu. Jika tidak ditemukan bukti nyata, maka buruk sangka
atau suuzan harus dihentikan.
3. Suuzan yang dianjurkan Dalam kondisi perang atau kondisi darurat
mengancam jiwa, buruk sangka dianjurkan sebagai bagian dari strategi
menyusun rencana. Tanpa ada dugaan buruk, seorang muslim akan dikejutkan
dengan muslihat musuh sehingga akan binasa. Misalnya, suatu kompi pasukan
menduga kuat bahwa musuh akan menyerang pada waktu tertentu, maka
mereka harus berjaga-jaga di kawasan tersebut.
4. Suuzan yang diwajibkan Suuzan menjadi wajib jika berkaitan dengan
kemaslahatan syariat Islam. Misalnya, suuzan dalam menelusuri perawi hadis
yang jujur dan tidak. Apabila ada dugaan buruk bahwa perawi itu kerap
berbuat tindakan tercela, hadis yang ia riwayatkan patut dicurigai
keabsahannya.

d. Tawadhu’
Secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata wadh‟a yang berarti merendahkan,
serta juga berasal dari kata “ittadha‟a” dengan arti merendahkan diri. Disamping
itu, kata tawadhu juga diartikan dengan rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara
istilah, tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang
diagungkan. Bahkan, ada juga yang mengartikan tawadhu sebagai tindakan berupa
mengagungkan orang karena keutamaannya, menerima kebenaran dan seterusnya.

Pengertian Tawadhu Secara Terminologi berarti rendah hati, lawan dari sombong
atau takabur. Tawadhu menurut Al-Ghozali adalah mengeluarkan kedudukanmu
atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita. Tawadhu menurut
Ahmad Athoilah adalah sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan
terbukanya sifat-sifat Allah. Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai
watak rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak
kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala atau kata-kata lain yang sepadan
dengan tawadhu.

Tawadhu artinya rendah hati, tidak sombong, lawan dari kata sombong. Yaitu
perilaku yang selalu menghargai keberadaan orang lain, perilaku yang suka
memuliakan orang lain, perilaku yang selalu suka mendahulukan kepentingan orang
lain, perilaku yang selalu suka menghargai pendapat orang lain. Tawadhu artinya
rendah hati, lawan dari kata sombong atau takabur. Orang yang rendah hati tidak
memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong
menghargai dirinya secara berlebihan. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri,
karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam praktiknya
orang yang rendah hati cenderung merendahkan dirinya dihadapan orang lain, tapi
sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri. Sikap tawadhu terhadap
sesama manusia adalah sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan ke-mahakuasa-an
Allah SWT atas segala hamba-Nya.

Manusia adalah makhluk lemah yang tidak berarti apa-apa di hadapan Allah SWT.
Manusia membutuhkan karunia, ampunan dan rahmat dari Allah. Tanpa rahmat,
karunia dan nikmat dari Allah SWT, manusia tidak akan bisa bertahan hidup,
bahkan tidak akan pernah ada diatas permukaan bumi ini. Orang yang tawadhu
menyadari bahwa apa saja yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau
tampan, ilrnu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan
lain-lain sebagainya, semuanya itu adalah karunia dari Allah SWT. Allah SWT
berfirman dalam Q.S An-Nahl : 53, yang artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada
pada kamu, maka adalah ia dari Allah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh
kesusahan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.”
Dari beberapa definisi diatas, sikap tawadhu itu akan membawa jiwa manusia
kepada ajaran Allah, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Membimbing dan membawa manusia untuk menjadi seorang yang ikhlas,
menerima apa adanya. Membawa manusia ke suatu tempat dimana berkumpulnya
orang-orang yang ikhlas menerima apa adanya. Sehingga tidak serakah, tamak, dan
untuk selalu berperilaku berbakti kepada Allah, taat kepada Rasul Allah, dan cinta
kepada makhluk Allah. Apabila perilaku manusia sudah seperti ini maka ia disebut
bersikap tawadhu.

Dalil-dalil yang menjelaskan tentang Tawadhu

Di dalam al-Qur‟an tidak ditemukan kata istilah yang menunjuk langsung pada kata
tawadhu. Akan tetapi, yang disebutkan adalah beberapa kata yang memiliki
kesamaan arti dan maksud sama dengan kata tawadhu itu sendiri, seperti kata
rendah diri, rendahkanlah, tidak sombong, lemah lembut, dan seterusnya. Berikut
merupakan firman Allah yang terdapat di dalam al-Qur‟an tentang perintah untuk
tawadhu:

a. Perintah untuk bertawadhu ketika Berdoa QS. Al-An‟am [6]: 63

b. Perintah untuk bertawadhu kepada Orang Tua QS. Al-Isra‟ [17]: 24

c. Perintah untuk bertawadhu dalam Memohon QS.Al-An‟aam [6]: 42-43

d. Perintah untuk bertawadhu dalam Berdzikir Q.S. Al-A‟raaf [07] : 205

Faktor yang membentuk Sikap Tawadhu Tawadhu adalah satu bentuk budi pekerti
yang baik, hal ini bisa diperoleh bila ada keseimbangan antara kekuatan akal dan
nafsu. Faktor-faktor pembentuknya adalah:

a. Bersyukur

b. Menjauhi riya’

c. Sabar

d. Hindari sikap takabur


e. Berusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan yang kita
miliki kepada orang lain

Ciri-ciri Tawadhu Sikap tawadhu itu merupakan sikap rendah hati yang diwujudkan
dalam beberapa tindakan-tindakan nyata sebagai berikut :

a. Salah satu sikap tawadhu dapat ditunjukkan pada saat kita berdoa kepada Allah.
Saat berdoa, seseorang dapat dikatakan tawadhu apabila ada rasa takut (khauf) dan
penuh harap (raja‟) kepada Allah SWT. Jika seseorang berdoa dengan rasa takut
kepada Allah SWT, maka ia pasti tidak akan berdoa dengan sembarang cara. Etika
dalam berdoa pasti akan dilakukannya dengan cara yang benar. Demikian pula,
seseorang yang berdoa dengan penuh harap (raja‟) maka ia akan selalu optimis,
penuh keyakinan dan istiqamah dalam memohon. Ia yakin bahwa tidak ada yang
bisa memenuhi semua keinginannya kecuali dengan pertolongan Allah, sehingga
perasaan ini tidak akan menjadikannya sombong dan angkuh.

b. Tawadhu juga berkaitan dengan sikap baik kita kepada orangtua dan orang lain.
Kepada orangtua, kita bersikap penuh hormat dan patuh terhadap perintah-
perintahnya. Jika mereka memerintahkan kepada hal-hal yang positif, kita berusaha
memenuhinya sekuat tenaga. Sebaliknya, jika orangtua memerintahkan kita kepada
hal yang buruk, maka kita berusaha menolaknya dengan cara ramah. Kepada orang
lain sikap tawadhu juga bisa ditunjukan dengan memperlakukan mereka secara
manusiawi, tidak menyakiti mereka, berusaha membantu dan menolong mereka,
serta menyayangi mereka sebagaimana kita menyayangi diri sendiri. Selain itu,
memuliakan orang lain atau menganggap mulia orang lain dalam batas-batas yang
wajar merupakan bagian dari sikap-sikap tawadhu. Sebab dengan memuliakan
orang lain itulah, kita bisa menekan keinginan untuk menyombongkan diri sendiri.

c. Seseorang dapat belajar sikap tawadhu salah satunya dengan berusaha tidak
membangga-banggakan diri dengan apa yang kita miliki. Sikap membanggakan diri
sangat dekat dengan kesombongan. Sementara, kesombongan itu merupakan lawan
daripada tawadhu. Dengan demikian, berusaha menahan diri dari sikap
membangga-banggakan diri secara berlebihan akan memudahkan seseorang untuk
menjadi pribadi-pribadi yang tawadhu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adab terhadap diri sendiri terdiri dari : tasamuh, husnudzhan, suudzan, dan
tawadhu. Tasamuh ini dapat juga diartikan sebagai “toleransi”, yang dalam Bahasa
Indonesia memiliki definisi berupa ‘bersikap menghargai, membiarkan,
memperbolehkan adanya pendapat, pandangan, kepercayaan, dan kebiasaan (milik
orang lain) yang berbeda dengan dirinya sendiri’. Husnudzon atau prasangka baik
berasal dari kata Arab yaitu husnu yang artinya baik, dan zan yang artinya
prasangka. Jadi prasangka baik atau positive thinking dalam terminologi Islam
dikenal dengan istilah husnudzon. Secara istilah, husnudzon adalah sikap orang
yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah diperbuat oleh orang lain.
Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka (suudzon), yaitu menyangka orang lain
melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti yang benar. Secara definitif, suuzan
adalah anggapan, pendapat, atau sikap buruk terhadap keadaan seseorang.
Anggapan negatif itu bisa jadi akurat atau sebaliknya, sebagaimana ditulis Ani
Jahrotunnisa dalam Makna Prasangka Menurut Buya Hamka (2020). Sedangakan
tawadhu secara etimologi berasal dari kata wadh‟a yang berarti merendahkan, serta
juga berasal dari kata “ittadha‟a” dengan arti merendahkan diri. Disamping itu, kata
tawadhu juga diartikan dengan rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah,
tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan.

B. Saran
Demikian makalah yang kami sajikan, semoga bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi kita semua. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna dikarenan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami.
Maka dari itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik
dari berbagai pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Djatnika,rahmat.1996. Sistem Etika Islami : Akhlak Mulia.Jakarta: Pustaka Panjimas.

https://www.gramedia.com/literasi/tasamuh-adalah/

Baca selengkapnya di artikel "Pengertian Husnudzon dan Contoh Perilakunya dalam


Islam", https://tirto.id/gaXa
Baca selengkapnya di artikel "Arti Suudzon dalam Islam: Contoh Perilaku dan Macam-
macamnya", https://tirto.id/glSH
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 361
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka,
1982), hal. 244
Achmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟arif,
1981), hal. 12
Imam Ghozali, Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri, (Semarang: CV. As-Syifa,
1995), hal. 343
Syekh Ahmad Ibnu Atha‟illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma‟rifat dan
Hakekat, (Surabaya: Penerbit Amelia, 2006), hal. 448
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka,
1982), hal. 26
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LIPI Pustaka Pelajar, 2007), hal. 120
Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hal. 252-253.
Rusdi, Ajaibnya Tawadhu dan Istiqamah. (Yogyakarta: Diva Press, 2013), hal. 34-36
Aliy As‟ad, Terjemah Ta‟limul Muta‟aliim, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu
Pengetahuan, (Kudus: Menara Kudus, 2007), hal. 120
Khozin Abu Faqih, Tangga Kemuliaan Menuju Tawadhu, (Jakarta: Al-Itishom), hal. 41-
46 18 Abuddin Nata, perspektif islam tentang pola hubungan guru-murid, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 41-42

Anda mungkin juga menyukai