Oleh:
Dr. Zainal Anshari, S.Pd.I., M.Pd.I.
Zainur Rozikin; Yuhda Abidatun Nazah; Nurul Faizah; Mardiyah; Yulita Mufidatul Ula
UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
zrozikin11@gmail.com
Abstrak:
Penelitian ini mengeksplorasi peran moderasi agama dalam memperkuat toleransi dan
persatuan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 16 Panjak. Melalui pendekatan kualitatif dan studi
kasus, kami mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan siswa, guru, dan staf
administrasi, serta observasi lingkungan sekolah. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
agama, sering kali dianggap sebagai pemisah, sebenarnya dapat menjadi perekat dalam
mempromosikan toleransi dan persatuan. Agama memainkan peran penting dalam membentuk
sikap positif siswa terhadap perbedaan, memfasilitasi dialog antar agama, dan menciptakan
lingkungan inklusif. Temuan ini memiliki implikasi signifikan untuk pengembangan
pendidikan yang lebih beragam dan inklusif, menggaris bawahi pentingnya memahami peran
agama dalam membentuk perspektif toleran dan persatuan. Dalam era global yang semakin
beragam, penelitian ini memberikan kontribusi berharga dalam memahami bagaimana agama
dapat memperkuat harmoni sosial di lingkungan sekolah dan masyarakat pada umumnya.
Pendahuluan
Dalam dunia yang semakin kompleks dan maju seperti sekarang ini, keberagaman
keyakinan telah menjadi bagian yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan kita. Kebebasan
beragama pada hakikatnya adalah dasar untuk terciptanya kerukunan antar umat beragama.
Tanpa adanya kebebasan beragama, pasti tidak akan mungkin ada kerukunan antar umat
beragama yang merupakan hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan yang diberikan
oleh Tuhan, dan tidak boleh ada seorang pun yang mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antar umat beragama merupakan cara agar
kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat
diabaikan dan dipisahkan. Namun, yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya,
misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan
dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat
mempersandingkan keduanya, pemahaman yang tepat benar mengenai kebebasan beragama
dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan
bermasyarakat.
Adapun pengertian dari toleransi sendiri merupakan sikap menerima dan damai
terhadap keadaan yang dihadapi, misalnya toleransi dalam agama, maksudnya antar agama
saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing dengan tidak saling mengganggu,
mengolok, ataupun merendahkan dan merasa paling benar.
Kata toleransi sendiri sebenarnya bukanlah bahasa “asli” Indonesia, akan tetapi, kata
toleransi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu “tolerance”, yang definisinya juga
tidak jauh berbeda dengan kata toleransi/toleran. Menurut Oxford Advanced Learners
Dictionary of Current English, toleransi adalah quality of tolerating opinions, beliefs, customs,
behaviors, etc, different from one‟s own.1
Toleransi dan persatuan merupakan dua komponen penting dalam membangun
masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. Di era globalisasi ini, di mana perbedaan ras,
budaya, agama, dan latar belakang sosial semakin terlihat, memahami bagaimana toleransi dan
persatuan dapat diperkuat menjadi suatu aspek krusial dalam pembangunan masyarakat yang
inklusif. Penelitian ini difokuskan pada lingkungan sekolah, yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN)
16 Panjak, dengan tujuan untuk mengeksplorasi peran penting agama sebagai moderasi dalam
memperkuat toleransi dan persatuan antar warga sekolah.
Toleransi adalah sifat yang menghargai perbedaan dan kemajemukan dalam
masyarakat. Di sekolah, toleransi adalah pondasi yang mendukung interaksi positif antar siswa
dan warga sekolah lainnya, tanpa memandang latar belakang agama, etnis, atau budaya. Selain
itu, persatuan dalam konteks pendidikan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan intelektual dan sosial siswa. Oleh karena itu, memahami bagaimana agama
berperan sebagai moderasi dalam membangun toleransi dan persatuan di sekolah menjadi hal
yang sangat penting.
Sedangkan dari sudut pandangan agama Islam, Toleransi disebut dengan tasamuh.
Tasamuh adalah bentuk (mubalaghah) dari “samaha” yang dalam Bahasa Indonesia biasa
diartikan “tenggang rasa” atau dalam istilah disebut toleransi. Sederhananya, tasamuh adalah
sikap mudah berinteraksi, fleksibel, berperilaku enteng dan tidak menyulitkan.2
Salah satu ayat yang dijadikan dasar untuk bersikap tasamuh ini adalah :
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal." (Q.S Al-Hujurat : 13)3
Dalam bahasa Arab arti kata tasamuh adalah "sikap sama-sama berlaku baik, lemah
lembut, dan saling pemaaf." Dalam pengertian istilah umum, tasamuh adalah "sikap akhlak
terpuji ketika bergaul, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam
batas-batas yang digariskan oleh ajaran Islam".4
Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak
mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-
1
Dianita, Gita, Endis Firdaus, and Saepul Anwar, "Implementasi Pendidikan Toleransi di Sekolah: Sebuah
Kearifan Lokal di Sekolah Nahdlatul Ulama," TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education 5, No. 2
(2019): 163.
2
Ade Jamarudin. "Membangun Tasamuh Keberagamaan Dalam Perspektif Al-Qur’an." TOLERANSI: Media
Ilmiah Komunikasi Umat Beragama 8.2 (2016): 171.
3
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019 (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), bb. Qs. Al-Hujurat: 13..
4
Ade Jamarudin, "Membangun Tasamuh Keberagamaan Dalam Perspektif Al-Qur’an," TOLERANSI: Media
Ilmiah Komunikasi Umat Beragama 8, No.2 (2016): 172.
agama lain. Contoh dari implementasi perilaku toleransi ini peneliti dapati secara langsung dan
kompleks dilakukan oleh siswa-siswi di SD Negeri 16 Panjak.
Sekolah Dasar Negeri 16 Panjak (SDN 16 Panjak) menjadi fokus penelitian kami
karena sekolah dasar adalah tahap awal dalam pembentukan karakter anak-anak. Membangun
toleransi dan persatuan di tingkat sekolah dasar memiliki dampak jangka panjang yang
signifikan pada perkembangan pribadi dan pandangan dunia siswa. Kami tertarik untuk
menggali bagaimana agama, sebagai aspek penting dalam kehidupan masyarakat, dapat
menjadi alat untuk memoderasi pemahaman siswa tentang toleransi dan persatuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis bagaimana kuatnya
toleransi dan persatuan antar warga sekolah di SDN 16 Panjak. Dalam penelitian ini, kami akan
mengeksplorasi peran agama sebagai moderasi yang mempengaruhi sikap dan tindakan siswa
dalam hal toleransi dan persatuan. Melalui wawancara, observasi, dan analisis data, kami
berharap dapat memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana agama dapat
digunakan sebagai alat untuk memperkuat toleransi dan persatuan di lingkungan sekolah.
Penelitian ini memiliki relevansi yang luas, bukan hanya untuk SDN 16 Panjak tetapi
juga untuk sekolah-sekolah lainnya, serta masyarakat pada umumnya. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumbangan dalam upaya membangun masyarakat yang lebih toleran
dan bersatu, di mana perbedaan dihargai dan dipahami sebagai aset yang berharga dalam
kehidupan beragama.
Metode
Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif dengan studi kasus sebagai metode
penelitian. Metode ini dipilih karena memberikan keleluasaan untuk mendalaminya serta
memahami secara komprehensif bagaimana agama memoderasi toleransi dan persatuan di
SDN 16 Panjak. Penelitian ini melibatkan siswa, guru, dan staf administrasi di SDN 16 Panjak
sebagai partisipan utama. Pemilihan partisipan menggunakan teknik purposive sampling,
dengan memilih individu yang memiliki wawasan yang relevan terkait dengan topik penelitian.
Data utama dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan partisipan. Wawancara fokus
pada pemahaman partisipan tentang peran agama dalam memoderasi toleransi dan persatuan
di sekolah. Selain itu, observasi non-partisipan juga dilakukan untuk mengamati interaksi antar
siswa dan faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi toleransi dan persatuan. Data tambahan
diperoleh dari dokumen-dokumen sekolah, seperti kurikulum, kebijakan sekolah, dan laporan
aktivitas sekolah yang relevan. Data ini membantu dalam memahami konteks sekolah secara
lebih mendalam. Data kualitatif yang terkumpul akan dianalisis secara tematik. Analisis data
akan mengidentifikasi pola, tema, dan konsep yang muncul dari wawancara, observasi, dan
dokumen sekolah. Hasil analisis akan digunakan untuk merumuskan temuan penelitian.
Validitas penelitian diperkuat melalui triangulasi data, yaitu dengan membandingkan hasil
wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Reliabilitas akan dijaga dengan hati-hati selama
proses pengumpulan dan analisis data untuk meminimalkan bias. Penelitian ini akan mematuhi
etika penelitian, termasuk mendapatkan izin dari pihak sekolah dan persetujuan dari partisipan.
Identitas partisipan akan dijaga kerahasiaannya.
Penelitian ini dirancang untuk memberikan wawasan yang dalam dan kontekstual
tentang bagaimana agama memainkan peran dalam memoderasi toleransi dan persatuan di
SDN 16 Panjak. Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi dinamika
yang kompleks dalam konteks ini dan memberikan kontribusi yang berharga dalam
pemahaman topik ini.
Hasil dan Pembahasan
SDN 16 Panjak berdiri pada tahun 1987. SDN 16 Panjak merupakan salah satu sekolah
di mana terdapat siswa-siswi dengan berbagai suku, diantaranya adalah suku Dayak, Melayu
dan Jawa, selain itu juga terdapat perbedaan dalam segi agama, di antaranya, yaitu Katolik,
Kristen dan Islam. akan tetapi yang perlu diketahui pada SDN 16 Panjak ini mayoritas bersuku
Dayak, Melayu dan non Islam.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa, Indonesia merupakan negara yang di dalamnya
terdapat beragam budaya, adat istiadat yang melekat di dalamnya. Keberagaman budaya
tersebut tidak bisa untuk dipungkiri akan melahirkan berbagai macam pandangan bahwa
Indonesia ini merupakan negara dengan berbagai macam etnis, ras budaya serta agama yang
majemuk. Selain itu dengan adanya perbedaan atau keberagaman ini akan melahirkan berbagai
macam pandangan yang berbeda-beda.5
Salah satu tempat guna untuk memahami mengenai kehidupan bersama dengan
masyarakat lain yang multikultural adalah disekolah. Pendidikan multikultural sangat
diperlukan disekolah, terutama pada sekolah dasar, hal ini disebabkan karena sekolah dasar
merupakan jenjang pertama dalam dunia pendidikan seorang anak.6
Dalam sebuah lembaga pendidikan sekolah pasti terdapat warga sekolah yang memiliki
latar belakang berbeda, baik itu pada etnik, budaya, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, jenis
kelamin, dan agama. Keragaman yang ada pada sekolah tersebutlah yang akan berimplikasi
kepada perlakuan dan kebijakan dari multikultural yang dihadapi oleh seluruh warga sekolah,
hal ini bertujuan agar terciptanya kebersamaan dan keharmonisan antar setiap warga sekolah.7
Pengenalan mengenai sebuah ideologi multikulturalisme pada anak-anak harus
dilakukan sejak dini, dengan harapan nantinya mampu untuk membangun karakter anak bangsa
yang mengerti, menerima dan menghargai perbedaan suku, budaya, agama, ras, etnik dan nilai
kepribadian pada setiap warga sekolah, sehingga akan tercipta suasana sekolah yang tenteram
dan damai tanpa adanya pertikaian antar sesama.8
Pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pengembangan terhadap semua
potensi manusia dalam menghargai pluralitas dan heteregonitasnya sebagai sebuah
konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku dan agama.9
Sama halnya dengan SDN 16 Panjak, yang warga sekolahnya terdapat beragam suku
dan agama, sehingga tidak bisa dipungkiri lagi bahwa dalam hal pendidikan, SDN 16 Panjak
ini sangat menekankan terhadap pendidikan multikultural. Ini juga merupakan pengalaman
5
Muh. Amin, Pendidikan Multikultural, Jurnal Pilar:Jurnal Kajian Islam Kontemporer 9, no. 1 (2018): 25.
6
S. Ambarwangi, Pendidikan Multikultural Di Sekolah Melalui Pendidikan Seni Tradisi, Harmonia: Journal of
arts research and education 13, no. 1 (2013).
7
S Syahrial, dkk, strategi guru dalam menumbuhkan nilai kebersamaan pada pendidikan multicultural disekolah
dasar, Jurnal Gentala Pendidikan Dasar 4, no. 2 (2019): 232-244
8
Derson dan I Gede Dharman Gunawan, Pentingnya Pendidikan Multikultur Dalam Pembelajaran Di Sekolah
Dasar, Jurnal Pendidikan Agama 1, no. 1 (2021): 13
9
Derson dan I Gede Dharman Gunawan…, 14.
baru bagi peneliti, sebab berkunjung sekaligus mengajar di sekolah yang mayoritas warga
sekolahnya non Islam dan terdapat keberagaman suku serta budaya merupakan suatu hal yang
tidaklah mudah. Ada sebuah tantangan tersendiri dalam mengajarkan mengenai mata
pelajarannya, sebab terdapat perbedaan yang harus saling dihormati agar tidak menimbulkan
sebuah kesalahpahaman antar sesama.
Seperti halnya di saat pembelajaran agama, di mana mereka harus dipisah-pisah dengan
tujuan agar penyampaian materi mengenai agama masing-masing dapat tersampaikan dengan
baik. Selain itu penerapan budaya sekolah pun haruslah disesuaikan dengan karakter budaya
mereka, hal ini bertujuan agar tidak terjadi perpecahan antar sesama.
Meskipun begitu, yang namanya permasalahan terkait dengan perbedaan itu pasti ada.
Dari hasil pembicaraan santai peneliti dengan Nabila salah satu siswi kelas 6 di SDN 16 Panjak,
mengatakan bahwa dahulu antar sesama siswa pernah terjadi permasalahan terkait perbedaan
baik pada agama, budaya dan suku, ada yang lebih mendominasi di antara mereka, namun hal
ini langsung diselesaikan dan diatasi dengan cepat oleh para guru yang mengajar di SDN 16
Panjak, sehingga sampai saat ini permasalahan tersebut sudah tidak terjadi lagi.10
10
Nabila, diwawancarai oleh penulis, Panjak, 7 Agustus 2023.
11
Bapak Mamat, diwawancarai oleh penulis, Panjak, 9 Agustus 2023.
pendidikan multikultural merupakan sebuah sikap peduli dan mau mengerti ataupun pengakuan
terhadap orang lain yang berbeda.12
Dari hasil observasi peneliti selama mengajar di SDN 16 Panjak, peneliti melihat
kerukunan dan ketenteraman di setiap warga sekolahnya, padahal di satu sisi terdapat
keberagaman di dalamnya, Meskipun terdapat perbedaan mereka tetap rukun contoh kecilnya
seperti: bermain bersama, tertawa bersama. Padahal apabila kita fikirkan mereka masih ditahap
anak-anak, dimana anak-anak itu sulit untuk dikondisikan dan sulit untuk diarahkan, dalam hal
berbicara pun pasti mereka langsung mengatakannya secara spontan, tetapi siswa-siswi SDN
16 Panjak berbeda. Mereka bisa menghargai akan adanya keberagaman disekolah dan
dilingkungan tempat tinggalnya.
Hal ini selaras dengan paradigma multikultural dalam pasal 4 ayat 1 UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yang menjelaskan, bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai
12
Kurnaengsih, “Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dalam Perspektif Pendidikan
Islam,” Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 5, no. 1 (March 2019): 115
13
Ibu Rosda, diwawancarai oleh penulis, Panjak, 9 Agustus 2023
keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pada konteks ini juga dapat dikatakan,
bahwa tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati,
respek, apresiasi dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda-beda.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.14”
Selain itu dengan adanya pendidikan multikultural diharapkan mampu untuk menjadi
sebuah solusi terbaik dalam menangani sebuah keragaman yang ada, baik itu dari segi agama,
budaya, etnis dan suku dengan cara menumbuhkan semangat penghargaan terhadap suatu hal
yang berbeda, sebab perbedaan merupakan sebuah Rahmat, hal ini sesuai dengan sabda Nabi
Muhammad Saw, yang berbunyi: ikhtilafu ummati rahmatun yang artinya perbedaan dalam
umatku adalah Rahmat.15
Menurut penjelasan dari salah satu siswi kelas 6 SDN 16 Panjak yang bernama Fia
mengatakan bahwa selain kuatnya pendidikan multicultural, di SDN 16 Panjak juga berlaku
sanksi bagi para siswa yang melakukan tindakan yang tidak sopan dan tidak baik terhadap
perbedaan yang terjadi antar sesama teman sekolah, misalnya adalah melakukan pembulliyan
terhadap siswa yang minoritas dan siswa yang mayoritas melakukan tindakan seenaknya
kepada siswa lainnya, maka dalam hal ini guru mengambil tindakan yang tegas.16
Dari hasil observasi peneliti selama mengajar di SDN 16 Panjak terlihat mengenai
kuatnya pendidikan multikultural yang terlihat di saat proses pembelajaran. Dalam
pembelajaran tidak semua siswa itu memiliki buku utama. Bagi yang mampu maka bisa foto
copy buku yang digunakan oleh guru, namun bagi mereka yang kurang mampu tidak ikut foto
14
Al-Qur’an Surah Al-Hujurat: 13, (Surabaya: Perpustakaan dan Percetakan Mahkota)
15
Imron Mashadi, Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Multikulturalisme (Jakarta: Balai Litbang Agama,
2009), 90
16
Fia, diwawancarai oleh penulis, Panjak, 07 Agustus 2023.
copy buku. Namun meskipun begitu, bagi mereka yang memiliki buku, tanpa disuruh pun
mereka langsung berbagi dengan temannya sebangku yang tidak memiliki buku di saat proses
pembelajaran.
Seperti halnya juga, dibulan akhir-akhir ini yang di mana di dusun Panjak ini sedang
mengalami musim kemarau yang Panjang, sehingga membuat air disekolah menjadi kering.
Dampaknya adalah tidak terdapat air sama sekali dikamar mandi sekolah, sehingga untuk bisa
buang air kecil dan buang air besar, siswa harus membawa air sendiri dari rumah. Bagi mereka
yang lupa tidak membawa maka mereka akan saling berbagi air kepada teman yang tidak
membawa air. Artinya rasa kepedulian mereka terhadap sesama sangatlah besar, mereka tidak
mempedulikan dari mana dia berasal dan apa agamanya.
Jejak Persahabatan
Jejak cerita persahabatan yang tulus dan menghangatkan hati tumbuh di antara siswa-
siswi SD Negeri 16 Panjak. Mulai dari kegiatan sekolah hingga waktu luang, ikatan ini tumbuh
kuat, mengikis perbedaan dan menggantinya dengan rasa saling mengenal dan menghargai.
Setiap pagi, siswa-siswi berjejer di halaman sekolah dengan wajah ceria. Dalam kelas-kelas
yang penuh kegembiraan, siswa-siswa bekerja sama dalam proyek-proyek kelompok dan
berbagi ide dengan antusias.
Kegiatan ekstrakurikuler juga menjadi wadah bagi persahabatan yang berkembang.
Kelompok belajar agama mengumpulkan siswa-siswa dengan minat yang sama, sementara
mereka yang memiliki hobi bermain sepak bola atau pramuka berkolaborasi dalam mengejar
minat mereka. Di setiap aktivitas, mereka memahami satu sama lain dengan lebih baik,
merasakan keunikan masing-masing individu. Waktu luang di sekolah juga menjadi saat-saat
penting bagi persahabatan ini. Di bawah depan kelas atau di halaman sekolah yang lapang,
siswa-siswi menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang segala hal, dari hobi hingga
mimpi mereka di masa depan. Dalam suasana yang santai, mereka berbagi canda dan cerita,
memperkuat ikatan mereka dengan tawa.
Keceriaan dan kepolosan anak-anak di SD Negeri 16 Panjak memancarkan semangat
persatuan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Melalui tawa mereka, rasa saling
menghormati, dan keinginan untuk belajar tentang satu sama lain, mereka membuktikan bahwa
perbedaan bukanlah hambatan. Sebaliknya, perbedaan itu memberi warna dan kekayaan bagi
hubungan mereka. Ikatan persahabatan yang tumbuh di sekolah ini menginspirasi semua orang
untuk melihat melampaui perbedaan dan merayakan keberagaman sebagai kekuatan yang
mempersatukan.
Dalam kelas-kelas yang hangat dan inklusif, para guru mengambil pendekatan yang
kreatif dalam mengajar. Mereka menggunakan cerita-cerita inspiratif dari berbagai agama
untuk menunjukkan persamaan dan nilai-nilai universal yang dipegang oleh semua keyakinan.
Dengan halus, mereka membimbing siswa-siswa dalam merenung dan memahami pesan moral
dalam cerita-cerita ini.
Diskusi terbuka menjadi sarana yang sangat ditekankan oleh guru-guru. Dalam suasana
yang penuh penghargaan, siswa-siswi diajak untuk bertukar pandangan tentang agama, budaya,
dan pengalaman pribadi mereka. Dengan panduan guru, mereka mempraktikkan keterbukaan
dan mendengarkan secara aktif, meresapi makna dan pentingnya keberagaman.
Dalam suasana interaktif ini, guru-guru berperan sebagai fasilitator yang bijaksana.
Mereka memancing pertanyaan, mendorong refleksi, dan menginspirasi pemikiran kritis.
Dengan memahami sudut pandang beragam, siswa-siswa mulai melihat bahwa perbedaan
adalah sumber pembelajaran dan pengayaan.
Namun, lebih dari itu, guru-guru ini adalah panutan yang hidup dari nilai-nilai toleransi.
Dalam tindakan dan perkataan mereka, mereka menunjukkan bagaimana menghormati
perbedaan adalah sikap yang harus diterapkan dalam setiap aspek kehidupan. Dengan
memberikan contoh langsung, mereka menginspirasi siswa-siswa untuk membawa pesan
toleransi ini keluar dari dinding sekolah dan menerapkannya dalam masyarakat.
Dengan pendekatan yang penuh kesabaran dan inovasi, guru-guru di SD Negeri 16
Panjak telah berhasil menciptakan lingkungan belajar yang mempromosikan nilai-nilai
toleransi dan saling menghormati. Melalui cerita-cerita, diskusi terbuka, dan teladan nyata,
mereka membantu siswa-siswi memahami arti penting menghargai perbedaan dan membangun
persaudaraan di tengah keberagaman.
Simpulan
Penelitian ini menyajikan pemahaman mendalam tentang peran moderasi agama dalam
memperkuat toleransi dan persatuan antar warga sekolah di SDN 16 Panjak. Hasil penelitian
ini mengungkap sejumlah simpulan penting:
Agama sebagai Alat Moderasi: Agama, yang sering dianggap sebagai sumber
perbedaan, ternyata dapat berfungsi sebagai alat moderasi yang kuat dalam mempromosikan
toleransi. Siswa, guru, dan staf administrasi di SDN 16 Panjak secara konsisten mencatat
bahwa pemahaman agama mereka membantu mereka memahami dan menghargai perbedaan
agama lainnya.
Fasilitator Dialog Antar Agama: Agama juga memfasilitasi dialog antar agama di
sekolah. Program-program pendidikan agama yang inklusif dan interaktif menciptakan peluang
bagi siswa untuk berbicara tentang keyakinan mereka, memecahkan stereotip, dan mengurangi
ketegangan antar agama.
Lingkungan Sekolah Inklusif: Lingkungan sekolah yang inklusif, di mana perbedaan
dihargai dan diberdayakan, mendukung perkembangan sikap toleran dan persatuan. Kebijakan
sekolah yang mendukung keragaman dan mempromosikan dialog antar agama menjadi faktor
penting dalam menciptakan lingkungan ini.
Pentingnya Pendidikan Agama yang Holistik: Temuan ini menggaris bawahi
pentingnya pendidikan agama yang holistik yang tidak hanya mengajarkan aspek-aspek
keyakinan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai toleransi, persatuan, dan pemahaman terhadap
perbedaan.
Penelitian ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana agama dapat
menjadi kekuatan positif dalam memperkuat toleransi dan persatuan di sekolah. Implikasinya
mencakup pengembangan kurikulum dan pendekatan pedagogis yang lebih inklusif di semua
tingkatan pendidikan. Di tengah dunia yang semakin berkembang dan beragam, memahami
peran agama dalam mempromosikan harmoni sosial menjadi suatu keharusan dalam upaya
membangun masyarakat yang lebih toleran dan bersatu.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an Surah Al-Hujurat: 13, (Surabaya: Perpustakaan dan Percetakan Mahkota)
Ambarwangi, S. Pendidikan Multikultural Di Sekolah Melalui Pendidikan Seni Tradisi,
Harmonia: Journal of arts research and education 13, no. 1 (2013).
Derson dan I Gede Dharman Gunawan, Pentingnya Pendidikan Multikultur Dalam
Pembelajaran Di Sekolah Dasar, Jurnal Pendidikan Agama 1, no. 1 (2021).
Dianita, Gita, Endis Firdaus, and Saepul Anwar, "Implementasi Pendidikan Toleransi di
Sekolah: Sebuah Kearifan Lokal di Sekolah Nahdlatul Ulama," TARBAWY:
Indonesian Journal of Islamic Education 5, No. 2 (2019).
Fia, diwawancarai oleh penulis, Panjak, 07 Agustus 2023
Jamarudin, Ade . "Membangun Tasamuh Keberagamaan Dalam Perspektif Al-Qur’an."
TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama 8.2 (2016).
Jamarudin, Ade. "Membangun Tasamuh Keberagamaan Dalam Perspektif Al-Qur’an,"
TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama 8, No.2 (2016).
Kurnaengsih, “Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dalam Perspektif
Pendidikan Islam,” Risalah Jurnal Pendidikan dan Studi Islam 5, no. 1 (March 2019).
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan
2019 (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019), bb. Qs. Al-Hujurat: 13.
Mamat. diwawancarai oleh penulis. Panjak, 9 Agustus 2023.
Mashadi, Imron. Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Multikulturalisme. Jakarta: Balai
Litbang Agama, 2009.
Muh. Amin, Pendidikan Multikultural, Jurnal Pilar:Jurnal Kajian Islam Kontemporer 9, no. 1
(2018): 25.
Nabila. diwawancarai oleh penulis. Panjak, 7 Agustus 2023.
Rosda. diwawancarai oleh penulis. Panjak, 9 Agustus 2023.
S Syahrial, dkk, strategi guru dalam menumbuhkan nilai kebersamaan pada pendidikan
multicultural disekolah dasar, Jurnal Gentala Pendidikan Dasar 4, no. 2 (2019).