Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERLUNYA PENGEMBANGAN KEBIASAAN DAN SIKAP


DALAM KEIMANAN DAN KETAQWAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA

DISUSUN
OLEH :

KELOMPOK 7
NI MADE REVA SULASTRI
KELAS VII.B

SMP NEGERI 1 TIRAWUTA


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah-

Nya lah penulisan makalah ini dapat disesuaikan. Saya selaku penulis sadar bahwa penulisan

makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik

dan saran dari Anda demi perbaikan selanjutnya.

Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan dan

penulisannya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini

bermanfaat khususnya kepada saya selaku penulis dan umumnya kepada pembaca.

Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua

pihak yang telah membantu terselesaikannya pembuatan makalah ini terutama kepada Bapak /

Ibu guru selaku pembimbing.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................

A. Latar Belakang..................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................................
D. Manfaat.............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................

A. Pengertian Kebiasaan........................................................................................................
B. Sikap Beragama Menurut Komarudin Hidayat..............................................................
C. Konsep Toleransi Beragama.............................................................................................
D. Contoh -Contoh Toleransi dalam Beragama.....................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain atau
dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia
harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi tersebut tidak mengalami
hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses pembentuk akhlak sangat berperan
dengan masalah keimanan dan ketakwaan seseorang. Keimanan dan Ketakwaan
seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata lain semakin baik
keimanan dan ketakwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak seseorang hal ini
karena keimanan dan ketakwaan adalah modal utama untuk membentuk pribadi
seseorang. Keimanan dan ketakwaan sebenarnya potensi yang ada pada manusia sejak ia
lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan pertumbuhan dan
perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan sekitarnya maka potensi
tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan hilang secara perlahan.
Saat ini keimanan dan ketakwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa, oleh
masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang sebenarnya
dari keimanan dan ketakwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu menganggap remeh
tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai arti bahasa, tidak mencari
makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan membiarkan hal tersebut berjalan begitu
saja. Oleh karena itu dari persoalan dan masalah-masalah yang terpapar diataslah yang
melatar belakangi kelompok kami untuk membahas dan mendiskusikan tentang keimanan
dan ketakwaan yang kami bukukan menjadi sebuah makalah kelompok.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang didapatkan pada materi ini yaitu ada pada seorang manusianya itu sendiri,
karena jika manusia itu tidak bisa mengubah dirinya menjadi lebih baik lagi maka orang
itu sudah benar-benar sudah tersesat dalam gemerlapnya dunia yang fana ini.
C. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
Untuk melengkapi tugas membuat makalah, yang di berikan oleh ibu guru BK
D. Manfaat
Bagi penulis     :  melatih potensi penulis dalam menyusun makalah
Bagi pembaca   : dapat menambah pengetahuan tentang keimanan dan ketawaan serta
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebiasaan
Kebiasaan merupakan pola perilaku yang terdiri dari tiga komponen yang saling tumpang
tindih, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Karena ketiga hal tersebut merupakan
hasil belajar dan bukan diwariskan (bawaan sejak lahir), kebiasaan kita merupakan sifat
kedua bukan sifat pertama. Karena kita tidak sama dengan kebiasaan-kebiasaan kita, kita
tidak dapat mengatakan bahwa kebiasaan kita merupakan ciri khas diri kita. Oleh sebab itu,
kita dapat mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang dapat membuat kita menjadi orang  yang
efektif. Sebaliknya, kebiasaan-kebiasaan yang membuat kita menjadi tidak efektif perlu
dipelajari. Albert E. Gray dalam tulisannya yang berjudul “The Common Denominator of
Succes” mengatakan bahwa : “semua orang yang berhasil mempunyai kebiasaan melakukan
hal-hal yang tidak disukai orang yang tidak berhasil. Sebenarnya mereka juga tidak suka
melakukannya, tetapi mereka mengabaikan hal tersebut untuk mencapai tujuan mereka.”

B. Sikap Beragama Menurut Komarudin Hidayat


Agama merupakan salah satu unsur kebudayaan dan memiliki peranan yang sangat
penting sebagai roh dari kebudayaan itu sendiri. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap
orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan sikap dan cara
pandangnya, baik terhadap agama yang dianutnya, maupun terhadap agama-agama lain
diluar agama yang diyakininya. Terdapat lima tipologi sikap beragama menurut
Komarudin Hidayat (dalam Attabik dan Sumiarti, 2008: 2) yakni:
1. Eksklusivisme, yaitu sikap yang memandang bahwa ajaran yang paling benar
hanyalah agama yang dipeluknya, sedangkan agama lain sesat dan wajib dikikis,
atau pemeluknya dikonversi, sebab agama dan penganutnya terkutuk dalam
pandangan Tuhan.
2. Inklusivisme, yaitu sikap yang berpandangan bahwa di luar agama yang dipeluknya
juga terdapat kebenaran, meskipun tidak seutuh atau sesempurna agama yang
dianutnya.
3. Pluralisme atau Paralelisme, yaitu sikap yang memandang bahwa agama-agama
lain adalah jalan yang sama-sama sah untuk mencapai kebenaran yang sama.
meskipun agama-agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran-
kebenaran yang sama sah.
4. Ekletivisme, yaitu suatu sikap keberagamaan yang berusaha memilih dan
mempertemukan berbagai segi ajaran agama yang dipandang baik dan cocok untuk
dirinya.
5. Universalisme, yaitu sikap beranggapan bahwa pada dasarnya semua agama adalah
satu dan sama. Hanya saja, karena faktor historis-antropologis, agama lalu tampil
dalam format plural.
Beranjak dari kelima tipologi sikap keberagamaan tersebut, maka dapat
dipastikan bahwa di dalam kehidupan masyarakat, potensi-potensi untuk melahirkan
situasi-situasi yang tidak kondusif akibat adanya perbedaan pandangan tetap ada.
Kekerasan-kekerasan yang paling mudah menyebar dan sangat penting sekaligus
paling berbahaya bukanlah kekerasan antarkelas sosial, antara golongan kaya dengan
golongan miskin, atau antara kelompok-kelompok ekonomi lainnya, tetapi kekerasan
antara orang-orang yang memiliki entitas-entitas budaya yang berbeda-beda. Selama
berabad-abad, perbedaan entitas agama telah menimbulkan kekerasan yang paling
keras dan paling lama, paling luas, dan paling banyak memakan korban
Setiap agama memiliki ajaran-ajaran luhur yang bertujuan menjadikan setiap
umat penganutnya menjadi individu yang mulia. Namun ketika jaran-ajaran agama
yang luhur dan mulia tersebut tampil dalam pola-pola aplikasi yang berbeda, baik
menyangkut tata cara pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pola hidup, sampai
jumlah umat pemeluknya (mayoritas dan minoritas), mulailah timbul persoalan-
persoalan yang mengarah pada konflik beragama. Terlebih lagi di Indonesia yang
penduduknya memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga
diperlukan sikap toleransi dan membina kerukunan antarumat beragama agar tidak
berujung pada perpecahan.
C. Konsep Toleransi Beragama
Istilah toleransi dalam bahasa Inggris tolerance berarti sikap membiarkan,
mengakui, dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan
(Bahari, 2010: 50). Dalam Webster’s World Dictionary of American Language,
dinyatakan bahwa toleransi berasal dari bahasa Latin “tolerare” yang berarti menahan,
menanggung, membetahkan, membiarkan, dan tabah (dalam Bahari, 2010: 50). Pada
tahun 1995, UNESCO mengeluarkan deklarasi tentang prinsip-prinsip toleransi yang
salah satunya berbunyi “Toleransi adalah penghargaan, penerimaan, dan penghormatan
terhadap kepelbagaian cara-cara kemanusiaan, bentuk-bentuk ekspresi dan kebudayaan”
(Baghi, 2012: 40).
Secara hukum, di Indonesia konsep kerukunan umat beragama sebagaimana
didefinisikan di dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
(PBM) No. 9 dan 8 tahun 2006 (dalam Ahmad, 2010:14), adalah keadaan hubungan
sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan pemeliharaan kerukunan
umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan pemerintah di bidang
pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.
Toleransi merupakan sikap seseorang yang mau bersabar terhadap keyakinan
filosofis dan moral orang lain yang dianggap berbeda, dapat disanggah, atau bahkan
keliru. Dengan sikap itu juga tidak mencoba memberangus ungkapan-ungkapan yang
sah keyakinan-keyakinan orang lain tersebut (Bagus, 2000: 1111). Pada hakikatnya,
sikap toleransi merupakan suatu sikap menghormati, saling mengerti, saling
menghargai dan menerima berbagai bentuk perbedaan orang atau komunitas lain, baik
dalam hal agama, kepercayaan, budaya, maupun cara-cara hidup lainnya.
Lawan dari sikap toleransi adalah intoleransi, yang berarti sikap yang tidak menghargai,
sikap tidak menerima, ataupun sikap yang tidak memperbolehkan cara-cara hidup
orang lain yang dianggap berbeda atau bertentangan dengan cara-cara hidup yang
dimilikinya. Dalam hal ini.
Alimron (dalam Bahari, 2010: 22) menjelaskan bahwa secara garis besar, penyebab
munculnya intoleransi secara garis besar ada dua faktor, yaitu:
1. Faktor agama, yang meliputi:
a) Fanatisme sempit, dimana keberagamaan manusia erat kaitannya dengan
masalah keyakinan yang bersifat subjektif dan emosional. Oleh sebab itu, setiap
pemeluk agama meyakini agama yang dipeluknya sebagai kebenaran yang
mutlak (absolut).
b) Pelaksanaan misi atau dakwah agama. Misi atau dakwah agama merupakan
tugas suci bagi setiap pemeluk agama untuk mempertahankan eksistensinya atau
untuk menyelamatkan manusia dari kesesatan. Dalam hal ini, ketegangan
dalam penyebaran agama muncul apabila cara-cara yang digunakan dirasakan
kurang wajar, dibumbui dengan ungkapan-ungkapan, baik tulisan maupun lisan
yang menyudutkan atau merendahkan agama lain.
2. Faktor non-agama Selain karena faktor keagamaan, intoleransi dalam kehidupan
beragama juga dapat muncul karena adanya faktor-faktor lain, misalnya faktor
politik, ekonomi, dan sosial budaya di luar konteks agama.
Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya intoleransi tersebut, maka
agama memegang peranan penting dalam mengontrol terjadinya konflik-konflik di
masyarakat. Bagi para umat-Nya, ajaran-ajaran agama semestinya senantiasa
dijadikan pedoman dalam membangun hubungan yang harmonis antarsesama
umat manusia. Perbedaan agama bukan sebaliknya malah dijadikan sebagai alat
pemecah-belah persatuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
D. Contoh -Contoh Toleransi dalam Beragama
Ada berbagai bentuk toleransi di dunia ini, sesuai dengan berbagai bentuk keragaman
yang ada.  Ada toleransi beragama, toleransi antar suku, toleransi dalam berpolitik, dan lain-
lain.  Sesuai judul dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang toleransi
beragama.
Toleransi contoh sikap tolerasi antar umat beragama ialah sikap diri kita sebagai individu
atau sebagai kelompok yang dengan keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Esa terhadap
individu atau kelompok yang berbeda.  Toleransi tersebut dikembangkan dalam bentuk
saling menghormati dan saling menghargai atar sesame umat beragama. Toleransi yang
tidak mengijinkan perbuatan diskriminatif terhadap pemeluk agama lain. Yosef Lalu, pada
tahun 2010 mengemukakan bahwa toleransi beragama terbagi atas 3 jenis, sebagai berikut:
1. Toleransi Negatif
Toleransi individu atau kelompok terhadap keyakinan individu atau kelompok lain yang
berbeda, di mana isi atau ajaran serta penganutnya tidak dihargai namun dibiarkan saja. Berbeda
dengan masyarakat yang tidak menghargai isi dan umat yang berkeyakinan berbeda karena tidak
sesuai dengan aturan negara dan norma. Pada keyakinan yang tidak sesuai dengan aturan dan
norma, biasanya akan ditegakkan dengan pembubaran atau pengusiran terhadap umat yang
meyakininya.  Sedangkan pada toleransi negatif, isi dan umatnya tidak dihargai namun
dibiarkan selama masih menguntungkan kelompok agama lain yang ada. Contoh tpleransi
negative ini adalah masyarakat Indonesia membiarkan komunis dan ajarannya di zaman baru
merdeka. Karena dianggap pada saat itu, komunis menguntungkan posisi Indonesia yang saat itu
bersebrangan dengan Barat atau anti Amerika, dengan berdirinya poros Indonesia – Peking.
2. Toleransi Positif
Contoh sikap toleransi antar umat beragama yang banyak diimplementasikan oleh
berbagai agama dan berbagai masyarakat di dunia. Toleransi ini tidak menghargai isi
atau ajaran agama lain yang berbeda, namun menghargai pemeluk atau
penganutnya. Contoh pelaksanaan toleransi ini ada di hampir setiap agama yaitu
meyakini hanya agama yang dianutnya saja yang paling benar. Namun, dalam
hubungannya dengan penganut agama lain tetap saling menghargai dan saling
mengormati, karena agama adalah sifat-sifat hak asasi manusia.
3. Toleransi Ekumenis
Toleransi yang menghargai semua bentuk perbedaan, baik toleransi terhadap
isi/ajaran keyakinan individu lain dan toleransi pada setiap umat yang memeluknya.
Toleransi jenis ini umumnya meyakini bahwa agama dan keyakinan yang berbeda,
sama-sama benar, dan mempunyai tujuan yang sama. Contoh toleransi jenis ini adalah
toleransi terhadap sesame pemeluk agama yang sama dengan aliran atau paham yang
berbeda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya, tidak ada agama apapun di dunia ini yang secara normatif
mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan kekerasan terhadap sesama manusia,
sekalipun terhadap orang yang memiliki perbedaan keyakinan. Apabila ajaran
agama dipahami secara sempit, mengutamakan subjektifitas pribadi dan
mengesampingkan objektifitas, serta berupaya memaksakan kemutlakan ajarannya
pada orang lain yang berbeda keyakinan, maka hal inilah yang memunculkan sikap
intoleransi dan berujung pada konflik.
Semua agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diturunkan melalui
wahyu atau sabda suci-Nya untuk memuliakan hidup manusia. Melalui ajaran-ajaran
suci-Nya, diharapkan umat manusia menjadi insan yang memiliki budi pekerti yang
luhur. Selama ajaran yang diamalkan manusia tidak menyimpang dari jalan
kebenaran, maka sesungguhnya perbedaan-perbedaan yang ada dalam setiap agama
tidak perlu dipermasalahkan. Dengan hidup berdampingan tanpa mempersoalkan
perbedaan agama, sesungguhnya menunjukkan implementasi dari ajaran agama itu
sendiri. Manusia yang beragama adalah manusia yang mampu meredam setiap
gejolak emosi yang timbul akibat perbedaan pola kehidupan beragama yang berbeda
antara individu satu dengan individu lainnya, sehingga kekerasan atas nama agama
dapat dihindari.

B. Saran
Untuk setiap manusia setidaknya “HARUS” beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Agar kita dapat mengetahui pentingnya hidup itu bukan hanya untuk
didunia saja melainkan juga diakhirat. Karena kenikmatan didunia itu hanya sekejap saja
dan tidak akan kekal. Kalau diakhirat kita akan hidup kekal selamanya dan itulah hidup
yang sesungguhnya didunia ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://abdulazizalfaruq.blogspot.co.id/2017/04/makalah-sikap-terhadap-tuhan.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Pancasila_(politics)
https://garduopini.wordpress.com/2010/03/29/internalisasi-pancasila-pluralisme-agama-dalam-
%E2%80%9Cketuhanan-yangmaha-esa%E2%80%9D/
https://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/06/8/arti-dan-makna-sila-ketuhanan-yang-maha-
esa/
https://nuriffahidayati.wordpress.com/2013/05/30/penyimpangan-sila-ketuhanan-yang-maha-esa-
di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai